Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka menunjang aspek keahlian profesional program studi


Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lambung
Mangkurat telah menyediakan sarana dan prasarana penunjang pendidikan
dengan lengkap, namun sarana dan prasarana tersebut hanya menunjang aspek
keahlian professional secara teori saja. Dalam dunia kerja nantinya dibutuhkan
keterpaduan antara pengetahuan akan teori yang telah didapatkan dari bangku
perkuliahan dan pelatihan praktik di lapang guna memberikan gambaran tentang
dunia kerja yang sebenarnya.

Magang Kerja merupakan bentuk perkuliahan melalui kegiatan bekerja


secara langsung di dunia kerja. Magang Kerja ini merupakan suatu kegiatan
praktik bagi mahasiswa dengan tujuan mendapatkan pengalaman dari kegiatan
tersebut, yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan profesi.

Kegiatan magang kerja ini dilaksanakan di kantor Ombudsman RI


Perwakilan Kalimantan Selatan. Ombudsman Republik Indonesia sebelumnya
bernama Komisi Ombudsman Nasional adalah lembaga negara
di Indonesia yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik baik yang diselen ggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta
badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan
publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Lembaga ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

1
tentang Ombudsman Republik Indonesia yang disahkan dalam Rapat Paripurna
DPR RI pada tanggal 9 September 2008.

Jadi Peranan ombudsman adalah untuk melindungi masyarakat terhadap


pelanggaran hak, penyalahgunaan wewenang, kesalahan, kelalaian, keputusan
yang tidak fair dan mal administrasi dalam rangka meningkatkan kualitas
administrasi publik dan membuat tindakan-tindakan pemerintah lebih terbuka
dan pemerintah serta pegawainya lebih akuntabel terhadap anggota masyarakat.

1.2 Tujuan Dan Manfaat


Dengan magang kerja ini mahasiswa diharapkan mampu menerapkan ilmu
yang didapat di bangkukuliah ke dunia kerja dan mendapatkan ilmu serta
pengalaman baru dalam dunia kerja. Tujuan daripelaksanaan magang adalah
sebagai berikut :
1. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dan
menerapkannya dalamdunia kerja.
2. Melatih mahasiswa menjadi manusia yang disiplin, bertanggung jawab dan
berpikir maju.
3. Untuk mengembangkan cara berfikir mahasiswi agar bisa lebih cepat dalam
mengembangkan kemampuan diri.

Magang kerja mempunyai manfaat yang sangat besar bagi mahasiswa,


Universitas dan instansi, adapun manfaat magang kerja tersebut antara lain :

1.2.1 Manfaat bagi mahasiswa


1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan dan meningkatkan ilmu yang
diperoleh di bangkuperkuliahan.
2. Menambah wawasan setiap mahasiswa mengenai dunia kerja
3. Menambah dan meningkatkan keterampilan serta keahlian di
bidang praktek

2
1.2.2 Manfaat bagi Universitas
1. Terjalinnya kerjasama “bilateral” antara Universitas dengan
instansi
2. Universitas akan dapat meningkatkan kualitas lulusannya melalui
pengalaman kerja Magang
3. Universitas yang akan dikenal di dunia kerja
1.2.3 Manfaat bagi instansi
1. Adanya kerjasama antara dunia pendidikan dengan instansi
sehingga perusahaan tersebut dikenal oleh kalangan akademis
2. Adanya kritikan-kritikan yang membangun dari mahasiswa-
mahasiswa yang melakukan Praktek Magang
3. Perusahaan akan mendapat bantuan tenaga dari mahasiswa-
mahasiswa yan melakukan praktek

3
BAB II
RENCANA KEGIATAN

2.1 Tempat/Lokasi Dan Waktu

Waktu pelaksanaan magang kerja dilaksanakan kurang lebih satu setengah


bulan terhitung mulai tanggal 9 Juli sampai dengan 24 Agustus. Kegiatan
magang kerja ini dilaksanakan di kantor Okmbudsman RI perwakilan
Kalimantan Selatan yang mana instansi ini bergerak dibidang pengawasan
pelayayan publik.

2.2 Pola Dan Pendekatan Kegiatan

2.2.1 Pendekatan Kegiatan

Pendekatan kegiatan mengenai Peran Ombudsman RI Perwakilan


Kalimantan Selatan Dalam Tata Kelola Pengawasan Pelayanan Publik
menggunakan pendekatan kualitatif. Pada pendekatan ini saya
menggunakan penalaran induktif dan sangat percaya bahwa banyak
persepektif yang akan dapat diungkapkan. Pendekatan kualitatif berfokus
pada fenomena sosial dan pemberian suara pada perasaan dan persepsi dari
partisipan.

2.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang diperlukan peneliti melakukan beberapa


teknik yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data melalui pengamatan secara


langsung dilakukan dilokasi penelitian. Metode ini dilakukan dengan
jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan apa adanya secara

4
sistematik terhadap fenomena-fenomena yang merupakan permasalahan
dalam penelitian ini untuk melengkapi data yang didapat dalam
penelitian. Observasi dilakukan pada instansi instansi yang
menyelenggarakan pelayanan publik.

b. Wawancara

Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang


berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah
seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau
ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat
dan keyakinan. Pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya
jawab, wawancara secara langsung yaitu dengan pimpinan instansi atau
pegawai yang bertugas.

c. Dokumentasi

Mengumpulkan data dari catatan peristiwa yang sudah berlalu yang


dimiliki oleh Dinas terkait dan Kepala desa, dokumen ini berbentuk
tulisan atau gambar yang berhubungan dengan penelitian.

5
2.3 Jadwal Kegiatan

MATERI DAN KEGIATAN MAGANG

OMBUDSMAN RI PERWAKILAN KALIMANTAN SELATAN

(Mahasiswa FISIP ULM, 9 Juli 2018)

No Materi dan Kegiatan Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan Keterangan


1 - Perkenalan dan Pengarahan
Mahasiswa Magang UIN Antasari Noorhalis Majid, S.E., M.E. Senin, 9 Juli 2018
Banjarmasin
2 - Mengenal Ombudsman
- Pemberian tugas dari Asisten Noorhalis Majid, S.E., M.E. Selasa, 10 Juli 2018
Ombudsman
3 - Konsep pelayanan publik
Sopian Hadi, S.H., M.H. Rabu, 11 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten

6
Ombudsman
3 - Mengenal Tipe Pelapor
- Pemberian tugas dari Asisten Rujalinor, S.Pd.I. Kamis, 12 Juli 2018
Ombudsman
4 - Tata cara dan mekanisme
konsultasi/penerimaan laporan
Togi Leonardo S, S.H. Jumat, 13 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
5 - Membedah map kuning
- Pemberian tugas dari Asisten Beny Sanjaya, S.H. Senin, 16 Juli 2018
Ombudsman
6 - Mengikuti kegiatan audiensi,
kunjungan ke instansi pelayanan
Noorhalis Majid, S.E., M.E.
publik dan membuat laporan hasil Angkasa Pura I
Rizki Arrida, S.Pd Selasa, 17 Juli 2018
kunjungan. dan PLN Wilayah
Maulana Achmadi, S.Sos
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
7 - Membedah Map pink
Yeni aryani, S.H. Rabu, 18 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten

