Anda di halaman 1dari 180

COVER

ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP:
PERSPEKTIF INOVASI DAN KINERJA
ORGANISASI LPD
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP:
PERSPEKTIF INOVASI DAN KINERJA
ORGANISASI LPD
Anak Agung Dwi Widyani
Ketut Rahyuda
I Gusti Ayu Manuati Dewi
I Gede Riana

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP: PERSPEKTIF
INOVASI DAN KINERJA ORGANISASI LPD

Anak Agung Dwi Widyani


Ketut Rahyuda
I Gusti Ayu Manuati Dewi
I Gede Riana
Editor:
Rintho R. Rerung

Tata Letak:
Mega Restian Zendrato
Desain Cover:
Qonita Azizah
Ukuran:
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman:
viii, 136
ISBN:
978-623-195-394-0
Terbit Pada:
Juli 2022

Hak Cipta 2023 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Mahasa Esa yang telah memberikan kemudahan dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
sebuah studi dan menuangkan hasil studi tersebut ke
dalam buku berjudul “Entrepreneurial Leadership:
Perspektif Inovasi dan Kinerja Organisasi LPD”.

Buku ini disusun menjadi 9 bab, mulai dari (1)


Pendahuluan, (2) Kinerja Organisasi, (3) Inovasi, (4)
Entrepreneurial Leadership, (5) Knowledge Sharing, (6)
Analisis Data (7) Pengaruh Entrepreneurial Leadership, (8)
Pengaruh Knowledge Sharing, dan (9) Pengaruh dan Peran
Inovasi Organisasi. Buku ini disusun dengan harapan
dapat bermanfaat untuk referensi dalam bidang-bidang
ilmu yang berkaitan.

Terbitnya buku ini tidak terlepas dari bantuan berbagai


pihak dalam penyusunannya. Oleh Karena itu, penulis
ingin mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada
semua pihak yang selalu memberikan dorongan
semangat, moril serta materiil sehingga penyusunan buku
ini dapat diselesaikan. Semoga buku ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca sekalian.

Penulis

i
RINGKASAN
ANTESEDEN INOVASI DAN KINERJA
LEMBAGA PERKREDITAN DESA DI BALI
Lembaga Perkreditan Desa merupakan pengejawantahan
ekonomi kerakyatan, berperan mendorong perekonomian
masyarakat desa pakraman serta menopang kehidupan
sosial, budaya, adat, dan agama. Masyarakat semakin
merasakan peranan LPD, terlihat dari jumlah asset,
tabungan serta deposito masyarakat dari tahun 2011
sampai dengan tahun 2016 mengalami peningkatan.
Namun, peningkatan kepercayaan masyarakat di
beberapa LPD tidak disertai oleh sikap pengurus yang
mencerminkan dapat menumbuhkan kepercayaan
masyarakat, misalnya beberapa kasus korupsi dan
penyalahgunaan wewenang yang dilakukan justru oleh
pengurus LPD yang berdampak pada kinerja serta
keberlangsungan LPD. Selain fenomena tersebut,
berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban LPD
(Pemerintah Provinsi Bali, 2016) menunjukkan terjadi
penurunan persentase pinjaman klasifikasi lancar
sebesar 0,97%, serta peningkatan pinjaman klasifikasi
kurang lancar dan macet sebesar 0,32 berdasarkan data
dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2015. Rasio kredit
bermasalah (non performing loan atau NPL) yang terjadi
pada LPD masih tergolong tinggi.
Pada kondisi perubahan yang terjadi semakin cepat
dengan lingkungan yang penuh persaingan dan
ketidakpastian maka dibutuhkan kepemimpinan
berorientasi entrepreneur pada semua jenis organisasi
(Darling et al., 2007). Seorang pemimpin yang
menerapkan orientasi entrepreneur dalam menggerakkan
anggota organisasinya dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi diistilahkan dengan entrepreneurial leadership
(Irelandia & Hitt,2003; Gupta et al.,2004 dan Harrison et
al., 2012). Menurut Renko et al. (2013) entrepreneurial
leadership merupakan konsep yang dapat diterapkan
pada semua jenis industry serta berbagai tipe budaya
organisasi. Lembaga Perkreditan Desa yang merupakan
Lembaga keuangan milik desa pakraman membutuhkan

ii
pengurus yang terdiri dari ketua (pamucuk), tata usaha
(penyarikan) dan kasir (patengen) yang berorientasi
entrepreneur dalam mengelola lembaganya. Menurut
Skodvin dan Andersen (2006), entrepreneurial leadership
merupakan gaya kepemimpinan yang tidak hanya
berdasarkan kekuasaan hirarki namun juga pada
peningkatan kemampuan inovasi melalui pengelolaan
sumber daya yang dimiliki organisasi. Hasil penelitian Da
et al. (2014) dan Kusmintarwanto (2014) menunjukkan
bahwa entrepreneurial leadership berpengaruh signifikan
terhadap inovasi. Menurut Fernald et al. (2005),
entrepreneurial leadership merupakan salah satu gaya
kepemimpinan yang dapat mengantisipasi ketidakpastian
lingkungan usaha dan dapat meningkatkan kinerja
organisasi. Gaya kepemimpinan entrepreneurial
leadership berpengaruh signifikan terhadap kinerja
organisasi (Ruvio & Rosenbalt, 2010; Jagdale & Sangkar,
2014; Rahim et al, 2015).
Selain itu mengatasi keterbatasan kompetensi dan
kemampuan manajerial yang dimiliki LPD salah satunya
adalah melalui berbagi pengetahuan (knowledge sharing)
diantara komponen yang terkait dengan aktivitas LPD.
Individu dapat mengkomunikasikan ide-ide, informasi
dan pengetahuan melalui proses knowledge sharing
(Zahari et al., 2014). Knowledge sharing merupakan aset
penting organisasi yang berpengaruh signifikan terhadap
kesuksesan serta keberlangsungan kinerja organisasi
Knowledge sharing merupakan proses terbaik bagi
peningkatan kompetensi yang dapat meningkatkan
kemampuan inovasi dan kinerja organisasi (Ngah &
Jusoff, 2009). Hasil penelitian Wang & Wang ( 2012);
Abdallah et al. (2012) dan Ratih et al. (2016) menunjukkan
bahwa knowledge sharing memberikan pengaruh positif
signifikan terhadap inovasi. Knowledge sharing juga dapat
memberikan pengaruh positif signifikan terhadap kinerja
organisasi, sesuai dengan hasil penelitian Darroch (2005);
Hsu (2008) ; Abdalah et al. (2012); Wang & Wang ( 2012);
Kathiravelu et al. (2013); Wang & Wang, (2013); Kim et al.
(2013); Kokanuch dan Tuntrabundit (2014)..

iii
Inovasi merupakan hal yang penting diperhatikan untuk
dapat meningkatkan kinerja organisasi. novasi organisasi
dapat membawa perubahan baru dan kesuksesan serta
meningkatkan kinerja usaha (Aragon et al., 2007; Jimenez
& Valle, 2011; Gunday & Ulusoy, 2011; Rofiaty 2011;
Setyanti, et al., 2013). Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh terhadap
kinerja organisasi diantaranya Ar dan Baki (2011);
Setyanti et al. (2013); Hui et al. (2013) dan Iscan et al.
(2014).
Perilaku entrepreneur tersebut identik dengan risiko yang
mengakibatkan seorang pemimpin cenderung bertindak
irasional, menonjolkan kepentingan sendiri, serta
memiliki optimisme yang berlebihan (Amir, 2016; 182 dan
Kuratko & Goldsby, 2004).. Entrepreneurial leadership jika
tidak dilandasi oleh perilaku beretika, maka dapat
memberikan dampak negatif yaitu destruktif yang
mengarah pada perilaku tidak etis. Hal tersebut akan
berpotensi menjadi dilema etika dan merupakan sisi gelap
atribut entrepreneurial seorang pemimpin (the dark side of
entrepreneurial leadership). Entrepreneurial leadership
yang memperhatikan ethical behaviour menjadi suatu
kebutuhan global untuk menghindari risiko yang
kemungkinan terjadi (Gupta et al., 2004; Helm dan Zyl,
2007; Mgeni, 2015). Dimensi etika seorang pemimpin
berperan dalam menggerakkan anggota organisasinya
untuk pencapaian tujuan perusahaan (Trevino et al.,2003;
Brown et al., 2005). Menurut hasil penelitian Crosley
(2014), bahwa terdapat pengaruh positif antara perilaku
etis seorang pemimpin terhadap inovasi dan kinerja
organisasi. Sehingga pada penelitian ini menggunakan
etika satya laksana sebagai salah satu dimensi
entrepreneurial leadership yang merupakan salah satu
kerangka dasar etika agama Hindu yaitu bagian dari
Panca Satya (Suhardana, 2006 : 28).
Theory of action and job performance mengindikasikan
bahwa kinerja terbaik dapat diwujudkan dari strategi yang
dilaksanakan dan nilai (value) yang diyakini oleh
pimpinan organisasi (Boyatzis, 2008). Nilai (value), sifat
(trait), gaya (style) dan pengetahuan (knowledge) yang

iv
didukung oleh lingkungan organisasi dapat
menggerakkan peran pemimpin dalam menyelesaikan
tugas dan fungsi mereka menuju pencapaian kinerja
organisasi yang terbaik (best fit). Sehingga best fit tersebut
juga sangat didukung oleh perilaku individu pimpinan
yang dipengaruhi oleh nilai, individu serta style perilaku
individu yang ada di sekitarnya. Keberhasilan pencapaian
tujuan organisasi juga ditentukan oleh kemampuan
entrepreneurial dan pengambilan keputusan strategis
pemimpin. Studi tentang kewirausahaan
(entrepreneurship) dan manajemen strategis (strategic
management) diistilahkan dengan strategic
entrepreneurship (SE) (Ireland et al., 2003). Strategic
entrepreneurship (SE) merupakan konsep perilaku
kewirausahaan strategis seorang pemimpin dalam
mencari peluang (opportunity-seeking) dan sekaligus
mencari keunggulan-keunggulan (advantage-seeking)
untuk mencapai peningkatan kinerja perusahaan (Ireland
& Web, 2007). Menurut Handrimurtjahjo (2014), strategic
entrepreneurship merupakan pengembangan Teori
Resource-Based View (RBV) yang memadukan dan
memperluas teori entrepreneurship serta strategic
management dengan mengoptimalkan sumber daya yang
dimiliki perusahaan. Menurut pendekatan knowledge
based view, bahwa yang diperlukan bukan hanya sumber
daya dan kapabilitas yang unggul, tetapi juga tacit dan
explicit knowledge untuk mengintegrasikan,
mengkoordinasikan sumber daya dan kapabilitas yang
dimiliki oleh organisasi (Wang & Tsai, 2013).
Tahap awal penelitian ini menggunakan metode
ekploratori kualitatif dan tahap berikutnya menggunakan
metode penelitian kuantitatif. Proses penelitian ini
tergolong ke dalam model penelitian sekuensial
eksploratoris (Tashakorri & Creswell, 2007). Metode ini
dilakukan dengan melakukan eksplorasi serta mengacu
pada proposisi Rahyuda dkk. (2015). Pengembangan dan
pengukuran dilakukan untuk memperoleh indikator -
indikator pembentuk dimensi etika satya laksana pada
LPD memenuhi kreteria valid dan reliabel. Pendekatan
eksploratori kualitatif dilakukan untuk membuktikan dan
menjelaskan relevansi indikator etika satya laksana

v
terhadap variabel entrepreneurial leadership melalui
beberapa tahapan atau proses kegiatan. Tahapan
selanjutnya adalah dilakukannya proses metode
kuantitatif, yang diawali dengan menguji refleksi
indikator-indikator terhadap dimensi etika satya laksana
dan entrepreneurial leadership. Metode analisis yang
dipergunakan untuk menganalisis model struktural
penelitian ini adalah Structural Equation Modeling berbasis
variance yaitu Partial Least Square (SEM PLS) dengan
program aplikasi Smart PLS 3.0. Hasil penelitian
menunjukkan entrepreneurial leadership secara positif
signifikan mempengaruhi inovasi organisasi, dan kinerja
organisasi. Knowledge sharing menunjukkan pengaruh
yang positif signifikan terhadap inovasi organisasi, tetapi
tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Selain itu,
inovasi organisasi menunjukkan pengaruh positif
signifikan terhadap kinerja organisasi.
Berdasarkan hasil tersebut, keterbaruan (novelty) pada
penelitian ini adalah menambahkan etika pada konsep
entrepreneurial leadership yang merupakan
pengembangan pemikiran Kuratko (2007), yang
diistilahkan dengan ethical entrepreneurial leadership.
Pada penelitian ini dimensi ethical entrepreneurial
leadership yang dimaksudkan terdiri dari (1)
proactiveness, (2) innovativeness, (3) risk taking, dan (4)
etika satya laksana. Etika satya laksana merupakan
salah satu etika seorang pemimpin yang diyakini sebagai
nilai etika kearifan lokal Hindu yang telah terbukti secara
valid dan reliabel sebagai salah satu dimensi
entrepreneurial leadership.

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA .........................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................9
Mengenal Lembaga Perkreditas Desa (LPD) .............9
Entrepreneurial Leaderhip dalam Organisasi LPD ..12
BAB 2 KINERJA ORGANISASI .......................................23
Konsep Kinerja Organisasi ....................................23
Indikator Kinerja Organisasi .................................26
BAB 3 INOVASI .............................................................31
Konsep Inovasi ......................................................31
Indikator Inovasi ...................................................32
Studi Inovasi Organisasi .......................................33
BAB 4 ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP ......................41
Konsep Entrepreneurial Leadership .......................41
Etika Pemimpin .....................................................46
Dimensi Entrepreneurial Leadership ......................50
Studi Lampau Entrepreneurial Leadership .............52
BAB 5 KNOWLEDGE SHARING ......................................61
Konsep Knowledge Sharing ...................................61
Dimensi Knowledge Sharing ..................................64
Studi Lampau Knowledge Sharing .........................65
Kritik Terhadap Literatur Sebelumnya ..................73
BAB 6 ANALISIS DATA ..................................................77
Sumber Data .........................................................77
Hasil Analisis Deskriptif ........................................79

vii
Hasil Analisis Inferensial .......................................94
Pengujian Dimensi dan Indikator Etika
satya laksana......................................................108
Pengujian Hipotesis .............................................110
BAB 7 PENGARUH ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP .115
Terhadap Inovasi Organisasi ............................... 115
Terhadap Kinerja Organisasi ............................... 119
BAB 8 PENGARUH KNOWLEDGE SHARING ................123
Terhadap Inovasi Organisasi ............................... 123
Terhadap Kinerja Organisasi ............................... 126
BAB 9 PENGARUH DAN PERAN
INOVASI ORGANISASI ........................................131
Pengaruh Terhadap Kinerja Organisasi ...............131
Peran sebagai pemediasi hubungan
Entrepreneurial Leadership dengan
Kinerja Organisasi ...............................................133
Peran sebagai pemediasi hubungan Knowledge
Sharing dengan Kinerja Organisasi .....................134
DAFTAR PUSTAKA ......................................................137

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

Mengenal Lembaga Perkreditas Desa (LPD)


Ekonomi kerakyatan merupakan sebuah konsep
perekonomian yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia, serta merupakan amanat Undang-Undang
Dasar 1945. Menurut Zulkarnain (2006 ; 9), ekonomi
kerakyatan merupakan sistem perkonomian yang sesuai
dengan falsafah negara kita menyangkut aspek keadilan,
demokrasi ekonomi serta keberpihakan kepada ekonomi
rakyat. Pengembangan ekonomi kerakyatan diarahkan
pada peningkatan pendapatan masyarakat serta
mengatasi ketimpangan ekonomi dan sosial. Ekonomi
kerakyatan memberi perhatian khusus pada usaha
pembangunan ekonomi pedesaan, membina dan
melindungi usaha kecil melalui dukungan informasi serta
pembiayaan usaha. Hal ini diejawantahkan dengan
adanya Lembaga Perkreditan Desa (LPD) sebagai lembaga
keuangan mikro yang tersebar pada desa-desa di Bali.
Lembaga Perkreditan Desa sebagai suatu lembaga yang
menjalankan fungsi keuangan berdasarkan ikatan adat di
Bali berperan mendorong perekonomian masyarakat desa
pakraman serta menopang kehidupan sosial, budaya,
adat dan agama. Pembentukan LPD bertujuan untuk
menunjang peran desa adat agar memiliki sumber
pembiayaan yang mandiri dan berkelanjutan untuk
membiayai kegiatan yang terkait dengan urusan adat atau
kemasyarakatan lainnya, seperti pemeliharaan
instrumen-instrumen budaya, pemeliharaan warisan
budaya, pembangunan dan perbaikan pura serta biaya
upakara dan upacara.

9
Lembaga Perkreditan Desa lahir, tumbuh dan
berkembang, berawal dari kearifan lokal (local genius)
yang dimiliki oleh masyarakat Hindu di Bali. Keberadaan
LPD dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun, sejak
pendiriannya tahun 1984 menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat, baik dari sisi jumlah maupun dari sisi
perkembangan usahanya. Pada awal pendiriannya, tahun
1984/1985, hanya ada 8 unit LPD, sampai awal tahun
2017 telah menjadi 1433 unit LPD yang tersebar di
seluruh desa pakraman di Bali. Total asset LPD mencapai
Rp 15,5 trilyun, melibatkan pengurus dan karyawan
sebanyak 7.882 orang (LPLPD Provinsi Bali, 2016).
Pertumbuhan dan perkembangan peranan LPD sebagai
lembaga intermediasi, yakni sebagai pengumpul sekaligus
penyalur dana masyarakat mengalami peningkatan, yang
ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Total Aset, Tabungan dan Deposito, Kredit LPD


Se- Bali Tahun 2011 dan Tahun 2016
Sumber : Laporan PertanggungJawaban LPLPD (LPLPD
Provinsi Bali, 2016)
Berdasarkan Gambar 1.1 bahwa total aset, tabungan,
deposito serta kredit yang disalurkan mengalami
peningkatan. Pada Tahun 2011, total asset yang dimiliki
LPD se-Bali sekitar 3,7 trilyun rupiah dan pada tahun
2016 sekitar 15,5 trilyun rupiah. Jumlah simpanan dalam
bentuk deposito dan tabungan pada tahun 2011, sebesar
7,2 trilyun rupiah dan meningkat menjadi kurang lebih
12,9 trilyun rupiah pada tahun 2016. Total kredit untuk
tahun 2011 mencapai sekitar 6 trilyun rupiah dan
10
mengalami perkembangan, sehingga besarnya sekitar
12,1 triliun rupiah pada tahun 2016. Data tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kepercayaan
masyarakat terkait keberadaan LPD pada desa pakraman.
Namun, peningkatan kepercayaan masyarakat tidak
disertai oleh meningkatnya kinerja yang berupa
peningkatan total asset, tabungan dan deposito pada
beberapa LPD. Laporan pertanggungjawaban LPLPD
(2016) menunjukkan persentase pinjaman klasifikasi
kurang lancar mengalami peningkatan pada Desember
2013 sebesar 4,10%, Desember 2014 sebesar 4.33% serta
Desember 2015 sebesar 4,89%. Pinjaman klasifikasi
macet juga mengalami peningkatan dari Desember 2013
sebesar 1,41%, Desember 2014 sebesar 1,50% serta
Desember 2015 sebesar 1,64%. Rasio kredit bermasalah
(non performing loan atau NPL) yang diberikan LPD
berflutuasi dan masih tergolong tinggi. Hal ini
ditunjukkan dari ratio NPL dari tahun 2013 sebesar 7,43,
tahun 2014 (7,46%) dan tahun 2015 (7,44%) (lampiran 1).
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor :
13/3/PBI/2011 bahwa batas aman ratio NPL adalah
sebesar 5%. Informasi tersebut memberikan indikasi
bahwa peningkatan kepercayaan masyarakat desa
pakraman belum diimbangi oleh pencapaian kinerja LPD
yang baik. Jika hal ini tidak ditanggulangi, akan dapat
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap LPD.
Selanjutnya dapat berdampak pada eksistensi dan
keberlangsungan LPD. Keberadaan LPD seperti pisau
bermata dua, jika kinerja LPD baik maka dapat
memperkuat perekonomian namun menjadi beban desa
pakraman jika LPD memiliki kinerja tidak baik.
Permasalahan kredit macet yang terjadi pada LPD, salah
satunya diakibatkan oleh faktor internal (Cendikiawan,
2013). Hasil observasi awal yang dilakukan terkait kinerja
LPD yang tidak sehat sebagian besar disebabkan oleh
perilaku pengurus yang terdiri dari kepala (pamucuk), tata
usaha (penyarikan) dan kasir (patengen) yang memiliki
otoritas terkait proses kredit mengabaikan persyaratan
pemberian kredit dan faktor eksternal. Keputusan
pengurus LPD dalam pemberian kredit, yang

11
mengabaikan prosedur serta ketentuan-ketentuan yang
berlaku berupa karakteristik individu dari peminjam,
menyebabkan banyak kreditur tidak mengembalikan
pinjamannya secara tepat waktu. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengurus LPD sebagai pengambil
kebijakan strategis dan pelaksana operasional
mengabaikan etika serta faktor eksternal organisasi.

Entrepreneurial Leaderhip dalam Organisasi LPD


Pemimpin yang mengabaikan etika dalam pengambilan
keputusan dapat berdampak buruk pada kinerja serta
inovasi organisasi. Pengurus yang merupakan jajaran
pimpinan sebagai pengambil kebijakan operasional LPD,
dalam setiap tindakannya diharapkan selalu berpedoman
pada prosedur dan aturan yang berlaku. Kredibilitas dan
karakter pengurus akan memberikan pengaruh pada
kepercayaan masyarakat terhadap LPD sebagai lembaga
keuangan milik desa pakraman. Copeland (2014)
mengemukaan bahwa teori manajemen dan kepemimpin
baru memberikan penekanan pada pentingnya etika dan
moral seorang pemimpin, sehingga dapat dijadikan contoh
bagi anggota organisasi yang akan memberikan pengaruh
pada keberlangsungan usahanya. Dimensi etika seorang
pemimpin berperan dalam menggerakkan anggota
organisasinya untuk pencapaian tujuan perusahaan
(Trevino et al.,2003; Brown et al., 2005). Hasil penelitian
Crosley (2014) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif antara perilaku etis seorang pemimpin terhadap
inovasi dan kinerja organisasi.
Pemimpin merupakan salah satu sumber daya manusia
yang paling berperan untuk pencapaian tujuan
organisasi. Keberhasilan organisasi sangat tergantung
pada kualitas pimpinan untuk memotivasi anggota
organisasi, meningkatkan metode kerja, serta
memastikan kegiatan-kegiatan organisasi agar
terorganisir dengan baik (Teece et al., 1997; Ling &
Jaw.,2011). Menurut Ojokuku et al. (2012), pemimpin
dengan gaya kepemimpinannya merupakan penentu
utama keberhasilan atau kegagalan kinerja organisasi.
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan

12
mempengaruhi, mengarahkan, dan memotivasi anggota
organisasi untuk pencapaian kinerja dan tujuan
organisasi (Koech & Namusonge, 2012). Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan
memiliki pengaruh yang bervariasi terhadap kinerja
organisasi. Hasil penelitian Timothy et al. (2011)
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional
berpengaruh signifikan, sedangkan gaya kepemimpinan
transformasional tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan. Demikian pula hasil penelitian Koech
dan Namusonga (2012) menunjukkan bahwa gaya
kepemimpan laissez-faire tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja organisasi, sedangkan gaya
kepemimpinan transformasional berpengaruh signifikan
terhadap kinerja organisasi pada perusahaan milik negara
di Kenya. Hal ini menunjukkan adanya inkonsistensi
dalam sejumlah penelitian terkait dengan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja organisasi, sehingga ini
menjadi celah untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
Pada lingkungan dinamis dan kompetitif dibutuhkan gaya
kepemimpinan yang berbeda. Lingkungan dinamis
menuntut pemimpin yang mampu menghadapi
persaingan usaha untuk selalu berorientasi entrepreneur.
Menurut Jagdale dan Shankar (2015) bahwa organisasi
membutuhkan pemimpin berorientasi entrepreneur untuk
memahami kompleksitas lingkungan global yang berubah
dengan cepat. Menurut Arsyad (2006), LPD menghadapi
tantangan berupa persaingan antar lembaga keuangan
dan microfinance lainnya. Oleh karena itu, dalam
pengelolaan LPD dibutuhkan pemimpin yang berorientasi
entrepreneur.
Pimpinan penting untuk menempatkan entrepreneur
sebagai visi organisasi, sehingga hal tersebut merupakan
suatu strategi entrepreneur. Menurut Ireland et al.(2003),
pemimpin yang menerapkan cara berfikir
entrepreneurship dengan mengelola sumber daya strategis
untuk mengidentifikasi dan menghadapi peluang melalui
penerapan kreativitas diistilahkan sebagai strategic
entrepreneurship. Peran strategic entrepreneurship dapat
membangun keunggulan bersaing melalui peningkatan

13
kemampuan inovasi serta kinerja organisasi. Sebuah
usaha akan mencapai kesuksesan jika dikelola oleh
seorang pemimpin yang memiliki visi serta ide-ide untuk
menggerakkan anggota organisasinya (Jensen & Luthans,
2006). Strategi kewirausahaan seorang pemimpin
memusatkan pada penciptaan keunggulan kompetitif
pada lingkungan eksternal yang dinamis dengan
memanfaatkan sumber daya internal organisasi
(Harrison, 2012; Kuratko & Audretsc, 2009).
Menurut Vecchio (2003) bahwa mengintegrasikan konsep
entrepreneur dan teori kepemimpinan pada bidang
manajemen diistilahkan dengan entrepreneurial leaderhip.
Fernald et al. (2005) menyatakan bahwa, meskipun
entrepreneur dan leadership merupakan pokok kajian
yang berbeda, keduanya terkait satu sama lain. Beberapa
peneliti juga mencoba menggabungkan dan
mengekplorasi dua konsep yaitu kepemimpinan dan
perilaku kewirausahaan yang dikenal dengan model
kepemimpinan kewirausahaan (entreprenurial leadership)
(Gupta et al., 2004; Renko et al., 2013).
Entrepreneurial leadership merupakan pengembangan
dari transformasional leadership berorientasi entrepreneur
bagi peningkatan kinerja organisasi (Cogliser & Brigham,
2004; Chung, 2008). Seorang pemimpin yang menerapkan
entrepreneurial leadership mampu mengarahkan perilaku
karyawannya menuju peningkatan kinerja organisasi.
Menurut Hmieleski dan Ensley (2007) bahwa pada
lingkungan yang dinamis pemimpin tidak akan berhasil
mengembangkan usaha dan kinerja organisasinya tanpa
menampilkan perilaku entrepreneurial leadership yang
efektif. Temuan Rahim et al. (2015) yang melaksanakan
penelitian pada pemilik Usaha Kecil Menengah (UKM) di
Malaysia menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Sementara itu, hasil penelitian Jagdale dan Shankar
(2014) menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
tidak berpengaruh terhadap kinerja UKM di India.
Menurut Gupta et al. (2004) bahwa penerapan
entrepreneurial leadership akan efektif jika berbasis etika,
yang menjadi keyakinan seluruh individu pada organisasi.

14
Darling et al. (2007) juga berpendapat bahwa sukses
penerapan entrepreneurial leadership sangat ditentukan
oleh atribut entrepreneur dan nilai yang diyakini individu
dalam organisasi. Menurut Helm dan Zyl (2007) bahwa
entrepreneurial leader yang tidak menerapkan nilai moral
dan etika akan diragukan keberhasilannya dalam
meningkatkan kinerja organisasi. Demikian pula
entreprenurial leadership yang memiliki karakteristik,
innovativeness, proactive, risk taking dapat mencapai
kesuksesan maksimal jika tidak mengabaikan etika pada
proses memimpin organisasinya (Tarabishy & Solomon,
2005; Jagdale & Shankar, 2014). Beberapa pendapat ahli
tersebut bermakna bahwa kesuksesan seorang
entrepreneurial leader dapat tercapai jika memperhatikan
etika dalam penerapannya.
Lembaga Perkreditan Desa yang kuat, sehat, tangguh, dan
berdaya saing tinggi dapat mendukung usaha-usaha ke
arah peningkatan taraf hidup krama desa dan
pembangunan desa pakraman. Berdasarkan fenomena,
isu bisnis serta penelitian empiris, maka penelitian ini
mengacu pada konsep entrepreneurial leadership untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan dinamis atribut
entrepreneur seorang pemimpin menawarkan berbagai
manfaat dan kelebihan bagi organisasi (Amir, 2016; 182).
Strategi entrepreneur pemimpin selalu memastikan
optimisme agar aktivitas bisnis berjalan lancar serta
merealisasikan peluang-peluang baru dengan berbagai
cara. Komitmen yang berlebihan (escalation of
commitment) merupakan perilaku destruktif seorang
entrepreneur leader yang memiliki optimis berlebihan
mengarah pada perilaku tidak etis. Hal tersebut akan
berpotensi menjadi dilema etika dan merupakan sisi gelap
atribut entrepreneurial seorang pemimpin (the dark side
of entrepreneurial leadership).
Gaya kepemimpinan seorang pemimpin tidak bisa
dipisahkan dari nilai-nilai terkait tradisi etika yang ada di
sekitarnya. Nilai tradisi tersebut diyakini secara turun
temurun dan menjadi bagian dalam kehidupan
bermasyarakat sebagai dasar berperilaku (Arthadi, 2011;
147). Etika adalah suatu keyakinan yang menjadi

15
pedoman anggota organisasi dalam berperilaku
(Amstrong, 2009). Etika kepemimpinan telah bangkit
dalam organisasi publik dan bisnis terutama pada
masyarakat Amerika (Kacmar et al., 2011; Rahyuda dkk,
2015). Uraian atas konsep spiritual dapat disejajarkan
dengan konsep nilai dan etika yang didasarkan atas nilai-
nilai religis Agama Hindu. Nilai ini bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia. Salah satu nilai
religis Agama Hindu yang mengandung unsur etika
kepemimpinan adalah Panca Satya, yaitu lima kesetiaan,
kejujuran dan tanggung jawab yang mengandung unsur
kebenaran serta membawa manusia pada ketenangan dan
ketentraman. Menurut Suhardana (2006 : 28) bahwa
salah satu kerangka dasar etika dalam agama Hindu
adalah Panca Satya yang terdiri dari satya hredaya, satya
wacana, satya semaya, satya mitra dan satya laksana.
Satya hredaya merupakan kesetiaan terhadap kebenaran
dan kejujuran kata hati serta berpendirian teguh. Satya
wacana adalah setia, jujur dan benar dalam berkata-kata
atau tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan.
Satya semaya diwujudkan dengan selalu menepati janji.
Setia dan jujur kepada teman merupakan pencerminan
satya mitra. Sikap setia, jujur, serta
mempertanggungjawabkan kebenaran perbuatan
merupakan perwujudan dari satya laksana.
Salah satu nilai panca satya adalah satya laksana,
merupakan perwujudan bahwa nilai yang menjadi dasar
seseorang berperilaku etis akan bermanfaat jika sudah
dilaksanakan atau menjadi perilaku (behavior). Hasil
penelitian Rahyuda dkk. (2015) menemukan proposisi
bahwa seorang pemimpin akan sukses menghadapi
lingkungan dinamis dengan melaksanakan etika
kepemimpinan yang terkandung pada panca satya. Etika
kepemimpinan Hindu yaitu satya laksana direfleksikan
melalui kejujuran, tindakan yang mencerminkan
kesetiaan pada lembaga, bertanggung jawab atas segala
yang dilakukan, dan perbuatan mengarah pada
pemangku kepentingan (stakeholder) demi meningkatkan
nilai perusahaan (Rahyuda dkk., 2015).

16
Penelitian ini menggunakan etika satya laksana sebagai
salah satu dimensi entrepreneurial leadership. Hal ini
mendukung hasil penelitian Helm and Zyl (2007) dan
Mgeni (2015) menunjukkan bahwa entrepreneurial
leadership akan sukses jika dilandasi oleh perilaku
beretika (ethical behaviour). Penelitian ini menggunakan
etika sebagai salah satu dimensi entrepreneurial
leadership yaitu etika satya laksana. Dimensi satya
laksana merupakan salah satu keterbaruan pada
penelitian ini, dimana sebelum dipasangkan menjadi
bagian dari variabel entrepreneurial leadership, terlebih
dahulu dilakukan eksploratif kualitatif.
Satya laksana merupakan salah satu spirit Hindu untuk
mengatasi dilema etika di masyarakat. Menurut Inglehart
dan Baker (2000) paradigma spiritual dikaitkan dengan
kebutuhan untuk mencari solusi terkait permasalahan
sosial modern, pengaruh filsafat holistik dan pergeseran
paradigma ilmiah mempengaruhi organisasi. Pandangan
multidisiplin menggali munculnya paradigma spiritual,
yang dikaitkan dengan ketidakpuasan, serta
meningkatnya materialisme (Hoppe, 2005). Satya laksana
merupakan salah satu paradigma spiritual terkait dengan
nilai tradisi yang diyakini pada masyarakat di Bali. Nilai
tradisi tersebut diyakini secara turun temurun dan
menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat sebagai
dasar berperilaku (Daft, 2010 : 147). Hal tersebut yang
melatarbelakangi digunakannya etika satya laksana
sebagai salah satu dimensi entrepreneurial leadership
untuk meningkatkan inovasi dan kinerja organisasi.
Salah satu faktor utama pencapaian keunggulan
kompetitif dan keberhasilan jangka panjang pada
lingkungan bisnis yang kompetitif adalah kemampuan
untuk berinovasi (Petuskiene & Glinskiene, 2011). Inovasi
merupakan faktor penting yang dapat meningkatkan
kinerja organisasi (Calantone et al., 2002; Darroch, 2005).
Organisasi yang didukung dengan kemampuan inovatif
dapat merespon tantangan lingkungan secara lebih cepat,
karena dapat meningkatkan efesiensi organisasi (Jimenez
& Valle, 2005). Inovasi organisasi dapat membawa
perubahan baru dan kesuksesan serta meningkatkan

17
kinerja usaha (Aragon et al., 2007; Jimenez & Valle, 2011;
Gunday et al., 2011; Rofiaty 2011; Setyanti, et al., 2013).
Menurut Wang dan Tsai (2013) bahwa inovasi merupakan
kesuksesan implementasi ide kreatif yang berdasarkan
pada sumber daya, praktik-praktik manajemen dan
pengetahuan pada konteks organisasi.
Penelitian sebelumnya terkait pengaruh inovasi organisasi
terhadap kinerja organisasi memiliki hasil bervariasi.
Menurut Prajogo (2006) inovasi mampu mempengaruhi
kinerja organisasi baik di sektor jasa maupun
manufaktur. Beberapa studi empiris mengidentifikasi
pengaruh positif inovasi terhadap kinerja (Thornhill,
2006). Inovasi mampu menciptakan kreativitas,
produktivitas, dan kinerja yang unggul (Gunday et al.,
2011). Pada lingkungan yang dinamis dan kompetitif
semua organisasi harus melakukan inovasi untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Uslu et al. (2015) bahwa inovasi
merupakan hal penting untuk dilaksanakan pada
berbagai jenis organisasi. Sebaliknya, hasil penelitian
Simpson et al. (2006) menunjukkan bahwa inovasi sebagai
proses berisiko dan membutuhkan biaya tinggi, sehingga
memiliki efek negatif terhadap kinerja perusahaan.
Inovasi berdampak negatif karena kurang
mempertimbangkan risiko pasar, kenaikan biaya,
ketidakpuasan karyawan, dan perubahan tidak rasional
dari proses inovasi.
Damanpour et al. (2009) menemukan bahwa pelayanan
yang inovatif, proses, dan administrasi berdampak
merugikan bagi perusahaan layanan umum di Inggris,
karena tidak didukung oleh sumber daya manusia yang
kompeten. Penelitian Menguc (2010) menemukan bahwa
inovasi produk berpengaruh positif terhadap kinerja
organisasi pada di lingkungan bisnis yang stabil, tetapi
menunjukkan pengaruh negatif terhadap kinerja
organisasi pada lingkungan dinamis. Hal ini
menunjukkan bahwa pada lingkungan yang dinamis
penuh dengan ketidakpastian, pelaku bisnis sulit
memprediksi sesuatu yang akan terjadi di masa
mendatang. Agar tidak berdampak negatif terhadap

18
kinerja, maka sangat dibutuhkan pertimbangan secara
matang aspek sumber daya yang mendukung inovasi
tersebut .
Lembaga Perkreditan Desa merupakan microfinance yang
bebasis kearifan lokal, tetap mengalami persaingan
dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya (LPLPD,
2016). Inovasi juga menjadi keharusan pada LPD seiring
semakin bertambahnya produk-produk lembaga
keuangan lainnya. LPD dapat melakukan inovasi
disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan
masyarakat desa pakraman, misalnya semakin
beragamnya jenis produk serta proses pelayanan yang
dikeluarkan oleh LPD.
Lembaga Pekreditan Desa penting melakukan
transformasi pengetahuan untuk meningkatkan
kemampuan karyawan dalam mencapai kinerja lebih
baik. Peningkatan knowledge dibutuhkan untuk
mengantisipasi keterbatasan pengetahuan SDM yang
dimiliki LPD. Oleh karena itu, LPD harus memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang dimiliki seperti keterbatasan
kompetensi dan manajerial SDM. Hal tersebut
menjadikan inovasi sebagai keharusan dalam pengelolaan
LPD karena kompetensi dan manajerial SDM yang
terbatas merupakan salah satu kelemahan yang dimiliki
(Arsyad, 2006; Ikeanyibe, 2009). Setiap organisasi
membutuhkan adanya interaksi sosial berupa pertukaran
pengetahuan karyawan, pengalaman, dan keterampilan
untuk mengantisipasi keterbatasan kompetensi sumber
daya manusia dalam organisasi (Lin, 2007). Pengetahuan
merupakan intangible asset organisasi yang
meningkatkan kinerja organisasi pada lingkungan yang
semakin dinamis (Wang & Noe, 2010). Salah satu proses
peningkatan manajemen pengetahuan (knowledge
management) pada organisasi adalah berbagi
pengetahuan (Knowledge Sharing). Selain knowledge
creating, knowledge acquiring, knowledge capturing dan
knowledge using, Knowledge Sharing merupakan salah
satu komponen knowledge management yang memiliki
kontribusi terkuat bagi peningkatan knowledge organisasi
(Gholami et al., 2013).

