Oleh:
Kelompok 6
Mutmainnah (S032018004)
MSDMA 3A
2019
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) yang berjudul “Manajemen
Kebijakan Publik”. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah yang
diberikan oleh Bapak Dr.Alam Tauhid Syukur, S.Sos., M.Si. selaku dosen
pembimbing. Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, dan pihak swasta berlangsung secara terus-menerus dan
berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik
pada aspek materiil maupun spiritual (Afandi & Warjio, 2015). Pembangunan perlu
dikendalikan melalui suatu kebijakan yang memuat pedoman pelaksanaan tindakan
dan bahkan memuat larangan-larangan tertentu untuk menjamin proses
pembangunan dapat terarah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
A. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1
6. Bagaimana ruang lingkup proses dan pelaku kebijakan publik?
7. Bagaimana tahapan pokok proses kebijakan publik?
8. Bagaimana penyusunan kebijakan publik dalam format peraturan perundang-
undangan?
9. Bagaimana fungsi koordinasi dan instrumentasi hukum dalam manajemen
kebijakan publik?
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan sejalan dengan rumusan masalah, yaitu sebagai berikut.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan penulis mengenai manajemen kebijakan publik
b. Dalam rangka pemenuhan tugas mata kuliah dan sebagai bahan referensi
2. Bagi pembaca
a. Menambah wawasan pembaca
b. Sebagai bahan referensi
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Manajemen kebijakan publik erat kaitannya dan dipengaruhi oleh sistem
politik, ekonomi, sosial budaya serta hukum yang secara langsung maumpun tidak
langsung menentukan peran negara dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan
negara agar prinsip-prinsip Good Governance dapat teraktualisasikan dengan baik.
Berkenaan dengan kebijakan publik yang mengambil format peraturan perundang-
undangan maka manajemen kebijakan publik harus mampu mengembangkan
mengembangkan dan menerapkan persyaratan-persyaratan teknis perundang-
undangan (legal drafting technique) serta proses penyusunannya (legal drafting
process) sehingga produknya dapat di tuangkan dalam format peraturan
perundang-undangan secara tepat. Maksudnya ialah agar produk tersebut memiliki
kekuatan dan kepastian hukum, keterkaitan dan keserasiannya antara satu dengan
yang lain, pengorganisasian para pelaku pembuat kebijakan beserta
kelembagaannya, dan dapat di pertanggungjawabkan ke publik atau masyarakat.
Dalam hal ini, stratifikasi kebijakan publik terbagi dalam tiga tingkatan
kebijakan, sebagai berikut :
a. Kebijakan stratejik
4
Kebijakan ini berkaitan dengan penepatan politik dan strategi dasar negara,
yang menyentuh wewenang dan penyelenggaraan tugas lembaga negara.
Kebijakan stratejik ini berfungsi sebagai pedoman dasar dan arahan pokok
bagi penyelenggaraan dan penggunaan sumber daya dan upaya bangsa.
b. Kebijakan Manajerial
Kebijakan ini berkaitan dengan pembentukan kebijakan Pemerintah sebagai
penjabaran terhadap politik dan strategi dasar negara. Kebijaka manajerial
terdiri dari kebijakan umum dan kebijakan khusus. Kedudukan kebijakan
umum dalam kebijakan manajerial merupakan alat pengaturan dan penertiban
tata kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, serta saling
hubungannya dengan masyarakat/Pemerintah negara lain. Kebijakan khusus
dalam kebijakan manajerial berkedudukan sama dengan kebijakan umum di
atas, namun dalam lingkup bidang fungsional atau urusan pemerintah
tertentu.
c. Kebijakan Teknis Operasional
Kebijakan ini berkedudukn sebagai acyan dalam pelasksanaan pencapaian
sasaran-sasaran tertentu secara teknis dalam rangka pelaksanaan kebijakan
pemerintah pada umumnya.
5
Kebijakan berkedudukan sebagai dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan
provinsi yang bersangkutan dalam pelaksanaan desentralisasi, dekosentrasi
dan tugas pembantuan.
c. Kebijakan Kabuoaten/Kota
Kebijakan ini berkedudukan sebagai dasar penyelanggaraan
pemerintahan kabupaten/kota yang bersangkutan dengan asas otonomi da
tugas pembantuan.
d. Kebijakan Desa
Kebijakan berkedudukan sebagai dasar penyelenggaraan
pemerintah desa yang bersangkutan dengan asas tugas pembantuan.