7
Ombudsman
8 - Macam-macam bentuk
maladministrasi
Desy Arista P, S.H. Kamis, 19 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
9 - Jenis laporan di Ombudsman
- Pemberian tugas dari Asisten Zayanti Mandasari, S,H.,M.H. Jumat, 20 Juli 2018
Ombudsman
10 - Cara penyelesaian laporan di
Ombudsman Senin, 23 Juli 2018
Maulana Achmadi, S.Sos.
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
11 - Verifikasi syarat formil laporan dan
tindak lanjut Selasa, 24 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten Togi Leonardo, SH
Ombudsman

12 - Verifikasi syarat materil laporan dan


tindak lanjut Rujalinor, S.Pd.I. Rabu, 25 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten

8
Ombudsman
13 - Mengikuti kegiatan audiensi,
kunjungan ke instansi pelayanan
publik dan membuat laporan hasil Sopian Hadi, S.H, M.H
kunjungan Yeni Aryani, S.H Kamis, 26 Juli 2018 LP Teluk Dalam

- Pemberian tugas dari Asisten Rujalinor, S.Pd.I.


Ombudsman

14 - Membuat surat klarifikasi keluhan


pelayanan publik secara langsung
Beny Sanjaya, S.H Jumat, 27 Juli 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
15 - Laporan RCO dan tindak lanjut
- Pemberian tugas dari Asisten Rizki Arrida, S.Pd Senin, 30 Juli 2018
Ombudsman
16 - Kajian OMI Ombudsman
- Pemberian tugas dari Asisten Sopian Hadi, S.H,M.H. Selasa, 31 Juli 2018
Ombudsman
17 - Kajian SR Ombudsman
Desy Arista P, S.H. Rabu, 1 Agustus 2018
- Pemberian tugas dari Asisten

9
Ombudsman
18 - Membuat penutupan laporan M. Firhansyah, S.H., M.A.P.,
- Pemberian tugas dari Asisten M.I.Kom. Kamis, 2 Agustus 2018
Ombudsman
19 - Pengarsipan/pendokumentasian
laporan pelayanan publik
Rizki Arrida, S.Pd. Jumat, 3 Agustus 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
20 - Mengikuti kegiatan audiensi,
Firhansyah, S.H., M.A.P.,
kunjungan ke instansi pelayanan
M.I.Kom.
publik dan membuat laporan hasil DPMPTSP
Zayanti Mandasari, S.H, M.H Senin, 6 Agustus 2018
kunjungan Provinsi
Desy Arista P, S.H
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
21 - Membuat laporan hasil
investigasi/monitoring pelayanan
publik Zayanti Mandasari, S.H., M.H. Selasa, 7 Agustus 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman

10
22 - Menginventaris permasalahan
pelayanan public di media cetak
Rujalinor, S.Pd.I Rabu, 8 Agustus 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
23 - Assesment Semua insan ombudsman Kamis, 9 Agustus 2018
24 - Mengikuti kegiatan audiensi,
kunjungan ke instansi pelayanan Beny Sanjaya, S.H Puskesmas
publik dan membuat laporan hasil Togi Leonardo S, S.H Cempaka
Senin, 13 Agustus 2018
kunjungan Diah Sari F, S.E
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
25 - Mengenal Partisipasi Masyarakat
dalam pelayanan public
Yeni aryani, S.H Selasa, 14 Agustus 2018
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
26 - Anggaran Diah Sari Fatmawati, S.E Kamis, 16 Agustus 2018
28 - Budaya Pelayanan Prima
- Pemberian tugas dari Asisten Maulana Achmadi, S.Sos Senin, 20 Agustus 2018
Ombudsman

11
29 - Membuat naskah pemberitaan media
tentang isu-isu pelayanan publik
hasil monitoring, investigasi dan M. Firhansyah, S.H., M.A.P.,
Selasa, 21 Agustus 2018
kunjungan M.I.Kom.
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman
30 - Membuat artikel terkait pelayanan
publik
- Evaluasi, kesan dan pesan
Noorhalis Majid, S.E., M.E. Kamis, 23 Agustus 2018
pengalaman magang
- Pemberian tugas dari Asisten
Ombudsman

Catatan :

- Jadwal mengikuti kegiatan Ombudsman RI Perwakilan Kalsel;


- Waktu ditentukan oleh penanggungjawab masing-masing

12
BAB III
HASILKEGIATAN

3.1 Gambaran Umum Lokasi/Tempat Magang

3.1.1 Sejarah

Upaya pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia oleh


pemerintah dimulai ketika Presiden B.J. Habibie berkuasa, kemudian
dilanjutkan oleh penggantinya, yakni K.H. Abdurrahman Wahid. Pada
masa pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid lah disebut sebagai tonggak
sejarah pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia. Pemerintah pada
waktu itu tampak sadar akan perlunya lembaga Ombudsman di Indonesia
menyusul adanya tuntutan masyarakat yang amat kuat untuk mewujudkan
pemerintah yang bersih dan penyelenggaraan negara yang baik atau clean
and good governance.

Presiden K.H. Abdurrahman Wahid segera mengeluarkan Keputusan


Presiden nomor 55 tahun 1999 tentang tim pengkajian pembentukan
lembaga Ombudsman. Menurut konsideran keputusan tersebut, latar
belakang pemikiran perlunya dibentuk lembaga Ombudsman Indonesia
adalah untuk lebih meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-
hak anggota masyarakat dari pelaku penyelenggara negara yang tidak
sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan memberikan kesempatan
kepada anggota masyarakat yang dirugikan untuk mengadu kepada suatu
lembaga yang independen yang dikenal dengan nama Ombudsman.

Pada bulan Maret 2000, K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan


Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman
Nasional, sehingga mulai saat itu, Indonesia memasuki babak baru dalam
sistem pengawasan. Demikianlah maka sejak ditetapkannya Keputusan
Presiden Nomor 44 Tahun 2000 pada tanggal 10 Maret 2000 berdirilah

13
lembaga Ombudsman Indonesia dengan dengan nama Komisi
Ombudsman Nasional. Menurut Kepres Nomor 44 Tahun 2000,
pembentukan lembaga Ombudsman di Indonesia dilatarbelakangi oleh tiga
pemikiran dasar sebagaimana tertuang di dalam konsiderannya, yakni:

1. Bahwa pemberdayaan masyarakat melalui peran serta mereka


melakukan pengawasan akan lebih menjamin peneyelenggaraan
negara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
2. Bahwa pemberdayaan pengawasan oleh masyarakat terhadap
penyelenggaraan negara merupakan implementasi demokrasi yang
perlu dikembangkan serta diaplikasikan agar penyalahgunaan
kekuasaan, wewenang ataupun jabatan oleh aparatur dapat
diminimalisasi;
3. Bahwa dalam penyelenggaraan negara khususnya penyelenggaraan
pemerintahan memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap
hak-hak anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk
lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan.