19
Knowledge Sharing memberikan pengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja organisasi ( (Darroch, 2005;
Hsu, 2008 ; Abdalah et al., 2012; Wang & Wang, 2012).
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Ngah & Jusoff
(2009), yang menyatakan bahwa Knowledge Sharing
merupakan proses terbaik bagi peningkatan kompetensi
dan kinerja organisasi. Hasil penelitian lain juga
menemukan bahwa Knowledge Sharing merupakan kunci
sukses organisasi baik pada tingkat individu maupun
organisasi (Lin & Hsiu, 2007; Alhady et al., 2011).
Menurut Ibrahim dan Heng (2015) bahwa kesuksesan
usaha tergantung pada kemampuan untuk mengelola
pengetahuan, berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing)
serta mengkreasikan pengetahuan untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Hasil penelitian Setyanti et al. (2013)
menunjukkan bahwa Knowledge Sharing tidak
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Knowledge
Sharing akan memberikan manfaat jika anggota UKM
batik mampu mengkreasikan dan mendistribusikan
kemampuan yang dimiliki serta yang diperoleh dapat
meningkatkan kinerja. Hal ini memberikan pemahaman
bahwa Knowledge Sharing akan memberikan pengaruh
terhadap kinerja organisasi jika dimediasi oleh inovasi
organisasi (Chiu & Chien, 2015).
LPD sebagai sebuah lembaga keuangan non bank yang
keberadaannya berdasarkan awig-awig dan pararem pada
desa pakraman harus selalu berinovasi agar mampu
bersaing dengan lembaga keuangan lainnya. Data LPLPD
Tahun 2016 menunjukkan bahwa di Provinsi Bali
terdapat 189 LPD dalam kondisi kurang sehat, 93 LPD
dalam kondisi cukup sehat, 18 LPD dengan kondisi tidak
sehat, dan 177 LPD tidak beroperasi. Kondisi ini terjadi
karena persoalan persoalan hutang-piutang dengan
krama desa belum dapat diselesaikan (LPLPD, 2016).
Menyikapi sejumlah LPD bermasalah dibutuhkan
pendekatan yang mampu mengatasi penyebab
permasalahan tersebut. Entrepreneurial leadership yang
mengandung dimensi perilaku beretika merupakan salah
satu pendekatan yang diharapkan dapat mengatasi
permasalahan LPD. Entrepreneurial leadership
berpengaruh terhadap inovasi dan kinerja. Menurut Hong

20
et al. (2014), entrepreneurial leadership berpengaruh
positif signifikan terhadap inovasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership dapat
memotivasi anggota organisasi agar lebih kreatif sehingga
akan meningkatkan inovasi organisasi.
Laporan Pertanggungjawaban LPLPD tahun 2016
menunjukkan bahwa tidak seluruh pengurus di satu
lembaga memperoleh pendidikan dan pelatihan, sehingga
proses Knowledge Sharing penting untuk diperhatikan.
Poses Knowledge Sharing yang terdiri dari mengumpulkan
dan berbagi pengetahuan dapat meningkatkan inovasi
organisasi. Menurut Kroh et al. (2012), bahwa Knowledge
Sharing merupakan sumber penggerak inovasi pada
organisasi. Knowledge Sharing adalah proses berbagi tacit
dan explicit knowledge yang merupakan kekuatan dan
kunci sukses peningkatan inovasi pada suatu organisasi
(Husseini et al., 2015).
Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 11 Tahun
2013 tentang perubahan kedua petunjuk Pelaksana
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2002
bahwa Tingkat Kesehatan LPD dinilai dengan tingkat
permodalan (capital), kualitas aktiva produktif (aktiva),
rentabilitas (earning), dan likuiditas (liquidity) yang
diistilahkan dengan CAEL (Biro Perekonomian dan
Pembangunan Setda Provinsi Bali, 2013). Tingkat
kesehatan LPD menunjukkan kinerja organisasi hanya
dari perspektif keuangan. Kinerja LPD pada penelitian ini
menggunakan perspektif keuangan dan non keuangan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Dempsey et al. (1997)
bahwa pengukuran kinerja perusahaan dengan
menggunakan perspektif keuangan dan non keuangan,
memberikan gambaran terkait misi dan strategi jangka
panjang. Kinerja microfinance tidak hanya dari perspektif
keuangan, tetapi perspektif non keuangan juga harus
diperhatikan (Slavkovic & Babic, 2013; Salwa et al., 2013).
Pada microfinance selain kinerja keuangan dan non
keuangan, penting untuk diperhatikannya aspek sosial
berupa peranan lembaga tersebut bagi masyarakat, untuk
pengukuran pencapaian kinerja organisasi (Kipesha,
2013).

21
Berdasarkan Keputusan Gubernur Bali No.4 Tahun 2003
tentang Penyetoran dan Penggunaan Keuntungan Bersih
LPD ditentukan sebagai berikut : cadangan modal 60%,
Dana Pembangunan Desa 20%, jasa Produksi 10%, Dana
Pembinaan, pengawasan dan Perlindungan 5%, dan Dana
Sosial 5%. Manfaat nyata keberadaan LPD dapat dilihat
dari kontribusi sebesar 20% dari keuntungan bersih tiap
tahun untuk dana pembangunan desa, serta 5% untuk
dana sosial untuk menunjang pembangunan desa di Bali.
Lembaga Perkreditan Desa berperan melayani kebutuhan
permodalan sebagian besar masyarakat pedesaan yang
tidak memiliki akses pelayanan pada bank komersial.
Lembaga keuangan mikro setingkat village banking model
setara dengan LPD, dimana laba yang diperoleh dalam
jumlah tertentu dipergunakan untuk aktivitas sosial
kemasyarakatan pada komunitas bersangkutan
(Leithwood et al., 1999; Popli & Kumari, 2013). Studi pada
LPD menjadi unik karena secara operasional LPD berbeda
dengan lembaga perbankan pada umumnya. Lembaga
keuangan mikro termasuk LPD membantu warga
tertinggal untuk mendapatkan pelayanan keuangan dan
mensejahterakan masyarakat desa (Otero, 1999). Bank
komersial melayani para pelanggan dengan orientasi
sepenuhnya kepada laba usaha, tetapi LPD merupakan
lembaga keuangan mikro non bank yang berorientasi
sosial. Hal ini mendorong peneliti untuk menjadikan LPD
di Bali sebagai obyek penelitian. Penelitian ini
mengintegrasikan entrepreneurial leadership yang
mengandung unsur etika yaitu satya laksana serta
Knowledge Sharing untuk mendorong inovasi dalam
rangka meningkatkan kinerja organisasi.

22
BAB 2
KINERJA ORGANISASI

Konsep Kinerja Organisasi


Kinerja merupakan hasil yang dicapai dari perilaku
anggota organisasi (Gibson,1988:179). Hasil yang
diinginkan organisasi dari perilaku orang-orang yang ada
di dalamnya disebut sebagai kinerja organisasi. Kinerja
organisasi sebagai sebuah konsep mengalami berbagai
perkembangan pengukuran dan definisi. Pemahaman dan
definisi tentang kinerja organisasi dalam literatur
akademik dan beberapa penelitian manajemen sangat
beragam, sehingga tetap menjadi isu dan terus mengalami
perkembangan (Barney, 2001). Perkembangan terkait
konsep meliputi efektifitas, efisiensi, ekonomi, kualitas,
konsistensi perilaku, dan tindakan normatif (Ricardo &
Wade, 2001). Menurut Gavrea et al. (2012) tidak ada
definisi kinerja organisasi yang dapat diterima secara
universal. Terdapat beberapa pemikiran untuk
menggambarkan konsep kinerja organisasi yaitu : 1)
kinerja adalah perangkat keuangan dan non keuangan
yang memberikan informasi terhadap tercapainya tujuan
dan hasil, 2) kinerja adalah dinamis, memerlukan
pertimbangan dan intepretasi, 3) kinerja diilustrasikan
dengan penggunaan model kualitas yang menjelaskan
bagaimana tindakan dapat berpengaruh terhadap hasil yang
akan datang, 4) kinerja dipahami secara berbeda tergantung
pada orang yang terlibat dalam penilaian kinerja organisasi,
5) konsep kerja memerlukan pengetahuan karakteristik
elemen-elemen untuk masing-masing bidang
pertanggungjawaban, 6) untuk pelaporan tingkat kinerja
organisasi memerlukan kemampuan mengkuantitatifkan
hasil.
Menurut Luthans (2006), kinerja merupakan kuantitas
dan kualitas hasil kerja yang dihasilkan atau jasa yang
diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan

23
dalam organisasi. Fahmi (2011) memberikan difinisi
kinerja sebagai hasil yang diperoleh organisasi selama satu
periode tertentu. Oleh karena itu kinerja organisasi
mencerminkan tingkat prestasi yang dicapai dari sasaran
yang telah ditetapkan sebelumnya serta keberhasilan
manajer atau pemimpin organisasi dalam mengelola
organisasi.
Menurut Mulyadi (2007; 337) kinerja organisasi adalah
keberhasilan personel, tim atau organisasi dalam
mewujudkan sasaran strategis yang telah ditetapkan
sebelumnya dengan perilaku yang diharapkan. Kinerja
(performance) menurut Daft (2010) adalah kemampuan
untuk pencapaian tugas organisasi dengan menggunakan
sumber daya secara efektif dan efisien. Sumber daya yang
dimaksudkan meliputi sumber daya manusia, seluruh
kekayaan, kapabilitas, proses organisasi, atribut
perusahaan, informasi serta pengetahuan yang
dikendalikan perusahaan. Kinerja didefinisikan sebagai
gambaran tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan,
program serta kebijakan dengan menggunakan sejumlah
sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Sembiring 2012:81). Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut mengindikasikan bahwa untuk
mencapai hasil kerja organisasi yang maksimal adalah
dengan mengelola serta memanfaatkan sumber daya
organisasi secara baik.
Menurut Chien (2004), terdapat lima faktor utama yang
menentukan pencapaian kinerja organisasi yaitu : 1) gaya
kepemimpinan dan lingkungan organisasi, 2) budaya
organisasi, 3) design pekerjaan, 4) model motivasi, dan 5)
kebijakan sumber daya manusia. Menurut Boyatzis (2008)
yang terkenal dengan Theory of action and Job Performace,
bahwa kinerja pada suatu organisasi dipengaruhi oleh tiga
kelompok utama seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1

24
Gambar 2.1 Theory of Action and Job Performance : Best Fit
Sumber : Boyatzis (2008)
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa terdapat tiga kelompok
utama yang mempengaruhi kinerja berdasarkan theory of
action and job performance (Boyatzis, 2008) yaitu :
a. Faktor pertama adalah individu yang terdiri dari visi,
nilai-nilai, filosofi, pengetahuan, sifat, kompetensi,
jenjang karir, gaya dan minat
b. Faktor kedua adalah lingkungan organisasi terdiri
dari budaya dan iklim, struktur dan sistem,
kedewasaan industri, posisi strategis organisasi,
kompetensi inti, dan kontek yang lebih besar.
c. Faktor ketiga adalah permintaan pekerjaan terdiri dari
tugas, fungsi dan peran masing- masing anggota pada
organisasi.
Teory of action and job performance mengindikasikan
bahwa kinerja terbaik (best fit) dapat diwujudkan dari
irisan faktor individu, lingkungan serta peran dan tugas
yang dilaksanakan oleh sumber daya manusia, termasuk
pimpinan pada suatu organisasi (Boyatzis, 2008). Nilai -
nilai, sifat, gaya dan pengetahuan didukung oleh

25
lingkungan organisasi dapat menggerakkan peran
pemimpin dalam menyelesaikan tugas dan fungsi menuju
pencapaian kinerja organisasi yang terbaik. Angkatan
kerja yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja organisasi. Hal
tersebut mendukung pendapat Salleh et al. (2010) yang
menyatakan bahwa kinerja organisasi pada perusahaan
manufaktur di Malaysia ditentukan oleh kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki pimpinan atau manajer
organisasi. Peningkatan kinerja organisasi sangat
didukung oleh kemampuan strategis pimpinan dalam
mengarahkan serta menggerakkan anggotanya menuju
tujuan yang diharapkan.
Teory of action and job performance merupakan grand teori
penelitian ini, pengurus merupakan pimpinan dan
sebagai pelaksana operasional kegiatan LPD memiliki
peran memasukkan entrepreneur sebagai kebijakan
strategi perusahaan. Pengurus dalam melaksanakan
perannya juga harus memperhatikan value yang diyakini
serta lingkungan internal dan eksternal. Sehingga peran
seorang entrepreneurial leader hendaknya memperhatikan
nilai etika yang berlaku. Keterbatasan kompetensi sumber
daya menjadi alasan digunakannya variabel Knowledge
Sharing. Menurut teori ini harus memperhatikan
entrepreneurial leadership dan Knowledge Sharing untuk
meningkatkan inovasi dalam rangka tercapainya kinerja
terbaik (best fit).

Indikator Kinerja Organisasi


Pada pertengahan dekade tahun 1990an penggunaan
pengukuran kinerja hanya dari perspektif keuangan
sangat jarang dipergunakan. Beberapa tahun terakhir,
sistem pengukuran kinerja tradisional tersebut
dikombinasikan dengan kinerja non keuangan untuk
menunjukkan kinerja perusahaan secara keseluruhan
yang diistilahkan Balanced Score Card. Kaplan & Norton
tahun 1992 mengembangkan tolok ukur keberhasilan
kinerja organisasi yang lebih komprensif (Fahmi, 2011;
209). Balanced Score Card (BSC) menekankan empat
pendekatan yaitu perspektif keuangan, pelanggan, bisnis

26
internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut
Anthony & Govindarajan (2005; 95), BSC merupakan
pengukuran kinerja organisasi untuk meningkatkan
komunikasi, penetapan tujuan organisasi, dan
memberikan umpan balik pada strategi yang ditetapkan
perusahaan. Dewasa ini organisasi fokus pada
pengelolaan aset tidak berwujud (misalnya, hubungan
pelanggan, produk dan layanan yang inovatif, berkualitas
tinggi dan responsif proses operasi) yang bersifat non-
keuangan, daripada mengelola aset berwujud (seperti
fixed aset dan persediaan).
Tabel 2.1 disajikan indikator kinerja organisasi yang
dipergunakan pada penelitian sebelumnya.
Tabel 2.1
Sumber-sumber Referensi Dimensi/
Indikator Kinerja Organisasi
Peneliti/Tahun Dimensi/ Indikator
Dempsey et al. (1997) Keuangan (keuangan), kualitas produk dan
kepuasan pelanggan (product quality &
customer satisfaction), efisiensi proses ( proses
efficiency), inovasi produk
Kaplan dan Norton Kinerja keuangan dan kinerja non keuangan
(2001); Keuangan, pelanggan, proses bisnis internal,
Anthony & pembelajaran dan pertumbuhan
Govindarajan (2005),
Calantone et al. Return on investment, return on asset, return on
(2002). sales, profitability
Darroch (2005) Keuangan : keuntungan (Profit),
Non keuangan : market share, pertumbuhan
penjualan
Arsyad (2006) Kinerja keuangan dan kinerja non keuangan
Zhining & Nianxin Kinerja perusahaan : operational dan
(2012) keuangan
Kim et al. (2013) Profitability, pertumbuhan pendapatan,
kepuasan kerja, produktivitas karyawan,
kualitas jasa dan produk
Hermes et al. (2012) Kinerja fnansial, non keuangan dan sosial
Kipesha (2013) Kinerja keuangan, kinerja pelanggan,
pertumbuhan dan pembelajaran, proses
bisnis internal, kinerja sosial.
Slavkovic & Babic Penurunan biaya, produktivitas karyawan,
(2013 peningkatan keuntungan, kualitas produk
dan layanan, kepuasan pelanggan, perubahan
teknologi, problem solving, reputasi organisasi

lanjutan Tabel 2.1….

27
Keuangan dan non keuangan (Return On
Zahari et al. (2014) Investment, Return On Aset, pertumbuhan
penjualan, pangsa pasar, kualitas produk dan
pengembangan produk baru).
Kokanuch dan Perspektif keuangan, perspektif konsumen,
Tuntrabundit (2014) perspektif manajemen, perspektif karyawan
Chiu dan Chien (2015) Keuangan dan non keuangan (konsumen,
internal bisnis, pertumbuhan dan
pembelajaran)

Sumber : Hasil penelitian terdahulu (2017)


Tabel 2.1. menunjukkan bahwa kinerja organisasi yang
dipergunakan oleh peneliti sebelumnya, dominan
merupakan prestasi yang dicapai dari faktor keuangan
dan non keuangan. Kinerja keuangan jika didukung oleh
aspek-aspek non keuangan akan lebih representatif
menunjukkan kinerja perusahaan (Halim et al., 2009).
Tujuan akhir akan terwujud tentunya tidak hanya
didukung oleh faktor keuangan saja, faktor non keuangan
seperti proses juga berperan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Kedua indikator tersebut dapat
menggambarkan perspektif yang lebih luas dalam
mengukur kinerja.
Menurut Slavkovic dan Babic (2013), kinerja organisasi
terdiri dari indikator sebagai berikut :
a. Penurunan biaya, merupakan kemampuan
perusahaan untuk menurunkan biaya dari
pendapatan yang diperoleh pada operasional konstan.
b. Produktivitas karyawan, merupakan hasil kerja yang
dicapai karyawan dari sarana prasarana pendukung
yang disediakan perusahaan.
c. Peningkatan profitabilitas, adalah laba yang diperoleh
perusahaan dengan mengurangkan pendapatan dan
biaya yang terjadi.
d. Kualitas produk dan jasa, adalah mutu serta kualitas
berbagai jenis produk (barang/jasa) yang ditawarkan
kepada konsumen
e. Kepuasan pelanggan, merupakan kepuasan yang
dirasakan konsumen atas produk yang dihasilkan.

28
f. Pemecahan masalah (problem solving) dengan cepat,
merupakan kemampuan perusahaan untuk
memecahkan masalah dengan cepat.
g. Responsif terhadap perubahan teknologi, adalah
tindakan perusahaan merespon dengan cepat
perubahan teknologi yang sesuai dengan dunia bisnis.
h. Reputasi organisasi merupakan kemampuan
perusahaan untuk selalu menjaga nama baik di mata
konsumen dan masyarakat.
Pengukuran kinerja pada lembaga microfinance
merupakan integrasi antara kinerja keuangan dan non
keuangan. Sejalan dengan penelitian Arsyad (2006) yang
menggunakan perspektif keuangan dan non keuangan
untuk mengukur kinerja lembaga perkreditan desa
(village credit institutions) yang beroperasi di Bali. Kinerja
organisasi berhubungan dengan tingkat pendapatan,
biaya, produktivitas, kualitas produk dan jasa, kepuasan
konsumen, serta pemanfaatan teknologi.
Bi dan Pandey (2011) yang melakukan penelitian terkait
kinerja keuangan pada mikrofinance di India, memberikan
saran bagi peneliti selanjutnya agar mempertimbangkan
faktor sosial untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja
mikrofinance. Hal ini sejalan dengan pendapat Hermes et
al. (2012) bahwa sangat penting untuk menjaga
keseimbangan antara kinerja keuangan dan non
keuangan serta diperhatikannya perspektif sosial agar
sustainibility lembaga bisa tetap terjaga. Menurut Kipesha
(2013) pada penelitiannya yang mengevaluasi kinerja
mikrofinance di Tanzania dengan mengintegrasikan faktor
keuangan, non keuangan dan sosial. Faktor sosial perlu
mendapat perhatian dalam melakukan pengukuran
kinerja pada LPD yang tergolong lembaga keuangan
mikro. Adapun peranan sosial yang dimaksudkan adalah
mengalokasikan keuntungan bersih sebesar 20% bagi
desa pakraman serta 5% bagi dana sosial. Kondisi
tersebut mengisyaratkan bahwa mikrofinance akan dapat
berkembang dengan baik jika memperhatikan kinerja
yang mengarah pada faktor keuangan, non keuangan dan
tidak mengabaikan faktor sosial.

29
30
BAB 3
INOVASI

Konsep Inovasi
Menurut Schumpeter (1934) inovasi adalah pengenalan
produk, proses, dan pasar baru, serta pengembangan
sumber pasokan baru. Inovasi organisasi merupakan
pengembangan produk, jasa baru atau perbaikan dan
keberhasilannya dalam membawa produk atau jasa
hingga ke konsumen (Gunday et al., 2011). Secara
konvensional istilah inovasi diartikan sebagai terobosan
yang terkait dengan produk serta layanan baru. Jimenez
& Valle (2011) mendefinisikan inovasi sebagai konsep
lebih luas yang membahas penerapan gagasan, produk
atau proses baru. Inovasi merupakan kemampuan
fundamental untuk mempertahankan keunggulan
kompetitif. Perusahaan dituntut untuk mampu menciptakan
pemikiran, gagasan, dan menawarkan produk baru yang
inovatif serta peningkatan pelayanan bagi kepuasan
pelanggan (Hilmi et al., 2011).
Menurut Jahangir et al. (2013) inovasi adalah salah satu
faktor kunci untuk keberhasilan jangka panjang
perusahaan dalam lingkungan bisnis, terutama pada
pasar yang kompetitif. Organisasi harus mampu
beradaptasi untuk mempertahankan daya saing pada
lingkungan bisnis yang penuh dengan persaingan.
Perusahaan yang lebih inovatif dapat mengatasi
tantangan lingkungan dan memanfaatkan peluang pasar
dibandingkan perusahaan kurang inovatif. Kemampuan
untuk berinovasi merupakan hal fundamental untuk
dapat mempertahankan keunggulan kompetitif, artinya
inovasi sangat penting untuk kelangsungan hidup
perusahaan (Iscan et al., 2014). Manajer harus
menciptakan iklim organisasi yang mempromosikan

31
pengembangan kemampuan yang diperlukan untuk
berinovasi.
Pada intinya inovasi adalah melakukan sesuatu yang
berbeda dan memiliki nilai tambah (value aded). Selain itu
inovasi berkaitan dengan pengembangan metode produksi
baru dan pembentukan sistem manajemen baru (Crossan
& Apaydin, 2010). Kondisi lingkungan yang dinamis
membutuhkan kemampuan inovasi untuk mengadopsi
produk dan proses baru untuk dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan (Roger, 1995). Kemampuan
inovasi adalah penentu paling penting bagi kinerja
perusahaan. Hal ini meliputi penerapan cara baru dengan
mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan lingkungan
internal dan eksternal.
Inovasi merupakan kesuksesan dalam
mengimplementasikan ide-ide kreatif dalam organisasi
dengan memperhatikan lingkungan kerja dan faktor-
faktor organisasi (Amabile et al., 1996). Menurut
Calantone et al. (2002) inovasi sebagai mekanisme
kemampuan organisasi untuk menghasilkan ide-ide,
produk, proses, dan sistem baru yang dibutuhkan agar
dapat beradaptasi dengan perubahan serta persaingan
pasar. Pendapat beberapa ahli tersebut memberikan
pemahaman bahwa inovasi merupakan kebaharuan
produksi atau adopsi, asimilasi, dan eksploitasi di bidang
ekonomi dan sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa
usaha peningkatan inovasi dibutuhkan oleh semua jenis
organisasi, yaitu perusahaan jasa maupun manufaktur.
Perusahaan harus memperhatikan faktor- faktor yang
dapat meningkatkan inovasi organisasi agar mampu
memberikan nilai tambah bagi penciptaan produk dan
pembaharuan jasa bagi konsumen.

Indikator Inovasi
Beberapa ahli menggunakan pengukuran yang beragam
terkait penelitian inovasi organisasi. Pengukuran variabel
inovasi organisasi yang dipergunakan beberapa peneliti
disajikan pada Tabel 2.2 berikut

32
Tabel 2.2
Sumber-sumber Referensi Dimensi/
Indikator Indikator Inovasi

Peneliti/tahun Indikator

Calantone et al. Ide-ide baru, kreatif dalam proses,


(2002) produk dan layanan baru, cara atau
metode baru
Jimenez dan Valle Inovasi administrasi, inovasi teknologi,
(2005) inovasi produk, inovasi proses
Lin (2007) Ide-ide baru, metode baru, kreatif,
pemasaran produk dan pelayanan
terdepan, mengelola risiko, pengenalan
produk
Crossan & Apaydin Inovasi produk, inovasi proses, inovasi
(2010) model bisnis
Ho (2010) Inovasi teknik, inovasi pemasaran,
inovasi administrasi
Huang & Li (2009) Inovasi administrasi dan inovasi teknis
Ar dan Baki (2011) Inovasi produk, inovasi proses
Slavkovic dan Babic Inovasi administratif, inovasi proses
(2013)
Wang dan Tsai Inovasi teknik, inovasi administratif
(2013)
Setyanti et al. Inovasi produk, inovasi proses, inovasi
(2013) manajerial

Sumber : Hasil penelitian terdahulu (2016)


Berdasarkan Tabel 2.2, menunjukkan bahwa indikator
atau pengukuran inovasi organisasi yang disampaikan
oleh beberapa ahli beragam, hal tersebut tergantung dari
jenis perusahaan.

Studi Inovasi Organisasi


Hasil penelitian Calantone et al. (2002) dengan sampel 400
vice president R & D pada CorpTech Directory of Technology
Companies menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Kemampuan inovasi sangat dibutuhkan agar perusahaan
dapat bertahan pada lingkungan dinamis. Inovasi
perusahaan dalam penelitian tersebut dikonseptualisasi
dari dua perspektif yaitu pertama, merupakan perilaku
yaitu tingkat adopsi inovasi perusahaan dan kedua adalah
sebagai kesediaan organisasi untuk berubah.

33
Mengembangkan produk baru adalah hal yang penting
bagi kelangsungan hidup perusahaan. Vermeulen et al.
(2005) melaksanakan penelitian terkait pengaruh inovasi
produk terhadap kinerja pada 90 usaha kecil menengah
sektor jasa keuangan di Belanda. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa inovasi produk berpengaruh negatif
terhadap kinerja perusahaan. Inovasi yang dilakukan
pada UKM sektor jasa keuangan terkait dengan
mengembangkan produk baru, mengharuskan perusahaan
untuk berinvestasi dan memodifikasi sistem yang ada. Data
menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dalam
penelitian mengalami masalah terkait sumber daya, insentif,
dan teknologi informasi.
Hasil penelitian Darroch (2005) pada Usaha Kecil
Menengah di Selandia Baru yang memiliki rata-rata 50
karyawan, menunjukkan bahwa inovasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Hasil
ini mengindikasikan bahwa manajer yang ingin
meningkatkan kinerja tidak mengejar untuk melakukan
inovasi. Pada lingkungan kompetitif, seharusnya inovasi
sangat diperlukan agar organisasi bisa tetap bertahan.
Perilaku inovasi seorang manajer adalah faktor utama
untuk kesuksesan proses inovasi. Sehingga manajer
harus menyadari potensi strategis mereka serta
keterampilan inovatif untuk memperkuat inovasi
perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja bisnis.
Hal tersebut didukung oleh pendapat Crossan dan
Apaydin (2010) bahwa pemimpin memiliki peran penting
sebagai ujung tombak inovasi pada semua tingkatan
organisasi dengan melakukan adopsi, asimilasi,
eksploitasi ide-ide dan pengetahuan baru sehingga
memberikan nilai tambah bagi organisasi. Crossan dan
Apaydin (2010) melakukan kajian secara sistematis
terhadap literatur dan penelitian yang terkait dengan
inovasi organisasi. Penelitian ini mengkonsolidasikan
penelitian yang ada terkait inovasi, membangun koneksi
dengan beberapa literatur dan mengidentifikasi
kesenjangan antara aliran penelitian yang berbeda.
Inovasi dinyatakan sebagai produksi atau adopsi,
asimilasi, dan eksploitasi hal baru yang memberikan nilai
tambah pada bidang ekonomi serta sosial. Hal tersebut
34
dapat tercapai dengan pembaharuan dan pengembangan
produk atau jasa, pengembangan metode produksi baru,
dan pembentukan sistem manajemen baru.
Ho (2010) melakukan penelitian pada perusahaan
industri elektronik di Taiwan terhadap 600 orang
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan inovasi organisasi yang terdiri dari inovasi
teknologi, inovasi pemasaran dan inovasi administrasi
berpengaruh terhadap hasil akhir organisasi yaitu kinerja
keuangan dan kinerja pemasaran. Inovasi tidak hanya
merupakan proses akan tetapi merupakan kombinasi dari
unsur-unsur inovatif, mencakup kebutuhan yang tidak
konsisten dari lingkungan, sehingga diperlukan proses
produksi, dan perubahan sistem administrasi organisasi.
Inovasi merupakan sarana untuk mengantisipasi berbagai
perubahan yang terjadi pada lingkungan usaha.
Morales et al. (2010) berpendapat bahwa inovasi
merupakan gagasan, metode atau perangkat baru.
Tindakan menciptakan produk atau proses baru,
termasuk penemuan serta pekerjaan diperlukan untuk
membawa ide atau konsep ke dalam bentuk akhir.
Penelitian ini dilakukan terhadap 168 CEO perusahaan
otomotif dan perusahaan kimia di Spanyol. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan pertanyaan
berstruktur berupa kuesioner. Structural Equations Model
digunakan untuk menganalisisis hipotesis penelitian,
yang salah satu hasilnya menunjukkan bahwa inovasi
organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Hasil penelitian Hilmi et al. (2010) pada Usaha
Kecil Mikro (UKM) di Malaysia menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh positif dan signifikan antara inovasi
proses dan kinerja perusahaan sedangkan inovasi produk
berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan. Inovasi
produk identik dengan penambahan investasi terkait
dengan sumber daya perusahaan, selain itu sistem juga
harus diperbaharui. Hal tersebut menunjukkan bahwa
inovasi produk yang dilakukan jika tidak
dipertimbangkan dengan baik akan menyebabkan
penurunan kinerja perusahaan.

35
Perubahan lingkungan bisnis yang semakin dinamis dan
tingkat persaingan usaha yang semakin tinggi
membutuhkan kemampuan inovasi teknologi serta
inovasi proses agar perusahaan dapat memperoleh
keuntungan dalam jangka panjang. Hasil penelitian Ar
dan Baki (2011) pada 270 UKM yang berlokasi di Turki
menunjukkan bahwa inovasi proses dan inovasi teknologi
berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
organisasi. Inovasi produk terkait dengan pengembangan
sebuah kategori produk baru atau menerapkan
perubahan skala kecil sesuai dengan kebutuhan
pelanggan. Sementara itu, inovasi proses fokus pada
budaya pengetahuan dan manajemen. Inovasi produk
merupakan hasil perbaikan produk yang sudah ada
berupa produk baru. Inovasi proses melibatkan
penciptaan atau peningkatan metode serta perkembangan
dalam proses atau sistem.
Wang dan Tsai (2013) pada penelitiannya menjelaskan
bagaimana sumber daya, praktek manajemen, motivasi
organisasi, keahlian, keterampilan kreativitas, dan
motivasi intrinsik mempengaruhi inovasi dan kreativitas
dalam organisasi. Hasil penelitiannya pada 586 pimpinan
perusahaan jasa di Taiwan menunjukkan bahwa sumber
daya dan praktik-praktik manajemen memiliki pengaruh
langsung terhadap inovasi dalam organisasi. Penelitian
tersebut memberikan indikasi bahwa inovasi akan dapat
terwujud karena dukungan dari sumber daya yang
dimiliki serta ketrampilan dan keahlian berbagai
tingkatan manajeman dalam mengarahkan praktik-
praktik manajemen pada perusahaan.
Inovasi merupakan perilaku atau kemampuan untuk
memperkenalkan dan menunjukkan pengetahuan baru
yang berguna bagi perusahaan. Slavkovic dan Babic
(2013) melakukan penelitian pada 78 karyawan
perusahaan manufaktur, perdagangan dan jasa. Inovasi
yang terdiri dari inovasi proses dan administratif
berpengaruh terhadap kinerja organisasi, selain itu
inovasi tersebut juga memediasi pengetahuan terhadap
kinerja organisasi. Inovasi didukung oleh pengetahuan

36
yang dimiliki sumber daya dapat meningkatkan kinerja
organisasi.
Studi sebelumnya terkait pengaruh inovasi dan kinerja
organisasi menunjukkan hasil beragam yaitu hubungan
yang positif, beberapa diantaranya menunjukkan
hubungan negatif dan ada juga yang menunjukkan tidak
ada hubungan sama sekali. Hasil penelitian Hui et al.
(2013) pada 168 perusahaan industri makanan di Taiwan
menunjukkan bahwa inovasi merupakan faktor yang
menentukan dan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi. Menurut Simpson et al. (2006) inovasi
merupakan perilaku yang berisiko dan membutuhkan
biaya besar, sehingga jika tidak didukung oleh sumber
daya maka akan berpengaruh negatif terhadap kinerja.
Pada hasil penelitian Rhee et al. (2009) menemukan
bahwa inovasi berpengaruh tidak signifikan terhadap
kinerja bisnis. Menguc dan Auh (2010) menyatakan
bahwa inovasi produk berpengaruh positif pada kinerja di
lingkungan bisnis yang stabil tetapi memberikan efek
negatif pada lingkungan dinamis. Lingkungan dinamis
ditandai oleh perubahan yang cepat serta tingkat
persaingan tinggi membutuhkan pertimbangan yang baik
terkait sumber daya pendukung agar dapat meningkatkan
kinerja.
Setyanti et al. (2013) melakukan studi pada perusahaan
batik di Jawa Timur. Dewasa ini inovasi merupakan isu
yang sangat penting bagi UKM, terlebih industri batik
merupakan salah satu sektor industri yang unik. Survey
dilakukan pada 125 pemilik usaha batik dan dianalisis
menggunakan Partial Least Square. Penelitian ini
mengintegrasikan Resource Based View (RBV) dan
Knowledge Based View (KBV). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa inovasi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja organisasi.
Menurut Iscan et al. (2014) pada 135 UKM di Turki
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan inovasi terhadap kinerja organisasi. Hasil
utama dari studi empiris yang dilakukan dengan sampel
248
perusahaan sektor Teknologi Informasi Komunikasi (TIK)

37
di Turki adalah bahwa terdapat pengaruh positif inovasi
dan kinerja organisasi. Pada lingkungan dinamis
membutuhkan pengembangan inovasi, kemampuan dan
kinerja untuk bertahan hidup serta meningkatkan
keunggulan kompetitif. Inovasi merupakan salah satu
faktor yang penting untuk kelangsungan usaha. Inovasi
menunjukkan bahwa konsep ini tidak boleh dianggap
sebagai hasil sederhana namun sebagai proses
pembelajaran, pengembangan pengetahuan dan
keterampilan.
Berraies (2014) melaksanakan penelitian terkait pengaruh
inovasi terhadap kinerja organisasi pada sektor industri
informasi dan komunikasi di Tunisia (ICT). Kemampuan
inovasi perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja
organisasi. Perusahaan harus mencari cara yang
memungkinkan mereka untuk menjadi inovatif dan
mencapai kinerja yang lebih baik serta memperkuat daya
saing. Menurut hasil penelitian Omri (2015) pada UKM di
Tunisia yang memiliki karyawan kurang dari 300
menunjukkan bahwa kreativitas seorang manajer adalah
faktor utama untuk sukses proses inovasi. Didukung oleh
the resource-based view theory (RBV) bahwa ketrampilan
khusus sumber daya manusia akan menuju pada kinerja
yang tinggi. Perusahaan pada dasarnya memiliki sumber
daya untuk mengembangkan kemampun inovatif bagi
hasil produksi dan pangsa pasar yang lebih besar,
sehingga penting untuk membina hubungan berbasis
kepercayaan antara manajer dan karyawan.
Kemampuan untuk berinovasi merupakan kunci sukses
untuk pencapaian kinerja organisasi. Dewasa ini
lingkungan bisnis menuntut organisasi untuk berinovasi
secara terus menerus dengan mendorong pengembangan
organisasi kreatif. Hasil penelitian Mokhber et al. (2015)
pada 219 manajer dari 63 perusahaan manufaktur dan
jasa di Iran menunjukkan bahwa pimpinan memiliki
pengaruh signifikan terhadap inovasi. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa salah satu antesenden
penting inovasi pada organisasi adalah kemampuan
manajer, pengetahuan, serta ketrampilan yang dimiliki.

38
Nawab et al. (2015) melakukan penelitian pada industri
perbankan di Pakistan memposisikan inovasi sebagai
pemediasi variabel Knowledge Sharing dan kinerja
organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi
tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Dijelaskan
bahwa kemungkinan hal yang menyebabkan kondisi ini
adalah pertama, sebagian besar perusahaan Tunisia tidak
memiliki departemen khusus untuk penelitian dan
pengembangan, sehingga menerapkan struktur organisasi
sesuai dengan standar negara. Standar birokrasi yang
kaku tersebut akan melemahkan kreativitas anggota
perusahaan untuk berinovasi. Kedua, kurangnya
investasi dalam inovasi yang ditandai tidak tersedianya
pendukung inovasi berupa sarana prasarana . Sehingga
ada kesulitan untuk mewujudkan inovasi memberikan
pengaruh terhadap peningkatan kinerja organisasi.
Penelitian ini mengacu pada indikator pada penelitian Lin
(2007) bahwa indikator inovasi organisasi ini dapat
dipergunakan pada seluruh jenis organisasi serta produk
yang dihasilkan dapat berupa barang dan jasa. Lembaga
Perkreditan Desa yang merupakan salah satu organisasi
jasa penting untuk melakukan inovasi berupa proses,
teknik-teknik pelayanan kepada masyarakat serta
pelanggan. Adapun indikator inovasi organisasi yang
dapat dipergunakan pada seluruh jenis organisasi serta
produk yang dihasilkan dapat berupa barang dan jasa.
Inovasi organisasi merupakan kemampuan ide-ide baru,
metode baru, kreatif, pemasaran produk dan pelayanan
terdepan, mengelola risiko, pengenalan produk organisasi
yang dimiliki untuk menghasilkan produk dan proses
baru ke pasaran .

39
40
BAB 4
ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP

Konsep Entrepreneurial Leadership


Dewasa ini, lingkungan yang semakin kompetitif
memerlukan pendekatan kewirausahaan
(entrepreneurship) yang lebih efektif pada pengelolaan
organisasi. Menurut Schumpeter (1934), entrepreneur
identik dengan seorang inovator yang mampu
mengimplementasikan perubahan-perubahan akibat
ketidakpastian lingkungan dinamis. Pada suatu
organisasi dibutuhkan peranan pemimpin untuk
menerapkan pendekatan kewirausahaan tersebut.
Kepemimpinan (leadership) dan kewirausahaan
(entrepreneur) memiliki keterkaitan yang erat. Menurut
Harrison dan Leitch (1994), terdapat keterkaitan yang erat
antara bidang kepemimpinan (leadership) dan
kewirausahaan (entrepreneurship). Kedua bidang tersebut
memberikan dasar bagi pengembangan konsep
kewirausahaan dan konsep manajemen. Menurut Kuratko
dan Hornsby (1999), kemampuan entrepreneurship
merupakan komponen yang penting bagi anggota pada
suatu organisasi. Oleh karena itu dari dalam diri anggota
organisasi dibangun semangat entrepreneur yang
diimbangi oleh strategi cooperate entrepreneur oleh
manajemen puncak untuk pencapaian keberlangsungan
usaha (Kuratko & Hornsby, 1999; Kuratko, 2007).
Kemampuan untuk mempengaruhi orang lain melalui
pengelolaan sumber daya strategis dalam rangka untuk
menekankan dua hal yaitu mencari peluang dan berani
mengambil risiko harus dimiliki oleh seorang pemimpin
berorientasi entrepreneur (Rowe, 2001; Covin & Slevin,
2002; Ireland et al., 2003). Kepemimpinan berorientasi
entrepreneur merupakan gaya kepemimpinan
entrepreneurial leadership (Gupta et al., 2004; Fernald et

41
al.,2005). Menurut Fernald et al. (2005), entrepreneurial
leadership merupakan salah satu gaya kepemimpinan
untuk dapat mengantisipasi ketidakpastian lingkungan
usaha.
Pemimpin menetapkan visi serta membangun komitmen
bersama anggota organisasi untuk mewujudkan visi
tersebut. Menurut Kuratko (2007), entrepreneurial
leadership sebagai kemampuan pemimpin untuk
menetapkan, mengaplikasikan visi serta
mempertahankan fleksibilitas, berfikir secara strategik,
dan bekerja dengan orang lain untuk memulai perubahan
yang akan menciptakan masa depan yang baik bagi
perusahaan. Entrepreneurial leadership efektif diterapkan
pada semua ukuran organisasi (besar, kecil dan
menengah) serta di semua jenis usaha (berorientasi profit
ataupun non profit) (Darling et al., 2007; Helm & Zyl,
2007). Dengan demikian, entrepreneurial leadership
merupakan konsep yang dapat diterapkan pada semua
jenis industri serta berbagai tipe budaya organisasi,
seperti yang dikemukakan Renko et al. (2013).
Pola pikir tentang entrepreneurial leadership akan tercapai
melalui pengembangan pengelolaan sumber daya secara
strategik. Pemikiran entrepreneur dan kemampuan
mengelola sumber daya strategik akan dapat
meningkatkan kreativitas serta inovasi yang pada
gilirannya berdampak positif terhadap kinerja organisasi.
Gambar 2.2 menunjukkan model entrepreneurial
leadership pada kerangka strategic entrepreneurship bagi
peningkatan kinerja serta pencapaian keunggulan
bersaing organisasi (Ireland et al., 2003).