6
Karena kedudukannya sebagai dasar hukum bagi seluruh peraturan
perundang-undangan, UUD 1945 tidak termasuk kompetensi
pembentuk undang-undang sehingga peraturan perundang-undangan
yang diatur lebih lanjut dalam UU No.10 tahun 2004 hanyalah untuk
jenis UU dan peraturan perundang-undangan dibawahnya.
2) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
Undang-undang adalah jenis peraturan perundang-undangan yang
dibentuk oleh DPR dengan persetujuan Bersama presidan. Sedangkan
perpu adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, yang harus
diajukan dalam persidangan DPR berikutnya.
3) Partai Pemerintah
Adalah jenis peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
presiden untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.
4) Peraturan Presiden
Adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh presiden
dalam rangka menyelanggarakan pemerintahan negara sebgai
antribusi dari pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Peraturan presiden dibentuk
untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut dari undang-undang
atau peraturan pemerintah, baik yang pembentukannya diperintahkan
secara eksplisit maupun implisit.
5) Peraturan Daerah
Adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan Bersama kepala daerah, meliputi :
a) Peraturan Daerah Provinsi, yaitu peraturan perundang-undangan
yang dibentuk oleh DPRD Provinsi Bersama dengan Gubernur.
Termasuk dalam jenis perda provinsi ini adalah Qanun yang
berlaku di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darrusalam dan perda
khusus serta perda provinsi yang berlaku di provinsi papua.
7
b) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yaitu peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPRD kabupaten/kota Bersama
bupati/walikota.
c) Peraturan Desa/Peraturan yang Setingkat, yaitu peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh BPD atau nama lainnya
Bersama dengan kepla desa atau nama lainnya.
Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai
dengan hiararki di atas.
8
E. Sistem Kebijakan Publik dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Perkembangan administrasi negara, baik sebagai ilmu maupun sebgai
sistem yang di praktekkan, menunjukkan bahwa proses kebijakan public
merupakan core business dari sistem pemerintahan negara yang demokratis dan
konstitusional. Oleh karena itu, SANKRI sebgai tatanan kelembagaan dan
manajemen NKRI dengan dimensi-dimensi nilainya, yang menjadi landasan
falsafah negara; juga berperan sebagai sistem pengelolaan kebijakan public NKRI.
Nilai-nilai dasar atau prinsip goog governance yang dianut dalam SANKRI,
seogyanya juga menjadi rujukan dalam sistem kebijakan public. Nilai-nilai dasar
dimaksud yang pada hakekatnya merupakan prinsip penyelenggaraan SANKRI,
diantaranya :
1. Demokratis
Sistem kebijakan public harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dalam
proses kebijakan, yaitu harus dapat memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi partisipasi masyarakat, menyampaikan aspirasi mereka, dan ditujukan
untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Mengurangi dominasi pemerintah dalam proses kebijakan yang akan
menghambat proses demokrasi.
2. Desentralistik
Sistem kebijakan public harus memberikan kepercayaan kepada Lembaga dan
masyarakat daerah untuk menyelenggarakan proses kebijakan sesuai dengan
kewenangannya.
3. Transparan
Masyarakat dapat mengetahui sistem kebijakan public, termasuk akses
terhadap informasi kebijakan tersebut.
4. Partisipasi
Sistem kebijakan public harus dapat mengerahkan semangat partisipasi rakyat,
baik dalam arti societal community, Lembaga swadaya masyarakat (LSM),
9
kelompok kepentingan, maupun dunia usaha untuk terlibat dalam proses
perumusan kebijakan.
5. Rasional (Profesional)
Sistem kebijakan public harus memperhatikan persyaratan kompetensi
termasuk etika danperilaku yang konsisten tehadap kebangsaan dengan
mengetengahkan pertimbangan obyektif rasional bersandarkan ilmu
pengetahuan (knowlwdge base) yang diaktualisasikan secara bijak.
6. Berkepastian hukum
Sistem kebijakan public harus mengakomodasi nilai-nilai keadilan dan
kebenaran serta memperlakukan setiap warga bangsa sebagai manusia yang
memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.
7. Akuntabilitas
Sistem kebijakan public harus menjamin keterpaduan seluruh proses kebijakan
termasuk termasuk kinerja pelaksanaannya, agar dapat
dipertanggungjawabkan kepada public.
Dengan anutan nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip di atas, sistem
kebijakan public dalam SANKRI diharapkan mampu mengarahkan dan
mengendalikan kebijakan public yang dihasilkan. Kebijakan public utamanya
bercirikan pada kepentingan public, penciptaan kehidupan dan penghidupan
masyarakt yang berkualitas yaitu kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluru
rakyat Indonesia.