Kemudian untuk lebih mengoptimalkan fungsi, tugas, dan wewenang


komisi Ombudsman Nasional, perlu dibentuk Undang-undang tentang
Ombudsman Republik Indonesia sebagai landasan hukum yang lebih jelas
dan kuat. Hal ini sesuai pula dengan amanat ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor/MPR/2001 tentang rekomendasi arah
kebijakan pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme
yang salah satunya memerintahkan dibentuknya Ombudsman dengan
Undang-undang. Akhirnya pada tanggal 7 Oktober 2008 ditetapkanlah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang
Ombudsman Republik Indonesia. Setelah berlakunya Undang-Undang

14
Ombudsman Republik Indonesia, maka Komisi Ombudsman Nasional
berubah menjadi Ombudsman Republik Indonesia. Perubahan nama
tersebut mengisyaratkan bahwa Ombudsman tidak lagi berbentuk Komisi
Negara yang bersifat sementara, tetapi merupakan lembaga negara yang
permanen sebagaimana lembaga-lembaga negara yang lain, serta dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan
lainya.

3.1.2 Tugas Ombudsman Republik Indonesia


Ombudsman bertugas :
1. Menerima laporan atas dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan Pelayanan Publik
2. Melakukan pemeriksaan subtansi atas Laporan
3. Menindak lanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup
kewenangan ombudsman
4. Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik
5. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga Negara atau
lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan
perseorangan
6. Membangun jaringan kerja

7. Melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam


penyelenggaraan Pelayanan Publik dan
8. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh Undang-Undang.

3.1.3 Fungsi Ombudsman Republik Indonesia


Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan Pelayanan Publik
yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan Pemerintah baik

15
Pusat maupun derah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara serta badan Swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

3.1.4 Visi dan Misi

a. Visi Ombudsman RI:

“Ombudsman Republik Indonesia Yang Berwibawa, Efektif Dan


Adil”,

b. Misi Ombudsman RI:

1. Memperkuat Kelembagaan.

2. Meningkatkan kualitas pelayanan Ombudsman RI.

3. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat.

4. Mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik oleh


penyelenggara pemerintahan.

5. Memperkuat pemberantasan dan pencegahan


maladministrasi dan korupsi.

3.2 Pelaksanaan Kegiatan

Didalam pelaksanaan kegiatan magang, peraturan yang berlaku pada instansi


wajib dipatuhi serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan tugas yang diberikan
oleh atasan maupun pegawai yang bersangkutan. Setiap kepala bagaian ataupun
pegawai yang memimpin wajib mengkoordinasikan dan membimbing serta
memberikan arahan bagi pelaksanaan tugas yang diberikan.

Setiap tugas ataupun perintah yang diberikan pimpinan ataupun pegawai


lainnya harus dilaksananakan dan dipatuhi sebagai bentuk loyalitas kepada
perusahaan serta dapat menambah wawasan kepada mahasiswa selaku pelaksana

16
magang selaku tambahan ilmu yang belum pernah didapatkan sebelumnya
selama mengikuti kegiatan perkuliahan.

3.3 Faktor Pendukung Dan Penghambat

3.3.1 Faktor Pendukung

Faktor pendukung dalam pelaksananaan magang kerja ini adalah kami


setiap harinya akan diberikan pengarahan dan pemberian materi secara
lansung oleh petugas yang bekerja di Ombudsaman, Dan dilibatkan
langsung dalam pekerjaan seperti penerimaan laporan dan meng input
data, serta kami diajak langsung turun lapangan untuk mengetahui secara
langsung bagai mana kondisi pelayanan publik dilapangan.

3.3.2 Faktor Penghambat

Adapun faktor penghambat saat berlangsungnya magang kerja adalah


seperti jadawal kegiatan yang berubah-rubah dan banyaknya mahasiswa
lain yang juga melaksanakan magang kerja di Ombudsman ini sehingga
pelaksanaan magang kerja kurang efektif.

3.4 Pembahasan

Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan efektif merupakan dambaan


setiap warga negara dimanapun. Hal tersebut telah menjadi tuntutan masyarakat
yang selama ini hak-hak sipil mereka kurang memperoleh perhatian dan
pengakuan secara layak, sekalipun hidup di dalam Negara hukum Republik
Indonesia. Padahal pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik) dan
penegakan hukum yang adil merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan dari
upaya menciptakan pemerintahan demokratis yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, keadilan, kepastian hukum dan kedamaian (good

17
governance). Good Governance akan dapat terlaksana sepenuhnya apabila ada
keinginan kuat (political will) penyelenggara pemerintahan dan penyelenggara
negara untuk berpegang teguh pada peraturan perundangan dan kepatutan.
Namun yang juga sangat mendasar yaitu adanya kerelaan para penyelenggara
pemerintahan serta penyelenggara negara untuk bersedia dikontrol dan diawasi,
baik secara internal maupun eksternal. Terkait dengan pengawasan eksternal
tersebut, maka kehadiran Ombudsman Republik Indonesia merupakan sebuah
angin segar guna terwujudnya asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Dewasa ini institusi Ombudsman telah berkembang di seluruh dunia lebih


dari 130 negara. Negara asal mula Ombudsman adalah Swedia, yang telah
membentuk Ombudsman sejak 1809. Ada beberapa jenis Ombudsman yang
berkembang, tetapi sebagian besar berbentuk Ombudsman Parlementer
(Ombudsman yang dipilih oleh Parlemen). Kata “Ombudsman” berasal dari
bahasa Skandinavia, yang artinya “perwakilan”. Sebelum Era Reformasi
Indonesia tidak memiliki Lembaga Ombudsman atau lembaga semacam
Ombudsman, justru karena itu dapat dikatakan bahwa Ombudsman Republik
Indonesia yang sampai saat ini masih eksis merupakan produk eformasi. Selama
ini kita memang telah memiliki lembaga pengawas baik yang bersifat struktural
maupun fungsional. Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit
dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar yaitu Dewan Perwakilan Rakyat,
Badan Pemeriksa Keuangan dan ataupun Bank Indonesia. Selain itu juga
terdapat Organisasi Non Pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat
yang sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan pengawasan
atas pelaksanaan penyelenggaraan negara. Namun, lembaga pengawasan
fungsional tersebut memiliki keterbatasan, misalnya BPK, yang hanya
mengawasi masalah keuangan saja, dilihat dari sisi institusinya pun seperti
Inspektorat Jenderal, keberadaan lembaga pengawas yang bersifat internal
tersebut tidak mandiri, karena berada dalam satu struktur kelembagaan.