Gambar 2.2 Model strategic entrepreneurship


Sumber : Ireland et al.,2003

42
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa strategic
entrepreneurship merupakan konsep yang
mengintegrasikan entrepreneurship (perilaku
mengidentifikasi peluang) dan strategic management
(perilaku menuju keunggulan bersaing). Dalam
perkembangan teori Resource-Based View (RBV), terdapat
dimensi khusus yaitu strategic entrepreneurship yang
terdiri dari komponen entrepreneurial mindset,
entrepreneurial culture dan entrepreneurial leadership.
Entrepreneurial mindset dipandang sebagai cara berfikir
tentang bisnis untuk memperoleh keuntungan dari
ketidakpastian ( uncertainty) dalam menentukan
probabilitas di masa depan. Menurut Hong et al., (2014)
entrepreneurial culture merupakan pengharapan
penerapan kreatifitas ide-ide baru, keberanian mengambil
risiko, toleransi terhadap kegagalanyang terjadi,
mengutamakan pembelajaran, serta inovasi produk,
proses, dan memandang setiap perubahan sebagai suatu
peluang. Entrepreneurial culture dapat mendukung
pencaharian peluang secara terus menerus yang dapat
mendukung pencapaian keunggulan bersaing (competitive
advantage).
Menurut Ireland et al. (2003), perusahaan menggunakan
pola entrepreneurship untuk mengidentifikasi peluang,
mengelola sumber daya secara strategis untuk
menghadapi peluang, menerapkan kreativitas dan inovasi
untuk peningkatan kinerja dan pencapaian keunggulan
bersaing. Entrepreneurship dan strategic management
merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda namun
memiliki persamaan kontribusi terhadap suatu
organisasi. Strategic entrepreneurship fokus pada
pertumbuhan usaha (growth) dan kemakmuran (wealth
creation) yaitu melihat peluang yang ada di lingkungan
eksternal dan mengembangkannya menjadi suatu
competitive advantage yang berkelanjutan. Entrepreneurial
culture dapat berkembang pada organisasi jika para
pemimpinnya memiliki entrepreneurial mindset dalam
dirinya. Pada ketidakpastian lingkungan bisnis, pemimpin
yang memiliki entrepreneurial mindset akan terus mencari
peluang dan menentukan kapabilitas yang dibutuhkan
untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada. Dalam hal

43
ini peranan entrepreneurial mindset seorang pemimpin
sangat diperlukan untuk menciptakan entrepreneurial
culture pada suatu organisasi.
Studi antar disiplin tentang entrepreneurship dan
leadership terus mengalami perkembangan. Menurut
Kuratko (2007), entrepreneurial leadership merupakan
kemampuan pemimpin untuk menetapkan,
mengaplikasikan visi serta mempertahankan fleksibilitas,
berfikir secara strategik, dan bekerja dengan orang lain
untuk memulai perubahan yang akan menciptakan masa
depan lebih baik bagi perusahaan. Pada kondisi
perubahan terjadi semakin cepat dengan lingkungan yang
penuh persaingan dan ketidakpastian dibutuhkan
kepemimpinan berorientasi entrepreneur (Darling et al.,
2007). Menurut Hejazi et al. (2012) entrepreneurial
leadership merupakan gaya kepemimpinan yang mampu
mendelegasikan, membangun perilaku bertanggung
jawab karyawan, membuat dan menetapkan keputusan,
serta bekerja secara bebas. Menurut Sajjadi et al. (2014),
pemimpin dengan keterampilan dan karakteristik
entrepreneurship merupakan konsep utama bagi seorang
entrepreneurial leadership.
Menurut Goossen (2007), entrepreneurial leadership
merupakan suatu proses penciptaan dan pengembangan
budaya kewirausahaan dan penggabungan proses
entrepreneur, serta inisiatif baru yang brilian.
Disimpulkan bahwa entrepreneurial leadership
merupakan gabungan dari tiga konsep yaitu
entrepreneurship, entrepreneurship orientation, dan
manajemen khususnya kepemimpinan (Gupta et al.,
2004; Cogliser & Brigham, 2004). Proses menciptakan
inovasi dan kemampuan untuk mengambil peluang dapat
tercipta dengan entrepreneurial leadership (Darling &
Steven, 2012).
Beberapa pendapat mengindikasikan bahwa
entrepreneurial leadership menjadi elemen penting dalam
persaingan industri yang semakin kompetitif karena
perusahaan membutuhkan pemimpin yang memiliki
kemampuan entrepreneurial untuk mengidentifikasi
peluang pasar dan keberanian mengambil risiko untuk

44
mempertahankan atau menciptakan keunggulan
kompetitif untuk dapat memperoleh atau
mempertahankan posisi strategisnya. Perusahaan yang
berorientasi pada pertumbuhan penting untuk
mengadopsi pola pikir kompetitif baru, yaitu pola pikir
yang memiliki fleksibilitas, kecepatan, dan inovasi.
Dengan demikian, untuk mencapai keunggulan kompetitif
organisasi sangat dibutuhkan pemimpin yang memiliki
gaya entrepreneurial leadership, yang mampu
menggerakkan anggota organisasinya untuk berinovasi.
Pemimpin yang memiliki kemampuan entrepreneur
merupakan penggerak untuk peluang berinovasi.
sehingga keberhasilan seorang yang memiliki perilaku
seorang entrepreneur leader telah banyak dipuji. Kuratko
(2007) yang menggunakan studi eksplorasi dari beberapa
penelitian sebelumnya menyatakan bahwa perilaku
entrepreneur identik dengan tingkat return tinggi yang
disertai oleh risiko semakin tinggi pula. Risiko yang tinggi
dari perilaku entrepreneur tersebut, jika tidak dikelola
dengan baik, akan berdampak negatif. Kuratko dan
Goldsby (2004) menyebutkan terdapat beberapa alasan
aktivitas perilaku yang tidak etis seorang entrepreneur
leader yaitu :
a. Bertindak irasional (irrational escalation) : pemimpin
entrepreneur sering emosional atas upaya (waktu,
uang, dan tenaga) yang telah diinvestasikan, sehingga
terkadang melakukan sesuatu yang berisiko secara
irasional serta bersifat tidak etis.
b. Menonjolkan kepentingan sendiri (self aggrandizing) :
yaitu menonjolkan kepentingan diri sendiri yang
merugikan orang lain, berorientasi pada uang, serta
mengejar kemajuan karier dan berbagai keuntungan
pribadi.
c. Tidak memiliki visi yang jelas : cepat merubah
aktivitas tanpa pertimbangan yang matang.
d. Komitmen yang berlebihan (escalation of commitment):
jiwa entrepreneur seorang pemimpin akan berdampak
pada kondisi, di mana seseorang tetap teguh bahkan
meningkatkan komitmennya pada sebuah keputusan,

45
meskipun menunjukkan kondisi yang tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Perilaku tidak etis seorang entrepreneur leader akan
menjadi sisi gelap dari perilaku entrepreneur (the dark
side of entrepreneur). Sisi gelap akan dapat dihindari
jika pemimpin sebagai model perilaku pada suatu
organisasi yang dapat diikuti oleh bawahannya, harus
menghindari perilaku yang tidak etis. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Kuratko (2007), bahwa
sebuah organisasi yang tidak memiliki lingkungan
wirausaha dan panduan nilai-nilai etis yang tepat,
maka beberapa anggota organisasi akan
menunjukkan perilaku tidak jujur dalam
melaksanakan tugasnya. Menurut Darling et al.
(2007) bahwa kesuksesan entrepreneurial leadership
dipengaruhi nilai-nilai yang diyakini individu.
Diperkuat oleh hasil penelitian, (Salwa, 2013) bahwa
nilai personal religius berpengaruh signifikan
terhadap kinerja non keuangan pada lembaga Zakat
Selangor dan Amanah Ikhtiar Malaysia.

Etika Pemimpin
Menurut Muscat & Whitty, (2009) bahwa terdapat
kesesuaian nilai-nilai seorang pemimpin dengan nilai-
nilai organisasi atau dengan kebutuhan dan nilai-nilai
dari semua pemangku kepentingan perusahaan. Teori
kepemimpinan dan manajemen memberikan penekanan
baru tentang pentingnya etika moralitas dan nilai-etika
pada seorang pemimpin (Copeland, 2014). Pengikut akan
lebih terinspirasi dan termotivasi oleh etika dan keyakinan
moral inovatif yang dicontohkan pemimpin. Berdasarkan
beberapa pendapat dan konsep sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa nilai-nilai (values) adalah suatu
prinsip moral, standar, etika dan norma-norma yang
melekat atau yang dianut oleh seseorang atau kelompok
dan dipakai sebagai penuntun atau pedoman dalam
berperilaku.
Menurut Bertens (2004) bahwa etika memiliki tiga makna
pertama, merupakan nilai-nilai serta norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu

46
kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah lakunya.
Etika dirumuskan sebagai sistem nilai yang bisa berfungsi
baik dalam kehidupan manusia perseorangan maupun
pada tarap sosial kedua, etika merupakan kumpulan asas
atau nilai moral, yang sering disebut dengan kode etik,
ketiga, diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
baik atau buruknya tingkah laku seseorang. Disini
diartikan sebagai filsafat moral. Definisi tersebut
menunjukkan bahwa etika merupakan sistem nilai, kode
etik dan filsafat moral.
Disamping pengertian tersebut, makna lain mengenai
etika dijelaskan oleh Rindjin (2004), sebagai berikut, etika
mempunyai makna sama dengan moral yaitu suatu adat
kebiasaan. Moral dan etika mengandung makna yang
berkenaan dengan perbuatan yang baik dan buruk. Jika
moral bersumber dari diri seseorang yaitu hati nuraninya,
sedangkan etika berdasarkan kepada hal-hal di luar
dirinya, seperti kebiasaan atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat. Etika disebut sebagai adat
kebiasaan yaitu norma-norma yang dianut oleh kelompok,
golongan atau masyarakat tertentu, baik terkait
perbuatan baik maupun buruk. Etika dikenal juga
sebagai studi tentang prinsip-prinsip perilaku yang baik
dan yang buruk. Manusia dihadapkan pada pilihan
mengenai tindakan yang seharusnya dan tidak
sepantasnya dilakukan, yang boleh dan yang tidak boleh
dilakukan.
Etika mempunyai manfaat bagi manusia secara individu
maupun kelompok yaitu dapat mendorong seseorang
untuk bersikap kritis dan rasional. Masyarakat dapat
mengambil keputusan berdasarkan pandangannya
sendiri akan tetapi harus dapat dipertanggungjawabkan.
Etika juga dapat mengarahkan kepada masyarakat untuk
berkembang menjadi masyarakat yang tertib, teratur, dan
damai dengan cara menaati norma-norma yang telah
ditetapkan. Individu yang taat akan etika berupa norma
yang berlaku, maka kelalaian-kelalaian yang sering terjadi
dapat kembali dipulihkan sehingga tercipta suasana
damai dan sejahtera (Rindjin, 2004).

47
Etika dalam ajaran agama Hindu dinamakan susila
sebagai pelaksanaan ajaran dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai
ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan
buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang
harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan,
sehingga akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai
dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika
merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana
seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika karena
mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain
(Pudja, 1984). Etika agama Hindu pada dasarnya
mengajarkan aturan tingkah laku yang baik dan mulia.
Menurut Suhardana, 2006 : 28) bahwa salah satu
kerangka dasar etika dalam agama Hindu adalah Panca
Satya. Panca Satya yaitu lima kesetiaan, kejujuran dan
tanggung jawab yang mengandung unsur kebenaran serta
membawa manusia pada ketenangan dan ketentraman.
Panca Satya merupakan kode etik dari setiap umat Hindu.
Ada lima satya dalam agama Hindu yang disebut Panca
Satya. Lima satya (panca satya) ini harus dijadikan
sebagai landasan bagi seorang pemimpin Hindu harus
menjadikan panca satya sebagai landasan pada kegiatan
operasional.dan dalam prakteknya. Kelima landasan yang
harus mendapat perhatian pemimpin adalah :
a. Satya Hredaya jujur terhadap diri sendiri/pikiran.
b. Satya Wacana jujur terhadap ucapan.
c. Satya Semaya adalah setia terhadap janji
d. Satya Mitra adalah setia terhadap sahabat.
e. Satya Laksana adalah jujur dalam perbuatan atau
perilaku.
Pendekatan spiritual dapat mengatasi dilema etika dan
the dark side of entepreneur. Menurut Inglehardt dan
Baker (2000) bahwa paradigma spiritual dikaitkan dengan
kebutuhan untuk mencari solusi terkait permasalahan
sosial modern, pengaruh filsafat holistik dan pergeseran
paradigma ilmiah yang mempengaruhi organisasi.
Pandangan multidisiplin menggali munculnya paradigma

48
spiritual, yang dikaitkan dengan ketidakpuasan, serta
meningkatnya materialisme (Hoppe, 2005). Paradigma
spiritual terkait dengan nilai tradisi yang diyakini pada
masyarakat di suatu wilayah tertentu.
Menurut Sharif dan Scandura (2014) bahwa, indikasi
seorang pemimpin yang memperhatikan etika adalah
sebagai berikut :
a. Memiliki kualitas personal seperti menunjukkan
kepedulian, dapat dipercaya, jujur dan adil. Seorang
pemimpin yang bertanggung jawab kepada usaha dan
lingkungannya mempunyai pegangan yang kuat atas
fungsi dan tugas yang telah diemban selama menjadi
pemimpin. Nilai kualitas harus tercermin pada setiap
keputusan pemimpin guna menjalankan roda usaha
atau organisasi.
b. Menunjukkan perilaku yang layak ditiru seperti
beretika, memberi penghargaan bagi karyawan yang
beretika dan memberikan pendisiplinan bagi
karyawan yang kurang beretika. Memberi
penghargaan tidak semata untuk kepentingan
kebutuhan material saja, melainkan juga untuk
kepentingan non material sangat perlu untuk
meningkatkan motivasi kerja karyawan.
Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan,
pengetahuan dan kelebihan tertentu dari bawahannya.
Karyawan atau anggota organisasi akan taat dan patuh
dengan kelebihan yang dimiliki oleh pemimpin tersebut.
Kelebihan tersebut dapat berupa menggunakan rasio atau
pikiran, kelebihan dalam bidang rohaniah, kelebihan
dalam bidang jasmaniah. Selain kelebihan itu hendaknya
pemimpin memenuhi persyaratan lainnya seperti berikut
ini :
a. Memiliki intelegensi atau kemampuan dalam
mengobservasi pengetahuan, kemampuan
menghadapi situasi baru, serta kemampuan melihat
hubungan antara kenyataan dan situasi baru.
b. Memiliki karakter merupakan sifat-sifat kepribadian
yang berhubungan dengan nilai-nilai yang benar.

49
c. Kesiapsiagaan adalah selalu awas dan waspada
terhadap segala kemungkinan yang terjadi, ini dapat
dilakukan dengan memelihara fisik dan mempertinggi
kesadaran jiwa.
d. Jujur atau satya adalah perilaku yang mencerminkan
kesetiaan.
Nilai tradisi tersebut diyakini secara turun temurun
dan menjadi bagian dalam kehidupan bermasyarakat
sebagai dasar berprilaku (Arthadi, 2009;147). Gaya
kepemimpinan seorang pemimpin tentunya tidak bisa
dipisahkan dari nilai-nilai tradisi etika yang ada di
sekitarnya. Etika telah bangkit dalam organisasi
publik dan bisnis terutama pada masyarakat Amerika
(Kacmar et al., 2011; Rahyuda dkk., (2015). Uraian
atas konsep spiritual dapat disejajarkan dengan
konsep nilai dan etika yang didasarkan atas nilai-nilai
religis Agama Hindu.

Dimensi Entrepreneurial Leadership


Berdasarkan penelitian sebelumnya dimensi
entrepreneurial leadership yang dipergunakan para
peneliti disajikan pada Tabel 2.3
Tabel 2.3
Referensi Dimensi/ Indikator
Entrepreneurial Leadership

Peneliti/Tahun Dimensi
Tarabishy and Inovative, Risk Taking, Proaktive
Solomon (2005)
Helm& Zyl (2007) Entrepreneurship (Proactiveness,
Inovativeness, Risk Taking)
Leadership (Tecnical, Psycho-Emotive,
Ethical Value)
Darling et al. (2007) Atributes Entrepreneur (Attention
Throuh Vision, Meaning Through
Communication, Confidence, Through
Respect)
Nilai (value) (Hope, Charity And Peace)
Chen (2007) Risk Taking, Inovativeness, Proactive
Renko et al. (2013) Innovativeness, Creativity, Passion,
Able To Motivate, Tenacity, Presistence,
Vision, Risk Taking

50
Jagdale & Shankar Proactive, Innovativeness, and Risk
(2014) Taking
Greef (2014) Risk Taking, Pro-Activeness,
Innovativenness, Autonomy,
Competitive Agresiveness, Ownership
Mgeni (2015) Entrepreneur (Proactiveness, Creativity,
Risk Taking) Value (Tecnical, Psycho-
Emotive, Ethical)

Sumber : Hasil penelitian terdahulu (2017)


Tabel 2.3, menunjukkan bahwa berdasarkan pendapat
peneliti sebelumnya seorang entrepreneur leader harus
memiliki kemampuan inti yaitu innovativenees, risk taking
and proactive. Dimensi innovativenees, risk taking dan
proactive dikembangkan oleh Covin dan Slevin (1991).
Ketiga dimensi tersebut merupakan operasionalisasi
entrepreneurship yang paling banyak digunakan dalam
pengelolaan kewirausahaan dan literatur manajemen
strategis. Ketiga dimensi tersebut membentuk orientasi
strategik sebagai dasar untuk dapat diintegrasikan saat
melakukan penelitian bidang kewirausahaan, yang telah
diujikan pada 1.067 perusahaan di tujuh negara (Kreiser
et al., 2002).
Darling et al. (2007) menyatakan bahwa kesuksesan
seorang entrepreneurial leaders didukung oleh orientasi
entrepreneur dan etika yang melandasi perilaku seorang
pemimpin. Entrepreneurial leadership yang
memperhatikan nilai-etika yang berlaku di masyarakat
memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan
keberhasilan usaha untuk jangka panjang. Kuratko
(2007) mengembangkan definisi terpadu yang mengakui
faktor penting yang dibutuhkan untuk fenomena
entrepreneur pada organisasi adalah diperhatikannnya
nilai-etika. Hal tersebut bermakna bahwa pemimpin dapat
membangkitkan kinerja subordinat atau bawahannya
dengan berlandaskan pada nilai-nilai pribadi atau
motivasi implisit yang mampu menggerakkan
bawahannya agar bertindak sesuai dengan arah dan
tujuan perusahaan. Efektivitas entrepreneurial leadership
tergantung pada kemampuan membangun etika
universal, dan kepemimpinan berbasis etika (Gupta et al.,
2004).

51
Menurut Rahyuda dkk. (2015) bahwa etika yang diyakini
oleh masyarakat Hindu sebagai pedoman berprilaku
adalah panca satya (lima kesetiaan). Etika yang
dipergunakan pada penelitian ini adalah nilai satya
laksana, karena nilai-nilai akan bermanfaat jika sudah
dilaksanakan atau menjadi perilaku (behavior). Keyakinan
dan nilai-nilai merupakan budaya organisasi yang harus
dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh anggota
organisasi, sehingga pola tersebut memberikan arti
tersendiri dan menjadi dasar berprilaku (Davis &
Harveston, 1998; Amstrong, 2009). Perilaku
mencerminkan sebagai suatu hal atau nilai yang diyakini
oleh seseorang. Dimensi satya laksana terdiri dari (1)
aktualisasi tindakan nyata yang menunjukkan kejujuran,
(2) memperhatikan stakeholder melalui tindakan
mengutamakan citra dan keamanan produk, (3) setia
terhadap perusahaan, (4) bertanggung jawab pada setiap
tindakannya.

Studi Lampau Entrepreneurial Leadership


Entrepreneurial leadership merupakan individu yang
memprakarsai, membangun dan menerapkan
entrepreneurial pada organisasi. Swiercz dan Lytlon (2002)
yang melakukan penelitian kualitatif dengan wawancara
27 CEO di USA. Pertumbuhan organisasi dikatakan
membutuhkan ketrampilan dan pengalaman pemimpin.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua set
kompetensi entrepreneurial leadership yaitu kompetensi
fungsional, dan kompetensi diri. Kompetensi fungsional
adalah kinerja spesifik subsistem yang terdiri dari
operational, keuangan, pemasaran dan sumber daya
manusia. Kompetensi diri adalah atribut personal atau
individual yang terdiri dari integritas, intelektual,
kemampuan menyampaikan prediksi, menciptakan
sustainability organisasi. Sehingga pertumbuhan
organisasi membutuhkan pemimpin yang mampu
menciptakan inovasi produk atau jasa serta
memasarkannya untuk mempertahankan
keberlangsungan usaha. Sejalan dengan hasil penelitian
Chen et al. (2014) melakukan pengujian pengaruh
entrepreneurial leadership terhadap inovasi pada 224

52
supervisor perusahaan berteknologi tinggi yang
memproduksi peralatan militer di China. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh positif terhadap inovasi. Entrepreneurial
leadership yang memiliki kemampuan dan memahami
persepsi karyawannya dengan baik akan dapat
meningkatkan inovasi. Menurut Cogliser and Brigham
(2004) konsep entrepreneurial leadership secara teoritis
dan empiris mengalami perkembangan ke arah
peningkatan inovasi dan kinerja organisasi.
Kepemimpinan telah mulai mendapatkan perhatian
meningkat pada literatur kewirausahaan yaitu pada
lingkungan yang dinamis pimpinan ataupun pengusaha
tidak dapat berhasil mengembangkan usahanya tanpa
menampilkan perilaku kepemimpinan entrepreneur
(entrepreneur leadership) yang efektif. Hmieleski dan
Ensley (2007) melakukan pengujian terhadap pengaruh
perilaku entrepreneurial leadership terhadap kinerja
bisnis pada 500 perusahaan yang terdaftar sebagai
perusahaan sedang berkembang di Amerika. Nilai (value)
dalam pendekatan kontektual untuk kepemimpinan dan
kewirausahaan adalah perilaku pemimpin yang
menyesuaikan dengan nilai-nilai faktor internal dan
eksternal perusahaan.
Entrepreneurial leadership sukses dipengaruhi oleh
strategi dan nilai-nilai yang mendasari pemimpin pada
organisasi. Pemimpin harus memiliki kemampuan sebagai
pembuat keputusan strategik serta memiliki nilai yang
dapat menggerakkan anggotanya menuju pencapaian
organisasi. Darling et al. (2007) melakukan review
terhadap penelitian sebelum dan artikel yang berkaitan
dengan konsep entrepreneur dan leadership. Ada empat
strategi yang merupakan refleksi utama dari keunggulan
entrepreneurial leadership pada masing-masing organisasi
yaitu peduli terhadap pelanggan, melakukan inovasi
secara terus-menerus, membangun orang-orang
berkomitmen, dan kepemimpinan manajemen.
Situasional dalam konteks organisasi kewirausahaan
tertentu, telah dbutir pernyataanukan harus didasarkan
pada empat strategi utama: perhatian melalui visi, yang

53
berarti melalui komunikasi, percaya melalui positioning,
dan kepercayaan diri melalui rasa hormat serta
kewirausahaan yang sukses. Nilai-nilai kepemimpinan
yang dimaksudkan adalah sukacita (joe), harapan (hope),
amal (charity) dan perdamaian (peace) memberikan
paradigma dasar untuk pelaksanaan entrepreneurial yang
sukses untuk pencapaian keunggulan bersaing. Nilai
hope, joe, charity dan peace penting untuk
dipertimbangkan untuk melengkapi entrepreneurial
leadership yang sering dipergunakan.
Penelitian Helm dan Zyl (2007) pada usaha kecil
menengah yang bergerak di bidang pariwisata di negara
Afrika Selatan. Tujuan penelitian mengeksplorasi
pengaruh entrepreneurial leadership terhadap kinerja
pada bisnis pariwisata di Afrika Selatan. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
entrepreneurial leadership yang terdiri dari indikator
proactiveness, innovativeness, risk taking, technical
psycho-emotive dan etical terhadap terhadap kinerja
bisnis. Entrepreneurial leadership yang tidak
memperhatikan nilai-nilai moral dan praktek-praktek
etika diragukan kesuksesannya menghadapi lingkungan
dinamis. Entrepreneurial leadership yang memperhatikan
ethical behaviour menjadi kebutuhan global. Pada
organisasi non profit entrepreneurial leadership lebih
mengarah pada misi sosial dan memperhatikan berbagai
pemangku kepentingan organisasi.
Jones dan Crompton (2009) mengembangkan model
entrepreneurial leadership berdasarkan tinjauan literatur
dan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara
terhadap delapan pemilik atau manajer perusahaan
manufaktur yang tergolong perusahaan kecil dan
menengah di negara Inggris bagian Barat Daya. Penelitian
ini mengembangkan model pengaruh entrepreneurial
leadership terhadap inovasi organisasi dengan
memperhatikan pendekatan etika bagi kepentingan
internal dan eksternal stakeholder. Hasil penelitian ini
menegaskan pentingnya, seorang entrepreneur leader
memperhatikan etika dalam setiap keputusan
strategiknya. Hal tersebut disebabkan jika seorang

54
entrepreneurial leadership memiliki kemampuan untuk
membuat skenario visioner yang memperhatikan etika,
mampu menggerakkan anggota organisasi untuk
melaksanakan visi maka akan mudah untuk diikuti oleh
anggota organisasinya. Demikian pula hasil penelitian
Mgeni (2015) pada SMEs di Tanzania menunjukkan
bahwa entrepreneurial leadership berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja bisnis, dimana
entrepreneurship dengan dimensi proactive, innovative,
risk taking, psycho-emotive, dan ethical behavior.
Entrepreneurial leadership yang mengandung dimensi
etika akan memberikan pengaruh pada peningkatan
kinerja bisnis.
Entrepreneurial leadership sangat penting diterapkan
pada berbagai jenis organisasi. Currie et al. (2008)
melakukan eksplorasi konsep atau definisi entrepreneurial
leadership pada sektor publik di Inggris. Pemimpin
bertindak sebagai fasilitator dalam perilaku inovatif pada
seluruh anggota organisasi. Kebijakan pemerintah di
Inggris telah mendorong kepemimpinan yang lebih
dinamis meliputi dimensi entrepreneurial leadership.
Kewirausahaan sektor publik ditandai oleh kombinasi dari
tiga lembaga yang berbeda yaitu : stakeholder,
entrepreneur dan politik.
Penelitian Ruvio et al. (2010) yang melakukan penelitian
pada 158 perusahaan profit dan non profit di Israel.
Penelitian pada perusahaan yang berdiri dari tahun 1994
– 1999 tersebut menunjukkan hasil pada salah satu
hipotesis yang ditentukan adalah terdapat pengaruh
positif visi entrepreneurial leadership seorang pemimpin
terhadap kinerja organisasi. Demikian pula Rahim et al.
(2015) yang melakukan penelitian pada 391 pemilik UKM
di Malaysia bertujuan menguji pengaruh entrepreneur
leadership terhadap kinerja organisasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi.
Lisdiantini (2013) yang melakukan penelitian pada
karyawan setingkat asisten manajer, menunjukkan hasil
bahwa entrepreneurial leadership berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja organisasi. Menurut Jagdale

55
dan Shankar (2014), yang melakukan penelitian pada
SMEs di India memperoleh kesimpulan bahwa gaya
kepemimpinan entrepreneurial leadership berpengaruh
signifikan terhadap kinerja organisasi. Entrepreneur
leadership merupakan kepemimpinan visioner yang
digunakan untuk merancang dan menggerakkan
anggotanya agar berkomitmen terhadap visi yang
merupakan nilai strategis organisasi. Selain itu
entrepreneurial leadership juga memberikan pengaruh
terhadap kinerja manajemen sumber daya manusia. Hal
tersebut ditujukkan dari hasil penelitian Ling dan Jaw
(2011), pada 1.000 top manajemen yang terdaftar pada
Common Wealth Magazine. Hasil analisis dengan metode
SEM menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
memberikan pengaruh signifikan terhadap kinerja top
manajemen dan manajemen sumber daya manusia.
Ojakuku et al. (2012), melakukan pengujian terkait
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pada 60
bank di Negeria. Gaya kepemimpinan yang diujikan pada
penelitian ini adalah gaya transaksional, birokrasi,
karismatik, transformasional, dan demokrasi. Hasil
penelitian menujukkan bahwa gaya kepemimpinan
transaksional memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja
organisasi. Hasil penelitian Iscan et al. (2014) yang
dilakukan pada 135 UKM di Turki juga menunjukkan
bahwa gaya kepemimpinan transaksional tidak
berpengaruh terhadap inovasi. Karakteristik gaya
kepemimpinan transaksional tersebut terlalu
memaksakan karyawan untuk melakukan seperti yang
diharapkan pimpinan, sehingga karyawan dengan
karakteristik tertentu akan merasa tertekan atas kondisi
tersebut. Hal tersebut yang melatarbelakangi gaya
kepemimpinan transaksional tidak akan memberikan
pengaruh pada peningkatan inovasi dan kinerja
organisasi. Namun gaya kepemimpinan transformasional
dan demokrasi berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja organisasi. Gaya kepemimpinan transformasional
dan demokrasi mencerminkan bahwa seorang pemimpin
selalu memotivasi dan memberikan kesempatan
karyawan untuk turut aktif dalam setiap pengambilan
keputusan sehingga organisasi lebih kuat dalam

56
lingkungan global yang kompetitif. Demikian pula Koech
dan Namusonga (2012) yang melakukan penelitian pada
perusahaan milik negara di Kenya menunjukkan bahwa
gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh
terhadap kinerja organisasi sedangkan gaya
kepemimpinan laissez-faire tidak berpengaruh terhadap
kinerja organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang
bervariasi terkait pengaruh gaya kepemimpinan terhadap
organisasi, maka pemimpin harus menerapkan gaya
kepemimpinan yang tepat, disesuaikan dengan kondisi
lingkungan internal serta eksternal organisasi.
Gaya kepemimpinan memberikan pengaruh penting
terhadap inovasi organisasi. Beberapa penelitian
sebelumnya memberikan kontribusi untuk peningkatan
inovasi dan kinerja organisasi. Pengaruh kepemimpinan
dan inovasi secara langsung dan tidak langsung
diungkapkan oleh Gupta et al. (2004) bahwa
entrepreneurial leadership atau kepemimpinan
kewirausahaan adalah peran seorang pemimpin dalam
unit bisnis, dengan kapasitas untuk menciptakan
berbagai inovasi agar mampu bersaing dengan lingkungan
tidak pasti melalui konsepsi dan realisasi set transaksi
baru. Namun hasil penelitian Chen (2007), yang meneliti
pada 112 tim kewirausahaan berteknologi tinggi di
Taiwan. Penelitian ini menguji pandangan bahwa
kemampuan inovasi usaha dipengaruhi oleh interaksi
entrepreneurial leadership. Indikator entrepreneurial
leadership yang dipergunakan pada penelitian ini adalah
risk taking, innovativeness dan proaktif yang
menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh
signifikan antara entrepreneurial leadership terhadap
kemampuan inovasi. Oleh karena itu pemimpin harus
mengembangkan entrepreneurial leadership dengan
memperhatikan kemampuan karyawan dan sumber daya
yang dimiliki, sehingga mampu memberikan motivasi
untuk memunculkan peningkatan kreativitas dan inovasi
organisasi. Entrepreneurial leadership merupakan gaya
kepemimpinan yang tidak hanya berdasarkan kekuasaan
dan hirarki namun juga pada keterampilan individu
seperti mencapai tujuan inovatif dengan mengelola

57
sumber daya yang dimiliki perusahaan (Skodvin &
Andresen, 2006).
Sugianto dan Suranto (2013) yang melakukan penelitian
pada bagian produksi salah satu stasiun TV di Surabaya,
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh negatif terhadap inovasi. Ini menunjukkan
bahwa dengan adanya peningkatan entrepreneurial
leadership dari pimpinan akan berdampak berlawanan
arah dengan inovasi karyawan. Jika entrepreneurial
leadership yang ditunjukkan pimpinan semakin baik,
maka inovasi karyawan bagian produksi di SBO TV
Surabaya menurun, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
disebabkan karyawan tidak memiliki kemampuan, dan
kompetensi untuk mengikuti perilaku proaktif, risk taking
serta inovatif pemimpin. Kreativitas dari seorang
entrepreneurial leader jika tidak memperhatikan kesiapan
sumber daya untuk penerapannya, maka akan
menurunkan kemampuan inovasi anggota organisasi. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat (Greef, 2014) yang
melakukan penelitian pada lima puluh manajer
perusahaan dengan jenis yang bervariasi Dengan
demikian meningkatnya entrepreneurial leadership dalam
organisasi, maka akan meningkatkan inovasi dan kinerja
organisasi. Hal tersebut akan dapat terwujud jika seorang
entrepreneurial leader mempertimbangkan secara
komprehensip terkait kesiapan, kemampuan dan
ketrampilan karyawan.
Penelitian Greef (2014) pada 20 manajer dari organisasi
non profit milik pemerintah Netherlands. Pada penelitian
ini mempergunakan pendekatan kuantitatif dan
eksploratif kualitatif dengan melakukan wawancara
untuk mendapatkan pemahaman tambahan tentang
fenomena dan perilaku pemimpin entrepreneurial
leadership. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan pengaruh entrepreneurial
leadership terhadap kinerja sosial. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership yang
terdiri dari dimensi autonomy, proaktiveness, and taking
ownership memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
sosial yang terdiri dari dimensi people (absensi, retensi

58
karyawan, dan kesejahteraan) dan dimensi planet
(lingkungan). Penerapan entrepreneurial leadership
memberikan peningkatan pada kinerja sosial pada
perusahaan non profit yang mengutamakan kepentingan
masyarakat atau anggota organisasi.
Jagdale dan Shankar (2014), melakukan penelitian pada
144 perusahaan kecil dan menengah di India. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi.
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki merupakan
fenomena yang terjadi pada perusahaan kecil dan
menengah. Dewasa ini membutuhkan pemimpin yang
efektif yaitu memahami kompleksitas lingkungan global
yang berubah dengan cepat. Selain itu pemimpin di
masing-masing level juga harus memahami karakteristik
individu karyawan. Entrepreneurial leadership merupakan
proses mewujudkan visi entrepreneurship dan
memberikan inspirasi kepada tim untuk menerapkan visi
dalam kecepatan tinggi dalam lingkungan yang tidak
pasti, sehingga agar berhasil harus memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi dan memotivasi anggota organisasi
berkontribusi pada efektivitas serta keberhasilan
organisasi (Okudan & Rzasa, 2006).
Pemimpin yang memiliki kemampuan entrepreneur
cenderung menimbulkan risiko dan sisi gelap (the dark
side of entrepreneurial leadership). Berdasarkan
pemaparan beberapa penelitian, maka pada penelitian ini
mengacu pada penelitian Tarabishy and Solomon (2005) ;
Chen (2007); Jagdale & Shankar (2014); Rahyuda dkk.
(2015) yang terdiri dari dimensi sebagai berikut :
a. Innovativeness
Daya Inovasi (innovativeness) merupakan
kemampuan pimpinan menerapkan kreativitas dalam
rangka memecahkan masalah dan menemukan
peluang yang dapat memberikan inspirasi bagi
seluruh karyawannya dalam melaksanakan kegiatan
operasional.
b. Risk Taking

59
Daya ambil risiko (risk taking) didefinisikan sebagai
keberanian pimpinan untuk mengambil sebuah risiko
dengan perhitungan matang pada kegiatan organisasi.
c. Proactiveness
Daya proaktif (proactiveness) didefinisikan sebagai
daya adaptasi pimpinan dalam menanggapi
perubahan lingkungan yang akan berpengaruh pada
program-program lembaga yang dipimpinnya.
d. Etika satya laksana
Etika dalam penelitian ini mengacu pada proposisi
hasil penelitian Rahyuda dkk. (2015) yaitu satya
laksana. Etika Satya laksana adalah suatu sikap yang
mencerminkan tindakan nyata yaitu perilaku jujur,
setia terhadap perusahaan, bertanggung jawab pada
setiap tindakan, serta memperhatikan para
pemangku kepentingan (stakeholder).

60
BAB 5
KNOWLEDGE SHARING

Konsep Knowledge Sharing


Knowledge (pengetahuan) adalah data dan informasi yang
digabung dengan kemampuan, intuisi, pengalaman,
gagasan, motivasi, dan sumber yang kompeten (Nonaka &
Takeuchi, 1995). Pendekatan knowledge based view (KBV)
menyatakan bahwa knowledge memiliki posisi penting
sebagai sumber utama dari kompetensi organisasi (Grant,
1997 ; Nonaka, 2006). Berdasarkan pandangan tersebut,
knowledge dapat berupa informasi kontektual,
pengalaman, dan pendapat para ahli (Daverport & Prusak,
1998). Knowledge merupakan komponen utama dan
merupakan sumber daya intangible yang dapat menjadi
sumber keunggulan kompetitif berkelanjutan (Davenport
& Prusak 1998; Wang & Noe, 2010). Pandangan
knowledge based view ini, berkenaan dengan bagaimana
organisasi menciptakan, mendokumentasikan dan
membagikan knowledge. Selanjutnya Shao et al. (2012)
menjelaskan bahwa keunggulan bersaing berbasis
knowledge tergantung pada bagaimana upaya dan
kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan yang
dimiliki. Perilaku organisasi yang berdasarkan
pengetahuan (knowledge based view) merupakan hal yang
terpenting bagi organisasi untuk pencapaian dan
mempertahankan keunggulan bersaing (Jalal et al., 2013).
Wiklund dan Sheperd (2005) mendefinisikan knowledge
sebagai informasi yang mengubah sesuatu atau seseorang
untuk mencapai tujuan. Hal ini terjadi ketika informasi
tersebut menjadi dasar bertindak dengan didukung oleh
intuisi seseorang untuk mengambil tindakan berbeda
atau tindakan yang lebih efektif daripada tindakan
sebelumnya.
Penciptaan, pengkomunikasian dan penerapan
pengetahuan untuk mencapai tujuan bisnis dapat

61
terwujud dengan adanya manajemen pengetahuan
(knowledge management). Menurut Liao et al. ( 2007)
organisasi berbasis knowledge dapat dibangun melalui
knowledge management. Knowledge management
memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan
pengetahuan terbaik dan sumber daya lainnya.
Pengetahuan mendukung setiap pengambilan keputusan
tentang sumber daya. Kemampuan dalam knowledge
management memungkinkan perusahaan untuk
memanfaatkan pengetahuan terbaik dan sumber daya
lainnya (Ipe, 2003). Terdapat empat hal penting dalam
knowledge management yaitu : knowledge management
merupakan suatu sistem, alat untuk mengorganisir
sumber daya tidak berwujud untuk mencapai tujuan
organisasi, input knowledge management adalah asset
organisasi yang tidak berwujud seperti pengetahuan,
proses knowledge management terdiri dari upaya
penciptaan pengetahuan (knowledge creation), pembagian
atau pengkomunikasian (Knowledge Sharing) dan
penerapan pengetahuan (knowledge utilization), output
knowledge management adalah kapabilitas baru, kinerja
yang superior, inovasi dan meningkatkan nilai pelanggan.
Knowledge management melibatkan penciptaan budaya
pembelajaran melalui pengumpulan pengetahuan,
pelaksanaan Knowledge Sharing pada organisasi untuk
mencapai kinerja yang lebih baik (Ofori et al., 2015).
Bagian terpenting dari knowledge management adalah
bagaimana mendorong individu yang ada di dalam
organisasi untuk melakukan berbagi pengetahuan
(Knowledge Sharing), bersumber dari informasi dan
pengalaman yang dimiliki (Lin, 2007). Liao et al. (2007)
juga menyatakan bahwa konsep dasar dalam knowledge
management adalah adanya pengetahuan yang dapat
dibagi oleh sumber daya manusia dalam organisasi,
mengkomunikasikan informasi, wawasan, pengalaman,
preferensi serta pembelajaran. Menurut Chatzoglou dan
Vraimaki (2009) Knowledge Sharing diyakini menjadi
salah satu yang terpenting pada knowledge management.
Sebagai sebuah sistem knowledge management
merupakan input penting dan Knowledge Sharing adalah

62
kunci proses, kemudian inovasi organisasi dan kinerja
adalah output dari proses tersebut.
Kegiatan mentransfer atau menyebarluaskan
pengetahuan dari satu orang, kelompok atau organisasi
yang lain diistilahkan dengan Knowledge Sharing (Lee &
Lan, 2011; Ryu et al., 2003). Knowledge Sharing
didefinisikan sebagai penyebaran informasi dan
pengetahuan di seluruh organisasi (Lin & Lee., 2004).
Proses saling tukar menukar pengetahuan secara
bersama-sama untuk menciptakan pengetahuan baru,
diistilahkan sebagai kegiatan Knowledge Sharing (Hooff &
Ridder, 2004). Knowledge Sharing lebih fokus pada
kesediaan individu di dalam organisasi untuk berbagi
dengan orang lain tentang pengetahuan yang mereka
miliki. Menurut Liao et al. (2005) Knowledge Sharing
merupakan perilaku individu secara sukarela
memberikan pengetahuan dan pengalamannya kepada
anggota lain dalam organisasi. Budaya interaksi sosial
yang melibatkan pertukaran pengetahuan, pengalaman
dan ketrampilan karyawan pada suatu organisasi
merupakan istilah Knowledge Sharing (Lin 2007).
Knowledge Sharing tidak hanya berhubungan dengan
interaksi anggota organisasi, tetapi terjadinya pertukaran
ide, gagasan, pengalaman antar seluruh anggota (Liao et
al., 2011). Istilah Knowledge Sharing menyiratkan
pemberian dan penerimaan informasi dalam konteks
pengetahuan oleh sumber daya (Yi, 2009). Menurut Jalal
et al., (2013) Knowledge Sharing merupakan salah satu
aktivitas berbagi pengetahuan sumber daya manusia pada
organisasi yang memberikan kontribusi bagi aplikasi
pengetahuan, inovasi dan peningkatan kinerja
perusahaan.
Pimpinan pada suatu organisasi memiliki peran penting
terhadap kegiatan Knowledge Sharing (Yang, 2008).
Dorongan Knowledge Sharing dari top manajemen,
pengawas dan rekan kerja juga meningkatkan pertukaran
pengetahuan karyawan dan persepsi mereka tentang
kegunaan Knowledge Sharing (Wang and Noe, 2010).
Kathiravelu et al. (2013) juga menyatakan bahwa top
manajemen pada organisasi merupakan faktor yang

63
penting yang berpengaruh terhadap Knowledge Sharing
pada organisasi. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa
kesuksesan kegiatan Knowledge Sharing sangat
ditentukan oleh pimpinan pada organisasi. Ofori et al.
(2015) pada penelitiannya menyatakan bahwa pihak
manajemen harus memfasilitasi komunikasi yang mudah
dan Knowledge Sharing diantara karyawan untuk
memperoleh pembelajaran baru serta peningkatan
pelaksanaan pekerjaan secara efektif dan efisien.
Diperkuat oleh Bradshaw et al. (2015) bahwa seorang
pemimpin sangat berpengaruh terhadap perilaku
Knowledge Sharing individual dengan mempengaruhi
perilaku anggota dalam organisasi. Pemimpin dalam
suatu organisasi dapat sebagai motivator dan dinamisator
bagi aktivitas Knowledge Sharing.