10
a. Dari sudut ilmu politik
Merupakan usaha merumuskan pembuatan kebijakan negara sebagai
proses transformasi atau pengubahan input politik menjadi output
politik. Proses kebijakan publik, input politik berupa tuntutan
tuntutan kebijakan (policy demand) dari mas yarakat s elan
jutnya tuntutan kebijakan tersebut ditransformasikan dan atau
dianalisa oleh penguasa menjadi output politik berupa kebijakan-
kebijakan sebagai suatu solusi dari tuntut
b. Dari sudut stackeholders atau pelaku
Pembentukan kebijakan yang bertanggungjawab ialah
bahwa prosesnya melibatkan interaksi antara para ilmuwan,
pemimpin organisasi profesi, para administrator dan para politisi.
11
pengembangan issue tersebut dapat dilakukan melalui berbagai
saluran resmi seperti DPR, DPD, DPRD dan eksekutif dalam
bentuk public hearing, jajak pendapat, maupun saluran tidak resmi.
Masyarakat mempunyai peran yang sangat menonjol dimana
mereka mempunyai hak dan kesempatan untuk mempengaruhi
pemerintah dalam penentuan skala prioritas.
Keterangan:
12
Pelaku proses kebijakan publik pada dasarnya dapat di bagi
dalam dua kelompok, yaitu resmi (Pemerintah, Presiden, MA) dan tidak
resmi (Parpol, LSM,kelompok kepentingan, manajemen indidu).
Berikut adalah penjelasan mengenai para pelaku pembuat kebijakan
yang dibagi dalam dua kelompok, yakni para pemeran serta resmi dan
para pemeran serta tidak resmi.
2) Presiden (Eksekutif)
3) Lembaga Yudikatif
13
kebijakan publik melalui pengujian kembali suatu undang-
undang atau peraturan.
4) Lembaga Legislatif
2) Partai Politik
14
Warga negara mempunyai hak untuk di dengarkan dan
pejabat mempunyai kewajiban untuk mendengarkan. Warga Negara
sebagai individu mempunyai peluang untuk berpartisipasi secara
langsung dalam pembuatan keputusan.
15
5. Kepala Desa, menetapkan peraturan dari keputusan desa dengan
persetujuan Badan Perwakilan Desa (BPD).
6. Dewan Perwakilan Daerah Provinsi, menetapkan Peraturan Daerah
Provinsi bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Provinsi.
7. Dewan Perwakilan Daerah Kota/Kabupaten, menetapkan Peraturan
Daerah Kota/Kabupaten bersama-sama dengan Pemerintah Daerah
Kota/Kabupaten.
8. Badan Perwakilan Desa (BPD), menetapkan Peraturan Desa atau
Keputusan Desa bersama-sama dengan Kepala Desa.
1. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk
memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda
publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai
masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu
tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada
isu lain. Dalam penyusunan agenda juga sangat penting untuk menentukan
suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu
kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy
problem). Isu kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat
di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh,
atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut.
16
Penyusunan agenda kebijakan harus dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan
esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder.
2. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah
tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama
halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda
kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif
bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah.
3. Adopsi Kebijakan
4. Implementasi Kebijakan
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut
estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan
dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian,
evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan,
program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan,
implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
17
H. Penyusunan Kebijakan Publik dalam Format Peraturan Perundang-
Undangan
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, kebijakan publik pada umumnya
dinangkan dalam format peraturan perundang-undangan. Artinya, semua peraturan
perundang undangan yang ditetapkan adalah hasil formulasi kebijakan dari para
pembuat kebijakan. publik yang diundangkan dalam format hukum agar memiliki
kekuatan mengikat secara umum Selain dalam format peraturan perundang-
undangan, kebijakan publik dapat dituangkan pula keputusan erial dari Aparatur
Penyelenggara Negara yang bersifat delegatif dan unal. Misalkan, Instruksi dan
Surat Edaran Menteri mapun Dirjen, schau pelaksanaan dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi
18
peraturan tersebut terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
berdasarkan pada UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, UU No.
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 5 Tahun 2004 tentang
Mahkamah Agung, Peraturan MA No.1 Tahun 1999 tentang Pengajuan Judicial
review kepada Mahkamah Agung, dan Peraturan MK No.06/PMK/2005 tentang
Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang.
19
batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak
berwenang.
3) Kesesuaian antara jenis dan materi muatan.
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis
peraturan perundang-undangan.