18
Memperhatikan kenyataan-kenyataan tersebut kiranya dapat dikemukakan
bahwa ternyata masih terdapat celah-celah yang secara mendasar luput dari
sasaran pengawasan. Dari aspek kelembagaan juga belum ada lembaga yang
secara optimal memperoleh pengakuan dan diterima sebagai pengawas. Bahkan
juga belum ada prosedur yang dapat menjembatani antara mekanisme yang
bersifat kaku sebagai akibat sistem struktural hierarkis di satu pihak dengan
mekanisme lentur/pendek dari suatu organisasi yang tidak struktural hierarkis.
Dengan demikian diperlukan suatu jalan keluar yang diharapkan pada satu sisi
merupakan jalan tengah bagi kepentingan pengemban sistem struktural hierarkis
serta kepentingan pengemban sistem non struktural, namun pada sisi lain mampu
menampung seluruh aspirasi warga masyarakat tanpa harus melewati sistem
prosedur atau mekanisme yang berliku-liku. Dilandasi oleh kondisi baik yang
mencakup substansi pengawasan, prosedur maupun kelembagaan maka
Ombudsman merupakan salah satu alternatif. Tentu di dunia ini tidak ada satu
lembagapun yang dapat merupakan obat ajaib dalam arti menyembuhkan segala
macam penyakit dengan seketika. Tetapi setidak-tidaknya sekarang ini sudah
kurang lebih 130 negara memiliki Ombudsman (dengan sebutan bermacam-
macam) baik Ombudsman Nasional maupun Ombudsman Daerah dan lebih dari
50 negara telah mencantumkannya dalam konstitusi.

Peran Ombudsman Republik Indonesia Dalam Tata Kelola Pengawasan


Pelayanan Publik

Sebelum era reformasi, penyelenggaraan negara dan pemerintahan dipandang


penuh korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan tampaknya keadaan tersebut
sampai sekarang masih terus berlanjut di era reformasi ini. Semakin meningkat
perilaku KKN tentu akan mengakibatkan pelayanan publik semakin jauh
dari kualitas.Oleh sebab itu, harus dilakukan berbagai upaya keras untuk
melakukan reformasi. Benar bahwa program-program reformasi birokrasi yang
sudah berjalan belum memaparkan hasil yang memuaskan. Tetapi setidaknya

19
proses ini sedang berjalan dan membutuhkan motivasi dan optimisme dari
seluruh stake holder bangsa ini.

Filosofi penting dari adanya penyelenggaraan Negara dan pemerintahan adalah


demi meningkatkan kecerdasan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Dalam rangka mencapai dua visi tersebut Negara dan pemerintah melaksanakan
berbagai agenda yang disebut dengan pelayananpublik. Untuk menjalankan
pelayanan publik diperlukan susunan peraturan perundang-undangan dan
penyelenggara yang melaksanakannya. Penyelenggara pelayanan publik adalah
pemerintah dengan seluruh perangkat pemerintahannya yang disebut birokrasi
yang memiliki lingkup dari pusat sampai ke daerah. Masalahnya adalah,
kapasitas dan kapabilitas birokrasi untuk berubah sejalan dengan kecepatan
perkembangan jaman tidak selalu parallel (seiring). Tuntutan masyarakat, dunia
usaha, dan persaingan global jauh lebih cepat dari adaptabilitas birokrasi. Hal
inilah yang pada ujungnya dipandang sebagai “pelayanan publik yang buruk”.
Berbagai pendapat menunjukkan 4 kategori penyebab buruknya kualitas
pelayanan publik, yaitu:

Pertama, hal-hal berikut ini: KKN, organisasi gemuk, nepotisme jabatan, tensi
politik dalam birokrasi, anggaran sulit terkontrol, moral hazard para pegawai;
menjadikan perencanaan kebijakan publik tidak memihak pada kepentingan
besar tetapi lebih pada kepentingan kelompok. Kedua, budaya pelayanan yang
buruk, seperti menunda pekerjaan, tidak disiplin, tidak ramah, penyimpangan
prosedur, penyalahgunaan wewenang, tidak kompeten, pungutan liar, dan
lainnya. Ketiga, rendahnya partisipasi masyarakat. Masyarakat belum berani
menuntut haknya mendapatkan pelayanan prima dari para penyelenggara
pelayanan publik. Keempat, pengawasan dan pencegahan praktik
maladministrasi terhadap penyelenggara pelayanan publik belum memadai.
Bagaimana mengatasinya ? Dalam konteks mewujudkan good governance dalam
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN,

20
diperlukan sebuah lembaga yang berfungsi. untuk melakukan pengawasan dan
pencegahan terhadap praktik KKN. Langkah-langkah represif melalui
penegakan hukum seperti yang selama ini dilakukan oleh KPK, Kejaksaan dan
Kepolisian dipandang tidak akan efektif tanpa upaya pencegahan. Harus terdapat
terobosan baru dalam segi ketatanegaraan untuk mengedepankan pendekatan
lain dalam hal pencegahan praktek KKN. Kita perlu memahami bahwa awal
terjadinya KKN adalah praktek maladministrasi. Hal ini jarang dipahami.
Maladministrasi adalah praktek perilaku buruk yang menyimpang dari norma-
norma, hukum dan peraturan perundang-undangan, dan inilah yang ditengarai
sebagai penyebab rendahnya kualitas penyelenggaraan Negara dan
pemerintahan. Maladministrasi lebih mudah dipahami dengan contoh perilaku,
yaitu misalnya penyalahgunaan kewenangan, penundaan berlarut, peyimpangan
prosedur,konflik kepentingan, tidak kompeten, pembiaran, memihak, pengabaian
kewajiban hukum, dan lain-lain. Praktek-praktek maladministrasi seperti itulah
yang kemudian cenderung mengarah menjadi apa yang disebut korupsi, kolusi
dan nepotisme. Meskipun tidak semua perilaku maladministrasi sudah terbukti
menjadi perilaku koruptif atau kolutif. Tetapi jelas bahwa perilaku
maladministrasi itulah yang menghambat terwujudnya penyelenggaraan negara
dan pemerintahan yang kredible, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Karena itu diperlukan keberadaan lembaga pengawas
eksternal yang secara efektif mampu mengidentifikasi dan menindaklanjuti
perilaku maladministrasi dari penyelenggaraan Negara dan pemerintahan.

Mengapa diperlukan pengawas eksternal? Karena pengalaman membuktikan


bahwa keberadaan pengawas internal yang ada didalam pemerintah (misalnya:
inspektorat jenderal dan bawasda) dalam implementasinya ternyata belum
memenuhi harapan masyarakat, baik dari sisi objektifitas maupun
akuntabilitasnya. Sehingga, dibutuhkan lembaga pengawas eksternal agar
mekanisme pengawasan lebih kuat dan efektif demi mewujudkan birokrasi

21
bersih, transparan dan responsif terhadap kebutuhan publik. Demi
mewujudkan penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang baik setidaknya
pengawas eksternal bisa melakukan intervensi dalam bidang-bidang strategis:

1. penegakan hukum
2. kualitas aparatur penyelenggara negara dan pemerintahan
3. sistem manajemen pelayanan publik baik dalam peraturan perundang-
undangan ataupun implementasinya
4. partisipasi dan penyadaran hak-hak serta kewajiban public
5. pengawasan yang efektif dan efisien
Negara dan pemerintah sejak tahun 1999 sudah menyadari perlunya fungsi
pengawasan eksternal tersebut. Terbukti bahwa sejak dikeluarkannya TAP
MPR-RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Salah
satu rekomendasi dimaksud adalah perintah pembentukan undang-undang
tentang KPK dan Ombudsman. Optimalisasi Pengawasan Eksternal Sejak KON
(Komisi Ombudsman Nasional) dilahirkan dengan Keppres, sampai satu
dasawarsa ini dengan berbagai keterbatasan (terutama sumber daya dan
finansial), telah menerima 8500 pengaduan masyarakat atau rata-rata 850
pengaduan/tahun. Angka ini membuktikan bahwa berbagai bidang tersebut perlu
ditingkatkan termasuk juga kuantitas partisipasi publik. Angka tersebut masih
sangat kecil jika dibandingkan dengan misalnya Ombudsman di negara Yunani,
dengan jumlah penduduk 12 juta jiwa, dapat menyelesaikan rata-rata 11.000
pengaduan masyarakat/tahun. Kemudian dilahirkan Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia untuk memperkuat KON.
Selain landasan hukumnya lebih kuat (dari Keppres menjadi UU), juga
kekuasaan dan wewenangnya lebih besar, lebih kuat dan lebih luas. Pada sisi lain
bentuknya juga berubah dari sebuah Komisi berubah menjadi Lembaga Negara
yang mandiri dan permanen.