Dimensi Knowledge Sharing


Beberapa literatur dan penelitian empiris untuk
mengukur persepsi Knowledge Sharing disajikan pada
Tabel 2.4
Tabel 2.4
Sumber-Sumber Referensi Dimensi/
Indikator Knowledge Sharing

No Peneliti/tahun Dimensi/ Indikator


1 Kim (2011); Wang & Wang tacit knowledge, explicit
(2012); Zohoori, et al. (2013); knowledge
Chien et al., (2013); Khalid &
Ahmed (2015)
2 Lin (2007), Liao et al. (2007), knowledge donating,
Alhady et al. (2011), Abdallah knowledge colecting
et al.(2012), Kim et al. (2013),
Waheed et al.. (2015), Ofori et
al. (2015) Ratih et al. (2016)
3 Kokanuch,A dan Kesiapan berbagi
Tuntrabundit, K. .2014 pengetahuan (Knowledge
Sharing readiness), tukar
menukar pengetahuan
(richness interchanging
knowledge), integrasi
pengetahuan secara terus
menerus (continuous
knowledge integration)

64
4 Chiu & Chien (2015) Ekternalization dan
internalization
Sumber : Hasil penelitian terdahulu (2018)
Berdasarkan Tabel 2.4, terdapat beberapa pengukuran
yang dipergunakan terkait variabel Knowledge Sharing.
Pengukuran tersebut masing-masing tentu saja memiliki
keunggulan serta kelemahan.

Studi Lampau Knowledge Sharing


Beberapa peneliti telah banyak mengemukakan tentang
pentingnya peranan Knowledge Sharing bagi inovasi serta
kinerja organisasi. Lin (2007) yang melakukan penelitian
kuantitatif 172 karyawan pada 50 perusahaan di Taiwan.
Penelitian ini menguji pengaruh Knowledge Sharing yang
terdiri dari knowledge donating dan knowledge collecting.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Knowledge Sharing
berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan inovasi.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa proses
mengumpulkan serta menyebarkan pengetahuan dengan
rekan sekerja lebih memberikan pengaruh terhadap
kinerja dibandingkan faktor lain yang diteliti pada
penelitian ini yaitu sistem gaji. Demikian pula hasil
penelitian Ofori et al. (2015) yang bertujuan
mengidentifikasi pengaruh perilaku Knowledge Sharing
individu dan organisasi terhadap kemampuan inovasi
organisasi. Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa
motivasi pimpinan memegang peranan penting pada
proses Knowledge Sharing dibandingan faktor imbalan
(reward) bagi peningkatan kemampuan inovasi. Kedua
penelitian tersebut menunjukkan bahwa Knowledge
Sharing akan dapat memberikan pengaruh terhadap
kemampuan inovasi jika didukung oleh peranan pimpinan
sebagai pengambil kebijakan strategis perusahaan.
Deyong et al. (2007) meneliti pengaruh tacit knowledge
yang merupakan salah satu komponen Knowledge
Sharing terhadap kemampuan inovasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan inovasi sangat
tergantung dari tingkat pengembangan tacit knowledge
pada organisasi. Penelitian Alwis dan Hartman (2008)
yang meneliti pengaruh tacit knowledge yang merupakan

65
salah satu komponen Knowledge Sharing, terhadap
kemampuan inovasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kemampuan inovasi sangat tergantung dari tingkat
pengembangan tacit knowledge pada organisasi.
Organisasi harus mengetahui faktor-faktor internal yang
menjadi komponen tacit knowledge. Tacit knowledge
merupakan proses Knowledge Sharing melalui
pengalaman serta ketrampilan anggota organisasi.
Hu et al. (2009), yang melakukan penelitian pada 621
karyawan industri perhotelan di Taiwan. Penelitian ini
salah satunya bertujuan untuk memberikan pengaruh
pada perusahaan jasa yang mengutamakan pelayanan.
Hasil penelitian menunjukkan Knowledge Sharing
memberikan pengaruh terhadap inovasi, artinya
peningkatan inovasi akan terjadi jika organisasi
mengembangkan Knowledge Sharing pada aktivitas
pencapaian tujuan yaitu mampu memberikan pelayanan
terbaik kepada para tamu atau konsumen pada tingkat
persaingan usaha yang semakin tinggi. Knowledge
Sharing sangat penting bagi semua jenis organisasi karena
merupakan dasar untuk mengimplementasikan ide-ide
dan proses dalam pengambilan keputusan. Hasil
penelitian Abdallah et al. (2012) pada 103 karyawan untuk
jenis organisasi yang berbeda di Emirat Arab
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung yang
kuat antara Knowledge Sharing terhadap kemampuan
inovasi. Knowledge Sharing yang diterapkan, baik di
tingkat individu maupun di tingkat organisasi, dapat
menciptakan peluang untuk memaksimalkan
kemampuan organisasi menghasilkan solusi dan efisiensi
dengan peningkatan kemampuan inovasi. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa untuk mencapai peningkatan
inovasi berupa pelayanan terbaik, maka harus
dikembangkan Knowledge Sharing pada organisasi. Wang
dan Noe (2010) berpendapat bahwa cara mendasar untuk
menghadapi lingkungan dinamis adalah dengan
mengaplikasikan Knowledge Sharing pada seluruh
tingkatan organisasi. Beberapa pendapat tersebut
mengindikasikan Knowledge Sharing merupakan hal yang
sangat vital bagi peningkatan inovasi pada berbagai level
manajemen.

66
Knowledge Sharing selain memberikan pengaruh
terhadap inovasi juga memberikan pengaruh terhadap
kinerja. Hasil penelitian Wang dan Wang (2012) terhadap
226 CEO dari 89 perusahaan berteknologi tinggi di
Provinsi Jiangsu Cina menunjukkan terdapat pengaruh
Knowledge Sharing terhadap inovasi, selain itu
memberikan pengaruh juga terhadap kinerja organisasi
yang terdiri dari kinerja operasional dan kinerja
keuangan. Secara khusus eksplicit knowledge
berpengaruh terhadap kecepatan inovasi (innovation
speed) dan kinerja keuangan sedangkan tacit knowledge
berpengaruh terhadap kualitas inovasi (innovation quality)
dan kinerja non keuangan. Sejalan dengan hasil
penelitian Zohoori et al. (2013), yang melakukan
penelitian pada perusahaan elektronik di Iran bahwa
Knowledge Sharing yaitu eksplicit serta tacit knowledge
memiliki pengaruh signifikan terhadap inovasi. Tacit
knowledge merupakan berbagi pengetahuan yang
diwujudkan dalam bentuk pengalaman dan keterampilan
dari rekan kerja ataupun atasan dan eksplicit knowledge
merupakan berbagi pengetahuan berupa praktek dan
prosedur-prosedur tertulis yang diterapkan oleh individu
dalam organisasi. Sebuah organisasi yang memiliki
kemampuan mempromosikan praktik Knowledge Sharing
dalam perusahaan atau kelompok dalam menciptakan
ide-ide baru untuk pengembangan peluang bisnis baru
serta praktek inovasi.
Kim et al. (2013) yang melakukan wawancara terhadap
486 karyawan pada 14 hotel berbintang di Korea Selatan.
Resource-Based View Theory dipergunakan untuk
mengupas pengaruh Knowledge Sharing terhadap kinerja
organisasi, karena sumber daya merupakan komponen
pendukung Knowledge Sharing pada suatu organisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Knowledge Sharing
yang terdiri dari knowledge donating dan knowledge
collecting berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi.
Hal tersebut menunjukkan bahwa inovasi organisasi
sangat tergantung pada kesadaran anggota organisasi
akan peranan knowledge sharing. Sejalan dengan Danish
et al. (2013) menekankan mengenai dampak Knowledge
Sharing dan gaya kepemimpinan terhadap kinerja

67
organisasi. Hasil analisis data yang dikumpulkan dari
kuisioner yang disebarkan untuk 300 manajer pada
institusi keuangan, kesehatan, pendidikan, manufaktur
dan sektor telekomunikasi menunjukkan bahwa
Knowledge Sharing berpengaruh signifikan terhadap
kinerja organisasi. Pengetahuan merupakan aset yang
penting pada semua jenis organisasi, sehingga dengan
proses Knowledge Sharing yang baik dapat meningkatkan
kinerja organisasi.
Penelitian Yu et al. (2013) bertujuan untuk menguji
pengaruh Knowledge Sharing terhadap inovasi organisasi.
Hasil penelitian dengan mewawancarai 403 karyawan
pada 33 perusahaan finance dan asuransi di Taiwan.
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara
Knowledge Sharing terhadap inovasi organisasi. Ofori
(2015), yang mewawancarai 400 karyawan perusahaan
telekomunikasi di Ghana. Hasil penelitian menunjukkan
Knowledge Sharing yang terdiri dari knowledge donating
dan knowledge collecting berpengaruh terhadap
kemampuan inovasi. Dalam rangka untuk mengelola
keberhasilan tugas-tugas yang inovatif karyawan dan staf
penting untuk memahami tacit knowledge (pengalaman
dan keterampilan) dari rekan kerja mereka atau mencari
sumber eksplicit knowledge (praktek dan prosedur-
prosedur tertulis) yang ada dalam dan lingkungan
organisasi. Oleh karena itu, lebih mungkin untuk sebuah
organisasi yang memiliki kemampuan mempromosikan
praktik Knowledge Sharing dalam perusahaan atau
kelompok menciptakan ide-ide baru untuk
pengembangan peluang bisnis baru serta praktek inovasi.
Baniamin (2014) yang melakukan penelitian pada 787
perusahaan asuransi dengan menggunakan pengukuran
untuk variabel Knowledge Sharing yaitu perspektif
interaksi pengetahuan, perpektif pembelajaran, dan
perpektif komunikasi berpengaruh positif signifikan
terhadap kinerja finansial maupun non finansial. Pada
perusahaan asuransi yang merupakan lembaga keuangan
sangat penting untuk dilakukan proses Knowledge
Sharing.

68
Tujuan studi yang dilakukan oleh Zahari et al. (2014)
adalah menguji pengaruh Knowledge Sharing terhadap
kinerja organisasi pada 180 manajer perusahaan asuransi
di Malaysia. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa
manajer di perusahaan asuransi dapat meningkatkan dan
memperbaiki kinerja organisasi dengan berfokus pada
implementasi Knowledge Sharing. Studi ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan berbagi pengetahuan akan
memberikan kontribusi untuk peningkatan kinerja
organisasi. Pengaplikasian Knowledge Sharing pada
organisasi akan dapat membawa manfaat ekonomi untuk
sebuah perusahaan dan memberikan variasi cara untuk
meningkatkan kinerja organisasi.
Menurut Berraies (2014) dari sudut pandang praktis,
menawarkan kesempatan bagi manajer untuk lebih
mengenali bagaimana mereka dapat meningkatkan
inovasi pada organisasi. Manajer diharapkan dapat
mengarahkan dan memberikan pengaruh positif pada
perilaku karyawan. Inovasi dalam organisasi akan dapat
terwujud melalui pengetahuan (knowledge) yang relevan
dan ide-ide asli yang dapat membantu mereka dalam
pengambilan keputusan dan mempromosikan kegiatan
inovasi eksploitatif dan eksploratif kepada karyawan.
Inovasi eksploitasi merupakan kegatan memanfaatkan
pengetahuan dan kompetensi masa kini, berfokus pada
perbaikan dengan menggunakan kembali produk serta
proses yang ada. Inovasi eksplorasi yang sering
diistilahkan dengan inovasi radikal adalah membangun
pengetahuan dan kompetensi baru untuk peningkatan
kinerja. Proses Knowledge Sharing yang tepat akan dapat
memberikan pengaruh pada peningkatan inovasi
eksploitatif dan eksploratif
Husseini et al. (2015) melakukan studi pada 252 institusi
pendidikan tinggi di Iraq bertujuan untuk menguji
dampak proses Knowledge Sharing terhadap proses
inovasi. Teori knowledge based view merupakan
pendekatan yang dipergunakan sebagai dasar untuk
mengumpulkan dan menyumbangkan pengetahuan,
keterampilan, wawasan, keahlian, informasi dan catatan
baik di dalam maupun di luar organisasi. Kegiatan

69
tersebut memungkinkan perguruan tinggi untuk
meningkatkan proses inovasi dengan mengambil dan
mengembangkan program pelatihan dan mengadopsi
teknologi baru. Staf pengajar di Irak melaksanakan proses
Knowledge Sharing melalui forum, konferensi, formal dan
informal pertemuan, seminar, dan program pelatihan
Ratih et al. (2016) melakukan penelitian pada UKM
kerajinan perak di Desa Celuk dan Desa Singapadu. Hasil
penelitian dengan teknik analisis SEM PLS menunjukkan
bahwa Knowledge Sharing yang direfleksikan oleh dimensi
memberikan pengetahuan (knowledge donating) dan
mengumpulkan pengetahuan (knowledge colecting)
berpengaruh signifikan terhadap inovasi, baik inovasi
produk maupun inovasi proses. Inovasi produk. Usaha
Kecil Menengah perlu merancang sistem Knowledge
Sharing agar dapat tercipta inovasi produk berupa
meningkatkan kualitas barang pada kisaran harga
standar serta mampu menekan biaya yang terjadi. Inovasi
proses merupakan perbedaan proses produksi yang
berasal dari ide dan pengetahuan, didukung oleh fasilitas,
ketrampilan dan teknologi sehingga dapat menyediakan
proses layanan dengan cara yang berbeda lebih efektif dan
efisien. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik
proses Knowledge Sharing, maka akan dapat
meningkatkan inovasi produk dan inovasi proses pada
UKM.
Penelitian yang dilakukan Darroch (2005), dengan
mewawancarai 50 karyawan Usaha Kecil Menengah (UKM)
di New Zealand memberikan pengaruh yang berbeda
antara Knowledge Sharing terhadap kinerja organisasi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa Knowledge
Sharing atau penyebaran pengetahuan memberikan
pengaruh pada peningkatan kinerja organisasi, tetapi
hasil penelitian ini malah sebaliknya bahwa Knowledge
Sharing sebagai salah satu bagian knowledge management
tidak berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Demikian
pula hasil peneitian Liao (2007) yang melakukan
penelitian pada 170 perusahaan di Taiwan, yaitu
perusahaan industri elektronik, perbankan dan industri
obat. Hasil pengolahan dengan menyebarkan kuisioner
secara online menunjukkan bahwa Knowledge Sharing

70
tidak berpengaruh terhadap kemampuan inovasi.
Knowledge Sharing akan memberikan pengaruh terhadap
inovasi jika sumber daya manusia dalam organisasi
mengkomunikasikan informasi, wawasan, pengalaman
dan preferensi kepada anggota organisasi lainnya.
Perusahaan hendaknya memiliki pandangan bahwa selain
sumber daya manusia, pengetahuan merupakan sumber
daya yang paling strategis yang akan memberikan
pengaruh terhadap inovasi dan kinerja organisasi.
Menurut Ho (2010), karyawan pada suatu perusahaan
tidak hanya sebagai tenaga kerja yang menyumbangkan
tenaga, akan tetapi jika diimbangi dengan pengetahuan
merupakan aset bagi perusahaaan. Pengetahuan adalah
aset strategis yang membantu organisasi
mempertahankan kemampuan kompetitif mereka dalam
lingkungan yang penuh persaingan.
Setyanti (2013) yang melakukan penelitian pada 125
pemilik UKM Batik di Jawa Timur menunjukkan hasil
bahwa Knowledge Sharing tidak berpengaruh terhadap
kinerja bisnis. Hasil penelitian juga memaparkan lebih
lanjut bahwa aplikasi Knowledge Sharing yang terdiri dari
phase menangkap (capture), memproses, mengkreasikan
dan mendistribusikan pengetahuan akan berpengaruh
terhadap kinerja jika dimediasi oleh inovasi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Knowledge Sharing akan
memberikan pengaruh terhadap kinerja organisasi, jika
fase dari Knowledge Sharing hingga ke pengguna atau
anggota organisasi dengan proses yang tepat sesuai
dengan kebutuhan. Knowledge Sharing akan memberikan
manfaat jika anggota UKM batik mampu mengkreasikan
dan mendistribusikan kemampuan yang dimiliki ataupun
yang diperoleh sehingga dapat meningkatkan kinerja
berupa penjualan produk yang dihasilkan.
Chiu dan Chien (2015) mengidentifikasi kebutuhan
penelitian masa depan dan implikasi praktis dari
Knowledge Sharing. Penelitian yang dilaksanakan dengan
sampel staf senior perusahaan manufaktur yang listed di
Taiwan menunjukkan bahwa Knowledge Sharing yang
terdiri dari perilaku eksternalisasi dan perilaku
internalisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja

71
organisasi. Perilaku eksternalisasi diwujudkan dengan
pemegang atau pemilik informasi bersedia memberikan
ceramah, mengumpulkan sistem pengetahuan, membuat
file pengetahuan atau menggunakan database, sedangkan
perilaku internalisasi terkait dengan sebagai penerima
pengetahuan harus memiliki perilaku menginternalisasi
rekonstruksi pengetahuan, melalui belajar sambil
mempraktekkan, membaca buku, dan mencoba
memahami pengetahuan di dalam database pengetahuan.
Hasil penelitian tersebut mengindikasi bahwa perilaku
internalisasi dan eksternalisasi sebagai dimensi
Knowledge Sharing tidak cukup untuk dapat berpengaruh
langsung terhadap kinerja, tetapi masih perlu
diperhatikannya faktor lain.
Salah satu pengukuran yang digunakan yaitu dimensi
tacit dan explicit untuk mengukur persepsi Knowledge
Sharing. Beberapa penelitian empiris yang menggunakan
kedua dimensi tersebut menggarisbawahi terkait
kecepatan dan kualitas yang dihasilkan dari proses
Knowledge Sharing. Pada perusahaan jasa yang
mengutamakan pelayanan tidak hanya mengedapkan
kecepatan inovasi, akan tetapi kualitas juga menjadi hal
yang utama. Maka penelitian ini mengacu pada penelitian
Wang & Wang (2012), bahwa Knowledge Sharing terdiri
dari dua hal yaitu :
a. Tacit Knowledge Sharing merupakan berbagi
pengetahuan yang bersifat personal, spesifik, berupa
pengalaman, umumnya sulit diformalisasi kepada
pihak lain. Kunci tacit Knowledge Sharing adalah
kemauan dan kapasitas individu untuk berbagi
tentang hal-hal yang diketahui serta dipelajari.
Pengalaman manusia merupakan dasar dari tacit
Knowledge Sharing (Nonaka & Takeuchi, 1995;
Polanyi, 1966). Pengetahuan baru akan dapat
diterima oleh individu dalam perusahaan jika mereka
memiliki tacit Knowledge Sharing. Kesulitan yang
mungkin menghambat tacit Knowledge Sharing
termasuk kesediaan rekan kerja untuk berbagi
pengetahuan dan menggunakan pengetahuan tacit
mereka, individu dalam organisasi memiliki

72
kesadaran terbatas akan tacit Knowledge Sharing.
Namun hambatan ini dapat diantisipasi oleh
hubungan saling percaya antara individu dalam
proses Knowledge Sharing. Contoh tacit knowledge
yaitu gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan,
keahlian, dan pengalaman. Dimensi tacit Knowledge
Sharing memiliki beberapa indikator yaitu : frekwensi
mengumpulkan dan berbagi pengetahuan
berdasarkan pengalaman, frekwensi mengumpulkan
dan berbagi pengetahuan berdasarkan keahlian,
frekwensi mengumpulkan dan berbagi pengetahuan
kepada setiap orang dan dimanapun berada, serta
kegagalan merupakan pengalaman berharga.
b. Explicit Knowledge Sharing, merupakan proses dan
mekanisme berbagi pengetahuan dalam bentuk
pengetahuan yang sudah diwujudkan berupa
dokumentasi sehingga mudah disimpan,
diperbanyak, disebarluaskan serta dipelajari dengan
pemahaman dan penyerapan. Contoh explicit
knowledge yaitu buku, laporan, dokumen, surat, file
elektronik, data base, audio visual dan lain-lain.
Dimensi explicit knowledge memiliki beberapa
indikator yaitu : frekwensi berbagi laporan dan
dokumen kepada anggota organisasi, frekwensi
mempersiapkan laporan bersama anggota organisasi,
frekwensi mengumpulkan dokumen laporan, motivasi
mekanisme Knowledge Sharing, mengikuti program
pelatihan dan pengembangan, pemanfaatan fasilitas
teknologi informasi.

Kritik Terhadap Literatur Sebelumnya


Menurut Ireland et al. (2003) bahwa inovasi dan kinerja
organisasi dapat dicapai melalui pemimpin yang memiliki
kemampuan entrepreneur yang diistilahkan dengan
entrepreneurial leadership. Strategic entrepreneurship
merupakan perilaku entrepreneur identik dengan seorang
inovator yang mampu mengimplementasikan perubahan-
perubahan akibat ketidakpastian lingkungan dinamis.
Keberhasilan seorang yang memiliki perilaku entrepreneur
telah banyak dipuji, akan tetapi entrepreneur identik

73
dengan adanya risiko. Resiko yang tinggi jika tidak
dikelola maka akan mengakibatkan dampak negatif atau
sisi gelap dari perilaku entrepreneur yang diistilahkan
dengan the dark side of entrepreneur. Menurut Kuratko
dan Goldsby (2004) sisi gelap dari perilaku entrepreneur
(the dark side of entrepreneur) dapat diantisipasi dengan
etika yang diyakini oleh pemimpin. Sehingga keterbaruan
(novelty) penelitian ini adalah digunakan nilai satya
laksana sebagai salah satu dimensi etika pada konstruk
entrepreneurial leadership. Satya laksana merupakan
salah satu etika Hindu sebagai keyakinan dan pedoman
dalam berperilaku pengurus LPD.
Dimensi etika satya laksana melengkapi beberapa
dimensi entrepreneurial leadership pada penelitian-
penelitian sebelumnya. Pada abad ke-21 yang dibutuhkan
organisasi adalah entrepreneurial leadership berperilaku
mengutamakan etika, diistilahkan dengan ethical
entrepreneurial leadership (Kuratko, 2007). Menurut
Darling et al. (2007) bahwa kesuksesan entrepreneurial
leadership dipengaruhi nilai-nilai yang diyakini individu.
Nilai personal religius (Salwa, 2013) berpengaruh
signifikan terhadap kinerja organisasi pada lembaga Zakat
Selangor dan Amanah Ikhtiar Malaysia. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nilai religius yang diyakini oleh
seorang pemimpin akan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi. Indikator- indikator yang digunakan untuk
mengukur Knowledge Sharing kurang relevan
dihubungkan dengan indikator kinerja.
Teori The Action of Job Performance didukung oleh
pendekatan strategic entrepreneur dan Knowledge Based
View (KBV), artinya peningkatan kinerja secara
berkelanjutan akan tercapai dengan kemampuan strategic
entrepreneurship pemimpin untuk mengelola sumber daya
perusahaan dengan dilandasi oleh etika religius yang
diyakini oleh seorang pemimpin. Pengurus LPD yang
terdiri dari kepala, kasir dan tata usaha memiliki
keterbatasan kompetensi kemampuan manajerial (Arsyad,
2006). Proses Knowledge Sharing akan dapat
meminimalisir keterbatasan kemampuan manajerial
pengurus. Menurut teori Knowledge Based View (KBV)

74
yang diperlukan bukan hanya sumber daya dan
kapabilitas yang unggul, tetapi tacit knowledge serta
explicit knowledge untuk mengintegrasikan,
mengkoordinasikan sumber daya dan kapabilitas yang
dimiliki oleh organisasi (Grant, 1996).
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
kinerja organisasi dipengaruhi oleh inovasi organisasi,
Knowledge Sharing serta entrepreneurial leadership.
Sumber daya yang dimiliki organisasi mempengaruhi
pencapaian inovasi dan kinerja organisasi. Sumber daya
yang dimaksudkan adalah kemampuan pimpinan dalam
menggerakkan angota organisasi dan pengetahuan yang
dimiliki. Lingkungan dinamis yang penuh dengan
ketidakpastian membutuhkan pemimpin berperilaku
entrepreneur yang diistilahkan dengan entrepreneurial
leadership dan berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing)
organisasi.

75
76
BAB 6
ANALISIS DATA

Sumber Data
Secara eksplisit berdasarkan UU LKM 2012 Bab XII, pasal
39, ayat (3), Lembaga Perkreditan Desa (LPD) mendapat
kedudukan yang jelas sebagai lembaga keuangan
berdasarkan hukum adat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa LPD memiliki perbedaan dengan lembaga
keuangan lainnya. Lembaga Perkreditan Desa diharapkan
mampu mengangkat perekonomian masyarakat desa
pakraman agar lebih maju dan mampu memberikan
kontribusi terhadap perkembangan desa pakraman,
sehingga menunjang program pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan. Peran strategi yang dimiliki
LPD adalah melayani masyarakat desa pakraman, usaha
mikro kecil dan rumah tangga dengan prosedur
sederhana, proses cepat, pendekatan profesional serta
kedekatan lokasi.
Proses keradaan LPD diawali dari adanya kesadaran dan
kemauan bersama masyarakat adat Bali. Gagasan awal
tentang pendirian LPD adalah berfungsi sebagai village
banking melayani warga pedesaan dan komunitas yang
tidak memiliki kemampuan akses keuangan pada bank
komersial (Churchill et al.,2002). Di wilayah Bali,
kehadiran village banking yang setingkat dengan lembaga
keuangan microfinance dikenal sebagai LPD. Dinamika
ekonomi berbasis komunitas khas Bali itu memberi
inspirasi Prof. Dr. Ida Bagus Mantra yang merupakan
Gubernur Kepala Daerah Provinsi Bali saat itu. Pada
tahun 1984 pimpinan Pemerintah Daerah Provinsi Bali
merumuskan gagasan untuk membentuk sebuah lembaga
keuangan berbasis adat dengan mengadopsi dan
mengembangkan konsep sekaa, banjar dan desa adat
yang telah tumbuh di tengah-tengah masyarakat Bali
berupa Lembaga Perkreditan Desa (LPD).

77
Landasan hukum pertama LPD di Bali adalah Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 972 Tahun
1984 tentang Lembaga Pekreditan Desa. Keputusan
tersebut mengatur ketentuan umum, pendirian, status,
fungsi, tujuan, usaha, organisasi, modal, tanggung jawab
dan ganti rugi, pembinaan dan pengawasan, serta
rencana kerja perhitungan dan penetapan penggunaan
laba LPD. Landasan hukum LPD mengalami beberapa kali
pembaharuan yang menyesuaikan dengan perkembangan
dan kebutuhan masyarakat desa pakraman. Saat ini
landasan hukum yang mengatur LPD adalah Peraturan
Daerah No.3 Tahun 2017, dan Peraturan Gubernur No.44
Tahun 2017. Perbedaan mendasar terkait landasan
hukum terbaru dibandingkan sebelumnya adalah
penggunaan istilah-istilah pada LPD yang menyesuaikan
dengan kearifan lokal Bali.
Desa adat merupakan pemilik dan pengelola LPD sebagai
pengendali utama lembaga keuangan khusus yang berada
di luar pengaturan Bank Indonesia. Sedangkan
pemerintah kabupaten/kota bertindak sebagai pengawas
lembaga keuangan milik desa adat tersebut. Karena
pengelolaannya bersifat khusus dengan Surat Keputusan
Gubernur, maka wilayah operasional LPD telah
ditetapkan sebatas wilayah komunitas desa adat yang
bersangkutan, tidak dimaksudkan untuk dikembangkan
dan diperluas ke wilayah desa adat lainnya.
Pada desa pakraman di Provinsi Bali LPD mengalami
perkembangan pesat yang ditunjukkan oleh sebagian
besar LPD mengalami pertumbuhan aset meyakinkan.
Berdasarkan data Lembaga Pemberdayaan Lembaga
Perkreditan Desa (LPLPD, 2017), jumlah aset, tabungan
dan deposito serta kredit sepanjang lima tahun terakhir
mengalami peningkatan rata-rata 100 persen per
tahunnya. Namun ada juga LPD kurang berkembang
karena berbagai sebab, antara lain pengelolaan yang
kurang didukung oleh tenaga cakap, terbatasnya jumlah
desa adat yang bersangkutan, serta dukungan dari
anggota desa pakraman karena ketidakpercayaan
terhadap pengelola LPD. Fenomena ketidakpercayaan
sebagian besar dilatarbelakangi oleh kreativitas pengurus

78
yang mengabaikan etika. Dari sini dapat dikatakan bahwa
kepercayaan masyarakat merupakan hal penting bagi
kesuksesan dan peningkatan kinerja LPD.

Hasil Analisis Deskriptif


1. Karakteristik Responden
Tahapan awal dalam analisis data adalah melakukan
analisis statistik deskriptif yang terdiri dari karakteristik
responden dan deskripsi terhadap variabel penelitian.
Salah satu hasil yang diperoleh dari analisis statistik
deskriptif adalah karakteristik responden. Karakteristik
responden penelitian ini didasarkan pada jabatan, jenis
kelamin, umur, pendidikan, dan masa jabatan yang
ditunjukkan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1
Karakteristik Responden Penelitian LPD
Kabupaten/Kota di Bali
No Keterangan Jumlah Prosentase (%)
Jenis Kelamin :
o Laki-laki 260 57,4
1
o Perempuan 193 42,6
Jumlah 453 100,0
Umur (tahun) :
o < 32 43 9,5
o >32 - 44 148 32,7
2
o >44 - 56 237 52,4
o >56 24 5,4
Jumlah 453 100.0
Pendidikan :
o SLTA 335 74,0
o Diploma 40 8,8
3
o S1 74 16,3
o Pascasarjana 4 0,9
Jumlah 453 100,0
Masa Jabatan (tahun) :
o 0-1 11 2,4
o >1 - 5 67 14,8
4
o >5 - 10 90 19,9
o > 10 285 62,9
Jumlah 453 100,0

Sumber: Data diolah, 2017 ( lampiran 10)


Adapun responden yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah pengurus pada 151 LPD di

79
Provinsi Bali. Jumlah responden penelitian adalah
453 yang terdiri dari kepala, kasir dan tata usaha.
Karakteristik responden penelitian ini didasarkan
pada jenis kelamin, kelompok umur, dan tingkat
pendidikan, pengurus LPD yang disajikan pada Tabel
5.1. Pengurus LPD yang menjadi responden penelitian
berjumlah masing-masing 151 orang atau 33,3%,
terdiri dari jenis kelamin sebagian besar (57,4%)
responden adalah laki-laki dan sisanya (42,6%)
merupakan perempuan. Pada masyarakat secara
umum masih diperhitungkan untuk posisi tertinggi
dalam suatu organisasi adalah laki-laki. Di Bali peran
laki -laki dalam posisi di banjar adat masih
mendominasi dibandingkan wanita, sebagai contoh
posisi kelian adat dan prajuru pendukungnya diambil
dari purusa atau banjar ngarep yaitu laki-laki yang
lebih dikenal dengan budaya paternalistik. Hal
tersebut yang melatarbelakangi pengurus LPD
sebagian besar merupakan laki-laki, yang diharapkan
dengan dominasi tersebut akan dapat mempengaruhi
kinerja organisasi. Hasil penelitian Ritonga (2008)
menunjukkan bahwa sistem budaya paternalistik
berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada PDAM
di Sumatra Utara.
Berdasarkan klasifikasi umur, sebagian besar (52,3%)
responden berusia 45 tahun sampai 56 tahun.
Sedangkan prosentase terkecil (5,1%) responden
adalah berusia 56 sampai 68 tahun. Hal ini
disebabkan karena berdasarkan Peraturan Daerah
Provinsi Bali No.3 Tahun 2017 tentang Lembaga
Perkreditan Desa, pada Bab VI Pasal 10 ayat 5
disebutkan bahwa batas usia pengurus (prajuru) LPD
paling tinggi adalah 60 tahun. Namun faktanya
kondisi di lapangan menunjukkan bahwa di beberapa
LPD faktor figur dan kepercayaan masyarakat masih
menjadi pertimbangan, sehingga batasan usia
tersebut terkadang diabaikan. Perbedaan jumlah
responden berdasarkan usia menunjukkan adanya
keterlambatan kaderisasi pengurus dan karyawan
baru, serta disebabkan pula minat generasi muda

80
bekerja di LPD yang berada di lingkungan desa
pakraman sangat kecil.
Pengurus LPD mayoritas berpendidikan SLTA yaitu
sebanyak 335 orang (74,0%). Berdasarkan peraturan
daerah No.3 Tahun 2017, Bab VI Pasal 10 ayat 6 yang
mengatur tentang pengurus (prajuru) LPD bahwa
salah satu syarat sebagai pengurus LPD khususnya
kepala adalah harus memiliki sertifikat kompetensi
sebagai prajuru LPD atau bersedia mengikuti program
pelatihan yang berbasis kompetensi bagi prajuru LPD
( PERDA Provinsi Bali, 2017). Hal tersebut
menunjukkan bahwa walaupun berpendidikan SLTA,
jika sudah memiliki sertifikat kompetensi dan
bersedia mengikuti program sertifikasi maka dapat
menjadi pengurus LPD. Selain syarat tersebut
kepercayaan dari krama desa serta prajuru desa
pakraman merupakan syarat utama sebagai pengurus
LPD. Namun di beberapa LPD, tingkat pendidikan
juga menjadi perhatian. Hal ini ditunjukkan sekitar
0.9% atau 4 responden pada LPD wilayah Badung dan
Denpasar memiliki tingkat pendidikan pascasarjana
(S2). Hal ini dipengaruhi oleh pola pikir masyarakat
bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh
terhadap keberhasilan dalam menjalankan organisasi
serta kinerja perusahaan. Sejalan dengan hasil
penelitian King et al. (2016) bahwa tingkat pendidikan
CEO berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Hasil
dari penelitian ini menjelaskan bahwa CEO dengan
latar belakang pendidikan yang tinggi, menghasilkan
performa bank dan tingkat profitabilitas yang lebih
tinggi.
Mayoritas pengurus LPD, memiliki masa kerja lebih
besar dari 10 tahun berjumlah 285 (62,9 %). Hal
tersebut juga ditunjukkan dari umur responden yaitu
pengurus LPD sebagian besar (52,3%) berumur 45
tahun sampai dengan 56 tahun. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar pengurus LPD
memiliki pengalaman memadai karena masa jabatan
mereka sebagian besar di atas sepuluh tahun. Masa
jabatan pengurus LPD dapat menunjukkan masa

81
kerja mereka yang mampu mencerminkan
kemampuan dalam beradaptasi dan memahami sifat
pekerjaannya (Templer dan Cawsey, 1999).
2. Deskripsi Persepsi Responden Terhadap Variabel
Penelitian
Deskripsi terhadap variabel penelitian bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang dimensi dan
indikator-indikator masing-masing variabel yang
diteliti berdasarkan jawaban responden terhadap
pernyataan dalam kuesioner yang disebarkan.
Analisis dilakukan dengan menghitung skor rata-rata
masing-masing indikator pada setiap variabel
penelitian. Variabel-variabel yang dianalisis adalah
variabel eksogen yang terdiri atas : entrepreneurial
leadership dan knowledge sharing, sedangkan
variabel eksogen yang dianalisis terdiri atas : inovasi
organisasi dan kinerja organisasi.
Pada penelitian ini rentang skor masing-masing
indikator berkisar antara 1 sampai 7, dimana semakin
tinggi skor rata-rata yang ditunjukkan oleh suatu
indikator, dimensi atau variabel, berarti indikator,
atau dimensi atau variabel tersebut menunjukkan
keadaan semakin baik, begitu pula sebaliknya. Rata-
rata skor jawaban responden menunjukkan nilai rata-
rata masing-masing indikator yang selanjutnya
dianalisis dengan dbutir pernyataanpatkan pada
interval kelas. Adapun untuk menghitung interval
kelas menggunakan formula sebagai berikut :
Interval kelas = Nilai tertinggi – Nilai terendah
Interval kelas
=7-1
7
= 0,86
Berdasarkan nilai interval disusun kriteria dalam
menentukan kategori penilaian atas jawaban
responden. Interpretasi Skor Skor Rata-Rata Variabel
Penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2

82
Tabel 5.2
Interpretasi Skor Skor Rata-Rata Variabel Penelitian
Knowledge Inovasi Kinerja
Entrepreneurial
Sharing Organisasi Organisasi
Kriteria Leadership
(X1)
(X2) Y1) (Y2)
1,00 - Amat Sangat Amat Sangat Amat Sangat Amat Sangat
1,86 Lemah Jarang Rendah Rendah
>1,86 – Sangat Lemah Sangat Sangat Sangat
2,72 Jarang Rendah Rendah
>2,72 – Lemah Jarang Rendah Rendah
3,58
>3,58 – Cukup Kuat Cukup Cukup Cukup
4,44 Sering Tinggi Tinggi
>4,46 – Kuat Sering Tinggi Tinggi
5,30
>5,30 – Sangat Kuat Sangat Sangat Sangat
6,16 Sering Tinggi Tinggi
>6,16 – Amat Sangat Amat Sangat Amat Sangat Amat Sangat
7,00 Kuat Sering Tinggi Tinggi

Sumber : Sugiono (2010: 215)


a. Deskripsi Variabel Entrepreneurial Leadership
Variabel entrepreneurial leadership dibentuk oleh
empat dimensi reflektif yaitu : proactiveness,
innovativeness, risk taking, dan etika satya
laksana. Dimensi proactiveness terdiri dari lima
indikator, dimensi innovativeness terdiri dari tiga
indikator, risk taking terdiri dari tiga indikator,
dan dimensi etika satya laksana terdiri dari lima
indikator. Analisis diskriptif variabel
entrepreneurial leadership ditunjukkan pada
Tabel 5.3
Tabel 5.3
Hasil Analisis Deskriptif Variabel
Entrepreneurial Leadership (X1)
Persentase Jawaban Responden (%) Ra
ta-
Indikator/D
Ko AS ST AS Ra
imensi/ TS CS CS SS Ket
de TS S S ta
Variabel
Sk
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) or
Entreprene Amat
0,0 0, 0, 2,8 9,8 44, 42, 6,2
X1 urial sangat
0 00 56 5 5 58 16 5
Leadership kuat
X1. Proactivene 0,0 0, 0, 0,9 13, 52, 31, 6,1 sangat
1 ss 0 00 53 3 64 98 92 5 kuat