4) Dapat dilaksanakan
Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, harus
memperhitungkan efektifitas implementasi peraturan perundang-
undangan maupun sosiologis undangan tersebut dalam masyarakat,
baik secara filosofis, yuridis.
5) Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Sebab peraturan perundang-undangan dibuat karena memang
benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6) Kejelasan Rumusan.
Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,
sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa dimengerti,
sehingga tidak menimbell hukumnya jelas dan mudah berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7) Keterbukaan
Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan,
mulai dan perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan,
bersifat transparan serta terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembentukan peraturan
perundang-undangan.
b. Asas Materi Muatan
20
Materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung
asas-asas sebagai berikut :
1) Pengayoman
Setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi
memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman
masyarakat.
2) Kemanusiaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia
serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia
secara proporsional.
3) Kebangsaan.
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik
(kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip NKRI.
4) Kekeluargaan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam
pengambilan keputusan.
5) Kenusantaraan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan
materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah
merupakan bagian dan sistem hukum nasional d yang berdasarkan
Pancasila.
6) Bhineka tunggal ika
Materi muatan peraturan perundang-undangan harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan,
kondisi khusus daerah, dan budaya, khususnya menyangkut masalah-
masalah sensitif dalam kehidupan bermayarakat, berbangsa dan
bernegara.
21
7) Keadilan
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
tanpa kecuali mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap
warga negara.
8) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh
berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang,
antara lain agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9) Ketertiban dan kepastian hukum
Setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus
dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
adanya kepastian hukum.
10) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Materi muatan setiap peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara lain
kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan
negara.
Selain asas-asas di atas, dalam peraturan perundang-undangan
tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan
perundang-undangan yang bersangkuta Asas lain dimaksud disesuaikan
dengan bidang dalam hukum peraturan perundang-undangan, yang antara lain
dapat ditemukan dalam :
a. Hukum pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b. Hukum perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik
3. Materi Muatan
a. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi
hal-hal berikut :
22
1) Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945, meliputi:
kekuasaan negara
keuangan negara
23
Materi muatan Peraturan Desa atau yang setingkat adalah
seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang
setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Selain materi materi di atas, materi muatan mengenai ketentuan
pidana dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Perda.
24
b) Penyusunan
25
secara tertulis kepada Menkumham dan sekaligus
menugaskannya untuk mengkoordinasikan kembali
pembahasan konsep RUU dengan DPR.
(2) Pemerintah
c) Pengelolan
d) Pembiayaan
26
b. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
1) Persiapan Pembentukan Undang-Undang
RUU dapat berasal dari DPR Presiden maupun DPR yang disusun
berdasarkan Prolegnas sebagaimana diuraikan terdahulu. Dalam
keadaan tertentu, DPR atau Presiden dapat mengajukan penyusunan
RUU di luar Prolegnas.
a) Rancangan Undang-Undang yang Berasal dari Presiden
Konsep dan materi pengaturan RUU yang disusun, baik yang
berdasarkan Prolegnas maupun di luar Prolegnas, harus selaras
dengan falsafah negara Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang lun,
dan kebijakan yang terkait dengan materi yang akan diatur dalam UU
tersebut.
27
b) RUU yang Berasal dari DPR
28
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan
keadilan. Penegakan hukum dalam arti penangan sengketa antar peraturan
perundang-undangan disesuaikan dengan jenisnya, adalah sebagai berikut:
a. UU terhadap UUD 1945
b. Peraturan perundang-undangan dibawah UU
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang menyangkut
kepentingan publik, yang sadar, terarah, dan terukur yang dilakukan oleh
pemerintah yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam bidang-bidang
tertentu yang mengarah pada tujuan tertentu. Sedangkan pelaksanaan kebijakan
merupakan tahapan aktivitas/ kegiatan/ program dalam melaksanakan keputusan
kebijakan yang dilakukan oleh individu/ pejabat, kelompok pemerintah,
masyarakat, dan/ atau swasta dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
dalam keputusan kebijakan yang akan mempengaruhi hasil akhir suatu kebijakan.
Pelaksanaan kebijakan publik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: aspek
kewenangan, sumberdaya, komunikasi, dan disposisi. Dimensi-dimensi yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan publik diantaranya:
konsistensi, transparansi, akuntabilitas, keadilan, efektivitas, dan efisiensi.
berlaku.
B. Saran
Diharapkan dalam pembuatan makalah ini, penulis dalam menambah ilmu
pengetahuan mengenai system administrasi negara kesatuan republic Indonesia,
serta disarankan agar diadakan perbaikan untuk pengembangan mahasiswa dalam
penugasan selanjutnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
Online
31