22
Ombudsman RI merupakan lembaga negara yang menganut dan memegang
asas-asas. Ombudsman universal. Dean Gotherer, seorang pakar Ombudsman
dari Amerika dalam bukunya Ombudsman Legislative Resource Document
menyatakan adanya 60 (enampuluh) asas-asas universal dalam konsep
Ombudsman. Asas-asas yang paling utama adalah independence, impartiality,
fairness, a credible review process and confidenciality. Asas independent
merupakan hal yang esensial, dan dimuat sebagai sifat Ombudsman RI di dalam
Pasal 2 UU Nomor 37 Tahun 2008 yang berbunyi: “Ombudsman merupakan
lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik
dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan
lainnya”. Asas-asas universal lainnya dapat juga dilihat pada Pasal 29 ayat (1)
yang menyebutkan :
“Dalam memeriksa laporan, Ombudsman wajib berpedoman pada prinsip-
prinsip independen, non-diskriminasi, tidak memihak, dan tidak memungut
biaya”, dan juga Pasal 30 ayat (1) yang mengatur bahwa Ombudsman dalam
melakukan pemeriksaan wajib menjaga kerahasiaan, kecuali demi
menghambat terwujudnya penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang
kredible, jujur, bersih, terbuka serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Karena itu diperlukan keberadaan lembaga pengawas eksternal yang secara
efektif mampu mengidentifikasi dan menindaklanjuti perilaku maladministrasi
dari penyelenggaraan Negara dan pemerintahan.
Sekarang Ombudsman RI tidak hanya berwenang menindaklanjuti laporan
publik tetapi juga memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi atas
prakarsa sendiri. (Pasal 7, UU 37 Tahun 2008). Sekarang Ombudsman RI dapat
melakukan pemeriksaan ke objek pelayanan publik tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu kepada pejabat atau instansi yang dilaporkan, (Pasal 34, UU 37 Tahun
2008) dan berwenang memeriksa dokumen-dokumen terkait yang diperlukan
dari instansi manapun untuk melakukan pemeriksaan laporan atau berdasarkan

23
inisiatif investigasi sendiri (huruf b, ayat 1, pasal 8 UU 37 Tahun 2008).
Terdapat ancaman pidana bagi setiap orang yang menghalangi Ombudsman
dalam melakukan pemeriksaaan, dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp.1 milyar (Pasal 44, UU 37 Tahun 2008). Terdapat
imunitas hukum: yaitu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
Ombudsman Republik Indonesia tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi,
dituntut atau digugat di muka pengadilan (Pasal 10, UU 37 Tahun 2008).
Perlunya kerjasama dan koordinasi Upaya perbaikan kualitas pelayanan
publik dan meningkatkan budaya hukum tidak bisa dilakukan oleh hanya satu
lembaga, beberapa lembaga atau orang per orang. Terdapat beberapa kendala
besar, yaitu selain jumlah sector pelayanan publik yang begitu banyak dan
spesifik, juga sebaran wilayah yang begitu luas. Maka, seluruh pemangku
kepentingan bangsa harus bersama menjaga kepentingan ini, sehingga upaya-
upaya sinergis sangat diperlukan. Maka pada pinsipnya, Ombudsman RI perlu
menjalin koordinasi dan kerjasama dengan lembaga Negara atau lembaga
pemerintahan lainnya, serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan (pasal 7
UU 37 Tahun 2008). Dengan koordinasi dan kerjasama akan meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran lembaga. Termasuk dengan adanya
berbagai jenis spesifik Ombudsman yang berada dilingkup daerah. Salah satu
sudut pandang penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa, hak-hak
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik dan kewajiban
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan adalah dua hal yang secara
serempak harus dilakukan demi memberdayakan masyarakat. Semakin tinggi
kualitas keberdayaan masyarakat, semakin besar peran Ombudsman dalam
dinamika pembangunan kesejahteraan bangsa dan Negara Indonesia.

24
TATA LAKSANA PENERIMAAN DAN VERIFIKASI LAPORAN (PVL)

Unit Penerimaan Dan Verifikasi Laporan Adalah Unit Yang Bertugas Melakukan
Penerimaan, Pencatatan Dan Verifikasi Laporan Masyarakat

Fungsi :

1. Menerima Laporan masyarakat datang langsung, surat, telepon, faksimili, e-


mail, website, media sosial, dan media lainnya;

2. Menerima konsultasi pengaduan pelayanan publik;

3. Melakukan pencatatan Laporan;

4. Melakukan verifikasi syarat formil Laporan (persyaratan administratif yang


harus dipenuhi oleh masyarakat untuk menyampaikan Laporan kepada
Ombudsman agar dapat ditindaklanjuti0; dan

25
5. Melakukan verifikasi syarat materiil Laporan (hal-hal yang bersifat substantif
atau berkaitan dengan wewenang Ombudsman yang harus dipenuhi untuk
menyampaikan Laporan kepada Ombudsman agar dapat ditindaklanjuti).

Memberikan pelayanan pengaduan yang berkualitas kepada Pelapor dan


terwujudnya tertib administrasi Laporan masyarakat

ALUR PROSES PENERIMAAN DAN VERIFIKASI LAPORAN

Laporan
- Tanda Terima Laporan
Masyarakat (dari Menerima
- Formulir Penerimaan
Pelapor) Laporan
Laporan
- No Agenda Laporan

Verifikasi Syarat
Formil

Ya
Lengkap?

Tidak

Surat Permintaan
Meminta
Kelengkapan Data
Kelengkapan Data

Tidak
Menutup
Dipenuhi?
Laporan

Ya

Verifikasi Syarat
Tutup
Materiil

Rapat Pleno /
Rapat Perwakilan

Laporan Diterima
Laporan Diterima
(Distribusi ke Tim /
(Penugasan / Laporan Ditolak
Asisten
Penyerahan)
Pemeriksa)

26
Penerimaan Laporan

Definisi

Menerima pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat secara tertulis atau lisan
baik dengan cara datang langsung atau melalui berbagai media yang disediakan oleh
Ombudsman.