83
Responsif
amat
X1. terhadap 0,0 0, 0, 0,0 9,9 47, 43, 6,3
sangat
1.1 tindakan 0 00 00 0 3 02 05 3
kuat
pesaing
Terdepan
X1. 0,0 0, 1, 0,6 17, 52, 27, 6,0 sangat
dalam
1.2 0 00 32 6 22 98 81 5 kuat
produk baru
Terdepan
amat
X1. dalam 0,0 0, 0, 1,9 11, 52, 33, 6,1
sangat
1.3 pelayanan 0 00 00 9 26 98 77 9
kuat
baru
Terdepan
dalam
X1. 0,0 0, 1, 1,9 19, 52, 25, 5,9 sangat
sistem
1.4 0 00 32 9 21 32 17 8 kuat
administrasi
baru
Terdepan amat
X1. 0,0 0, 0, 0,0 10, 59, 29, 6,1
dibandingka sangat
1.5 0 00 00 0 60 60 80 9
n pesaing kuat
X1. Innovativen 0,0 0, 0, 1,5 15, 54, 27, 6,0 sangat
2 ess 0 00 44 5 89 53 59 7 kuat
Pengembang
X1. 0,0 0, 1, 2,6 17, 55, 22, 5,9 sangat
an lini
2.1 0 00 32 5 88 63 52 5 kuat
produk
Pengembang
X1. 0,0 0, 0, 1,3 23, 54, 21, 5,9 sangat
an sistem
2.2 0 00 00 2 18 30 19 5 kuat
layanan
Perubahan amat
X1. 0,0 0, 0, 0,6 6,6 53, 39, 6,3
layanan sangat
2.3 0 00 00 6 2 64 07 1
cepat kuat
amat
X1. 0,0 0, 0, 0,9 8,2 39, 50, 6,3
Risk Taking sangat
3 0 00 99 9 8 40 33 7
kuat
Kemampuan
X1. 0,0 0, 1, 1,9 13, 45, 37, 6,1 sangat
menganalisi
3.1 0 00 99 9 25 03 75 5 kuat
s risiko
amat
X1. Bertindak 0,0 0, 0, 0,0 3,3 33, 62, 6,6
sangat
3.2 berani 0 00 00 0 1 77 91 0
kuat
amat
X1. Etika Satya 0,0 0, 0, 7,9 1,5 31, 58, 6,4
sangat
4 Laksana 0 00 26 5 9 39 81 1
kuat
amat
X1. 0,0 0, 0, 1,3 0,6 39, 58, 6,5
Jujur sangat
4.1 0 00 00 2 6 07 28 5
kuat
Memperhati amat
X1. 0,0 0, 0, 0,0 0,0 37, 62, 6,6
kan sangat
4.2 0 00 00 0 0 75 25 2
stakeholder kuat
X1. Bertanggung 0,0 0, 1, 38, 0,0 0,0 60, 5,7
kuat
4.3 jawab 0 00 32 41 0 0 26 9
amat
X1. 0,0 0, 0, 0,0 6,6 52, 40, 6,3
Setia sangat
4.4 0 00 00 0 2 98 40 4
kuat
amat
X1. Taat pada 0,0 0, 0, 0,0 0,6 26, 72, 6,7
sangat
4.5 peraturan 0 00 00 0 6 49 85 2
kuat

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 11)


Ket : ASTS = amat sangat tidak setuju, STS = sangat tidak
setuju, TS = tidak setuju CS = cukup setuju, S = setuju, SS =
sangat setuju, ASS = amat sangat setuju

84
Berdasarkan Tabel 5.3 rata-rata skor variabel
entrepreneurial leadership adalah 6,25 persen,
yang mencerminkan bahwa pengurus LPD di Bali
memiliki kemampuan etika satya laksana dan
risk taking yang amat sangat kuat, sedangkan
innovativeness dan proactiveness sangat kuat.
Dimensi pada variabel entrepreneurial leadership
yang menunjukkan nilai di atas rata-rata adalah
etika satya laksana dan risk taking. Artinya
pengurus LPD lebih mengutamakan perilaku yang
mencerminkan etika satya laksana, dan risk
taking dibandingkan proactiveness, dan
innovativeness.
Dimensi proactiveness terdiri atas 5 indikator
dengan rata-rata skor jawaban responden adalah
6,15 persen yang menunjukkan bahwa pengurus
LPD memiliki sikap proaktif yang sangat kuat.
Pengurus LPD memiliki sikap proaktif dengan
mengutamakan responsif terhadap tindakan dari
pesaing dengan rata-rata skor 6,33 dan terdepan
dalam pelayanan baru (6,19). Indikator terdepan
dibandingkan dengan pesaing dan menunjukkan
skor yang sama yaitu 6,19. Terdapat dua indikator
yang memiliki nilai di bawah rata-rata yaitu
berusaha terdepan dalam menghasilkan produk
baru (6,05) serta berusaha terdepan dalam sistem
administrasi baru (5,98). Adapun yang melatar
belakangi kondisi tersebut, pada beberapa daerah
masih menganut sistem tradisional yang hanya
memprioritaskan pada aktivitas utama yaitu
simpan pinjam.
Innovativeness merupakan dimensi variabel
entrepreneurial leadership yang diukur dengan
tiga indikator. Skor rata-rata untuk kemampuan
inovasi pengurus LPD adalah 6,07 dengan
kategori sangat kuat yang berada di bawah skor
rata-rata variabel entrepreneurial leadership.
Pengurus LPD memiliki kemampuan inovasi
dengan melakukan perubahan sistem layanan
cepat (6,31) sedangkan melakukan

85
pengembangan sistem layanan (5,95) dan
melakukan pengembangan lini produk baru (5,95)
memiliki nilai di bawah skor rata-rata. Responden
dalam hal ini pengurus LPD lebih mengutamakan
untuk dapat memberikan pelayanan yang cepat
dibandingkan dengan mengambangkan
kemampuan inovasi terkait sistem layanan dan
lini produk baru.
Risk taking merupakan dimensi variabel
entrepreneurial leadership dengan skor tertinggi
(6,37). Responden menyatakan kemampuan
bertindak berani merupakan yang terpenting
untuk diperhatikan pada dimensi risk taking.
Bertindak berani penting untuk dimiliki oleh
seorang pengurus LPD, misalnya berani
mengatakan tidak pada masyarakat yang tidak
memenuhi ketetuan pengajuan kredit walaupun
mereka adalah seorang pejabat. .Hal tersebut
ditunjukkan dengan nilai di atas rata-rata yaitu
sebesar 6,60. Kemampuan menganalisis risiko,
berada di bawah rata-rata yang ditunjukkan oleh
nilai rata-rata sebesar 6,15. Pengurus
memperhatikan standar yang berlaku terkait
pemberian kredit kepada masyarakat desa
pakraman.
Dimensi etika satya laksana menunjukan skor
rata-rata tertinggi (6,41) pada variabel
entrepreneurial leadership. Kesuksesan LPD dan
kepercayaan masyarakat desa pakraman dapat
meningkat jika pengurus memperhatikan etika
pada operasionalnya. Taat pada peraturan yang
merupakan salah satu indikator dari dimensi
etika satya laksana memiliki skor yang paling
tinggi yaitu 6,72. Pengurus LPD sangat tunduk
dan taat pada peraturan baik peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah maupun peraturan
adat yang mengikat pengurus sebagai masyarakat
pada wilayah desa pakraman. Peraturan adat
tersebut diistilahkan dengan awig-awig dan
perarem. Sedangkan bertanggung jawab terhadap

86
kesuksesan LPD menunjukkan skor rata-rata
terkecil (5,79). Responden beranggapan bahwa
kesuksesan LPD bukan hanya tanggung jawab
pengurus yang terdiri dari kepala, tata usaha dan
kasir. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi
Bali No.3 Tahun 2017 (BAB VI, pasal 10) bahwa
organisasi LPD tersebut terdiri dari pengurus
(prajuru) dan badan pengawas internal
(panureksa). Hal ini mengindikasikan bahwa
kesuksesan LPD tersebut merupakan tanggung
jawab pengurus serta badan pengawas internal
yang terdiri dari bendesa beserta anggotanya.
Masyarakat desa pakraman juga bertanggung
jawab dan memiliki peran penting pada
kesuksesan lembaga keuangan milik desa
pakraman mereka.
b. Deskripsi Variabel Knowledge Sharing (X2)
Variabel knowledge sharing terdiri dari dimensi
tacit knowledge sharing dan explicit knowledge
sharing. Tacit knowledge sharing dan explicit
knowledge sharing masing-masing terdiri dari
tujuh indikator. Hasil analisis deskrptif variabel
knowledge sharing, disajikan pada Tabel 5.4
Tabel 5.4
Hasil Analisis Deskriptif Variabel
Knowledge Sharing (X2)
Persentase Jawaban Responden (%)
Indikator/ Rata -
Kode Dimensi/ AS Rata Ket
STS TS CS S SS ASS
Variabel TS Skor
1 2 3 4 5 6 7
Knowledge sangat
X2 0,00 0,00 0,43 4,59 20,72 51,51 22,75 5,92
Sharing sering
Tacit
sangat
X2.1 Knowledge 0,00 0,00 0,66 7,95 25,73 47,87 17,79 5,74
sering
Sharing
Pengumpul
an
sangat
X2.1.1 pengetahua 0,00 0,00 2,65 10,60 37.09 43,05 6,62 5,40
sering
n dari
pengalaman
Berbagi
pengetahua sangat
X2.1.2 0,00 0,00 1,32 7,95 25,83 54,30 10,60 5,65
n dari sering
pengalaman

87
Mengumpul
kan
sangat
X2.1.3 pengetahua 0,00 0,00 0,00 9,27 22,52 42,38 25,83 5,85
sering
n tentang
LPD
Berbagi
pengetahua
sangat
X2.1.4 n dengan 0,00 0,00 0,00 1,32 31,13 45,03 22,52 5,89
sering
berbagai
pihak
Berbagi
pengetahua
sangat
X2.1.5 n 0,00 0,00 0,00 6,62 7,28 57,62 28,48 6,08
sering
berdasarka
n keahlian
Mengumpul
kan
pengetahua sangat
X2.1.6 0,00 0,00 0,00 5,96 24,50 56,29 13,25 5,77
n sering
berdasarka
n keahlian
Menjadikan
kegagalan sangat
X217 0,00 0,00 0,66 13,91 31,79 36,42 17,22 5,56
sebagai sering
pengalaman
Explicit
sangat
X22 Knowledge 0,00 0,00 0,19 1,23 15,70 55,16 27,72 6,09
sering
Sharing
Berbagi
pengetahua sangat
X221 0,00 0,00 1,32 3,31 28,48 47,68 19,21 5,80
n melalui sering
dokumen
Mempersiap
kan laporan sangat
X222 0,00 0,00 0,00 1,99 15,23 59,60 23,18 6,04
bersama sering
tim
Mengumpul
kan amat
X223 dokumen 0,00 0,00 0,00 0,00 9,27 57,62 33,11 6,24 sangat
laporan sering
secara rutin
Dorongan
mekanisme
sangat
X224 berbagi 0,00 0,00 0,00 0,00 23,84 60,93 15,23 5,91
sering
pengetahua
n
Mengikuti amat
X225 program 0,00 0,00 0,00 0,00 7,28 45,03 47,68 6,40 sangat
pelatihan sering
Mengikuti
amat
program
X226 0,00 0,00 0,00 1,32 11,26 56,29 31,13 6,17 sangat
pengemban
sering
gan
Pemanfaata
sangat
X227 n teknologi 0,00 0,00 0,00 1,99 14,57 58,94 24,50 6,06
sering
informasi

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 11.a)


Ket : ASTS = amat sangat tidak setuju, STS = sangat tidak
setuju, TS = tidak setuju CS = cukup setuju, S = setuju, SS =
sangat setuju, ASS = amat sangat setuju

88
Berdasarkan Tabel 5.4, rata-rata skor jawaban
responden pada tacit knowledge sebesar 5,74
berada di bawah skor rata-rata variabel
knowledge sharing (5,92). Berbagi dan
mengumpulkan pengetahuan melalui dokumen
(explicit knowledge sharing) lebih sering dilakukan
pada LPD dibandingkan tacit knowledge. Hal ini
ditunjukkan dari skor rata-rata dimensi explicit
knowledge sharing sebesar 6,09. Respon
responden terkait dimensi tacit knowledge sharing
dengan skor rata-rata 5,74 menunjukkan nilai
sangat sering. Kondisi tersebut artinya pada LPD
knowledge sharing masih berada pada tataran
memiliki efek yang lebih signifikan pada kuantitas
inovasi. Hal tersebut ditunjukkan semakin
seringnya pengurus LPD mengikuti program-
program pelatihan (6,40) dapat meningkatkan
kemampuan dan selanjutnya ditransfer ke
anggota LPD lainnya. Selain itu pengurus bersama
dengan anggota lembaga yang lainnya, amat
sangat sering (6,24) untuk mengumpulkan
dokumen laporan secara rutin, juga sering
mengikuti program-program pengembangan
(6,17) yang dilaksanakan oleh LPLPD di tingkat
kabupaten maupun provinsi. Kegiatan pelatihan
dan pengembangan diharapkan akan dapat
mendorong kemampuan mengumpulkan
pengetahuan dari pengalaman sendiri pengurus
yang selanjutnya dapat di share kepada siapapun
yang terlibat di LPD. Oleh karena itu dapat
disampaikan bahwa semakin rutin mengikuti
program pelatihan-pelatihan, maka kemampuan
knowledge sharing pengurus LPD akan semakin
baik.
Salah satu indikator pengumpulan pengetahuan
dari pengalaman memiliki nilai terendah (5,40)
dari dimensi tacit knowledge sharing. Hal ini
menunjukkan bahwa pengurus walaupun
sebagian besar memiliki masa kerja di atas 10
tahun, tapi mereka belum menyadari manfaat
berbagi pengatahuan yang diperoleh dari

89
pengalaman secara langsung pengurus. Pengurus
LPD memiliki motivasi untuk berbagi
pengetahuan bersumber dari dokumen- dokumen
yang ada masih rendah . Hal ini ditunjukkan dari
nilai indikator dimensi eplicit knowledge sharing
yaitu berbagi pengetahun dari dokumen memiliki
nilai terendah yaitu 5,80.
c. Deskripsi Variabel Inovasi Organisasi (Y1)
Variabel inovasi organisasi dalam penelitian ini
direfleksikan dengan tujuh indikator. Adapun
hasil analisis deskriptif variabel inovasi organisasi
dapat disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Hasil Analisis Deskriptif Variabel
Inovasi Organisasi (Y1)
Persentase Jawaban Responden (%)
Rata
Indikator/ AS -
Kode STS TS CS S SS ASS Ket
Variabel TS Rata
Skor
1 2 3 4 5 6 7
Inovasi sangat
Y1 0,00 0,00 0,57 3,60 24,31 51,84 19,68 5,86
Organisasi tinggi
Mencari ide- sangat
Y11 0,00 0,00 0,00 3,97 16,56 58,94 20,53 5,96
ide baru tinggi
Menerapkan sangat
Y12 0,00 0,00 0,00 1,99 13,25 51,66 33,11 6,16
metode baru tinggi
Sistem
sangat
Y13 operasional 0,00 0,00 0,00 1,99 5,96 72,19 19,87 6,10
tinggi
yang kreatif
Terdepan
dalam sangat
Y14 0,00 0,00 0,66 1,99 31,79 47,68 17,88 5,80
pemasaran tinggi
produk
Terdepan
sangat
Y15 dalam sistem 0,00 0,00 1,32 1,99 31,13 39,74 25,83 5,87
tinggi
pelayanan
Kemampuan
mengelola sangat
Y16 0,00 0,00 1,32 9,27 46,36 39,07 3,97 5,35
risiko dari tinggi
inovasi
Peningkatan sangat
Y17 0,00 0,00 0,66 3,97 25,17 53,64 16,56 5,81
produk baru tinggi

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 11.a)


Ket : ASTS = amat sangat tidak setuju, STS = sangat tidak
setuju, TS = tidak setuju CS = cukup setuju, S = setuju, SS =
sangat setuju, ASS = amat sangat setuju

90
Tujuh indikator variabel inovasi organisasi dalam
penelitian ini yaitu melahirkan ide-ide baru,
mencari cara baru, sistem operasional yang
kreatif, pemasaran produk terdepan, sistem
pelayanan terdepan, mengelola risiko kegiatan
inovasi, dan peningkatan pengenalan produk
baru. Pada Tabel 5.5 nilai rata-rata skor variabel
inovasi organisasi adalah sebesar 5,86
menunjukkan skor rata-rata sangat tinggi.
Indikator menerapkan metode baru merupakan
wujud dari keinginan untuk memajukan dan
melakukan inovasi organisasi dengan nilai 6,16
hendaknya dipertahankan ataupun lebih
ditingkatkan. Beberapa LPD memberikan
kemudahan pada masyarakat dalam meminjam
maupun menyimpan dananya di LPD.
Kemudahan meminjam yang bisa diperoleh, salah
satunya adalah proses pencairan dana pada saat
meminjam lebih cepat dibandingkan dengan
lembaga keuangan lainnya. Sistem jemput bola
merupakan salah satu metode yang diterapkan
pada beberapa LPD, untuk mengumpulkan dan
menyalurkan dana masyarakat. Usaha untuk
menerapkan metode-metode baru tersebut juga
tidak dapat dipisahkan dari kreativitas pengurus
pada sistem operasional yang menunjukkan nilai
sebesar 6,10. Pengurus di beberapa LPD selalu
memotivasi masyarakat agar lebih dekat dengan
LPD, seperti dengan memberikan bingkisan
kepada nasabah yang memiliki simpanan
sejumlah tertentu serta masyarakat yang
melunasi pinjaman secara tepat waktu. Inovasi
yang dilakukan LPD juga dapat berupa program
kemitraan dengan instansi atau perusahaan
lainnya. Program kemitraan tersebut dapat
berupa LPD melalukan kerjasama dengan dealer
untuk melayani pembelian motor atau mobil
secara kredit. Selain itu pada beberapa LPD sudah
melakukan kerjasama dengan instansi PLN,
PDAM, Telkomsel serta BPJS terkait pembayaran
listrik, air, jaringan internet, serta pembayaran

91
BPJS kesehatan. Indikator kemampuan pengurus
mengelola risiko dari proses inovasi memiliki nilai
terkecil dan di bawah nilai rata-rata yaitu 5,35.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa inovasi yang
dilakukan pengurus belum didukung oleh
kemampuan untuk mengelola kemungkinan
risiko yang terjadi.
d. Deskripsi Variabel Kinerja Organisasi (Y2)
Variabel kinerja organisasi dalam penelitian ini
direfleksikan dengan sebelas indikator. Analisis
diskriptif variabel kinerja organisasi ditampilkan
pada Tabel 5.6. Variabel kinerja organisasi terdiri
dari sebelas yaitu pengurangan biaya-biaya,
peningkatan produktivitas karyawan,
peningkatan keuntungan, kualitas layanan,
kualitas produk, kepuasan pelanggan,
kemampuan problem solving, reputasi LPD,
responsif terhadap perubahan teknologi, alokasi
keuntungan bagi desa pakraman, alokasi
keuntungan untuk dana sosial. Berdasarkan
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa tidak ada
responden yang memberikan respon 1 (amat
sangat tidak setuju), 2(sangat tidak setuju) dan 3
(tidak setuju) artinya tidak ada yang
mempersepsikan memiliki kinerja organisasi amat
sangat rendah, sangat rendah.
Tabel 5.6
Hasil Analisis Deskriptif Variabel
Kinerja Organisasi (Y2)
FREKWENSI RESPON
RESPONDEN (%)
Kode
Rata-
Indikator ASTS STS TS CS S SS ASS Rata Ket
Skor

1 2 3 4 5 6 7

amat
Kinerja 0,
Y2 0,00 0,00 1,38 10,54 45,64 42,44 6,29 sangat
Organisasi 00
tinggi
Penurunan 14
0, 0, 0, 4, 46,3 34,4 sangat
Y201 biaya- ,5 6,11
00 00 00 64 6 4 tinggi
biaya 7

92
Produktivitas sangat
Y202 0,00 0,00 0,00 2,65 17,88 42,38 37,09 6,14
karyawan tinggi

Peningkatan sangat
Y203 0,00 0,00 0,00 1,32 15,89 52,98 29,80 6,11
profitabilitas tinggi
Peningkatan
sangat
Y204 kualitas 0,00 0,00 0,00 0,66 19,21 62,25 17,88 5,97
tinggi
pelayanan
Peningkatan amat
Y205 kualitas 0,00 0,00 0,00 0,66 13,25 52,98 33,11 6,19 sangat
produk tinggi
Peningkatan amat
Y206 kepuasan 0,00 0,00 0,00 0,66 16,56 43,05 39,74 6,22 sangat
pelanggan tinggi
Responsif
amat
terhadap
Y207 0,00 0,00 0,00 1,99 6,62 53,64 37,75 6,27 sangat
perubahan
tinggi
teknologi
Kemampuan amat
Y208 problem 0,00 0,00 0,00 1,99 7,28 35,76 54,97 6,44 sangat
solving tinggi
Memiliki amat
Y209 reputasi yang 0,00 0,00 0,00 0,66 1,99 62,25 35,10 6,32 sangat
baik tinggi
Alokasi
amat
keuntungan
Y210 0,00 0,00 0,00 0,00 1,32 26,49 72,19 6,71 sangat
bagi desa
tinggi
pakraman
Alokasi
amat
keuntungan
Y211 0,00 0,00 0,00 0,00 1,32 23,84 74,83 6,74 sangat
untuk dana
tinggi
sosial

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 11.a)


Ket : ASTS = amat sangat tidak setuju, STS = sangat tidak
setuju, TS = tidak setuju CS = cukup setuju, S = setuju, SS =
sangat setuju, ASS = amat sangat setuju
Beberapa indikator variabel kinerja organisasi yang
tetap harus dipertahankan, karena memiliki nilai di
atas rata-rata yaitu kemampuan problem solving
(6,44), memiliki reputasi yang baik (6,32),
mengalokasikan keuntungannya untuk desa
pakraman (6,71) serta untuk dana sosial (6,74).
Berdasarkan indikator-indikator tersebut
menunjukkan nilai tertinggi adalah alokasi
keuntungan LPD bagi desa pakraman serta untuk
dana sosial. Salah satu bentuk alokasi sebagian
keuntungan LPD bagi desa pakraman adalah untuk
memperbaiki taman telajakan desa, membantu
pendanaan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan
seperti mengkoordinir pelaksanaan ngaben dan

93
memukur masal. LPD turut mendanai pelaksanaan
piodalan pada tri kahyangan tiga juga merupakan
perwujudan alokasi keuntungan LPD bagi desa
pakraman. Sedangkan alokasi untuk dana sosial
diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu namun
berprestasi akan diberikan beasiswa. Bagi
masyarakat desa pakraman yang memiliki anggota
keluarga meninggal, diberikan dana santunan
sejumlah tertentu. Bentuk pengalokasian beberapa
persen keuntungan untuk desa pakraman dan dana
sosial di masing-masing wilayah berbeda-beda,
tergantung kebijakan pengurus serta kebutuhan
masyarakat.
Oleh karena itu penting untuk diperhatikan terkait
alokasi keuntungan bagi desa pakraman serta dana
sosial untuk meningkatkan reputasi dan
mempertahankan kinerja organisasi yang diharapkan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa LPD sebagai
salah satu microfinance milik desa pakraman disadari
memiliki salah satu peranan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan perekonomian masyarakat
(Mahmood et al., 2016 ). Menurut Bi & Pandey (2011)
yang melakukan penelitian pada microfinance di India
memberikan gambaran bahwa microfinance akan
dapat berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat
jika mampu mengkombinasikan usaha atau bisnis
dengan kegiatan-kegiatan sosial. Masyarakat desa
pakraman lebih merasakan keberadaan dan peranan
LPD jika mampu mengalokasikan sebagian
keuntungannya bagi desa pakraman serta untuk dana
sosial.

Hasil Analisis Inferensial


Pengolahan data untuk analisis model penelitian ini
menggunakan metode analisis Structural Equation
Modeling-Partial Least Square (SEM-PLS) dengan soffware
SmartPLS 3.0. Tahapan analisis model penelitian ini terdiri
dari dua yaitu: evaluasi model pengukuran/ measurement
model/outer model dan model struktural atau structural
model/inner model. Tahap model pengukuran atau outer

94
model dilakukan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas indikator-indikator masing-masing variabel
laten. Valid dan reliabel suatu indikator ditunjukkan oleh
sejumlah kriteria yaitu melalui convergent validity,
discriminant validity, composite reliability dan Cronbach’s
Alpha. Model struktural atau inner model dilakukan untuk
mengetahui ketepatan model penelitian. Ketepatan model
penelitian dalam hal ini dilakukan melalui sejumlah
pendekatan, yaitu dengan R-Square (R2), Q-Square
Predictive Relevance (Q2), dan Goodness of Fit (GoF).
1. Hasil Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)
Evaluasi model pengukuran (outer model) dilakukan
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator-
indikator pada masing-masing variabel yaitu: variabel
entepreneurial leadership, knowledge sharing, inovasi
organisasi dan kinerja organisasi. Indikator-indikator
pada variabel dalam penelitian ini seluruhnya bersifat
reflektif, sehingga evaluasi model pengukuran
didasarkan pada kriteria convergent validity,
discriminant validity, composite reliability, dan
Cronbach’s Alpha.
a. Convergent Validity
Convergent validity merupakan kriteria penentuan
validitas indikator-indikator pada masing-masing
variabel latennya. Suatu indikator dikatakan valid
apabila koefisien outer loading lebih besar dari
0,50 dan p-value < 0,05 serta tingkat signifikan (t-
statistics > 1,96) (Hair et al., 2010). Koefisien outer
loading menunjukkan besarnya konstribusi
indikator terhadap variabel. Hal ini memberikan
makna, bahwa koefisien outer loading yang
semakin besar menunjukkan semakin besar
kontribusi indikator tersebut terhadap variabel
latennya.
Pada variabel entrepreneurial leadership terdapat
salah satu indikator dari dimensi risk taking yaitu
mengekploitasi peluang potensial (X1.3.3),
dikeluarkan dari model penelitian karena memiliki
nilai 0,005 (< 0,50), p-value 0,973 ( > 0,05) dan t

95
statistik 0,033 ( < 1,96) (lamp. 12.a). Proses
pengujian dilakukan kembali dan diperoleh nilai
outer loading > 0,5 dan p-value < 0,05 dan t-
statistics > 1,96 (lampiran 12.b) yang berturut –
turut ditunjukkan pada Tabel 5.7, Tabel 5.8, Tabel
5.9, Tabel 5.10
Tabel 5.7
Hasil Uji Validitas Indikator Variabel
Entreprenurial Leadership
Outer
Kode Indikator Keterangan
Loading
X11 Proactiveness 0,835
Responsif terhadap tindakan
X1.1.1 0,722 valid
pesaing
Terdepan dalam produk valid
X1.1.2 0,744
baru
Terdepan dalam pelayanan valid
X1.1.3 0,656
baru
Terdepan dalam sistem valid
X1.1.4 0,619
administrasi baru
Terdepan dibandingkan valid
X1.1.5 0,672
pesaing
X1.2 Innovativeness 0,750

X1.2.1 Pengembangan lini produk 0,764 valid

Pengembangan sistem valid


X1.2.2 0,701
layanan
X1.2.3 Perubahan layanan cepat 0,753 valid

X1.3 Risk Taking 0,862


Kemampuan menganalisis Valid
X1.3.1 0,881
risiko
X1.3.2 Bertindak berani 0,887 Valid

X1.4 Etika Satya Laksana 0,870

X1.4.1 Jujur 0,755 Valid

X1.4.2 Memperhatikan stakeholder 0,718 Valid

X1.4.3 Bertanggung jawab 0,813 Valid

X1.4.4 Setia 0,728 Valid

X1.4.5 Taat pada peraturan 0,750 Valid

Sumber : Data diolah, 2017 (Lampiran 12.b)

96
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa semua indikator
dari empat dimensi variabel entrepreneurial
leadership memiliki nilai lebih besar dari 0,5
sehingga seluruh indikator dinyatakan valid. Pada
kelima indikator dimensi proactiveness, yang
menunjukkan nilai outer loading tertinggi adalah
indikator terdepan dalam produk baru, yaitu
sebesar 0,744, artinya indikator tersebut memiliki
kontribusi yang paling besar diantara lima
indikator lainnya, artinya indikator terdepan
dalam produk baru memiliki kontribusi terbesar
bagi proactiveness. Hal ini menunjukkan bahwa
selalu terdepan untuk melahirkan serta
memperkenalkan produk-produk baru yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa
pakraman merupakan wujud kemampuan
proaktif pengurus LPD.
Pada ketiga indikator dari dimensi innovativeness
menunjukkan bahwa pengembangan lini produk
(X1.2.1) merupakan indikator yang memiliki nilai
outer loading tertinggi yaitu sebesar 0,764.
Pengurus sebagai pelaksana operasional LPD
dituntut untuk mampu mengembangkan produk-
produk lembaga keuangan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat desa pakraman. Produk
beragam akan memberikan manfaat bagi
masyarakat desa pakraman sebagai pemilik
sekaligus sebagai nasabah LPD. Variasi tabungan,
deposito, kredit serta layanan jasa non kredit yang
ditawarkan jenisnya berbeda-beda pada masing
masing LPD, sehingga pengurus yang memiliki
kemampuan inovasi sangat diperlukan untuk
memahami kebutuhan masyarakat desa
pakraman.
Bertindak berani merupakan indikator risk taking
yang memiliki nilai outer loading tertinggi, yaitu
sebesar 0,887. Lingkungan dinamis dan semakin
meningkatnya produk-produk yang ditawarkan
lembaga keuangan selain LPD, menuntut
tindakan berani pengurus untuk melahirkan

97
terobosan-terobosan baru. Tindakan berani
pengurus LPD harus diimbangi dengan
menganalisis risiko untuk meminimalisir
masalah-masalah yang akan terjadi. Kerjasama
dengan pihak dealer untuk pemberian kredit
motor merupakan salah satu contoh tindakan
berani pengurus LPD yang harus diimbangi
dengan analisis terhadap kridibilitas krama desa
yang akan menggunakan fasilitas tersebut.
Berdasarkan Tabel 5.7 yang merefleksikan
dimensi etika satya laksana terbesar adalah
indikator perilaku bertanggung jawab dengan nilai
outer loading sebesar 0,813. Lembaga Perkreditan
Desa yang sehat, kuat, produktif, dan dipercaya
akan terwujud jika dalam setiap kegiatan
operasional pengurus selalu dilandasi oleh
perilaku bertanggung jawab kepada stakeholders
yang terdiri dari prajuru, pemerintah, pengelola
dan masyarakat desa pakraman. Pengurus yang
memperhatikan stakeholder dalam setiap
tindakannya maka otomatis menerapkan etika
satya laksana.
Nilai outer loading untuk variabel knowledge
sharing yang terdiri dari dimensi tacit knowledge
sharing dan dimensi explicit knowledge sharing
dinyatakan valid, karena memiliki nilai outer
loading di atas 0,50. Pada ketujuh indikator
dimensi tacit knowledge sharing dalam penelitian
ini ditunjukkan pada Tabel 5.8, bahwa berbagi
pengetahuan dari pengalaman sendiri
menunjukkan nilai tertinggi yaitu sebesar 0,811.
Individu dalam setiap organisasi memiliki
kemampuan, kepandaian, keterampilan, serta
potensi yang dapat berubah dan berkembang dari
waktu ke waktu. Masa kerja seseorang dalam
perusahaan berpengaruh terhadap kualitas kerja,
karena dengan masa kerja yang lebih lama
individu akan lebih banyak pengalaman dan
ketrampilan untuk menyelesaikan pekerjaan.
Berdasarkan karakteristik responden

98
menunjukkan bahwa masa kerja pengurus LPD
sebagian besar di atas sepuluh tahun. Sejalan
dengan bertambahnya masa kerja, maka
pengalaman serta keterampilan pengurus LPD
cenderung meningkat pula. Pengalaman serta
keterampilan yang diperoleh dari masa kerja
tersebut digunakan sebagai dasar melakukan
knowledge sharing dengan individu lainnya pada
LPD.
Tabel 5.8
Hasil Uji Validitas Indikator Variabel
Knowledge Sharing
Outer
Kode Indikator Keterangan
Loading
X2.1 Tacit Knowledge Sharing 0,914
Pengumpulan pengetahuan dari
X2.1.1 0,584 valid
pengalaman
Berbagi pengetahuan dari
X2.1.2 0,811 valid
pengalaman
Mengumpulkan pengetahuan tentang
X2.1.3 0,793 valid
LPD
Berbagi pengetahuan dengan berbagai valid
X2.1.4 0,661
pihak
Berbagi pengetahuan berdasarkan valid
X2.1.5 0,557
keahlian
Mengumpulkan pengetahuan valid
X2.1.6 0,552
berdasarkan keahlian
Menjadikan kegagalan sebagai valid
X217 0,573
pengalaman
X2.2 Explicit Knowledge Sharing 0,935
Berbagi pengetahuan melalui
X2.2.1 0,736 valid
dokumen
X2.2.2 Mempersiapkan laporan bersama tim 0,727 valid
Mengumpulkan dokumen laporan valid
X2.2.3 0,541
secara rutin
Dorongan mekanisme berbagi valid
X2.2.4 0,776
pengetahuan
X2.2.5 Mengikuti program pelatihan 0,500 valid
X2.2.6 Mengikuti program pengembangan 0,502 valid
X2.2.7 Pemanfaatan teknologi informasi 0,631 valid

Sumber : Data diolah, 2017 (Lampiran 12.b)


Berdasarkan tabel 5.8, indikator dorongan
mekanisme berbagi pengetahuan pada dimensi
explicit knowledge sharing menunjukkan nilai
tertinggi yaitu sebesar 0,776. Pemerintah serta
pengurus LPD memiliki peranan bagi mekanisme

99
yang dapat mendorong proses knowledge sharing
pada LPD. Program pelatihan yang diadakan oleh
pemerintah akan memberikan manfaat bagi
lembaga jika materi yang diperoleh saat pelatihan
disosialisasikan pada LPD. Pengurus LPD
sebagian besar memiliki masa kerja di atas 10
tahun, maka pengalaman selama menjabat
dipergunakan sebagai dasar untuk proses
knowledge sharing.
Variabel inovasi organisasi (Y1) merupakan
konstruk first order dengan indikator reflektif.
Inovasi organisasi adalah konstruk yang
direfleksikan oleh tujuh indikator yaitu mencoba
ide-ide baru, menerapkan metode baru, sistem
operasional yang kreatif, terdepan dalam
pemasaran produk, terdepan dalam sistem
pelayanan, kemampuan mengelola risiko dari
inovasi, serta peningkatan produk baru. Ketujuh
indikator tersebut dinyatakan valid karena outer
loading memiliki nilai di atas 0,5, yang
ditunjukkan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9
Hasil Uji Validitas Indikator
Variabel Inovasi Organisasi
Outer
Kode Indikator Keterangan
Loading
Y1.1 Mencoba ide-ide baru 0,769 valid
Y1.2 Menerapkan metode baru 0,575 valid

Y1.3 Sistem operasional yang kreatif 0,639 valid


Terdepan dalam pemasaran valid
Y1.4 0,665
produk
Y1.5 Terdepan dalam sistem pelayanan 0,855 valid
Kemampuan mengelola risiko dari valid
Y1.6 0,542
inovasi
Y1.7 Peningkatan produk baru 0,698 valid

Sumber : Data diolah, 2017 (Lampiran 12.b)


Berdasarkan Tabel 5.9 menunjukkan indikator
terdepan dalam pelayanan memiliki nilai tertinggi
yaitu sebesar 0,855. Lembaga Perkreditan Desa
memiliki peran yang sangat strategis dalam

100
melayani Usaha Kecil, Mikro (UMK) dan
masyarakat desa pakraman di Bali melalui jasa
keuangan sesuai dengan kebutuhan nasabah,
yaitu prosedur yang sederhana, proses singkat,
kedekatan lokasi dengan nasabah dan adanya
skim kredit yang fleksibel. Lembaga Perkreditan
Desa juga melayani nasabah dengan pendekatan
personal dan melalui pelayanan jemput bola.
Potensi UMK yang dilayani masih sangat besar
dan tidak semuanya dapat dilayani oleh lembaga
keuangan formal, seperti BPR, Bank Umum serta
lembaga keuangan lainnya. Melalui pendekatan
personal terkait memberikan pemahaman bahwa
kesuksesan LPD sangat tergantung dari peran
serta krama desa. Bank mini sekolah merupakan
salah satu inovasi produk, yang bertujuan untuk
mengedukasi dan menyasar memberikan
pelayanan kepada anak-anak sekolah tentang
LPD.
Kinerja organisasi adalah konstruk yang
direfleksikan oleh sebelas indikator. Tabel 5.10
menunjukkan hasil uji validitas indikator variabel
kinerja organisasi. Seluruh indikator kinerja
organisasi adalah valid dengan nilai outer
loadingnya di atas 0,5.
Tabel 5.10
Hasil Uji Validitas Indikator
Variabel Kinerja Organisasi
Outer
Kode Indikator Keterangan
Loading
Y2.1 Penurunan biaya-biaya 0,513 valid

Y2.2 Produktivitas karyawan 0,515 valid

Y2.3 Peningkatan profitabilitas 0,564 valid

Y2.4 Peningkatan kualitas pelayanan 0,512 valid

Y2.5 Peningkatan kualitas produk 0,566 valid

Peningkatan kepuasan valid


Y2.6 0,559
pelanggan
Responsif terhadap perubahan valid
Y2.7 0,661
teknologi

101
Y2.8 Kemampuan problem solving 0,560 valid

Y2.9 Memiliki reputasi yang baik 0,737 valid

Alokasi keuntungan bagi desa valid


Y2.10 0,564
pekraman
Alokasi keuntungan untuk dana valid
Y211 0,506
sosial

Sumber : Data diolah, 2017 (Lampiran 12.b)


Indikator yang memiliki nilai tertinggi adalah
memiliki reputasi yang baik, dengan nilai sebesar
0,737. Kepercayaan merupakan salah satu faktor
yang menentukan kesuksesan lembaga
keuangan. Perkembangan dan kemajuan LPD
sangat ditentukan oleh partisipasi aktif
masyarakat desa pakraman dalam memanfaatkan
produk-produk LPD. Lembaga Perkreditan Desa
yang memiliki reputasi baik, akan meningkatkan
kepercayaan masyarakat untuk menempatkan
dananya di LPD.
b. Discriminant Validity
Discriminant valdity merupakan kriteria validitas
yang dilakukan dengan membandingkan koefisien
square roof of variance extracted (√AVE) setiap
variabel dengan koefisien korelasi antar variabel
dalam model penelitian (Fornell & Larcker, 1981).
Indikator-indikator suatu variabel dapat
dikatakan valid berdasarkan kriteria discriminant
validity, jika nilai √AVE lebih besar dari koefisien
korelasi antar variabel laten dalam model. Hasil
perhitungan discriminant validity penelitian ini
ditunjukkan dalam Tabel 5.11
Tabel 5.11
Discriminant Validity Variabel Entreprenurial
Leadership, Knowledge Sharing, Inovasi
Organisasi, dan Kinerja Organisasi
Variabel AVE √AVE X1 Y1 Y2 X2
Entrepreneurial
0,589 0,767 1,000
Leadership (X1)
Inovasi
0,629 0,793 0,523 1,000
Organisasi (Y1)

102
Kinerja
0,571 0,756 0,617 0,645 1,000
Organisasi (Y2)
Knowledge
0,523 0,723 0,612 0,505 0,504 1,000
Sharing (X2)

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 12.d)


Berdasarkan Tabel 5.11 perhitungan discriminant
validity menunjukkan bahwa koefisien square roof
of variance extracted (√AVE) sebesar 0,767, 0,793,
0,756, 0,723 lebih besar dari koefisien korelasi
antar variabel yaitu 0,523; 0,617; 0,612; 0,645;
0,505 dan 0,504. Berdasarkan hal tersebut maka
dikatakan valid secara diskriminan.
c. Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha
Composite reliability dan Cronbach’s Alpha
merupakan pengukuran reliabilitas antar blok
indikator dari variabel yang membentuk model
penelitian. Composite reliability dan Cronbach’s
Alpha dikatakan baik jika nilainya di atas 0,70
(Chin et al., 1999). Berdasarkan hasil pengolahan
data dengan program SmartPLS 3.0, diperoleh
nilai composite reliability dan Cronbach’s Alpha
seperti ditunjukkan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12
Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha
Variabel Entrepreneurial Leadership, Knowledge
Sharing, Inovasi Organisasi dan Kinerja Karyawan
Composite Cronbach’s
Variabel
Reliability Alpha
Entrepreneurial 0,903 0,884
Leadership (X1)
Inovasi Organisasi 0,832 0,758
(Y1)
Kinerja Organisasi 0,794 0,739
(Y2)
Knowledge 0,860 0,824
Sharing (X2)

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 12.c)


Tabel 5.12 memperlihatkan bahwa composite
reliability dan Cronbach’s Alpha untuk masing-
masing variabel penelitian nilainya di atas 0,70,

103
sehingga reliabilitas antar blok indikator
dinyatakan memiliki reliabilitas yang baik. Hasil
evaluasi model pengukuran (outer model) yang
didasarkan pada kriteria convergent validity,
discriminant validity, composite reliability, dan
cronbach’s alpha, menunjukkan bahwa telah
memenuhi kriteria pengujian validitas dan
reliabilitas.
2. Hasil Evaluasi Model Struktural (Inner Model)
Pengukuran model struktural (inner model) dilakukan
untuk mengetahui seberapa baik model penelitian
yang dibentuk dengan sejumlah variabel. Kriteria
pengujian model pengukuran dalam penelitian ini
ditunjukkan berdasarkan sejumlah kriteria yaitu: R-
Square (R2), Q-Square Predictive (Q2), dan Goodness of
Fit (GoF), mengacu hasil pengolahan data SmartPLS
3.0 pada Tabel 5.13
Tabel 5.13
R-Square (R2) Variabel Inovasi Organisasi,
dan Kinerja Organisasi
Variabel R-Square (R2) Keterangan
Inovasi Organisasi (Y1) 0,328 Pengaruh Kuat
Kinerja Organisasi (Y2) 0,558 Pengaruh Kuat

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 12.e)


a. R-Square (R2)
Berdasarkan Tabel 5.13 nilai R-Square (R2) untuk
variabel inovasi organisasi (Y1) sebesar 0,328, dan
kinerja organisasi (Y2) sebesar 0,558. Nilai R2
sebesar 0,328 pada variabel endogen inovasi
organisasi berarti bahwa inovasi organisasi
32,80% dipengaruhi oleh entrepreneurial
leadership dan knowledge sharing, selebihnya
(67,2% ) adalah faktor lain. Nilai R2 sebesar 0,558
pada variabel endogen kinerja organisasi, berarti
bahwa kinerja organisasi 55,80% dipengaruhi
oleh inovasi organisasi, selebihnya 44,2% adalah
faktor lain. Mengacu pada kiriteria yang
ditetapkan oleh Cohen ( 1988 : 413-414), bahwa

104
nilai R2 tersebut tergolong kuat, karena
menunjukkan angka yang mendekati 1.
b. Q-Square Predictive Relevance (Q2)
Q-Square Predictive Relevance (Q2) merupakan
pengukur seberapa baik observasi yang dapat
dihasilkan oleh model penelitian. Q2 memiliki
rentang nilai berkisar antara 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu). Semakin dekat dengan nilai satu,
berarti model memiliki observasi yang semakin
baik. Evaluasi model struktural (inner model)
dengan kriteria Q2 predictive relevance didasarkan
pada nilai R2 pada masing-masing variabel
endogen yang ditunjukkan dalam Tabel 5.13 serta
dihitung dengan rumus:
Q2 = 1 – {(1-R2Y1)(1-R2Y2)}
Q2 = 1 – {(1-0,328)(1-0,558)}
Q2 = 1 – {(0,672)(0,442)}
Q2 = 1- 0,297024
Q2 = 0,7030
Hasil perhitungan Q2 menunjukkan nilai sebesar
0,7030, yang artinya 70,30% hubungan antara
variabel eksogen dan endogen dapat dijelaskan
secara baik oleh model penelitian, sedangkan
sisanya 29,7% adalah faktor lain yang tidak
diperhitungkan dalam model penelitian. Hal ini
mengandung makna bahwa 70,30% variabel
kinerja organisasi dapat dijelaskan oleh
entrepreneurial leadership, knowledge sharing,
inovasi organisasi, sedangkan 29,7% merupakan
faktor lain di luar model penelitian. Menurut Chin
(1998: 317), bahwa nilai Q-square semakin
mendekati 1 menunjukkan bahwa model memiliki
predictive relevance yang baik.