Tujuan

• Memberikan akses kepada masyarakat untuk menyampaikan Laporan dan


dokumen Laporan;

• Memberikan informasi kepada Pelapor mengenai syarat Laporan, alur dan


prosedur penanganan Laporan di Ombudsman;

• Memperoleh informasi secara lengkap dari Pelapor mengenai Laporan yang


disampaikan, mencakup 5W1H; serta harapan Pelapor menyampaikan
Laporan kepada Ombudsman; dan

27
• Memberikan informasi kepada Pelapor dan masyarakat yang datang
mengenai fungsi, tugas, dan wewenang Ombudsman

Beberapa hal yang harus diperhatikan

• Bersikap santun dan ramah;

• Aktif mendengarkan Pelapor dengan menunjukkan empati;

• Menjelaskan tugas, fungsi dan batasan wewenang Ombudsman, syarat


Laporan serta alur dan prosedur penanganan Laporan di Ombudsman;

• Menanyakan harapan Pelapor ketika melapor ke Ombudsman. Untuk


memastikan analisis awal Unit PVL terhadap permasalahan yang
disampaikan sesuai dengan maksud Pelapor

Datang Langsung

28
Kelengkapan yang diperlukan:

1. Tanda Terima Laporan (Format 2)

2. Formulir Penerimaan Laporan (Format 1)

3. Alat Tulis

Langkah – langkah :

1. Temui Pelapor, ucapkan salam dan perkenalkan diri, persilakan Pelapor untuk
perkenalkan diri dan sampaikan maksud serta uraikan Laporan/konsultasi;

2. Konfirmasi Laporan yang akan disampaikan apakah sudah pernah


disampaikan kepada Ombudsman;

3. Catat informasi/keterangan penting dari Pelapor, tanyakan kesiapan dokumen


Laporan, jika konsultasi arahkan langkah yang sebaiknya ditempuh Pelapor
dengan kedepankan asas Ombudsman;

4. Jelaskan tugas, fungsi dan kewenangan Ombudsman;

5. Gali informasi dari Pelapor, catat keterangan yang disampaikan ke dalam


Formulir Penerimaan Laporan (dapat diisi Pelapor);

6. Jika Laporan tengah upaya di pengadilan jelaskan bahwa Ombudsman


dilarang mencampuri independensi hakim dan menolak Laporan yang sedang
atau telah menjadi objek pemeriksaan pengadilan;

7. Pastikan apakah salinan dokumen pendukung Laporan terlampir;

8. Minta Pelapor serahkan dokumen persyaratan Laporan;

9. Buatkan tanda terima Laporan (asli untuk Pelapor, tandasan pertama


dilekatkan pada berkas, tandasan kedua per tinggal);

29
10. Jelaskan kepada Pelapor adanya 3 (tiga) tahapan alur penyelesaian Laporan
oleh Ombudsman: PVL, pemeriksaan, resolusi dan monitoring;

11. Jelaskan Pelapor mengenai alur dan prosedur penanganan Laporan di


Ombudsman

12. Jelaskan Pelapor cara mengetahui perkembangan tindak lanjut di


Ombudsman: e-mail, telepon, surat, datang langsung, dll.;

13. Jelaskan Pelapor bahwa tindak lanjut Ombudsman disampaikan secara resmi
melalui surat;

14. Tanyakan apakah ada hal lain yang ingin disampaikan Pelapor;

15. Ucapkan terima kasih dan salam penutup;

16. Satukan/kumpulkan seluruh berkas Laporan yang diterima (termasuk salinan


tanda terima Laporan ke dalam map kuning);

17. Masuk tahap pencatatan Registrasi Agenda Penerimaan Laporan di SIMPeL,


tulis Nomor Agenda Laporan di sudut kanan atas map Laporan.

30
Pengaduan Daring/Online

31
Melalui Surat Eletronik (e-mail)

Melaluai Telpon dan Cell Center

32
Media Sosial, Aplikasi WhatsApp dan Media Lainnya

Konsultasi Datang Langsung/Telepon

Langkah:

1. Ucapkan salam dan perkenalkan diri, persilakan Pelapor untuk perkenalkan


diri dan sampaikan maksud serta uraikan Laporan/konsultasi;

2. Catat informasi/keterangan penting dari Pelapor, arahkan langkah yang


sebaiknya ditempuh Pelapor dengan kedepankan asas Ombudsman;

3. Sampaikan syarat Laporan jika masyarakat melanjutkan maksudnya untuk


melapor, agar dapat ditindaklanjuti; dan

4. Catat kegiatan konsultasi pada Registrasi Konsultasi Non Laporan SIMPeL.

33
Pencatatan Laporan

Definisi

Kegiatan atau upaya pengolahan data/informasi dengan cara memilah, mencatat


maupun menyalin informasi yang termuat di dalam sebuah Laporan masyarakat,
berdasarkan penginputan data yang sudah dikategorikan sebelumnya dalam SIMPeL,
yang dapat diakses oleh beberapa pengguna yang diberi kewenangan untuk
melakukan pemutakhiran dan pemantauan data secara bersamaan.

Tujuan

merekam informasi yang dianggap penting dan dibutuhkan dari sebuah Laporan
masyarakat yang akan berguna bagi proses tindak lanjut penyelesaian Laporan.

Nomor Agenda

1. Nomor Agenda Laporan adalah nomor yang diberikan kepada setiap


Laporan yang disampaikan oleh masyarakat kepada Ombudsman.
2. Nomor Agenda Laporan terdiri dari 5 (lima) digit angka.
3. Nomor Agenda hanya terdiri dari Nomor saja, tidak memiliki
keterangan Bulan dan Tahun.

CONTOH: 01234

Nomor Registrasi

1. Nomor yang diberikan kepada setiap Laporan yang telah memenuhi


syarat materiil berdasarkan keputusan Rapat Pleno/Rapat Perwakilan
dan sebagai tanda dimulainya tahap pemeriksaan.
2. Terdiri dari 4 (empat) digit angka dengan disertai kode LM, Bulan
Registrasi, Tahun Registrasi, dan kode Kantor Ombudsman yang
meregistrasi.

34
Contoh: 0123/LM/III/2018/KPG

Perangkat Pencatatan

1. Pencatatan dilakukan menggunakan aplikasi SIMPeL


2. Pada tahap transisi, proses PVL menggunakan SIMPeL 2.1; tahap
penomoran/input Nomor Registrasi LM masih memanfaatkan
SIMPeL 1.0

PENOMORAN PADA PENERIMAAN DAN VERIFIKASI LAPORAN

35
PENE RIMAAN DAN VERIFIKASI LAPORAN (PVL) PADA LAPORAN
RESPON CEPAT OMBUDSMAN (RCO)

Respon Cepat Ombudsman (RCO) adalah mekanisme penyelesaian Laporan secara


cepat terhadap Laporan yang dinyatakan memenuhi kriteria kondisi darurat,
mengancam keselamatan jiwa atau mengancam hak hidup.

36
Fungsi PVL pada RCO yaitu pada proses REGISTRASI Laporan

Kriteria RCO

37
38
Contoh Laporan yang dapat dikategorikan RCO :

1. Penolakan pasien gawat darurat oleh rumah sakit


2. Permasalahan dalam seleksi CPNS
3. Permasalahan Pendaftaran Peserta Didik Baru
4. Lambannya instansi yang berwenang dalam menangani bencana alam

Praktek lapangan

Kamis, 26 Juli 2018 kami melaksanakan peninjauan pelayanan publik di


POLRESTA Banjarmasin, penyelenggarakan tugas pokok Polri dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dan melaksanakan
tugas–tugas Polri lainnya dalam daerah hukum Polres, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang–undangan.

Dalam menyelenggarakan tugas Polres menyelenggarakan fungsi :

1. Pemberian pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk


penerimaan dan penanganan laporan/ pengaduan, pemberian bantuan dan
pertolongan termasuk pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi
pemerintah, dan pelayanan surat izin/ keterangan, serta pelayanan pengaduan
atas tindakan anggota Polri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–
undangan;
2. Pelaksanaan fungsi intelijen dalam bidang kemanan guna terselenggaranya
deteksi dini (early detection) dan peringatan dini (early warning);
3. Penyelidikan dan penyidikan tindak pidana, fungsi identikasi dan fungsi
laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum, serta
pembinaan, koordinasi, dan pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS);

39
4. Pembinaan masyarakat, yang meliputi pemberdayaan masyarakat melalui
perpolisian masyarakat, pembinaan dan pengembangan bentuk-bentuk
pengamanan swarkarsa dalam rangka peningkatan kesadaran dan ketaatan
warga masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-
undangan, terjalinnya hubungan antara Polri dengan masyarakat, koordinasi
dan pengawasan kepolisian khusus;
5. Pelaksanaan fungsi Sabhara, meliputi kegiatan pengaturan, penjagaan
pengawalan, patroli (Turjawali) serta pengamanan kegiatan masyarakat dan
pemerintah, termasuk penindakan tindak pidana ringan (Tipiring),
pengamanan dan Very Important Person (VIP);
6. Pelaksanaan fungsi lalu lintas, meliputi kegiatan Turjawali lalu lintas,
termasuk penindakan pelanggaran dan penyidikan kecelakaan lalu lintas serta
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dalam rangka penegakan
hukum dan pembinaan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran
lalu lintas;
7. Pelaksaanaan fungsi kepolisian perairan, meliputi kegiatan patroli perairan,
penanganan pertama terhadap tindak pidana perairan, pencarian dan
penyelamatan kecelakaan diwilayah perairan, pembinaan masyarakat perairan
dalam rangka pencegahan kejahatan, dan pemeliharaan keamanan diwilayah
perairan; dan pelaksanaan fungsi-fungsi lain, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Adapun jenis layanan yang ada di Polresta Banjarmasin adalah :

1. Pengurusan SIM
2. Pembuatan SKCK
3. Laporan Polisi
4. Pembuatan Surat Keterangan Kehilangan
5. Perizinan Penyampaian Pendapat Dimuka Umum

40
Adapun hasil dari peninjauan pelayanan publik di Polresta Banjarmasin dengan
model layanan yang kami obserpasi mengenai pembuatan SKCK dan SPKT. Polresta
Banjarmasin sudah mendapatkan predikat yaitu ETIKA dan WBK (Wilayah Bebas
Korupsi) dan akan ada penilaian menuju WBBM (Wilayah Birokrasi Bebas
Melayani) . dalam hasil penilayan kepatuhan di sebutkan Polresta Banjarmasin
menjadi percontohan sebgai lembaga pemerintah yang mematuhi dan memenuhi
standar pelayanan publik dengan lengkap dan baik. Untuk standar pelayanan Polresta
Banjarmasin sudah memenuhi standar layanan karena semua indikator sudah
dipenuhi seperti standar pelayanan publik dan maklumat layanan, visi-misi motto
yang sudah tertera disetiap tempat pelayanan, sistem informasi layanan publik seperti
(HARAT, POLISIKU, SASIRANGAN), untuk sarana dan prasarana pun sudah
memenuhi dan terus ditingkatkan dan untuk pelayanan khusus pun sudah tersedia
seperti parkir utuk dipabel kursi roda dan untuk toiletpun sudah dalam proses
pembuatan dan semua itu tersedia disetiap tempat pelayanan, pengelolaan pengaduan
pun sudah sangat mudah dilakukan serta disetiap layanan tersedia penilaian kinerja
dan untuk petugas juga sudah menggunakan tanda pengenal.

Mengenai penanganan kasus Polresta Banjarmasin memiliki target dalam


penanganan penyidikan, untuk kasus mudah 14 hari, untuk kasus sedang 30 hari
sedangkan untuk kasus sulit 60 hari itupun tergantung situasi konndisi dilapangan
lagi seperti apa. Dan sekarang ini Polresta Banjarmasin ingin memperbaiki dan terus
meningkatkan dalam bidang peningkatan kinerja yaitu kualitas pelayanan, perbaikan
kultur, dan manajemen media.

Kesimpulan dari hasil peninjauan pelayanan publik di Polresta Banjarmasin dari


pelayanan yang dilaksanakan oileh Polresta Banajrmasin mengenai pembuatan
SKCK dan SPKT sudah sangat memuaskan karena terlihat dari data penilaian kinerja
yang menunjukkan angka 51% tingkat sangat puas dan 0% penilaian tidak puas.
Berarti kualitas pelayanan yang disajikan sudah memenuhi standar kepuasan. Dan

41
Polresta Banjarmasin layak menjadi contoh instansi pemerintah lainnya untuk
perbaikan pelayanan publik, dan Polresta Banjarmasin juga terus melakukan
perrbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan.

Kamis, 16 Agustus 2018 Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan


melaksanakan kunjungan kekantor BPJS Kesehatan Banjarmasin untuk melihat
model dan jenis pelayanan publik yang dilaksanakan. Jaminan pemeliharaan
kesehatan di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Dan
setelah kemerdekaan, pada tahun 1949, setelah pengakuan kedaulatan oleh
Pemerintah Belanda, upaya untuk menjamin kebutuhan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat, khususnya pegawai negeri sipil beserta keluarga, tetap dilanjutkan. Prof.
G.A. Siwabessy, selaku Menteri Kesehatan yang menjabat pada saat itu, mengajukan
sebuah gagasan untuk perlu segera menyelenggarakan program asuransi kesehatan
semesta (universal health insurance) yang saat itu mulai diterapkan di banyak negara
maju dan tengah berkembangpesat.

Pada saat itu kepesertaannya baru mencakup pegawai negeri sipil beserta anggota
keluarganya saja. Namun Siwabessy yakin suatu hari nanti, klimaks dari
pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia akan tercapai melalui suatu
sistem yang dapat menjamin kesehatan seluruh warga bangsa ini.

Pada 1968, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun


1968 dengan membentuk Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan
(BPDPK) yang mengatur pemeliharaan kesehatan bagi pegawai negara dan penerima
pensiun beserta keluarganya. Selang beberapa waktu kemudian, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 dan 23 Tahun 1984. BPDPK pun
berubah status dari sebuah badan di lingkungan Departemen Kesehatan menjadi
BUMN, yaitu PERUM HUSADA BHAKTI (PHB), yang melayani jaminan

42
kesehatan bagi PNS, pensiunan PNS, veteran, perintis kemerdekaan, dana nggota
keluarganya.