105
c. Goodness of Fit (GoF)
Goodness of Fit (GoF) merupakan kriteria untuk
mengetahui tingkat ketepatan (fit) model. GoF
memiliki rentang nilai antara 0 (nol) sampai
dengan 1 (satu). Semakin mendekati nilai satu,
maka GoF dikatakan semakin baik. Perhitungan
GoF didasarkan pada nilai R2 dan nilai AVE pada
masing-masing variabel yang ditunjukkan dalam
Tabel 5.11 dan Tabel 5.13. Formula perhitungan
GoF adalah sebagai berikut:
GoF = √(A̅V̅E̅ x ̅R2̅ )
GoF =
√[{(0,767+0,793+0,756+0,723)/4}x{(0,328+0,558)/
2)}]
GoF = √ {(0,7623 )(0,443)}
GoF = √ (0,338)
GoF = 0,581
Hasil perhitungan GoF menunjukkan nilai sebesar
0,581, berdasarkan kriteria GoF menurut Akter et
al. (2011), nilai di atas 0,581 tergolong GoF yang
besar. Hal ini berarti bahwa model penelitian
memiliki tingkat akurasi model yang tinggi.
Berdasarkan hasil evaluasi model struktural
(inner model) yang diukur dengan kriteria R-
Square (R2), Q-Square Predictive Relevance (Q2),
dan Goodness of Fit (GoF), maka hasil pengukuran
dapat dinyatakan masuk dalam kategori besar.
Oleh karena seluruh kriteria evaluasi model
struktural yang dipergunakan (R2, Q2, dan GoF)
menunjukkan hasil yang baik, maka model
penelitian yang mengintegrasikan variabel
entrepreneurial leadership, knowledge sharing,
inovasi organisasi dan kinerja organisasi
termasuk model yang baik.
Berdasarkan dua tahapan evaluasi model yaitu
tahap model pengukuran atau outer model dan
tahap model struktural atau inner model, dimana

106
kedua tahapan tersebut memberikan hasil yang
memenuhi kreteria, maka dapat dilanjutkan pada
tahapan selanjutnya yaitu pengujian dimensi dan
indikator etika satya laksana serta tahapan
pengujian hipotesis penelitian. Pengujian dimensi
dan indikator etika satya laksana serta tahapan
pengujian hipotesis penelitian didasarkan pada
Gambar 5.1

-------------------------------
Gambar 5.1 Path Coeffisien Variabel Entrepreneurial Leadership,
Knowledge Sharing, Inovasi Organisasi, Kinerja Organisasi
Ket : EL (X1) = Entrepreneurial leadership, X1.1 = Proactiveness,
X1.2 = Innovativeness, X1.3 = Risk taking, X1.4 = Etika satya
laksana
KS (X2) = Knowledge Sharing, X2.1 = Tacit knowledge, X2.2 =
Explicit knowledge
IO (Y1) = Inovasi Organisasi, KO (Y2) = Kinerja Organisas

107
Pengujian Dimensi dan Indikator Etika satya laksana
1. Indikator-indikator jujur, memperhatikan
stakeholder, bertanggung jawab, setia, dan taat pada
peraturan merefleksikan dimensi etika satya laksana
Etika satya laksana merupakan bagian dari panca
satya dan sebagai salah satu landasan bagi pemimpin
Hindu dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Satya
laksana memiliki makna jujur dan bertanggung jawab
dalam setiap perilaku. Berdasarkan proposisi
Rahyuda dkk. (2015) serta hasil eksplorasi (Tabel 4.3
& Lampiran 4.a) menunjukkan bahwa satya laksana
pada LPD terdiri dari indikator jujur, memperhatikan
stakeholder, bertanggung jawab, setia, serta taat pada
peraturan. Adapun perbedaan hasil eksplorasi etika
satya laksana penelitian ini dengan proposisi hasil
penelitian Rahyuda dkk. (2015) yaitu terdapatnya
indikator taat pada peraturan.
Indikator etika satya laksana yang terdiri dari jujur,
memperhatikan stakeholder, bertanggung jawab,
setia, serta taat peraturan secara valid dan reliabel
merefleksikan dimensi etika satya laksana. Hal ini
ditunjukkan dari hasil pengujian analisis content
validity ratio (CVR) pada Tabel 5.3. Berdasarkan hasil
analisis CVR menunjukkan bahwa seluruh indikator
etika satya laksana lebih besar dari 0,7 (> 0,70). Hasil
uji validitas dan reliabilitas menunjukkan indikator-
indikator dan dimensi satya laksana adalah valid (>
0,3 ) dan reliabel (> 0,7), dilihat dari nilai outer loading
dan Cronbach’s Alpha (lampiran 12.b & 12.c).
Koefisien outer loading masing- masing indikator juga
menunjukkan refleksi indikator etika satya laksana
terhadap variabel entrepreneurial leadership yaitu
pada Tabel 5.14. Berdasarkan hal tersebut maka
indikator-indikator perilaku transparansi (X1.4.1),
memperhatikan stakeholder (X1.4.2),
bertanggungjawab (X1.4.3), setia (X1.4.4), taat pada
peraturan (X1.4.5), menunjukkan bahwa indikator-
indikator etika satya laksana mampu merefleksikan
dimensi etika satya laksana. Hal tersebut

108
ditunjukkan dari nilai outer loading indikator-
indikator satya laksana tersebut lebih besar dari 0,50,
dengan t-statistics > 1,96 atau p-value < 0,05.
Indikator-indikator tersebut juga memenuhi kreteria
reliabel, karena memiliki nilai Cronbach’s Alpha > 0,7
(lampiran 12.c).
Tabel 5.14
Refleksi Indikator Jujur, Memperhatikan Stakeholder,
Bertanggung Jawab, Setia, Serta Taat Peraturan
Terhadap Dimensi Etika Satya Laksana
Koefisien
t-
Indikator Outer p-value Keterangan
statistics
Loading
Jujur (X1.4.1) 0,755 15,932 0,000 Signifikan
Memperhatikan 0,718 13,689 0,000 Signifikan
Staholder (X1.4.2)
Bertanggungjawab 0,813 22,264 0,000 Signifikan
(X1.4.3)
Setia (X1.4.4) 0,728 14,169 0,000 Signifikan
Taat pada 0,750 15,636 0,000 Signifikan
peraturan (X1.4.5)

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 12.b)


2. Dimensi Etika Satya Laksana merefleksikan variabel
Entrepreneurial Leadership
Refleksi dimensi etika satya laksana terhadap variabel
entrepreneurial leadership ditunjukkan pada Tabel
5.15 .
Tabel 5.15
Refleksi Dimensi etika satya laksana
terhadap Entrepreneurial Leadership
Koefisien p- t–
Dimensi Keterangan
Outer Loading Value statistics

Etika satya 0,870 0,000 37,335 Signifikan


laksana (X1.4)

Sumber: Data diolah, 2017 (lampiran 12.b; 12.k; 12.l )

109
Tabel 5.15 menunjukkan refleksi dimensi etika
satya laksana terhadap entrepreneurial leadership
nilainya sebesar 0,870 lebih besar dari 0,50 ( >
0,50) dengan nilai t statistik 37,335 lebih besar
dari 1,96 ( > 1,96) serta p-value 0,000 lebih kecil
dari 0.005 ( < 0,05). Hal tersebut menunjukkan
bahwa dimensi etika satya laksana, mampu
merefleksikan variabel entrepreneurial leadership.
Semakin besar koefisien outer loading maka
semakin besar kontribusi indikator tersebut
terhadap variabel latennya.

Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Hipotesis Pengaruh Langsung
Masing-masing hipotesis penelitian dievaluasi secara
rinci didasarkan pada hasil pengolahan data
penelitian yang diproses dengan software SmartPLS
3.0, dan hasilnya ditunjukkan dalam Gambar 5.1
serta Tabel 5.16.
Tabel 5.16
Pengaruh Variabel Eksogen Terhadap Variabel Endogen
Hubungan Antar Direct p- t-
Keterangan
Variabel effect value statistik
X 1 → Y1 0,342 0,003 2,959 Signifikan
X 1 → Y2 0,419 0,000 4,745 Signifikan
X 2 → Y1 0,296 0,009 2,639 Signifikan
Tidak
X 2 → Y2 0,043 0,663 0,436
Signifikan
Y1 → Y2 0,404 0,000 3,959 Signifikan
Sumber: Data diolah, 2017 ( lampiran 12.f )
Ket. : X1= entrepreneurial leadership, X2= knowledge
sharing, Y1= inovasi organisasi, Y2= Kinerja organisasi
Pengolahan data pada Gambar 5.1 serta Tabel 5.16
menunjukkan bahwa variabel eksogen X1
(entrepreneurial leadership) berpengaruh secara positif
signifikan terhadap Y1 (inovasi organisasi). Hal ini
ditunjukkan nilai jalur dari X1 ke Y1 sebesar 0,342
dengan t-statistics sebesar 2,959 (> 1,96) dan p-values

110
sebesar 0,003 (< 0,05). Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) yang
menyatakan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh secara positif signifikan terhadap inovasi
organisasi diterima. Terdapat indikasi bahwa,
semakin kuat entrepreneurial leadership pengurus
LPD, maka inovasi organisasi juga semakin
meningkat.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.1
serta Tabel 5.16 menunjukkan bahwa variabel
eksogen X1 (entrepreneurial leadership) berpengaruh
secara positif signifikan terhadap Y2 (kinerja
organisasi). Hal ini ditunjukkan nilai jalur dari X1 ke
Y2 sebesar 0,419 dengan dengan t-statistics sebesar
4,745 > 1,96 dan p-values sebesar 0,000 < 0,05. Hasil
pengujian ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua
(H2) yang menyatakan bahwa entrepreneurial
leadership berpengaruh secara positif signifikan
terhadap kinerja organisasi diterima. Hal ini berarti
bahwa, semakin kuat entrepreneurial leadership
pengurus LPD, maka kinerja organisasi semakin
meningkat.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.1
serta Tabel 5.16 menunjukkan bahwa variabel
eksogen X2 (knowledge sharing) berpengaruh secara
positif signifikan terhadap Y1 (inovasi organisasi).
Hasil ini ditunjukkan oleh nilai jalur dari X2 ke Y1
sebesar 0,296 dengan t-statistics sebesar 2,639 > 1,96
dan p-values sebesar 0,009 < 0,05. Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa hipotesis ketiga (H3) yang
menyatakan bahwa knowledge sharing berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap inovasi
organisasi pada LPD di Bali diterima. Hal ini berarti
bahwa makin sering intensitas knowledge sharing
oleh pengurus LPD, maka inovasi organisasi semakin
meningkat.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.1
serta Tabel 5.16 menunjukkan bahwa variabel
eksogen X2 (knowledge sharing) tidak berpengaruh
terhadap Y2 (kinerja organisasi). Hasil ini ditunjukkan

111
oleh nilai jalur dari X2 ke Y1 sebesar 0,296 dengan t-
statistics sebesar 0,663 (< 1,96) dan p-values sebesar
0,436 ( > 0,05). Hasil pengujian ini menunjukkan
bahwa hipotesis keempat (H4) yang menyatakan
bahwa knowledge sharing berpengaruh secara positif
signifikan terhadap kinerja organisasi pada LPD di
Bali ditolak. Hal ini berarti bahwa, intensitas
knowledge sharing yang dilakukan oleh pengurus
LPD, tidak memberikan variasi terhadap kinerja
organisasi.
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.1
serta Tabel 5.16 menunjukkan bahwa Y1 (inovasi
organisasi) berpengaruh positif signifikan terhadap Y2
(kinerja organisasi). Hasil ini ditunjukkan oleh nilai
jalur dari Y1 ke Y2 sebesar 0,404 dengan t-statistics
sebesar 3,959 > 1,96 dan p-values sebesar 0,000 <
0,05. Hasil pengujian ini membuktikan bahwa
hipotesis kelima (H5) yang menyatakan bahwa inovasi
organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja organisasi dapat diterima. Hal ini berarti
bahwa, semakin tinggi inovasi organisasi pada LPD,
maka kinerja organisasi juga semakin meningkat.
2. Pengujian Hipotesis Pengaruh Tidak Langsung
Pengujian pengaruh tidak langsung dalam penelitian
ini menggunakan konsep Variance Accepted For (VAF),
yaitu membandingkan indirect effect dengan total
indirect effect, dengan rumus:
Indirect Effect
VAF = -------------------------
Total Indirect Effect
a. Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat
dihitung nilai VAF pengaruh entrepreneurial
leadership terhadap kinerja organisasi melalui
inovasi sebagai berikut:
Indirect Effect
VAF(EL→INOV→KO) = -------------------------
Total Indirect Effect

112
0,342 X 0,404
VAF(EL→INOV→KO) = ------------------------------
0,419 + (0,342 X 0,404)
0,318
VAF(EL→INOV→KO) = --------------
0,557
VAF(EL→INOV→KO) = 0,248
Berdasarkan kreteria Hair et al., (2013), dimana
nilai VAF berada diantara 0,20 -0,80 tergolong
mediasi parsial, maka dalam penelitian ini inovasi
organisasi termasuk pemediasi secara parsial
pada pengaruh entrepreneurial leadership
terhadap kinerja organisasi. Total pengaruh
langsung dari entrepreneurial leadership ke
kinerja organisasi adalah sebesar 0,419 dan
menjadi 0,557 setelah adanya inovasi, artinya
terjadi peningkatan sebesar 0,12 (279,07%).
Hasil pengujian ini membuktikan bahwa
hipotesis keenam (H6) yang menyatakan bahwa
inovasi organisasi berperan sebagai pemediasi
pengaruh entrepreneurial leadership terhadap
kinerja organisasi dapat diterima.
b. Berdasarkan rumus tersebut, maka dapat
dihitung nilai VAF peran inovasi organisasi
memediasi pengaruh knowledge sharing terhadap
kinerja organisasi sebagai berikut:
Indirect Effect
VAF(KS→INOV→KO) = -------------------------
Total Indirect Effect
0,296 X 0,404
VAF(KS→INOV→KO) = ------------------------------
0,043 + (0,296 X 0,404)
0,120
VAF(KS→INOV→KO) = --------------
0,163
VAF(KS→INOV→KO) = 0,736

113
Berdasarkan konsep Hair et al., (2013), dimana
nilai VAF berada diantara 0,20 -0,80 tergolong
mediasi parsial, maka dalam penelitian ini inovasi
organisasi termasuk pemediasi secara parsial
pada pengaruh knowledge sharing terhadap
Kinerja Organisasi. Hasil pengujian ini
membuktikan bahwa hipotesis ketujuh (H7) yang
menyatakan bahwa inovasi organisasi berperan
sebagai pemediasi pengaruh knowledge sharing
terhadap kinerja organisasi dapat diterima.

114
BAB 7
PENGARUH ENTREPRENEURIAL
LEADERSHIP

Terhadap Inovasi Organisasi


Hasil analisis menunjukkan bahwa entrepreneurial
leadership berpengaruh secara positif signifikan terhadap
inovasi organisasi. Hal ini memberikan indikasi bahwa
entrepreneurial leadership yang semakin kuat akan
mampu meningkatkan inovasi organisasi. Dewasa ini,
lingkungan yang semakin kompetitif memerlukan
pendekatan kewirausahaan (entrepreneurship) yang lebih
efektif pada pengelolaan organisasi. Pemimpin yang
memiliki kemampuan kewirausahaan merupakan
penggerak inovasi organisasi. Fernald et al. (2005)
menyatakan bahwa entrepreneurial leadership merupakan
salah satu gaya kepemimpinan untuk dapat
mengantisipasi ketidakpastian lingkungan usaha.
Menurut Kuratko (2007) bahwa ketidakpastian
lingkungan membutuhkan kemampuan seorang
pemimpin untuk menetapkan, mengaplikasikan visi
secara fleksibilitas, serta berfikir strategik dengan
melakukan perubahan melalui inovasi organisasi. Dalam
hal menghadapi ketidakpastian lingkungan seorang
pemimpin yang berorientasi entrepreneur akan mampu
mendorong tumbuhnya inovasi organisasi sehingga dapat
mencapai keunggulan bersaing.
Kesuksesan seorang pemimpin akan tercapai jika
didukung oleh kemampuan entrepreneur. Pemimpin yang
memiliki kemampuan entrepreneur adalah pemimpin yang
memiliki sikap proaktif, inovatif dan risk taking. Menurut
Ireland et al., 2003 bahwa pemimpin yang memiliki
kemampuan entrepreneur dapat meningkatkan kreativitas

115
serta inovasi pada organisasi. Tarabishy dan Solomon
(2005), entrepreneurial leadership diistilahkan dengan
entrepreneurial strategic posture (ESP). Istilah tersebut
memiliki arti bahwa gaya kepemimpinan entrepreneurial
leadership mencerminkan pemimpin yang
mempertimbangkan dampak jangka panjang kreativitas
yang dihasilkan dari kegiatan entrepreneur. Menurut
Chen (2007) bahwa perilaku risk taking dan proactive
seorang entrepreneurial leader akan dapat menghadapi
ketidakpastian lingkungan dan mendorong agar anggota
organisasinya mampu berinovasi. Kepemimpinan
wirausaha bertujuan melahirkan inovasi melalui perilaku
proactive dan risk taking (D'Intino et al., 2008). Oleh
karena itu dalam situasi persaingan yang sangat ketat
dewasa ini, maka LPD sangat membutuhkan pemimpin
yang memiliki karakter entrepreneur, yang dicerminkan
dengan sikap proaktif, inovatif dan risk taking.
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa seorang
pemimpin yang memiliki jiwa entrepreneur mampu
meningkatkan inovasi pada suatu organisasi. Jones dan
Crompton (2009) mengembangkan model pengaruh
entrepreneurial leadership terhadap inovasi organisasi
dengan memperhatikan pendekatan etika bagi
kepentingan internal dan eksternal stakeholder. Etika
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh
seorang entrepreneurial leadership, karena jika etika
diabaikan akan dapat memunculkan sisi gelap yang
diistilahkan dengan the dark side of entrepreneurial
leadership (Kuratko & Goldsby, 2004). Perilaku
entrepreneur pemimpin cenderung mengandung risiko
yang tinggi, karena mereka akan terlibat dalam aktivitas
perilaku yang tidak etis. Oleh karena itu risiko yang
ditimbulkan dari perilaku entrepreneur tersebut dapat
diminimalisir dengan diperhatikannya konsep etika oleh
pemimpin (Darling et al., 2007). Berdasarkan kajian yang
telah disebutkan maka seorang pemimpin selain memiliki
karakter entrepreneur juga harus menerapkan etika di
dalam pengelolaan organisasinya untuk meminimalisir
risiko yang ditimbulkan. Dalam jangka pendek karakter
entrepreneur yang menghalalkan segala cara dan
mengabaikan etika akan memberikan keuntungan yang

116
besar bagi perusahaan. Akan tetapi dalam jangka panjang
dikhawatirkan berdampak buruk bagi keberlangsungan
perusahaan. Hal tersebut juga berlaku pada LPD, sebagai
salah satu microfinance non bank di Bali.
Salah satu etika seorang pemimpin yang diiyakini oleh
pengurus LPD adalah satya laksana. Satya laksana
sebagaimana telah disebutkan merupakan salah satu
bagian dari panca satya yang menekankan pada
kejujuran, memperhatikan stakeholder, bertanggung
jawab, setia dan taat pada peraturan. Hal ini disebutkan
sebagai etika satya laksana, sehingga entrepreneurial
leadership dalam penelitian ini selain terdiri dari proaktif,
inovatif dan risk taking (Tarabishy & Solomon, 2005; Chin,
2007; Jagdale & Shankar, 2014) juga mengandung unsur
etika satya laksana. Sejalan dengan Kuratko (2007)
seorang entrepreneurial leadership yang dalam
aktivitasnya selalu berlandaskan etika diistilahkan
dengan ethical entrepreneurial leadership.
Pemimpin yang memiliki karakter entrepreneur cenderung
lebih kreatif, inovatif dan berani mengambil risiko dari
peluang-peluang yang ada pada lingkungan usahanya.
Hal ini mendorong organisasi lebih inovatif. Sejumlah
hasil penelitian mendukung adanya hubungan antara
entrepreneurial leadership dengan inovasi organisasi,
yaitu Kusmintarwanto (2014) dan Gupta et al. (2004).
Hasil penelitian Kusmintarwanto (2014) pada pemilik
Usaha Mikro Kecil di Jawa Timur menunjukkan bahwa
entrepreneurial leadership berpengaruh positif signifikan
terhadap inovasi produk. Sejalan dengan hasil penelitian
Da et al. (2014) menunjukkan bahwa entrepreneurial
leadership berpengaruh positif signifikan terhadap
inovasi. Gupta et al. (2004) menyatakan bahwa
entrepreneurial leader atau pemimpin kewirausahaan
adalah peran seorang pemimpin dalam unit bisnis,
dengan kapasitas untuk menciptakan berbagai inovasi
agar mampu bersaing dengan lingkungan tidak pasti.
Peran pemimpin di semua tingkat organisasi sangat
penting untuk menjadi ujung tombak inovasi dan sebagai
proses mempertahankan momentum hingga
menghasilkan inovasi.

117
Persepsi pengurus LPD serta analisis data sampel variabel
entrepreneurial leadership pada penelitian ini
menunjukkan bahwa dimensi etika satya laksana dan
risk taking memiliki nilai tertinggi. Hal ini berarti bahwa
untuk pengurus LPD, lebih diutamakan yang bertindak
berani untuk menghadapi lingkungan dinamis serta
memiliki etika di dalam pengelolaan lembaga. Pengurus
LPD yang memiliki sikap berani dan berperilaku etis dapat
menggerakkan anggota organisasi ke arah perilaku kreatif
karyawan yang selanjutnya berpengaruh pada inovasi
organisasi. Inovasi yang dimaksudkan dapat berupa
setiap transaksi yang dilakukan nasabah akan langsung
terhubung dengan android nasabah, yang hampir sama
dengan cara kerja m- banking. Jika nasabah dalam hal ini
masyarakat desa pakraman melakukan penyetoran dana
ke LPD maka otomatis laporan akan terlihat pada android
nasabah. Hal ini merupakan salah satu langkah inovasi
untuk memperkecil kecurangan-kecurangan yang
kemungkinan dilakukan oleh collector.
Hal tersebut bermakna untuk mencapai sasaran sesuai
dengan visi dan misi LPD, di masa mendatang dibutuhkan
pengurus berorientasi entrepreneur, yang diwujudkan
melalui bertindak berani serta memperhatikan etika pada
setiap kegiatannya. Pemimpin yang memperhatikan etika
merupakan salah satu wujud aktualisasi dari good
corporate governance (Othman et al., 2012). Terwujudnya
industri LPD yang sehat, kuat, produktif, dan dipercaya
sebagai lembaga keuangan mikro untuk mendukung
pembangunan pedesaan serta pelestarian adat dan
budaya Bali sangat didukung oleh pengurus yang
memiliki orientasi entrepreneur (entrepreneurial
leadership) dengan berlandaskan etika yang tinggi.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Dhar (2016), bahwa
pemimpin yang beretika berpengaruh terhadap perilaku
inovasi karyawan pada hotel skala kecil dan menengah di
Uttarakand, India. Hou dan Chen (2016) yang melakukan
penelitian pada instansi pusat riset dan pengembangan di
Taiwan, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
langsung pemimpin yang beretika terhadap inovasi
organisasi.

118
Berdasarkan kajian tersebut maka hasil penelitian ini
mampu mengkonfirmasi beberapa hasil penelitian
sebelumnya, yang menyatakan bahwa meningkatnya
kemampuan entrepreneur seorang pemimpin yang
diistilahkan dengan entrepreneurial leadership, akan
dapat meningkatkan inovasi organisasi.

Terhadap Kinerja Organisasi


Hasil analisis menunjukkan bahwa entrepreneurial
leadership berpengaruh secara positif signifikan terhadap
kinerja organisasi. Hal ini memberikan makna bahwa
semakin kuat entrepreneurial leadership pengurus LPD,
maka kinerja organisasi juga akan semakin baik.
Entrepreneurial leadership sangat dibutuhkan dalam
hubungannya dengan entrepreneur strategik untuk
peningkatan kinerja. Pola pikir entrepreneurial leadership
dapat tercapai dengan mengembangkan pengelolaan
sumber daya secara strategis. Menurut Young (1991)
bahwa seorang entrepreneurial leader mampu bekerja
dalam organisasi, baik pada pada tingkat individu, tim,
serta organisasi. Pada era persaingan bisnis dibutuhkan
pemimpin yang memiliki karakteristik entrepreneur,
membutuhkan kepemimpinan entrepreneurial leadership
untuk mewujudkannya (Dess & Picken, 2000).
Entrepreneurial leadership tersebut merupakan
kemampuan kewirausahaan strategis seorang pemimpin
yang melibatkan karyawan untuk menganalisis peluang
guna memperoleh keuntungan serta mencapai
peningkatan kinerja perusahaan (Ireland et al.. 2003).
Secara teoritis dan empiris konsep entrepreneurial
leadership mampu meningkatkan kinerja organisasi
terutama pada lingkungan usaha yang penuh dengan
ketidakpastian.
Lisdiantini (2013) yang melakukan penelitian pada
karyawan setingkat asisten manajer, memperoleh hasil
bahwa entrepreneurial leadership berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja organisasi. Hasil penelitian
Jagdale dan Shankar (2014); Rahim et al. (2015) juga
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership
berpengaruh terhadap kinerja organisasi pada SMEs.

119
Entrepreneurial leadership yang dimaksudkan adalah
yang tidak mengabaikan etika. Didukung pula oleh Mgeni
(2015), yang melakukan penelitian pada SMEs di Tanzania
menunjukkan bahwa entrepreneurial leadership dengan
salah satu dimensinya perilaku etis berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja bisnis.
Teory of action and job performance menyatakan bahwa
kinerja tertinggi akan tercapai didukung oleh faktor
individu, peran (job demands) serta faktor lingkungan.
Faktor individu yang dimaksudkan adalah visi, nilai yang
diyakini seseorang, untuk untuk mencapai kinerja
sedangkan peran yang dimaksudkan adalah pengurus
harus menyadari tugas dan peran mereka pada struktur
keorganisasian, dan lingkungan organisasi terkait dengan
budaya, iklim, struktur serta kompetensi utama yang
dibutuhkan oleh pengurus LPD. Pada lingkungan
persaingan ketat pemimpin harus menyadari peran
mereka bagi peningkatan kinerja melalui entrepreneurial
leadership yang merupakan salah satu gaya
kepemimpinan, serta memperhatikan etika yang diyakini
oleh pengurus LPD serta lingkungannya. Kinerja tertinggi
akan tercapai jika diperhatikannya faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan hasil analisis diskriptif jawaban responden
menunjukkan bahwa dimensi etika satya laksana
memiliki nilai tertinggi, dengan indikator taat pada
peraturan. Ketaatan peraturan atau disiplin, merupakan
salah satu indikator etika satya laksana dengan skor
tertinggi. Ketaatan pada peraturan atau disiplin kerja
seorang entrepreneur leader pada suatu perusahaan dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini terjadi pula pada
LPD di Bali, dimana ketaatan pengurus pada peraturan
yang berupa awig-awig, perarem, dan peraturan
pemerintah yang berlaku di wilayah desa pakraman dapat
meningkatkan kinerja LPD. Adanya ikatan pemersatu
(commond bond) desa pakraman dengan awig-awig desa
serta pararem dapat mendukung kinerja LPD, disamping
hukum formal berupa Peraturan Daerah dan Peraturan
Gubernur. Pengurus LPD mempersepsikan bahwa kinerja
organisasi akan dapat dicapai jika mereka sebagai
pengurus selalu taat pada peraturan-peraturan yang ada.

120
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Arsyad (2014) dan
Anthony & Michael (2016) yang menyatakan bahwa
ketaatan pada peraturan berpengaruh terhadap kinerja
organisasi. Demikian pula Arsyad (2014) dalam
penelitiannya pada industri motor di Makasar
menemukan bahwa ketaatan karyawan berpengaruh
signifikan terhadap kinerjanya, baik secara parsial
maupun simultan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh
hasil penelitian Anthony dan Michael (2016), pada
karyawan lembaga pendidikan di Kenya, menemukan
bahwa ketaatan karyawan pada peraturan-peraturan
yang berlaku di perusahaan dapat meningkatkan kinerja
perusahaan tersebut.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa indikator
bertindak berani dengan melakukan analisis lingkungan
merupakan salah satu dimensi risk taking yang memiliki
nilai tertinggi dari keseluruhan indikator variabel
entrepreneurial leadsership. Bertindak berani dengan
dilandasi kemampuan menganalisis lingkungan dapat
meningkatkan kinerja organisasi. Hal ini disebabkan
karena seseorang yang bertindak berani dengan dilandasi
kemampuan menganalisis lingkungan akan dapat
meminimalisir pengaruh-pengaruh negatif yang
ditimbulkan. Menurut Hmieleski dan Ensley (2007),
seorang entrepreneurial leader yang ditunjang oleh
kemampuan menganalisis lingkungan baik lingkungan
internal maupun eksternal dapat berpengaruh pada
peningkatan kinerja organisasi. Kemampuan
entrepreneurial leadership efektif pada suatu perusahaan
akan dapat menangkap peluang yang ada, sehingga
meningkatkan kinerja organisasi (Chen, 2014).
Berdasarkan kajian tersebut maka hasil penelitian ini
mampu mengkonfirmasi beberapa hasil penelitian
sebelumnya, yang menyatakan bahwa meningkatnya
kemampuan entrepreneur seorang pemimpin yang
diistilahkan dengan entrepreneurial leadership, akan
dapat meningkatkan kinerja organisasi.

121
122
BAB 8
PENGARUH KNOWLEDGE
SHARING

Terhadap Inovasi Organisasi


Hasil analisis menunjukkan bahwa knowledge sharing
berpengaruh positif signifikan terhadap inovasi
organisasi. Inovasi organisasi akan meningkat apabila
pengurus LPD semakin sering menerapkan tacit dan
explicit knowledge sharing. Tacit knowledge sharing
merupakan berbagi dan mengumpulkan pengetahuan
yang bersifat personal, spesifik berupa gagasan, persepsi,
cara berfikir, keahlian dan pengalaman. Explicit
knowledge sharing merupakan proses dan mekanisme
berbagi dan mengumpulkan pengetahuan dalam bentuk
pengetahuan yang sudah diwujudkan berupa
dokumentasi sehingga mudah diperbanyak,
disebarluaskan serta dipelajari. Hasil penelitian ini
mengkonfirmasi model mengintegrasikan,
mengkoordinasikan sumber daya dan kapabilitas yang
dimiliki oleh organisasi (Knowledge Based View (KBV),
bahwa yang diperlukan bukan hanya sumber daya dan
kapabilitas yang unggul, tetapi juga tacit knowledge serta
explicit knowledge untuk peningkatan inovasi (Grant,
1996).
Menurut Wang dan Wang (2012), Eksplicit knowledge dan
tacit knowledge pada praktik berbagi pengetahuan
memfasilitasi tercapainya inovasi organisasi. Kualitas dan
kuantitas inovasi organisasi akan tercapai jika organisasi
mengembangkan eksplicit knowledge dan tacit knowledge.
Pada prakteknya knowledge sharing akan memberikan
nilai tambah jika individu memiliki kesadaran dan
keiklasan untuk berbagi pengetahuan tidak saja melalui
dokumen, tetapi pengalaman serta keahlian yang dimiliki
dipergunakan untuk melengkapi sehingga kualitas dan

123
kuantitas inovasi meningkat. Demikian pula menurut Liao
et al. (2007) bahwa knowledge sharing merupakan aset
penting dalam semua jenis organisasi. Proses knowledge
sharing yang baik dalam organisasi dapat menghasilkan
output berupa inovasi yang baik pula. Inovasi organisasi
tergantung pada proses berbagi pengetahuan dalam
organisasi. Perilaku organisasi yang berdasarkan
pengetahuan (knowledge based view) merupakan hal
terpenting bagi organisasi untuk pencapaian dan
mempertahankan keunggulan bersaing melalui
peningkatan inovasi organisasi (Jalal et al.,2013).
Berdasarkan pendapat ahli tersebut menunjukkan bahwa
knowledge sharing merupakan salah satu aktivitas
berbagi pengetahuan pada organisasi dapat memberikan
kontribusi bagi aplikasi pengetahuan, serta inovasi
organisasi.
Knowledge sharing secara signifikan dapat mempengaruhi
perilaku inovatif, yang ditunjukkan oleh seluruh anggota
organisasi yang memiliki pengetahuan bersedia untuk
mentransfer pengalaman, cara kerja dan ide kepada orang
lain untuk kemudian diterapkan. Yu et al. (2013),
menyatakan bahwa melalui kegiatan knowledge sharing
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
menghasilkan metode baru, serta produksi produk baru
sehingga mampu meningkatkan inovasi organisasi untuk
memenuhi tuntutan pasar. Hal tersebut membuktikan
bahwa knowledge sharing dapat meningkatkan inovasi
organisasi.
Persepsi responden pada penelitian ini menunjukkan
bahwa explicit knowledge sharing memiliki nilai lebih
besar dibandingkan tacit knowledge sharing, terutama
pengetahuan yang bersumber dari mengikuti program-
program pelatihan. Hasil-hasil pelatihan yang diikuti
pengurus kemudian ditransfer ke karyawan-karyawan
lain yang tidak mengikuti pelatihan, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan anggota organisasi. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa proses dan mekanisme
berbagi pengetahuan dapat dilakukan melalui
dokumentasi yang mudah disimpan, diperbanyak,
disebarluaskan serta dipelajari. Hal ini lebih mampu

124
meningkatkan inovasi pada LPD dibandingkan dengan
pengetahuan yang bersifat personal, spesifik, berupa
pengalaman serta keahlian individu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan sejumlah hasil
penelitian terdahulu bahwa knowledge sharing
berpengaruh terhadap kemampuan inovasi organisasi.
Zohoori et al, (2013), yang melakukan penelitian pada
perusahaan industri elektronik di Iran, menyimpulkan
bahwa knowledge sharing yang terdiri dari eksplicit
knowledge dan tacit knowledge memberikan pengaruh
pada peningkatan kualitas serta kuantitas inovasi.
Demikian pula Wang dan Wang (2012), melakukan
penelitian pada perusahaan teknologi tinggi di Cina
menunjukkan hasil bahwa knowledge sharing
berpengaruh terhadap inovasi. Hal yang senada dengan
hasil penelitian Lin (2007) yang melakukan penelitian
kuantitatif pada 50 perusahaan jasa di Taiwan. Penelitian
ini menguji pengaruh knowledge sharing yang terdiri dari
knowledge donating dan knowledge collecting,
menunjukkan hasil bahwa knowledge sharing
berpengaruh terhadap inovasi organisasi. Ofori (2015),
yang melakukan penelitian pada 400 karyawan
perusahaan telekomunikasi di Ghana menunjukkan hasil
bahwa knowledge sharing yang terdiri dari knowledge
donating dan knowledge collecting berpengaruh terhadap
kemampuan inovasi. Demikian pula hasil penelitian Ratih
et al. (2016) pada Usaha Mikro Kecil kerajinan perak di
Desa Celuk Gianyar Bali, menunjukkan knowledge
sharing berpengaruh signifikan terhadap inovasi.
Beberapa hasil penelitian terdahulu mengindikasikan
bahwa knowledge sharing yang diterapkan pada berbagai
jenis dan ukuran perusahaan dapat berpengaruh
terhadap peningkatan inovasi.
Berdasarkan uraian tersebut maka secara umum dapat
dinyatakan hasil penelitian ini mengkonfirmasi sejumlah
hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa
knowledge sharing mampu meningkatkan inovasi
organisasi. Semakin sering knowledge sharing diterapkan
maka inovasi organisasi semakin meningkat pula.