Pada tahun 1992, PHB berubah status menjadi PT Askes (Persero) melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992. PT Askes (Persero) mulai menjangkau karyawan
BUMN melalui program Askes Komersial.

Pada Januari 2005, PT Askes (Persero) dipercaya pemerintah untuk melaksanakan


program jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin (PJKMM) yang selanjutnya
dikenal menjadi program Askeskin dengan sasaran peserta masyarakat miskin dan
tidak mampu sebanyak 60 juta jiwa yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah
Pusat.

PT Askes (Persero) juga menciptakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat


Umum (PJKMU), yang ditujukan bagi masyarakat yang belum tercover oleh
Jamkesmas, Askes Sosial, maupun asuransi swasta. Hingga saat itu, ada lebih dari
200 kabupaten/kota atau 6,4 juta jiwa yang telah menjadi peserta PJKMU. PJKMU
adalah Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang pengelolaannya diserahkan
kepada PT Askes (Persero).

Langkah menuju cakupan kesehatan semesta pun semakin nyata dengan resmi
beroperasinya BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014, sebagai transformasi dari PT
Askes (Persero). Hal ini berawal pada tahun 2004 saat pemerintah mengeluarkan UU
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan
kemudian pada tahun 2011 pemerintah menetapkan UU Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) serta menunjuk PT Askes
(Persero) sebagai penyelenggara program jaminan sosial di bidang kesehatan,
sehingga PT Askes (Persero) pun berubah menjadi BPJS Kesehatan.

43
Melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS)
yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, negara hadir di tengah kita untuk
memastikan seluruh penduduk Indonesia terlindungi oleh jaminan kesehatan yang
komprehensif, adil, dan merata.

Tabel Layanan Fasilitas Kesehatan

Adapun hasil dari kunjungan ke kantor BPJS Kesehatan Banjarmasin adalah tingkat
kepuasan masyarakat terhadap layanan kesehatan cukup memuaskan. Di mana
tingkat kesehatan publik atas layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam
kurun waktu tiga tahun terakhir rata-rata berada di atas 70%. kepuasan peserta atas
layanan BPJS 78,6%. Adapun indeks kepuasan fasilitas kesehatan mencapai 76,2%.
"Faktanya, tak ada layanan publik yang bisa memuaskan 100% customernya karena

44
tingkat kepuasan setiap orang berbeda. Dari 186 juta peserta JKN-KIS, pasti ada
beberapa orang yang tidak puas," Meskipun begitu lanjut, pihak BPJS Kesehatan
akan terus meningkatkan layanan kepada publik. Apalagi saat ini butuh tuntutan
tinggi dari segi jumlah peserta maupun jenis penyakit yang ditangani.

Belum lagi, BPJS Kesehatan menargetkan hingga tahun 2019 diharapkan tingkat
kepuasan publik layanan JKN mencapai 80% dan 85% untuk fasilitas kesehatan.
Saat ini, total pemanfaatan JKN-KIS sejak tahun 2014 sampai 2017 mencapai 552,9
juta pemanfaatan. Artinya, dalam sehari ada 415 ribu pemanfaatan JKN-KIS, baik di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun di rumah sakit.

Kesimpulan, BPJS Kesehatan merupakan badan hukum publik yang diberikan


oleh pemerintah untuk memperoleh perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas kesehatan
tinghkat pertama dengan kapitasi. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang
bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian.
Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harus berkelanjutan
selama negara ini ada, oleh karena itu harus dikelola secara prudent, efisien dengan
tetap mengacu pada budaya pengelolaan korporasi. Kenyataannya 80% penyakit
yang ditangani rumah sakit rujukan di Provinsi adalah penyakit yang seharusnya
ditangani di Puskesmas. Tingkat okupansi tempat tidur yang tinggi di RS Rujukan
Provinsi bukan indikator kesuksesan suatu Jaminan Kesehatan. Hal ini berdampak
pada beban fiskal daerah yang terlalu tinggi.Oleh karenanya Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan membutuhkan sistem rujukan berjenjang dan terstruktur maka setiap
Provinsi harap segera menyusun peraturan terkait sistem rujukan

45
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Selama melaksanakan kegiatan magang kerja di kantor Ombudsman RI


Perwakilan Kalimantan Selatan, penulis mendapatkan pengalaman yang baru
pertama kali dan juga mendafatkan pengetahuan tentang dunia kerja
sesungguhnya hususnya dalam bidang pengawasan pelayanan publik dan
penulis juga mendapatkan banyak masukan tentang bagaimana sebenarnya cara
bekerja dalam lembaga negara.

Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yang penulis


dafatkan dari hasil magang kerja sebagai berikut :

1. Lembaga yang telah ada belum dapat menjalankan tugas dan


wewenangnya dengan baik, korup dan tidak efektif
2. Untuk mempercepat proses konsolidasi good governance karena adanya
persoalan-persoalan di era transisi
3. Adanya motivasi pengawasan untuk mewujudkan good governance.

Pemikiran yang melatar belakangi pembentukan Ombudsman Republik


Indonesia sangat berkaitan erat dengan upaya reformasi birokrasi demi
terciptanya good governance itu sendiri dalam bidang pelayanan publik.

46
4.2 Saran

Penulis menyarankan bahwa Ombudsman RI harus fokus pada koridornya


meski anggaran yang di terima anggaran sedikit. Namun tidak hanya itu secara
fakta di lapangan Omudsman RI dengan KPK lebih tenar KPK sedangkan kedua
lembaga ini sama sama hebat. Tidak dapat di pungkiri jika banyak masyarakat
yang bingung akan maladministrasi yang diterima atau perebutan sengketa
karena masyarakat sediri belum tau bahwa Ombudsman RI hadir di negeri ini.
Sedangkan untuk hasil kinerja perlu di sadari bahwa negeri ini sangat luas dan
banyak baribu karakter sehingga masalahpun banyak pula akibat
kesalahpahaman dll menurut kami di setiap perwakilan derah harus lebih aktif
dari ombudsman di pusat krena setiap masalah di awali di daerah sebelum ke
tingkat pusat dan ombdudsman ri di perwakilan daerah harus progresif sehingga
tidak adalagi masalah yang sama terulang kembali. Penulis sendiri menyadari
bahwa masyarakat indonesia merupakan masyarakat yang masih apatis sehingga
perlu juga pendekatn yang lebih dekat lagi terhadap masalah yang terjadi karena
observasi masyarakat masih merasa ketakutan untuk melaporkanya.
Ombudsman RI di seiap daerah agar melaukan inovasi dalam programnya
sehingga ada peningkatan kinerja secara jelas. Dan agaimana upaya ombudsman
dalam mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, Karna pada kenyataannya
masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang keberadaan
ombudsman. Sosialisasi dapat juga dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah
tayang dan waktu tayang Iklan layanan masyarakat di media surat kabar dan
radio, serta menambahkan media televisi dan website sebagai penyedia jasa
iklan layanan masyarakat ORI.

47

Anda mungkin juga menyukai