125
Terhadap Kinerja Organisasi
Hasil analisis menunjukkan bahwa knowledge sharing
berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja organisasi.
Hal ini memberikan makna bahwa intensitas perilaku
knowledge sharing yang dilakukan oleh pengurus LPD
tidak memberikan kontribusi terhadap tinggi rendahnya
kinerja organisasi. Persepsi pengurus LPD terkait
indikator-indikator knowledge sharing pada penelitian ini
tidak menunjukkan kontribusi yang berarti terhadap
kinerja organisasi.
Signifikan atau tidaknya suatu hubungan antara variabel
laten maupun yang tidak laten banyak dipengaruhi oleh
faktor di luar maupun di dalam sistem. Dari hubungan-
hubungan itu maka dapat diketahui variabel akan
menjadi signifikan jika telah teruji secara verifikatif.
Demikian pula menjadi tidak signifikan bila secara
statistik di verifikasi memiliki tingkat probabilitas lebih
besar dari yang telah ditetapkan sebelumnya (Alpha >
0,05). Sehingga pengaruh antar variabel laten dengan
variabel lainnya sangat ditentukan oleh keterkaitan
(interdependensi antar variabel). Ternyata pada penelitian
ini, dengan dimasukkan variabel inovasi hubungan
langsung knowledge sharing terhadap kinerja tidak
signifikan. Apabila variabel inovasi tidak difungsikan
sebagai mediasi maka ditemukan pula pengaruh tidak
signifikan., sehingga berdasarkan analisis tersebut,
variabel inovasi memiliki peran yang penting untuk
diperhatikan. Hal ini dapat dibuktikan secara statistik
dimana pengaruh variabel knowledge sharing terhadap
kinerja dengan dimasukkannya inovasi memiliki nilai R 2
0,558 (Lampiran 12.e), sedangkan jika tanpa variabel
inovasi nilai R2 adalah sebesar 0,450 (Lampiran 12.f). Hal
tersebut secara statistik membuktikan bahwa inovasi
memiliki peran penting dalam hubungan knowledge
sharing dengan kinerja LPD.
Peran penting inovasi pada LPD dapat kita pahami karena
di desa selain LPD , terdapat juga lembaga-lembaga
keuangan lainnya seperti koperasi yang memiliki kegiatan
sejenis dengan kegiatan LPD yaitu simpan pinjam. Jika
LPD tidak menerapkan inovasi kemungkinan besar kalah

126
bersaing dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya.
Oleh karena itu inovasi sangat penting diperhatikan oleh
LPD. Inovasi yang dilaksanakan oleh sejumlah LPD,
seperti menyediakan tabungan upacara sebagai persiapan
masyarakat untuk pelaksaan upacara besar misalnya
ngaben masal di daerah Kabupaten Gianyar, serta
tabungan mini sekolah yang menyasar anak-anak di
tingkat sekolah dasar di daerah Kesiman Denpasar.
Tingkat pendidikan pengurus LPD sebagian besar (74%)
adalah SLTA, hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
tingkat pendidikan standar, menyebabkan daya tangkap
merekapun tidak maksimal terkait kemajuan
pengetahuan yang terjadi. Pengurus LPD sekitar 52,3%
berumur antara 44-56 tahun serta masa menjabat
sebagai pengurus sekitar 62,9% adalah di atas 10 tahun.
Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa mereka
cenderung sulit menerima masukan-masukan karena
merasa berpengalaman terlebih pengetahuan itu
bersumber dari pengurus yang lebih muda. Pengetahuan
pada LPD yang merupakan lembaga keuangan milik desa
pakraman jika tidak diimbangi oleh kemampuan
mengembangkan pengetahuan tersebut maka tidak akan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja
LPD. Pengetahuan yang dibagi akan dapat meningkatkan
kinerja jika didukung oleh kemampuan inovasi organisasi.
Selain itu proses mengumpulkan dan berbagi
pengetahuan tacit maupun explicit knowledge sharing
tidak memberikan kontribusi terhadap kinerja LPD. Hal
tersebut menunjukkan bahwa indikator- indikator yang
digunakan untuk mengukur knowledge sharing kurang
relevan dihubungkan dengan indikator kinerja organisasi.
Berdasarkan wawancara mendalam terkait knowledge
sharing tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja
LPD, dinyatakan oleh salah satu pengurus LPD di desa
Brambang Jembrana bahwa kegiatan pelatihan yang
seharusnya merupakan salah satu sumber dan media
untuk berbagi pengetahuan cenderung monoton.
Pelatihan yang diadakan pemerintah cenderung hanya
untuk menjalankan program rutin dan tidak disesuaikan
dengan kebutuhan masing- masing LPD.

127
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Chiu dan
Chien (2015), dimana knowledge sharing tidak
berpengaruh langsung terhadap kinerja pada perusahaan
manufaktur di Taiwan . Namun, knowledge sharing dapat
memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja
organisasi jika diintegrasikan dengan faktor-faktor
pendukung lainnya yaitu Organization Citizen Behaviour
(OCB). Pada penelitian ini knowledge sharing direfleksikan
melalui dimensi eksternalization dan internalization. Hal
ini mengandung makna bahwa knowledge sharing
memberikan pengaruh terhadap kinerja dengan dimediasi
oleh OCB dan knowledge absorption.
Hasil penelitian Setyanti (2013) yang melakukan
penelitian 125 pemilik UKM Batik, menunjukkan hasil
bahwa knowledge sharing berpengaruh tidak signifikan
terhadap kinerja bisnis. Hasil penelitian juga
memaparkan lebih lanjut bahwa tinggi rendahnya
intensitas knowledge sharing yang terdiri dari phase
menangkap (capture), memproses, mengkreasikan dan
mendistribusikan pengetahuan tidak berkontribusi
terhadap kinerja organisasi. Hal tersebut menunjukkan
bahwa knowledge sharing berpengaruh terhadap kinerja
organisasi, jika fase dari knowledge sharing hingga ke
pengguna atau anggota organisasi diaplikasikan dengan
proses yang tepat. Proses yang dimaksudkan adalah
kemampuan organisasi untuk memotivasi kreativitas
anggota organisasi dari proses knowledge sharing, artinya
knowledge sharing dapat berpengaruh terhadap kinerja
organisasi jika anggota anggota organisasi mampu
mengkreasikan dan mendistribusikan kemampuan yang
diperoleh dari proses knowledge sharing melalui
kemampuan inovasi. Beberapa hasil penelitian tersebut
mengindikasikan bahwa knowledge sharing dapat
mempengaruhi kinerja organisasi melalui inovasi dan
OCB.
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kim et al.
(2013), yang menggunakan tacit dan explicit knowledge
sebagai dimensi knowledge sharing. Penelitian dilakukan
pada sector public departemen sosial dengan hasilnya
menunjukkan bahwa knowledge sharing memberikan

128
pengaruh pada kinerja. Temuan penelitian ini juga tidak
sejalan dengan hasil penelitian Wang & Wang (2012), yang
menunjukkan bahwa tacit knowledge dan eksplicit
knowledge berpengaruh signifikan pada kinerja keuangan
serta tacit knowledge memberikan pengaruh pada kinerja
operasional pada 89 perusahaan teknologi tinggi di
Provinsi Jiangsu Cina. Hasil penelitian Zahari et al., 2014,
menggunakan dimensi perspektif interaksi, pengetahuan
perpektif pembelajaran, perpektif pengetahuan, perpektif
komunikasi untuk dimensi knowledge sharing, hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa knowledge sharing
berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja organisasi
pada perusahaan asuransi. Berdasarkan uraian hasil
penelitian terdahulu terdapat hasil penelitian yang
bervariasi terkait pengaruh knowledge sharing terhadap
kinerja organisasi.

129
130
BAB 9
PENGARUH DAN PERAN INOVASI
ORGANISASI

Pengaruh Terhadap Kinerja Organisasi


Pengujian hipotesis pengaruh inovasi organisasi terhadap
kinerja organisasi menemukan bahwa inovasi organisasi
berpengaruh secara positif signifikan terhadap kinerja
organisasi LPD di Bali. Hasil penelitian ini memberikan
makna bahwa inovasi organisasi yang berlaku selama ini
pada LPD di Bali mampu mempengaruhi kinerja
organisasi. Pada lingkungan dinamis sangat dibutuhkan
kemampuan inovasi organisasi, agar perusahaan dapat
tetap bertahan serta mampu mencapai keunggulan
bersaing (Calantone et al., 2002). Kemampuan untuk
berinovasi merupakan kunci sukses untuk pencapaian
kinerja organisasi. Dewasa ini lingkungan bisnis
menuntut organisasi perlu berinovasi secara terus
menerus dengan mendorong pengembangan organisasi
kreatif (Mokhber et al., 2015). Hilmi et al (2011) dan
Jamenez & Valle (2005) menyatakan bahwa inovasi
organisasi adalah merupakan penciptaan pikiran,
gagasan untuk menciptakan produk-produk baru serta
pelayanan yang lebih baik demi untuk memuaskan
pelanggan. Kepuasan dapat berdampak pada loyalitas
pelanggan, sehingga terus menerus menggunakan produk
tersebut. Menurut Jahanger et al. (2013) dan Iscan et al.
(2014) inovasi merupakan faktor kunci keberhasilan
organisasi yang kompetitif dalam jangka panjang.
Demikian dapat dijelaskan bahwa inovasi organisasi
mampu meningkatkan kinerja organisasi.
Persepsi responden untuk deskripsi inovasi organisasi
menunjukkan penerapan metode baru dalam hal
penyaluran kredit dan penarikan dana masyarakat desa
pakraman menunjukkan nilai tertinggi. Melalui

131
penerapan metode-metode baru masyarakat dapat
merasakan kemudahan-kemudahan dalam menyimpan,
dan memperoleh kredit. Pada beberapa LPD telah
menerapkan layanan keuangan mengarah berbasis
teknologi dan aplikasi digital atau finansial teknologi
(fintech). Aplikasi digital tersebut akan langsung
terhubung dengan handphone android nasabah, sehingga
mereka dapat mengetahui informasi transaksi yang terjadi
setiap saat. Hal ini tentu saja dapat mengurangi risiko
penyelewengan oleh para colector LPD. LPD mini sekolah
merupakan salah satu penerapan metode baru yang
menyasar anak-anak di bangku sekolah pada wilayah
desa pakraman. Manfaat dan kegunaan LPD mini sekolah
bagi anak-anak dan orang tua murid adalah untuk
mengedukasi mengenai manfaat dan kegunaan uang serta
meningkatkan partisipasi mereka terhadap LPD. Selain
itu melalui LPD mini anak-anak diberikan pengenalan
tentang sosial budaya atau desa adat sejak di bangku
sekolah. LPD sebagai lembaga keuangan milik desa
pakraman selalu mengembangkan cara-cara untuk
menunjang peningkatan perekonomian masyarakat. Pada
beberapa LPD yang belum mampu menerapkan sistem
layanan berbasis teknologi maka mereka menerapkan
sistem jemput bola untuk melayani nasabah yang akan
meminjam ataupun menyimpan dananya dalam bentuk
deposito. Beberapa hal tersebut merupakan bentuk
penerapan metode-metode baru yang selalu diupayakan
oleh pengurus LPD agar dapat meningkatkan kinerja
organisasi.
Pada tingkat persaingan usaha semakin tinggi
membutuhkan kemampuan inovasi organisasi agar dapat
memperoleh keuntungan dan meningkatkan kinerja
organisasi. Hasil penelitian Ho (2010), yang melakukan
penelitian pada 600 responden menunjukkan bahwa
kemampuan inovasi organisasi yang terdiri dari inovasi
teknologi, pemasaran, dan inovasi administrasi
berpengaruh terhadap kinerja organisasi yaitu kinerja
keuangan dan kinerja pemasaran. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian Ar dan Baki (2011) yang dilakukan
pada SMEs di Turki, bahwa inovasi proses berpengaruh
positif signifikan terhadap kinerja organisasi. Lily & Juma

132
(2014) menemukan bahwa inovasi proses yang berupa
tingkat layanan serta penerapan teknologi metode-metode
baru memberikan pengaruh positif signifikan pada kinerja
bank komersial di Kenya. Beberapa hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa berbagai jenis inovasi yang
dilakukan dapat meningkatkan kinerja organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut maka secara umum dapat
dinyatakan hasil penelitian ini mengkonfirmasi sejumlah
hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan bahwa
inovasi mampu meningkatkan kinerja organisasi.

Peran sebagai pemediasi hubungan Entrepreneurial


Leadership dengan Kinerja Organisasi
Berdasarkan pengujian hipotesis mengenai peran inovasi
organisasi sebagai pemediasi hubungan entrepreneurship
leadership dengan kinerja organisasi. Hasil ini dapat
diartikan bahwa pengaruh entrepreneurial leadership
terhadap kinerja organisasi dapat ditingkatkan melalui
penerapan inovasi organisasi. Temuan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kemampuan proaktif, inovatif,
keberanian mengambil risiko pengurus LPD serta prilaku
yang mencerminkan etika dapat meningkatkan kinerja
organisasi jika selalu dilakukan inovasi terkait produk-
produk dan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat desa pakraman.
Inovasi produk yang dimaksudkan misalnya, pada
beberapa LPD memiliki jenis program tabungan beraneka
ragam berupa tabungan Tri Hita Karana (TANTRI) yang
khusus disiapkan untuk melaksanakan upacara agama di
kemudian hari atau melaksanakan upacara Panca
Yadnya. Tabungan Hari Tua (THATUA) merupakan
program simpanan yang khusus disiapkan sejak dini
sebagai jaminan hari tua. Serta Tabungan Pelajar dan
Mahasiswa (TAMAS) merupakan simpanan yang khusus
disiapkan sejak dini untuk biaya pendidikan di kemudian
hari. Penelitian ini membuktikan bahwa kinerja LPD
dapat ditingkatkan melalui entrepreneurial leadership
pengurus LPD serta secara konsisten meningkatkan
aktivitas -aktivitas yang mengarah pada inovasi
organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja

133
organisasinya. Inovasi organisasi sebagai pemediasi
hubungan entrepreneurial leadership dengan kinerja
organisasinya.

Peran sebagai pemediasi hubungan Knowledge Sharing


dengan Kinerja Organisasi
Berdasarkan hasil pengujian tentang peran inovasi
organisasi memediasi hubungan entrepreneurial
leadership dengan kinerja organisasi ditemukan hasil
bahwa peran inovasi jauh lebih besar pada pengaruh
knowledge sharing terhadap kinerja organisasi,
dibandingkan dengan perannya pada pengaruh
entrepreneurial leadership terhadap kinerja organisasi.
Hal ini ditunjukkan dari total pengaruh langsung dari
knowledge sharing terhadap kinerja organisasi sebesar
0,043 menjadi 0,163 setelah adanya inovasi, artinya
terjadi peningkatan sebesar 0,138 (32,94%).
Keterbatasan sumber daya yang dimiliki LPD dapat
diantisipasi dengan meningkatkan berbagi pengetahuan
yang diperoleh dari pengalaman pengurus dengan rata-
rata masa kerja sebagian besar responden adalah di atas
10 tahun. Pengalaman pengurus tersebut dapat
digunakan sebagai acuan untuk menangani permasalah-
permasalahan yang terjadi. Jajaran pemerintah daerah
dan LPLPD di tingkat Provinsi serta kabupaten rutin
melaksanakan program-program pelatihan dan
pengembangan bagi pengurus LPD. Program pelatihan
dan pengembangan yang ditujukan umtuk pengurus LPD,
dapat meningkatkan kinerja organisasi jika diaplikasikan
dengan inovasi-inovasi untuk mengantisipasi
ketidakpastian lingkungan serta semakin banyaknya
bermunculan microfinance.
Hasil penelitian Nawab et al. (2015) pada industri
perbankan di Pakistan menunjukkan bahwa knowledge
sharing berpengaruh terhadap kinerja jika dimediasi oleh
kemampuan inovasi. Artinya aktivitas berbagi
pengetahuan akan berpengaruh terhadap kinerja jika
didukung oleh meningkatkan inovasi- inovasi berupa
inovasi terkait sistem, inovasi di bidang pelayanan sesuai
dengan kebutuhan nasabah, serta inovasi berupa produk

134
yang lebih bervariasi. Demikian pula pada LPD, berbagi
pengetahuan akan berpengaruh terhadap kinerja jika
dilaksanakannya inovasi -inovasi terkait produk serta
sistem pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat desa pakraman. Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan bahwa proses knowledge sharing dapat
memberikan pengaruh pada peningkatan kinerja
organisasi jika ditindaklanjuti dengan melakukan inovasi-
inovasi.
Penelitian Chiu & Chien (2015) juga menunjukkan hasil
bahwa knowledge sharing akan memberikan pengaruh
terhadap kinerja organiasi jika dimediasi oleh inovasi
organisasi. Hal tersebut memberikan makna bahwa
kesuksesan suatu usaha tergantung pada kemampuan
untuk mengelola pengetahuan, berbagi pengetahuan
(knowledge sharing) serta mengkreasikan pengetahuan
tersebut dalam bentuk inovasi-inovasi untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Berdasarkan
pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa inovasi
organisasi sebagai pemediasi hubungan knowledge
sharing dengan kinerja LPD.

135
136
DAFTAR PUSTAKA

Abdallah.S., Khalil. A., and Divine. A. 2012. The impact of


knowledge sharing on innovation capability in United
Arab Emirates Organizations, International Journal of
Social, Behavioral, Educational, Economic, and
Business, Vol. 6, No.12, pp. 97-111.
Abdulmalik, U., and Bambane, A. J. 2016. Microfinane as
a tool reducing proverty among women in Katsina
Metropolis Nigeria, International Journal of
Management and Commerce Innovations, Vol. 4, No. 1,
pp. 151-160.
Akter, S., D’Ambra, J., and Ray, P. 2011. An evaluation of
PLS based complex model : the roles of power analysis,
predictive relevance and GoF index. Proceedings of the
17th Americas Conferences on Information System
(AMCIS), 4-7 Agustus, Detroit, Michigan, USA:
Association for Information System, pp.1-7.
Alhady, S.M., Ahmad, S.A.I., Mohd, Z.H., Nor, A.A., and
Zaherawati, Z., 2011. Knowledge sharing behavior and
individiual factors : a relationship study in the i-class
environment, International Conference On
Management And Artificial Intellegence, Vol. 6, pp.137-
141.
Allanson, P., Montagna, C. 2005. Multiproduct firms and
market structure: An explorative application to the
product life cycle. International Journal of Industrial
Organization, Vol. 23, No. 7-8, pp. 587-597.
Altinay, L., Altinay, E., and Gannon, J. 2008. Exploring
the relationship between the human resource
management practices and growth in small service
firms, Service Industries Journal, Vol. 28, No.7, pp.
919-937.
Alwis, R.S., and Hartmann, E. 2008. The use of tacit
knowledge within innovative companies: knowledge
management in innovative enterprises, Journal Of
Knowledge Management, Vol. 12, No. 1, pp. 133-147.

137
Amabile, T.M., Conti, R., Coon, H., Lazenby, J., and
Herron, M. 1996. Assessing the work environment for
creativity. Academy of Management Journal, Vol. 39,
No. 5, pp.1154-1184.
Amir, M.T. 2016. Corporate Entrepreneurship & Innovation.
Jakarta, PT. Kharisma Putra Utama Prenada Media
Group.
Amstrong, M. 2009. Amstrong’s Handbook of Human
Resource Management Practice, 11th edition, United
Kingdom, Kogan Page
Anderson, J.C., and Garbing, D.W. 1988. Structural
Equation Modeling in Practice: a review and
recommended two step approach. Psychological
Bulletin, Vol.103, No. 3, pp. 411-423.
Anthony. 2005. Management Control System, Edisi 11,
F.X. Kurniawan Tjakrawala, dan Krista (Penerjemah).
Sistem Pengendalian Manajemen. Jakarta. Penerbit
Salemba Empat.
Anthony, A.E., and Michael, O. 2016. Effects of
disciplinary actions on employee performance in an
organization : the case of county education office
human resource department, Turkana County,
International Academic Journal of Human Resource and
Business Administration. Vol. 2, No. 2, pp. 223-232.
Antonakis, J., Day, D.V., and Schyns, B. 2012. Leadership
and individual differences: at the cusp of a
renaissance. The Leadership Quarterly, Vol. 23, No. 4,
pp. 643-650.
Antunen, A. 2005. Knowledge processing capabilities and
innovation performance: an empirical study, Journal
of Innovation Management, Vol. 8, Vol. 3, pp. 336-349.
Ar, I. M., and Baki, B. 2011. Antecedents and performance
impacts of product versus process innovation.
European Journal of Innovation Management, Vol. 14,
No. 2, pp. 172-206.
Aragón-Correa, J.A., García-Morales, V.J., and Cordón-
Pozo, E. 2007. Leadership and organizational

138
learning's role on innovation and performance: lessons
from Spain. Industrial Marketing Management, Vol. 36,
No. 3, pp. 349-359.
Aronoff, C.E., and Ward, J.L. 2002. Family meeting : how
to build a stronger family and stronger business. 2nd.
Family Entreprise Publisher
Aronson, E. 2001. Integrating leadership styles and ethical
perspectives. Canadian Journal of Administrative
Sciences, Vol. 18, No.4, pp. 244-256.
Arsyad, L. 2006. Assesing factors affecting the repayment
rate of microfinance institutions: a case study of
Village Credit Institutions of Gianyar Bali. Gadjah
Mada Internasional Journal of Business, Vol.8, No. 2.
pp. 247- 273
Arsyad, M. 2014. The important of working dicipline to
improve employee’s working productivity of
motorvessel manufacturing company in Makasar
Shipyard, Business Management And Strategy. Vol. 5,
No. 2, pp.196-202.
Arthadi, I Ketut. 2011. Kebudayaan Spiritualitas, Cetakan
I, Denpasar, Pt Offset Bali Post.
Arthur, J.B., and Huntley, C.L. 2005. Ramping up the
organizational learning curve : assesing the impact of
deliberate learning on organizational performance
under gain sharing, Academy of Management Journal,
Vol. 48, No. 6, pp.1159-1170.
Asor, A.E., Essien, M. E., and Ndiyo, N. 2016.The impact
of microfinance banks on small scale businesses in
cross river state: a case study of Calabar Metropolis.
International Journal Of Innovative Finance And
Economics Research, Vol. 4, No. 1, pp. 25-31.
Awuah, S. B., and Addaney, M. 2016. The interactions
between microfinance institutions and small and
medium scale enterprises In The Sunyani Municipality
Of Ghana, Asian Development Policy Review, Vol 4, No.
2. pp. 101-112.

139
Bandura, A. 2006. Article of guide for Contructing Self
Efficacy Scales. by Information Age Publishing.
Barney, J. 2001. Resource-Based Theorities of competitive
advantage ten years retrospective on The Resource-
Based View, Journal of Management, Vol. 27. pp. 643-
650.
Barney, J. 1991. Firm Resources and Sustained
Competitive Advantage. Journal of Managemen, Vol.
17, pp. 99-120.
Becherer, Richard, C., Mendenhall, M., and Eichoff, K..F.
2008. Separated at birth: an inquiry on the conceptual
independence of the entrepreneurship and the
leadership constructs, New England Journal Of
Entrepreneurship, Vol. 112, No. 2, pp.13-27.
Berraies, S. 2014. Employee empowerment and its
importance for trust, innovation and organizational
performance. Journal of Business Management and
Strategy, Vol. 5, No.2, pp. 82-103.
Bertens, K. 2004. Etika. Jakarta. PT.Gramedia Pustaka
Utama.
Bhide. 2000. The Origin and Evolution of New Business,
Oxford: Oxford University Press.
Bi, Z., and Pandey, S.L.D. 2011. Comparison of
performance of microfinance institutions with
commercial banks in India. Australian Journal of
Business and Management Research, Vol. 5, No. 4. pp.
25-31.
Biro Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah
Provinsi Bali. 2013. Peraturan Gubernur Nomor 11
Tahun 2013.
Blasco, S. A. 2010. Innovation and productivity in
manufacturing and service firms in Catalonia: a
regional approach, Economics of Innovation and New
Technology, Vol. 193, No. 3, pp. 233-258.
Blerkom, M. L.V. 2017. Measurement and Statistics for
teachers, New York, Routledge.

140
Boyatzis, R. E. 2008. Competencies in the 21st century.
Journal of Management Development, Vol. 27, No. 1,
pp.5-12.
Bradshaw, R., Chebbi, M., and Oztel, H. 2015. Leadership
and knowledge sharing, Asian Journal Of Business
Research. Vol. 5., No. pp.1-20.
Brown, M.E., Trevino, L.K., and Harrison, D.A. 2005.
Ethical leadership: a social learning perspective for
construct development and testing. Organizational
Behavior and Human Decision Processes, Vol. 97, No.
2, pp. 117-134.
Budiman, 2008. Pengaruh motivasi, loyalitas, pengalaman
dan usia terhadap produktivitas kerja karyawan Amik
Hass Bandung, Jurnal Pro Bisnis, Vol.1, No.1, pp. 1-
19.
Calantone, R.J., Cavusgil, S.T., and Zhao, Y.S. 2002.
Learning orientation, firm innovation capability, and
firm performance. Industrial Marketing Management,
Vol. 31, No. 6, pp. 515-524.
Cendikiawan, I.N., 2013, LPD (Lembaga Perkreditan Desa)
Tantangan dan Harapan Sekarang dan Masa Depan,
Makalah Seminar, Selasa 26 Juni 2013, Denpasar-
Bali.
Chatzoglou, P.D., and Vraimaki, E. 2009. Knowledge-
sharing behaviour of bank employees in Greece.
Business Process Management Journal. Vol. 15, No. 2,
pp. 245-266.

Chen, M.H. 2007. Entrepreneurial leadership and new


ventures: creativity in entrepreneurial teams, Journal
of Creativity And Innovation Management, Vol. 3, No.
16, pp. 239-251.
Chen,Z, 2014. Entrepreneurial leadership and
performance in chinese new ventures : a moderated
mediation model of exploratory innovation and
environmental dynamism, Creativity And Innovation
Management Journal, Vol. 23, No. 4, pp.146-157.

141
Chetama, J.C., Dzanja, J., Gondwe, S and Maliro, D.
2016. The role of microfinance on growth of small-
scale agribusinesses in Malawi: A case of Lilongwe
District, Journal of Agricultural Science, Vol, 8, No. 6,
pp.1916-1928.
Chien,, M. H. 2004. A study to improve organizational
performance a view from SHRM. Journal Of American
Academy Of Busines, Vol. 4, No. 1, pp. 289-299.
Chin,W.W. 1988. The Partial Least Squares approach to
Structural Equation Modeling, In: Marcoulides, G.A.,
editor. Modern Method for Business Research,
Mahwah, London, New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates.
Chiu, Y.W., and Chien,Y.C. 2015. The effect of knowledge-
sharing on organizational performance: Organizational
Citizenship Behavior and knowledge-absorption as
mediators, International Journal of Information
Technology and Business Management, Vol. 36, No. 1,
pp. 2304-2316.
Choi, B, Simon K.P., and Joseph G.D. 2008. Effects of
knowledge management strategy on organizational
performance: a complementarity theory-based
approach, The International Journal of management
Science, Vol. 36, No.2 pp. 235–251.
Chung-Wen Y. 2008. The relationships among leadership
styles, entrepreneurial orientation, Managing Global
Transitions International Research Journal, Vol. 6, No.
3, pp. 1581-1598.
Ciulla, J.B. 1995. Leadership ethics: Mapping the
territory. Business Ethics Quarterly, Vol. 5, No. 01, pp.
5-28.
Cogliser, Brigham, K. 2004. The Intersection of leadership
and entrepreneurship: mutual lessons to be learned.
The Leadership Quarterly, Vol. 15, No. 6 pp. 771-799.
Cohen,J. 1988. Statistical Power Analysis For The
Behavioral Science, Second Edition, New York,
Lawrence Erlbaum Associates Publishers

142
Collins, C.J., and Smith, K.G. 2006. Knowledge exchange
and combination: The role of human resource
practices in the performance of high-technology firms.
Academy of Management Journal, Vol. 49, No.3, pp.
544-560.
Collis, D. J., Montgomery, C.A. 1998. Corporate Strategy:
Resources and the Scope of The Firm. New York,
McGraw-Hill.
Copeland, M.K. 2014. The emerging significance of values
based leadership : a literature review. International
Journal of Leadership Studies, Vol. 8, No. 2, pp.105-
135.
Covin, J.G., and Slevin, D.P. 2002. The entrepreneurial
imperatives of strategic leadership ini Hitt, Ireland,
Camp & Sexton, Strategic entrepreneurship: Creating a
new mindset, 1st , Oxford, Blackwell Publishers.
Covin, J.G., and Slevin, D.P. 1991. A conceptual model of
entrepreneurship as firm behaviour, Entrepreneurship
Theory and Practice, Vol. 16, No.1, pp. 7-25.
Cresswell, J.W. 2013. Research design pendekatan
kualitatif, kuantitatif dan mixed. Yogyakarta. Pustaka
Pelajar.
Crossan, M.M., and Apaydin, M. 2010. A multi-
dimensional framework of organizational innovation: a
systematic review of the literature, Journal of
Management Studies, Vol. 47, No.6, pp. 1154-1191.
Cummings, J.N. 2004. Work groups, structural diversity,
and knowledge sharing in a global organization.
Management Science Journal, Vol. 50, No. 3, pp. 352-
364.
Currie, G.M., Humphreys, D.U., and Mcmanus,S. 2008,
Entrepreneurial leadership in the English public
sector: paradox or possibility? Public
Administration,Vol. 86, No.4, pp. 987–1008.

143
D’intino, R.S., Boyles, T., Neck, C.P. and Hall, J.R. 2008.
Visionary entrepreneurial leadership in the aircraft
industry the boeing company legacy, Journal Of
Management History, Vol. 14, No. 1, pp. 39-54.
Da, L. H., Vivian, C. C. H, and Chen, F.W. 2014.
Relationship entrepreneurial leadership and
innovative behavior : the mediating effect of
entrepreneurial self-efficacy and the moderating effect
of openness to experience and extraversion.
Information Technology Journal, Vol. 13, No. 6, pp.
1035-1044.
Daft, R. L. 2010. Era Baru Manajemen, Buku 2 Edisi
Kesembilan, Jakarta, Salemba Empat.
Dagnew, D. K and Kaur, R. 2016. The impact of
microfinance on household expenditure patterns:
evidence from Amhara Credit and Saving Institution
Ethiopia. International Journal in Management and
Social Science, Vol.04, pp .88-97.
Damanpour, F., Walter, R.M., and Avellaneda, C.N. 2009.
Combinative effects of innovation types and
organizational performance: a longitudinal study of
service organizations, Journal of Management Studies,
Vol. 46, No. 4, pp. 650-675.
Danish, R.Q., Munir.Y., Nazir, S., Abbasi, H., and Humbal,
H. 2013. Effect of knowledge sharing, participative
decision making and transformational leadership on
organizational performance, World Applied Sciences
Journal, Vol. 24, No. 10, pp.1339-1347.
Darling, J., Gabrielsson, M., and Seristo, H. 2007.
Enhancing contemporary entrepreneurship: a focus
on management leadership, European Business
Review, Vol. 19, No. 1, pp. 4-21.
Darling, J., Keeffe, M., and Ross, J. 2007, Entrepreneurial
leadership strategies and values: keys to operational
excellence, Journal of Small Business and
Entrepreneurship, Vol. 16, No. 2, pp. 108-109.

144
Darling, J.R. Steven, A.B. 2012. Enhancing
entrepreneurial leadership: a focus on key
communication priorities, Journal of Small Business
and Entrepreneurship, Vol. 20, No. 2, pp. 151–168.
Darroch, J. 2005. Knowledge management, innovation,
and firm perfomance, Journal of Knowledge
Management, Vol. 9, No. 3, pp. 101-115.
Davenport, T. H., and Prusak, L. 1998, Working
knowledge: how organizations manage what they
know. Boston, MA: Harvard Business School Press.
Davis, P., and Harveston, P. 1998. The influence of family
on the family business succession process :
multigenerational perspective. Entrepreneurship
Theory and Practice, Vol. 22, No. 3, pp. 31-53.
Delios, A and Beamish, P.W. 2001. Survival and
Profitability : The Roles of Experience and Intangible
Assets In Foreign Subsidiary Performance. The
Academy of Management Journal, Vol. 44, No. 3, pp.
1028-1038.
Dempsey, S.J., Gatti, J.F., Grinnell, D., and Baril, W.L.
1997. The use of strategic performance variables as
leading indicators in financial analysts’ Forecasts,
Journal Of Financial Statement Analysis, Vol. 64, No.
4, pp. 61-79.
Dess, G.G., and Picken, J.C. 2000. Changing leadership in
the 21st Centuy. Journal of Organizational Dynamics,
Vol. 28, No. 3, pp. 18-34.
Dewi, Manuati, G.A. 2013. Anteseden dan Konsekwensi
Konflik Pekerja Budaya, Disertasi, Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Dhar, R.L. 2016. Ethical leadership and its impact on
service innovative behaviour : the role lmx and job
autonomy. Tourism Management Journal. Vol. 57, pp.
139-148.

145
Dori, N.A.S. 2016.The Impact of Central Bank of Nigeria’s
Development Finance on economic growth and
development of Nigeria. International Journal of
Political Sciences and Development. Vol. 4, No. 3, pp.
75-81.
Elci, M., Sener, I., Aksoy, S., and Alpkan, L. 2012. The
Impact of Ethical Leadership and Leadership
Effectiveness on Employees Turnover Intention: The
Mediating Role of Work Related Stress. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, Vol. 58. pp. 289-297.
Fahmi, I., 2011. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi,
Cetakan kedua, Bandung, Alfabeta.
Ferdinand, A. 2014. Metode Penelitian Manajemen,
Semarang, Penerbit Universitas Diponegoro.
Fernald, L.W.J., Solomon, G.T., and Tarabishy, A., 2005.
A new paradigm: entrepreneurial leadership, Southern
Business Review. Vol. 30, No. 2, pp. 1-10.
Fornell, C., and Lacker, D.F. 1981. Evaluating Structural
Eguation Models with unobservable variables and
measurement error. Journal of Marketing Research,
Vol.17, No. 1, pp. 39-50.
Galbreath, J. 2005., Which resources matter the most to
firm success? an exploratory study of Resource-Based
Theory, Technovation, Vol. 25, No. 9, pp. 979-987.
Gavrea, C., Stegerean, R., and Marin, A. 2012. Corporate
board structure and organizational performance:
Evidence from Romanian firms. Journal Studia
Universitatis Babes Bolyai Negotia, Vol. 57, No. 1, pp.
21-33.
Gholami, M. H., Asli, M. N., Shirkouhi, S. N., and Noruzy,
A. 2013. Investigating the influence of knowledge
management practices on organizational performance:
an empirical study. Acta Polytechnica Hungarica, Vol.
10, No. 2, pp. 205-216.
Ghoshal, S., and Bartlett C.A. 1996. Building the
entrepreneurial corporation. European Management
Journal, Vol. 13, No. 2, pp. 139–155.

146
Ghozali,I., Latan, H. 2012. Partial Least Squares : konsep,
teknik dan aplikasi menggunakan program SmartPLS
2,0 M3, Semarang, Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, I., 2014 Structural Equition Modeling, Metode
Alternatif Dengan Partial Least Square-PLS, Edisi 4,
Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson I. 1988. Organisasi dan Manajemen Perilaku
Struktur Proses, terjemahan Djoerban Wahid, Jakarta,
Penerbit Erlangga.
Goossen, R.J. 2007. Entrepreneurial Leaders: Reflection
On Faith At Work, Vol. 3
Langley - British Columbia, Trinity Western University
Publishing,
Grant, R.M. 1997. Toward a knowledge-based theory of the
firm. Strategic Management Journal, Vol. 17, pp. 109-
122.
Greef, A. 2014. Entrepreneurial leadership and its effect
on the social performance of the organization. The 3rd
IBA Bachelor Thesis Conference, July 3rd, Enschede,
The Netherlands.
Gunday, G., Ulusoy, G., Kilic, K and Alpkan, L. 2011.
Effects of Innovation Types on Firm Performance.
International Journal of Production Economics. Vol.133,
Vol. 2, pp. 662-676.
Gupta, V., Millan I.C.M, and Surie, G. 2004.
Entrepreneurial leadership: developing and measuring
a cross-cultural construct. Journal of Business
Venturing Vol.19, No. 2, pp. 241–260.
Hair, J.F., Anderson, R.E., Jr., Tatham, R.L., and Black,
W.C. 1998. Multivariate data analysis with readings
(5th edition). Upper Saddle River, NJ, USA, Prentice-
Hall.
Hair.J. F. Black,W. C., Babin, B. J. and Andersen, R. E.
2010. Multivariate Data Analysis, Seventh Edition.
New Jersey : Prentice-Hall.

147
Halim, A., Tjahjono, A., and Husein, F. 2009. Sistem
Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Upp. Akademi
manajemen Perusahaan YKPN.
Hall, R. 1992. The Strategic Analysis of intangible
resources. Strategic Management Journal, Vol : 13, No.
2, pp. 135-144.
Hansen, M. T. 2002. Knowledge network: explaining
effective knowledge sharing in multiunit companies.
Organization Science, Vol : 13, No. 3, pp. 232-248.
Hansson, F. and Monsted, M. 2008. Research leadership
as entrepreneurial organizing for research, Higher
Education, Vol. 55, No. 6, pp. 651-70.
Harrison. R.T. and Leitch. C.M. 1994. Entrepreneurship
and leadership: the implications for education and
development, Entrepreneurship & Regional
Devei,Oi'ment, Vol. 6, No.2, pp.111-125.
Harrison. R.T. 2012. The development of entepreneurial
leadership : the role of human social and intitutional
capital, British Journal Of Management, Vol. 24. No. 3,
pp. 347-366.
Hartungi, R. 2007. Understanding the success factors of
micro-finance institution in a developing country.
International Journal of Social Economics, Vol. 34, No.
6, pp. 388-401.
Hejazi, S.A.M., Maleki M.M., and Naeji M.J. 2012.
Designing a scale for measuring entrepreneurial
leadership in SMEs, International Conference On
Economics Marketing And Management, Vol. 28, pp.71-
77.
Helm, M. B., and Zyl. H. J. C.V. 2007. Exploring a
conceptual model, based on the combined effects of
entrepreneurial leadership, market orientation and
relationship marketing orientation on South Africa’s
small tourism business performance. Journal of south
Afrika Journal Busines Managemen, Vol. 38, No. 2, pp.
17-23.

148
Hermes, N., Lensink, R., and Meesters, A. 2012. Outreach
and efficiency of microfinance institutions. World
Development, Vol. 39, No. 6, pp. 938-948.
Hilmi, M.F., Ramayah , T and Yanti M. 2011. Product and
process innovativeness : evidence from malaysian
SMEs, European Journal Of Social Sciences, Vol.16,
No. 4, pp. 547-559.
Hipp., C., and Hariolf, G 2005. Innovation in the service
sector : The demand for service-specific innovation
measurement concepts and typologies, Vol. 34, No.4,
pp. 517-535.
Hislop, D. 2009. Knowledge Management In
Organizations. A Critical Introduction. 2nd Ed. New
York: Oxford University Press
Hmieleski, K.M., and Ensley, M.D. 2007. A contextual
examination of new venture performance: entepreneur
leadership behavior. top management team
heterogeneity, and environmental dynamism, Journal
Of Organizational Behavior, Vol. 28,No. 7, pp. 865-89.
Ho, L.A. 2010. Meditation, learning, organizational
innovation and performance, industrial management
& data systems, Vol. 111, No. 1, pp. 113-131.
Hong. L., Vivian C.H., Tien H.C and Chen. F.W. 2014.
Relationship between entrepreneurial leadership and
inovative behavior : the mediating effect of
entrepreneurial self efficacy and the moderating effect
of openness to experience and extraversion,
Information technologi Journal, Vol. 13, No. 6, pp.1035-
1044.
Hooff, V.D.B., and Ridder, J.A. 2004, Knowledge sharing
in context: the influence of organizational
commitment, communication climate, and cmc use on
knowledge sharing. Journal Of Knowledge
Management, Vol. 8, No. 6, pp. 117–130.
Hopp. E,S. 2005. Spirituality and leadership. new
directions for teaching and learning, Vol. 2005, No. 4,
pp. 83-92.

149
Hou, Y.H., and Chen, Y.A.S. 2016. The effects of ethical
leadership, voice behavior and climates for innovation
on creativity : a moderated mediation examination,
The Leadership Quarterly. Vol 27, No.1, pp.1-13.
Hsu, I.C. 2008. Knowledge sharing practices as a
facilitating factor for improving organizational
performance through human capital: a preliminary
test, expert systems with applications, Vol. 35,
pp.1316–1326.
Hu, M.I.M., Horng J.S., and Sun.Y.H.C. 2009. Hospitality
teams: knowledge sharing and service innovation
performance. Tourism Management, Vol. 30, pp. 41–
50.
Huang, J.W., and Li, Y.H. 2009. The mediating effect of
knowledge management on social interaction and
innovation performance. International Journal of
Manpower, Vol. 30, No. 3, pp. 85-301.
Huges, M., and Morgan, R.E. 2007. Decontructing the
relationship between entrepreneurial orientation and
business performance at the embryonic Stage of Firm
Growth, Industrial Marketing Management, Vol. 36, No.
5, pp. 651-661.
Hui. H., Radzi. C.W., Jenatabadi. H.S., and Kasim F.A.,
2013. The impact of firm age and size on the
relationship among organizational innovation,
learning, and performance: a moderation analysis in
asian food manufacturing companies. Interdisciplinary
Journal Of Contemporary Research In Business, Vol.5,
No.4, pp. 166-174.
Husseini, S.J.I., Elbeltagi, I.M., and Dosa, T.A. 2015.
Knowledge sharing processes as critical enablers for
process innovation, International Journal of Culture
and History, Vol. 1, No. 1, pp. 345-355.
Ibrahim, S., and Heng, L.H. 2015. The roles of learning in
stimulating knowledge sharing at SMEs, Procedia -
Social And Behavioral Sciences, Vol. 172, pp. 230- 237.

150
Ikeanyibe, O.M. 2009, Human Resource Management For
Sustainable Microfinance Institustions In Nigeria,
Global Journal Of Social Sciences, Vol. 8, No. 1, pp.
119-134.
Inglehart, R., and Baker. W. E., 2000. Modernization,
Cultural change and the persistence of Tradisional
Values, American Sociological Review, Vol. 65, No. 1,
pp. 19-51.
Ipe, M. 2003. Knowledge Sharing in Organizations: A
Conceptual Framework, Human Resource Development
Review, Vol. 2, No. 4, pp. 337-359.
Ireland, R.D. and Webb, J.W. 2007. Strategic
entrepreneurship: creating competitive advantage
through streams of innovation, Business Horizons,
Vol. 50, No. 1, pp. 49-59.
Ireland, R.D., and Hitt, M.A. Simon, D.G. 2003, A model of
strategi entrepreneurship: the construct and its
dimensions, Journal of Management, Vol. 29 No. 6, pp.
963-989.
Iscan, O.F., Ersan, G., and Naktiyok, A., 2014. Effect of
leadership style on perceived organizational
performance and innovation: the role of
transformational leadership beyond the impact of
transactional leadership application among turkish
SME’s, Procedia - Social and Behavioral Sciences, Vol.
150, pp. 881-889.
Jackson, S.E., Chuang, C.H., Harden, E.E., Jiang, Y., and
Joseph, J.M. 2006. Toward developing human
resource management systems for knowledge-
intensive teamwork. Research in Personnel and Human
Resources Management, Vol. 25, pp. 27-70.
Jagdale. D., and Shankar, S.B. 2014. Entrepreneurial
leadership and organizational performance with
reference to rural small scale engineering industry in
Pune District, International Multidicipler Research
Journal, Vol. 4, No.2, pp.1-13.

151
Jahangir, Y., Farsi, J.Y., Azizi, M and Espahbod, S. 2013.The
role of process maturity on innovation and performance
of entrepreneurial opportunistic organizations: a case
study on nano firms, Journal of Entrepreneurship and
Innovation Management, Vol. 1, No. 2, pp. 51-58.
Jalal, H.A., Toulson, P., and Tweed, D. 2013. Knowledge
sharing success for sustaining organizational
competitive advantage, Procedia Economics and
Finance, Vol.7. pp.150 – 157.
Jarad, I.Y.A., Yusof, N.A, and Nikbin, D. 2010. A review
paper on organizational culture and organizational
performance, International Journal Of Business And
Social Science, Vol. 1, No. 3, pp. 26-47.
Jarvis C.B., Mackenzie S.B., and Podsakoff P. M. 2003. A
critical reviewbof construct indicators and
measurement model misspecifiation in marketing and
consumer resarch, Journal of Consumer Research, Vol.
30, No. 2, pp.199-218.
Jensen, S. M., and Luthans, F. 2006. Entrepreneurs as
authentic leaders: impact on employees' attitudes,
Leadership and Organization Development Journal,
Vol. 27, No. 8, pp. 646-666.
Jimenez, D., and Valle, R.S. 2011. Innovation,
organizational learning and performance, Journal Of
Business Research, Vol. 64, No. 4, pp. 408-417.
Jiménez, J.D., and Valle, R.S 2005. Innovation and human
resource management fit: an empirical study,
International Journal Of Manpower, Vol. 26, No. 4, pp.
364-381.
Jones, O., and Crompton, H. 2009. Enterprise logic and
small firms : a model of authentic entrepreneurial
leadership, Journal of Strategy and Management, Vol.
2, No. 4 pp, 329-351.
Kacmar, K.M., Bachrach, D.G., Harris, K.J and Zivnuska,
S. 2011. Fostering good citizenship through ethical
leadership : exploring the moderating role of gender
and organizational politics, Journal of Applied
Psychology, Vol. 96, No. 3, pp. 633 - 642.

152
Kao, P. J., Lin, T., and Zhung, J. Y. 2015. How
transformational leadership fuels employees’ service
innovation behavior, The Service Industries Journal,
Vol. 35, pp. 448 - 466.
Kaplan, R. S. and Norton, D.P. 2006. Aligment : using the
balanced scorecard to create corporate synergies.
Boston Massachusetts, Harvard Business School
Press.
Kathiravelu S. R, Mansor, N. N. A., Ramayah,T., and Idris,
N., 2013. Why organisational culture drives knowledge
sharing? Procedia - Social and Behavioral Sciences,
Vol. 129, pp. 119 - 126.
Kaur,K., 2016. An Appraisal of Impact of Microfinance on
socio-economic development of rural people of india.
International Journal of Business Quantitative
Economics and And Applied Management Research.
Vol. 2 pp. 60-79.
Khalid, A., and Ahmed M. 2005. Impact of knowledge
sharing on organizational learning: moderating effect
of organizational leadership Asian Journal Of
Management Research. Vol. 5, No. 3, pp. 358-371.
Khan, N. A. 2014. The Impact of Micro Finance on the
Household income and consumption level in Danyore,
Gilgit-Baltistan Pakistan. International Journal of
Academic Research in Economics and Management
Sciences,Vol. 3, No.1, pp.180-195.
Kim, T.T., Lee, G., Gyehee, L., Paek, S., and Lee, S. 2013.
Social capital, knowledge sharing and organizational
performance what structural relationship do they have
in hotels? International Journal of Contemporary
Hospitality Management, Vol. 25, No. 5, pp. 683-704.
Kipesha, E.F. 2013. Performance of microfinance
institutions in Tanzania: integrating financial and non
financial metrics, European Journal of Business and
Management, Vol. 5, No. 4, pp. 94-105.

153
Koech, P.M., and Namusonge, G.S. 2012. The effect of
leadership styles on organizational performance at
state corporations in Kenya. International Journal of
Business and Commerce, Vol. 2, No. 1, pp. 01-12.
Koenig, M.E.D. 1998. From intellectual capital to
knowledge management: what are they talking about?
INSPEL, pp. 222-233.
Koiranen, M. 2002. Over 100 years of age but still
entrepreneurially active in business exploring the
values and family characteristics of old Finnish family
firms. Family Business Review, Vol. 15, No. 3, pp. 175-
88.
Kokanuch, A and Tuntrabundit, K. 2014. Knowledge
sharing capability and organizational performance: a
theoretical perspective, 10th International Academic
Conference, Vienna
Kreiser, P.M., Marino, L.D., and Weaver, K.M. 2002.
Assessing the relationship between entrepreneurial
orientation, the external environment, and firm
performance scale: a multi-country analysis. Frontiers
of Entrepreneurship Resea
Kroh, G.V.I., Nonaka, L., and Rechsteiner. 2012.
Leadership in organizational knowledge creation: a
review and framework. Journal of Management
Studies, Vol. 49, No. 1, pp. 240-277.
Kuratko, D.F., and Hornsby, J.S. 1999. Corporate
entrepreneurial leadership for the 21st century,
Journal of Leadership and Organizational Studies, Vol.
5, No. 2, pp. 27-39.
Kuratko, D and Hodgetts, R. 2007. Enterpreneurship
theory, process and practise, seven edition, Canada,
Thomson South-Western.
Kuratko, D.F and Audretsch, D.B. 2009. Strategic
entrepreneurship: exploring different perspectives of
an emerging concept. Entrepreneurship Theory and
Practice, Vol. 33, No. 1, pp. 1-17.

154
Kuratko, D.F., and Goldsby, M.G. 2004. Corporate
Entrepreneurs or Rogue Middle Managers: a
Framework For Ethical Corporate Entrepreneurship.
Journal of Business Ethics, Vol. 55, No. 1, pp. 3–30.
Kuratko. D.F. 2007, Entrepreneurial Leadership in the
21st Century, Journal of Leadership and
Organizational Studies,Vol. 13, No. 4, pp.1-11.
Lajin, N.F.M. and Zainol, F.A. 2015.The Effect of
Entrepreneurial Leadership, Self-Efficacy and
Organizational Performance: A Conceptual Paper.
International Academic Research Journal of Social
Science, Vol. 1, No. 1, pp. 16-24.
Lee, M.R., and Lan Yi-Chen. 2011. Toward a Unified
Knowledge Management Model for SMEs, Expert
System With applications, pp. 729-735.
Leithwood, K., Jantzi, D., and Steinbach, R. 1999.
Changing Leadership For Change In Times. Changing
Education Series: Taylor And Francis Group, 7625
Empire Drive, Florence, Ky 41042.
Lembaga Pemberdayaan Lembaga Perkreditan Desa
(LPLPD) Provinsi Bali. 2016. Laporan
Pertanggungjawaban Kegiatan dan Perkembangan
Kinerja LPD
Liao, S.H., Fei, W.C., and Chen, C.C. 2007. Knowledge
sharing, absorptive capacity, and innovation
capability: an empirical study of Taiwan’s knowledge
intensive industries, Journal of Manpower, Vol. 28, No.
3, pp. 315-332.
Lin, H.F., and Lee, G. 2004. Perceptions of senior
managers toward knowledge-sharing behaviour,
Management Decision, Vol. 42, No. 1, pp. 108-125.
Lin, H.F. 2007. Knowledge Sharing and firm innovation
capability: an empirical study, International Journal of
Manpower, Vol. 28, No. 3, pp. 315-332.

155
Ling, Ya-Hui., and Jaw B.S., 2011. Entrepreneurial
Leadership, Human Capital Management, And Global
Competitiveness An Empirical Study Of Taiwanese
Mncs, Journal Of Chinese Human Resource
Management, Vol. 2, No. 2, pp. 117-135.
Lisdiantini, N. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi dan
Kepemimpinan Kewirausahaan terhadap Motivasi
Karyawan dan Dampaknya pada Peningkatan Kinerja
Organisasi (Studi Pada PT Industri Kereta Api/INKA
Madiun), Widya Warta, No. 02 ISSN 0854-1981.
Liu, C. C. 2008. The relationship between
machiavellianism and knowledge sharing willingness.
The Journal Of Business And Psychology, Vol. 22, No.3,
pp. 233-240
Liu, J., Liu, X ., and Zeng, X. 2011. Does transactional
leadership count for team innovativeness? the
moderating role of emotional labor and the mediating
role of team efficacy. Journal Of Organizational Change
Management, Vol. 24, No. 3, pp. 282-298.
Luthans, F., and Peterson, S. J., 2002, Employe
Engagement And Manager Self-Efficacy Implication
For Managerial Effectiveness And Development,
Journal Of Management Development, Vol. 21, pp. 376-
387.
Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh,
Yogyakarta, PT. Andi
Madume, J.V., and Iheanyi, I.H. 2016. An Assessment of
the Impact of Micro Finance Bank on the Development
of Entrepreneurs in the Economy. A Study of Micro
Finance Banks in Rivers State. Journal of Accounting
and Financial Management, Vol. 2, No. 3, pp. 69-81.
Mahmood, T., Arby, M.F., Hussain, T., and Sattar, A. 2016.
Impact of microfinance on income generation and
living standards a case study of Dera Khan Division,
Pakistan Economic and Social Review, Vol 54, No.1,
pp.73-80.

156
Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Bali. 2014.
Pararem Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Bali.
Manz, C., Bastien, D., and Hostager, T. 1992. A bicycle
model of leadership in innovation. Human Resource
Planning Journal, Vol. 14, No. 4, pp. 275-287.
Mcgrath, G.R., and Macmillan, I.C. 2000. Entrepreneurial
Mindset: Strategies For Continuously Creating
Opp.ortunity In An Age Of Uncertainty. Harvard
Business School Press Books
Menguc, B.S. 2010. Development and return on execution
of product innovation capabilities: The role of
organizational structure. Industrial Marketing
Management, Vol. 39, No. 5, pp. 820-831.
Mesmer, MaJ.R., and DeChurch, L.A. 2009. Information
sharing and team performance: A meta analysis.
Journal of Applied Psychology, Vol. 94, No. 2, pp. 535-
546.
Mgeni, T.O. 2015. Impact of Entrepreneurial Leadership
Style on Business Performance of SMEs in Tanzania,
Entrepreneurship & Organization Management Journal,
Vol. 4, No. 2, pp. 1-9.
Mokhber. M. 2015. Components on Organizational
Innovation. Effect of Transformational Leadership and
its. Iranian Journal of Management Studies (IJMS). Vol.
8, No. 2, pp. 221-241.
Monica, H., Horng, J-S., and Cristine, S.Y.H. 2009.
Hospitality Teams : Knowledge Sharing And Service
Innovation Performance, Tourism Management, Vol.
30, pp. 41-50..
Morales, V.J.G., Barrionuevo. M.M.J., and Gutiérrez L.G.
2010. Transformational leadership influence on
organizational performance through organizational
learning and innovation, Journal of Business Research,
Vol. 65, pp. 1040-1050.
Mulyadi. 2007. Sistem Akuntansi, Jakarta, Salemba
Empat.

157
Muscat, E., and Whitty, M. 2009. Social Entrepreneurship:
values-based leadership to transform business
education and society. Business Renaissance
Quarterly, Vol. 4, No. 1, pp. 31- 42.
Mutiiria. O. M and Oleche, M.O. 2015. financial sector and
economic growth in kenya: the case of credit reference
bureaus (CRBs). International Journal of Novel
Research in Marketing Management and Economics,
Vol. 2, No. 3, pp. 145-153.
Nawab, S., Nazir, T., Zahid, M.T., and Fawad, M, S. 2015.
Knowledge Management, Innovation and
Organizational Performance, International Journal of
Knowledge Engineering, Vol. 1, No. 1, pp. 1-12.
Nemanich, L.A., and Vera, D. 2009. Transformational
leadership and ambidexterity in the contet of an
acquisition. The Leadership Quarterly, Vol. 20, No. 1
pp. 19-33.
Newbert, S.L. 2007. Empirical Research on the Resource-
Based View of the firm : an assessment and
suggestions for future research. Strategic Management
Journal, Vol. 28, No. 2, pp. 121-146.
Ngah, R.A and Jusoff, K. 2009. Tacit knowledge sharing
and SMEs organisational performance, International
Journal of Economics and Finance, Vol. 1, No. 1, pp.
216-330,
Njogu, S.W. 2013. The role of microfinance institutions in
empowering women economically: a case study of
umoja women entrepreneur programme Nakuru
Branch. International Journal of Science and Research,
pp.1494-1499
Nonaka, I. 2006. Creating sustainable competition
advantage through knowledge- based management,
http;//www.google.com, download 2001.
Nonaka, I. and Takeuchi, H. 1995. The knowledge-creating
company, New York, Oxford University Press.
Northouse, P.G. 2015. Leadership : Theory and Practice.
Sage publications.

158
Nunnally, J.C. 1994. Psychometric Theory 3, New York, NY:
McGraw-Hill
Ofori, D., Osei, A., Mensah,S. A., and Affun, E.K. 2015.
Innovation and Knowledge Sharing: A New Competitive
Advantage in the Mobile Telecommunication Industry
in Ghana, Science Journal of Business and
Management, Vol.3, No.5,pp.157-163.
Ojokuku, R.M, Odetayo, T.A and Sajuyigbe, A.S. 2012.
Impact of Leadership Style on Organizational
Performance: A Case Study of Nigerian Banks.
American Journal of Business and Management, Vol. 1,
No. 4, pp. 202-207.
Okudan, G.E., and Rzasa, S.E. 2006. A Project-Based
Approach To Entrepreneurial Leadership Education.
In: Technovation, Vol. 26, No. 2, pp. 195-210.
Omri, W. 2015. Innovative behavior and venture
performance of SMEs: the moderating effect of
environmental dynamism, European Journal of
Innovation Management, Vol. 18, No. 2, pp. 245-256.
Otero, M. 1999. Bringing developments back into
microfinance, Journal of Microfinance, Vol. 1, No. 1, pp.
8-19.
Othman, Z., Rahman, R.A., and Shamsudin, F.M. 2012.
The role of Ethics in Corporate Governance, Jurnal
Pengurusan, Vol. 35, pp. 13 – 20.
Paiva, E.L., Aleda V.R, and Jaime E.F. 2008.
Organizational Knowledge and The Manufacturing
Strategy Process: A Resource-Based View Analysis,
Journal of Operations Management, Vol. 20. pp. 115–
13.
Pehrsson, A. 2008. Strategy Antecedent of Modes of Entry
into Foreign Markets, Journal of Business Research,
Vol. 15, pp. 32-40.
Pera, S. 2014. Evaluasi Keberhasilan LPD dalam
menggerakkan Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan
(Studi Pada LPD Desa Adat Pekutatan). Jurnal
Ekonomi Pembangunan , Vol. 12, pp. 70-85

159
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2012
tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 8 Tahun 2002 tentang Lembaga
Perkreditan Desa
Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 2017 Tentang
Lembaga Perkreditan Desa
Peraturan Gubernur Bali Nomor 44 Tahun 2017 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi
Bali No.3 Tahun 2017 Tentang Lembaga Perkreditan
Desa.
Peteraf, M., and Barney, J. 2003. Unraveling The
Resource-Based Tangle, Managerial and Decision
Economics , Vol. 24, pp. 309-323.
Petuskiene, E., and Glinskiene, R. 2011.
Entrepreneurship as the basic element for the
successful employment of benchmarking and
business innovations. Inzinerine Ekonomika-
Engineering Economics, Vol. 22, No. 1, pp. 69-77.
Polanyi, M. 1966. The Tacit Dimension, Routledge & Kegan
Paul: London.
Popli. G.S., and Kumari, S. 2013. A Study Of Knowledge
Management In Selected Microfinance Companies Of
India, Delhi School Of Professional Studies And
Research, New Delhi India.
Prajogo, D.I. 2006. The Relationship between Innovation
and Business Performance-A Comparative Study
Between Manufacturing and Service Firms. Knowledge
and Process Management, Vol. 13, No. 3, pp. 218–225.
Pudja G. 1984. Agama Hindu. Jakarta : Mayasari.
Quaddus, M and Jun Xu, J. 2008. Towards Understanding
of Knowledge Sharing Among Small Businesses in
Australia : Development of a Research Model,
Australian Conference on Information Systems, Vol.
..pp. 770-779.

160
Rahim. H. L., Abidin, Z. Z., Mohtar.S., and Ramli, A.
2015.The Effect of Entrepreneurial Leadership
Towards Organizational Performance, International
Academic Research Journal of Business and
Technology, Vol…pp. 215-224.
Rahyuda I Ketut., Rahyuda Agus G., Dharmanegara I.B.A.,
Ekawati.W., Kawiana.I.G.P., dan Komalasari.Y. 2015.
Akselerasi nilai, etika kepemimpinan dan strategi
perubahan kinerja pasar usaha mikro tradisional di
Bali pada Wilayah Sarbagita. Laporan Penelitian
Hibah Program Studi Doktor Ilmu Manajemen
Program Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana.
Rahyuda, K. 2016. Metode Penelitian Bisnis. Denpasar,
Udayana University Press.
Rai, P and Supinit, V. 2016. A study of financial sectors of
Nepal and its role in economic growth, International
Journal Of Management And Commerce Innovations,
Vol. 4, No. 1, pp. 538-544.
Rashmi, T. 2016. The emerging role of financial service
sector for sustainable economic development and
growth, I.J.E.M.S., Vol. 7, No. 1, pp. 78-83.
Ratih, I.A.D.D., Supartha, W.G., Dewi, I.G.A.M., and
Sintaasih, D. K. 2016. Creative leadership, knowledge
sharing and innovation : evidence of small and
medium entreprises, European Journal of Business
and Management, Vol. 8, No. 5, pp. 15-27.
Reid, F. 2003. Creating a knowledge sharing culture
amomg diverse business units employment relation
today,Vol. 30, No. 3, pp. 43-49.
Renko, M., Ayman E.T., Alan L.C., and Malin, B. 2013.
Understanding And Measuring Entrepreneurial
Leadership Style, Journal Of Small Business
Management,doi: 10.1111/jsbm.12086.

161
Rhee, J., Taekyung, P., and Hyung, L. 2009. Drivers of
innovativeness and performance for innovative SMEs
in South Korea : Mediation of Learning Orientation,
Journal Tecnovation, pp. 65-75.
Ribeiro, D., and Urbano, D. 2010. Employee–organization
relationship in collective entrepreneurship: an
overview. Journal Of Organizational Change
Management, Vol. 23, No. 4, pp. 349-359.
Ricardo, R., and Wade, D. 2001. Corporate performance
management: how to build a better organization
through measurement driven strategies alignment.
butterworth heinemann.
Rindjin, K. 2004. Etika Bisnis dan Implementasinya,
Jakarta: Gramedia
Ritonga, P. 2008. Pengaruh budaya paternalistik dan
komitmen organisasi terhadap hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja manajerial pada
tirtanadi provinsi sumatera utara, Tesis, Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Robbins S.P, dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Drs.
Benyamin Molan (Penerjemah), Jakarta, Penerbit
Salemba Empat.
Rofiaty, 2011, Pengaruh Kondisi Lingkungan, Perilaku
Berbagi Pengetahuan Dan Proses Perencanaan
Strategis Terhadap Inovasi Dan Kinerja (Studi Pada
Ukm Sentra Kerajinan Kulit Di Jawa Timur), Disertasi,
Program Doktor Ilmu Manajemen, Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang.
Rogers E. M. 1995. Diffusion of innovations. 4th ed. New
York, Free Press,
Rokeach, M. 1973. The Nature of Human Values. New York:
The Free Press
Rosing, K., Frese, M., and Bausc, A. 2011. Explaining the
heterogeneity of the leadership-innovation
relationship: ambidextrous leadership, The Leadership
Quarterly, Vol. 22, pp. 956-974.

162
Roth, J. 2003. Enabling knowledge creation: learning from
the R & D organization, Journal of Knowledge
Management, Vol. 7, No. 1, pp. 32-48.
Rowe, W.G., 2001, Creating Wealth In Organizations: The
Role Of Strategic Leadership. Academy Of Management
Executive, Vol. 15, pp. 81-94.
Ruvio, A., Rosenblatt, Z., and Hertz-Lazarowitz, R. 2010.
Entrepreneurial Leadership Vision In Nonprofit Vs
For-Profit Organizations, The Leadership Quarterly,
Vol. 21, Vol. 1, pp. 144-58.
Ryu S,H and Han I. 2003. Knowledge sharing behavior of
physicians in hospitals. Expert Systems with
App.lications, Vol. 25, pp. 113-122.
Sadiartha, A.A.N.G. 2017. Lembaga Perkreditan Desa
sebagai penopang keajegan budaya ekonomi
masyarakat Bali. Journal of Bali Studies. Vol. 7, No. 2,
pp. 1–18.
Sajjadi. A., Karimkhani, M., and Mehrpour, M. 2014 New
Emerging Leadership Theories And Styles, Technical
Journal Of Engineering And Applied Sciences,Vol. 4,
No. 3. pp. 180-188.
Salleh K.M., Sulaiman, N.L., and Talib, K.N. 2010.
Globalization’s Impact on Soft Skills Demand in the
Malaysian Workforce and Organizations: What makes
graduates employable? Proceedings of the 1stUPI
International Conference on Technical and Vocational
Education and Training, 10-11 November 2010,
Bandung-Jawa Barat.
Salwa, A.H.F., Azahari. A.M., and Tamkin B.J. 2013. Non-
finansial performance of micro credit entrepreneurs :
does personal religious values matters? International
Journal of Economics and Finance, Vol. 5, No. 6, pp.
34-45.
Sanusi, A. 2011. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta,
Salemba Empat.

163
Sarwar, M.Z., Kashif, S.A and Saleem, P. 2012. The Effect
of Customer Trust on Customer Loyalty and Customer
retention : A Moderating role of Cause Related
Marketing, Global Journal Of Management And
Business Research, Vol.12, No.6, pp. 1-11.
Schumpeter, J.A. 1934. The Theory of Economic
Development, An Inquiry into Profits, Capital, Credit,
Interest and the Business Cycle, Harvard University
Press.
Selznick, P. 1957. Leadership in administration: A
sociological interpretation , New York, Publisher :
Evanston, III, Row Peterson Harper and Row.
Sembiring, M. 2012. Budaya and Kinerja Organisasi
(Perspektif Organisasi Pemerintah), Bandung,
Penerbit Fokusmedia.
Serrat, O., 2009. Glossary of Knowledge Management,
http://www.google.com.download Mei 2016.
Setyanti, S., Wahyu, L., H., Troena, E., A., and Nimran U.
2013. Innovation Role In Mediating The Effect Of
Entrepreneurship Orientation, Management Capabilities
And Knowledge Sharing Toward Business Performance:
Study At Batik SMEs In East Java, Journal Of Business
And Management),Vol. 8, No. 4, pp. 16-27.
Shabbir, M.S. 2016. The Impact of Micro Finance
Institutions on Economic Growth of Morocco. Journal
of Tourism & Hospitality, Vol.7, No. 1.
Shao, Z., Feng, Y, and Liu, L. 2012. The Mediating Effect
Of Organizational Culture And Knowledge Sharing On
Transformational Leadership And Enterprise Resource
Planning Systems Success: An Empirical Study In
China, Computers in Human Behavior, Vol. 28 pp.
2400–2413.
Sharif, M.M., and Scandura, T.S. 2014. Do Perceptions of
Ethical Conduct Matter During Organizational
Change? Ethical Leadership and Employee
Involvement. Journal Of Business Ethics, Vol. 124,
No2., pp.185-196

164
Shin, S.J., and Zhou, J. 2007. When is educational
specialization heterogeneity related creativity in
research and development teams? Transformational
eadership as a moderator. Journal of App.lied
Psychology, Vol : 92 pp. 1709-1721.
Simpson, P.M, Siguaw, J.A, and Enz, C.A. 2006.
Innovation orientation outcomes: the good and the
bad. Journal of Business Research, Vol : 59 pp.1133–
1141
Sintaasih, D.K., Nimran, U., Sudarma, M., and
Surachman. 2011. Knowledge Management dan Peran
Strategic Partner SDM: Pengaruhnya Terhadap
Perencanaan Strategik dan Kinerja Organisasi (Studi
pada Rumah Sakit di Bali). Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, Vol.13, No. 1, pp.17-31
Skodvin, T. and Andresen, S. 2006. Leadership revisited”,
Global Environmental Politics, Vol. 6, No. 3, pp. 13-27.
Slavković, M., and Babić, V. 2013. Knowledge
Management, Innovativeness, And Organizational
Performance: Evidence From Serbia, ECONOMIC
ANNALS, Volume LVIII, No. 199, pp. 85-107.
Solimun. 2010. Analisis Multivariate Permodelan
Structural Metode Partial Least Square-PLS, Malang,
CV. Citra Malang.
Sugianto, E,Y., dan Sutanto, E.M. 2013. Pengaruh
Entrepreneurial Leadership Terhadap Iklim
Organisasional, Kreativitas, Dan Inovasi Karyawan
Bagian Produksi Pada Sbo TV Surabaya, Scientific
Repository, Vol. 1, No. 2.
Sugiono. 2012. Statistik untuk Penelitian, Alfabeta,
Bandung.
Suhardana, K.M. 2006. Pengantar Etika dan Moralitas
Hindu : Bahan Kajian Untuk Memperbaiki Tingkah
Laku. Surabaya. Penerbit Paramita.

165
Sujana, I.K., Sudarma, M., Irianto, G and Achsin, M. 2014.
Harmoni as a Performance Appraisal of Village Credit
Institutions on Bali Indonesia. Scientific Research
Journal, Vol. 2, No. 7, pp. 1-10.
Sundararajan, M., Sundararajan, B., and Henderson, S.
2012. Role of Meditative Foundation in
Entrepreneurial Leadership and New Venture
Success. Journal of Spirituality Leadership and
Management, Vol. 6, No. 1, pp. 59-70.
Surie, G. and Ashley, A. 2008. Integrating Pragmatism And
Ethics In Entrepreneurial Leadership For Sustainable
Value Creation, Journal of Business Ethics, Vol. 81, pp.
235-246.
Suryana. 2006. Kewirausahaan. Jakarta, Salemba Empat.
Susanto, A.B., Wijanarko, H., and Mertosono. 2008. A
Strategic Management App.roach Corporate Culture &
Organization Culture, Jakarta Divisi Penerbitan, The
Jakarta Consulting Group,.
Sutanto, E.M., dan Eliyana, A. 2015. The Study of
Entrepreneurial Performance With Entrepreneurial
Leadership and Organizational Learning Capability as
Antecendent Variables in East Java Higher Education.
Academic Research International. Vol. 6, No. 3.
Swiercz, P. M., and Lytlon. S. 2002. Entrepreneurial
Leadership in hight-tech firms : a field study,
Leadership and Organization Development Journal,
Vol. 23, No. 7, pp. 380-389.
Tai-Kuei Yu A., Long-Chuan Lu B, and Tsai-Feng Liu.
2009. Exploring Fact
Tapies, J., and Moya, M.F. 2012. Values and longivety in
family business evidence from a cross-cultural
analysis. Journal of Family Business Management, Vol.
2, No. 2, pp. 130-146.

166
Tarabishy. A., and Solomon. G. 2005.The Entrepreneurial
Leader’s Impact on the Organization’s Performance in
Dynamic Markets. The Journal Of Private Equity, Vol.
8, No. 4, pp. 20-29.
Tashakkori, A., and Creswell, J.W. 2007. Exploring the
nature of research question in mixed methods
research. Editorial. Journal of Mixed Methods
Research, Vol.3, pp. 2007-2011.
Teece, D.J., Pisano, G., and Shuen, A. 1997. Dynamic
Capabilities and Strategic Management. Strategic
Management Journal, Vol.18, No. 7, pp. 509-533.
Teece, D.J. 1998. Capturing Value From Knowledge
Assets: The New Economy, Markets For Know-How,
And Intangible Assets, California Review Management,
Vol. 40, No. 3, pp. 55-79.
Templer, A.J., and Cawsey, T.F. 1999. Rethinking career
development in an era of portfolio careers. Career
Development International, Vol. 4, No. 2, pp 70- 76
Templeton, G.F., Bruce, R.L., and Charles, A.S. 2002.
Development Measure for the Organizational Learning
Construct, Journal of Management Information
System, Vol. 2, pp.175-218.
Tenenhous, M.,Vinzi V.E., Chatelin, Y.M., and Lauro, C.
2008. PLS Path Modeling, Computational Statistics &
Data Analysis, Vol. 48, pp. 159-205.
Thornberry., N. 2006. Lead Like An Entrepreneur. New
York: The Mcgraw-Hill Companies,Inc
Thornhill, S. 2006. Knowledge, innovation and firm
performance in high- and lowtechnology regimes.
Journal of Business Venturing. Vol. 21, No. 5, pp. 687-
703
Tienne, K. B. 2004. Toward A Model Of Effective Knowledge
Management And Direction For Future Research:
Culture,Leadership, And Ckos, Journal Of Leadership
And Organization Studies, Vol. 10, No. 4

167
Timothy, O., Andy.O., Victoria, A., and Idowu, N. 2011.
Effects Of Leadership Style On Organizational
Performance: A Survey Of Se lected Small Scale
Enterprises In Ikosi-Ketu Council Development Area of
Lagos State, Nigeria., Australian Journal of Business
and Management Research, Vol. 1, No. 7, pp. 100-111.
Trevino, L.K., Brown, M., and Hartman, L.P. 2003. A
Qualitative Investigation of Perceived Executive
Ethical Leadership: Perceptions from Inside and
Outside the Executive Suite. Human Relations, Vol. 56,
pp.5-37
ttps://www.academia.edu/6087749/Agama_hindu
Uhlaner, L., Stel, A., Meijaard, J. and Folkeringa, M. 2007.
The relationship between knowledge management,
innovation and firm performance: Evidence from
Dutch SMEs, Scientific Analysis of Entrepreneurship
and SMEs, pp. 1-26.
Undang Undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro. Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
Urgaia, W.R. 2016. The contribution of financial sector
development for economic growth in East Africa.
Applied Economics and Finance, Vol. 3, No. 2, pp. 201-
2014.
Uslu, T., Bulbul. I. A, and Cubuk, D. 2015. An
investigation of the effects of open leadership to
organizational innovativeness and corporate
entrepreneurship, Procedia - Social And Behavioral
Sciences, Vol. 195, pp. 1166-1175.
Vecchio, R.P. 2003. Entrepreneurship and leadership:
common trends and common threads, Human
Resource Management Review, Vol. 13, pp. 303-327.
Wang, C.L and Ahmed, P.K. 2004. The development and
validation of the organisational innovativeness
construct using confirmatory factor analysis.
European Journal of Innovation Management, Vol.7,
No. 4, pp. 303-313

168
Wang, S., and Noe, R.A. 2010. Knowledge sharing: a review
and direction for future research, Human Resource
Management Review, Vol. 20, pp.115–131.
Wang, J.T. 2008. Knowledge sharing: investigating
appropriate leadership roles and collaborative culture,
Journal of Tourism Management, Vol, 28, pp.530–543.
Wang. C.J and Tsai. C.Y. 2013. Managing innovation and
creativity in organizations: an empirical study of
service industries in taiwan. Springer.Vol.8, No. 2, pp.
313-335.
Wang, Z and Wang, N. 2012. Knowledge sharing,
innovation and firm performance, Expert Systems with
Applications, Vol. 39, pp. 8899–8908.
Wanjiku, E., and Njiru, A. 2016. Influence of microfinance
services on economic empowerment of women In
Olkalou Contituency, Kenya, International Journal of
research In Business Management,Vol. 4, No. 5, pp.
67-78.
Wiagustini N.L.P., Wiksuana I. G. B., Sintaasih D. K.,
Saskara I.A.N. 2014. Model Pemberdayaan Lembaga
Perkreditan Desa (LPD) sebagai Sumber Pendanaan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kabupaten
Gianyar, Jurnal Manajemen Strategi Bisnis dan
Kewirausahaan. Vol. 8 No.1, pp. 18-25.
Wiig, K. M. 1997. Integrating intellectual capital and
knowledge management, Long Range Planning, Vol.
30, No. 3. pp. 399 - 405.
Wiklund, J., Shepherd, D. 2005. Entrepreneurial
orientation and small business performance: a
configurational approach. Journal of Business
Venturing, Vol. 20, pp.71-91.
Willy, A., Jogiyanto HM. 2015. Partial Least Square (PLS)
Alternatif Structural Equation Modeling (SEM) dalam
Penelitian Bisnis. Yogyakarta, Penerbit Andi.
Wood, J.M., Wallace, J., Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn. 1998. Organisational Behaviour An Asia-
Pacific Perspective, Singapore, John Wiley & Sons.

169
Woodman, R.W., Sawyer, J.E., Griffin, R.W. 1993. Toward
A Theory Of Organizational Creativity, Academy Of
Management Review, Vol. 18, pp. 132-143.
Wu, X., Sivalogathasan, V. 2013. Innovation capability for
better performance: intellectual capital and
organization performance of the apparel, Journal of
Advanced Management Science, Vol. 1, No. 3, pp. 273-
277.
Xiong, S., Deng, H. 2008. Critical success factors for
effective knowledge sharing in chinese joint ventures.
19th Australasian Conference on Information System,
proceeding, pp.1089-1098.
Xue, Yajiong, B.J., Liang, H. 2011. Team climate,
empowering leadership, and knowledge sharing,
Emerald Group Publishing Limited, Vol. 15, No. 2, pp.
299-312.
Yi, Jialin. 2009. A measure of knowledge sharing behavior:
scale development and validation, Knowledge
Management Research and Practice, Vol. 7 pp. 65–81.
Yu. C., Fang. T., Chieh. C. 2013. Knowledge sharing,
organizational climate, and innovative behavior: a
cross-level analysis of effects, Social Behavior And
Personality, 2013, No. 41, No. 1, pp.143-156.
Yukl, G.A. 2002. Leadership In Organizations, 5th
Edn.Upp.er Saddle River, Nj: Prentice-Hall.
Yusuf, A.M. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
& Penelitian Gabungan, Jakarta, Penerbit Kencana.
Zahari, A.S.M., Rahman, B A., Othman, A.K., and
Baniamin, R.M.R. 2014.The Influence of Knowledge
Sharing on Organizational Performance Among
Insurance Companies in Malaysia, Journal of Applied
Environmental and Biological Sciences, Vol. 4, pp. 1-7.
Zimba, M. 2016. The Impact Of Micro Finance In Zambia,
Case Study Of Chipata District. International Journal
of Multidisciplinary Research and Development, Vol. 3,
No. 7, pp. 47-52

170
Zohoori, M., Mohseni, S., Samadi, B., and Attarnezhad, O.
2013. The relationship between knowledge sharing
and innovation in electronic industry of Iran,
Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In
Business,Vol. 1,N1, pp. 26-33.
Zulkarnain. 2006. Kewirausahaan (strategi
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Penduduk
miskin), Cetakan Ke-1, Yogyakarta : Adicita Karya
Nusa.

171
Tim Penulis

Dr. Anak Agung Dwi Widyani, S.E., MM


Anak Agung Dwi Widyani, lahir di Denpasar Bali 16
Desember 1973. Menyelesaikan pendidikan S1 di
Program Studi Akuntansi Universitas Pendidikan
Nasional Denpasar pada tahun 2018 . Kemudian
menyelesaikan pendidikan tingkat Magister di jurusan
Manajemen dengan kosentrasi Manajemen Sumber Daya
Manusia pada Universitas Pendidikan Nasional
Denpasar. Program Doktor pada Universitas Udayana Bali dengan
kosentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia diselesaikan tahun
2018. Saat ini Widya (panggilan akrab) merupakan dosen pada
Universitas Mahasaraswati Denpasar, Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Prof. Dr. Ketut Rahyuda, SE, MSIE


Penulis adalah Guru Besar Bidang Metodologi
Penelitian di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana. Beliau menyelesaikan S-1 di Universitas
Udayana tahun 1982, Master tahun 1985 dan Doktor
tahun 1994- 1998 dari Jurusan Teknik dan Manajemen
Industri Institute Teknologi Bandung. Pengalaman: Sebagai Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UniversitasUdayana tahun 1999-2004.
Pembantu Rektor II Universitas Udayana tahun 2002-2006. Ketua
Badan Pengembangan Unud/BAPENUD tahun 2002-2006. Komisaris
Utama PT Bank BPD Bali tahun 2004- 2007. Ketua ISEI Bali tahun
2011-2013 dan 2014-2017. Ketua Program Doktor Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana selama dua periode
yaitu tahun 2012-2017. Sangat aktif dalam berbagai kegiatan
tridharma perguruan tinggi lainnya sepertisebagai narasumber
seminar, reviewer jurnal-jurnal nasional dan internasional, serta
berbagai kepanitiaan. Beberapa hasil penelitian sudah dipublikasikan
di berbagai jurnal internasional bereputasi tinggi, seperti International
Journal of Law and Management, International Journal of Supply
Chain Management, Global Journal of Flexible Systems Management
dan lainnya. Beberapa buku yang
pernah ditulis antara lain Buku Ajar Metodologi penelitian (2004),
Filsafat Ilmu Manajemen (2016), Metode Penelitian Bisnis (2016) dan
Bisnis “Base of the research pyramid” (2020).
Dr. Dra. I Gusti Ayu Manuati Dewi, M.A.
Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi,
Universitas Udayana, Denpasar Bali pada Jurusan
Manajemen, Tahun 1987. Penulis melanjutkan
pendidikan S2 di Faculty of Social Sciences, The Flinders
University of South Australia pada Tahun 1996. Pada Tahun 2013
penulis menyelesaikan Pendidikan S3 di Fakultas Ekonomika dan
Bisnis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada Program Studi
Doktor Ilmu Manajemen, Konsentrasi Manajemen Sumber Daya
Manusia. Hingga saat ini, penulis adalah Dosen tetap di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.

Prof. Dr. I Gede Riana, S.E., MM


Lahir di Desa Penyaringan, Kabupaten Jembrana, Bali
27 Nopember 1963. Saat ini adalah staf pengajar di
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
Pendidikan Sarjana (S1) dan Pascasarjana (S2) pada
bidang ilmu manajemen diselesaikan pada Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Program
doctor (S3) diselesaikan pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia. Saat ini aktif
mengajar pada Program Sarjana Manajemen, Magister Manajemen, dan
Program doktor Ilmu Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Udayana, Bali, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai