0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
87 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas perbedaan pandangan sumber ilmu pengetahuan antara Plato, Aristoteles, Ted Honderich dan John Hospers. Plato menganggap rasio sebagai sumber utama, sedangkan Aristoteles menekankan pengalaman. Honderich dan Hospers menambahkan sumber lain seperti ingatan, intuisi, dan otoritas.
Dokumen tersebut membahas perbedaan pandangan sumber ilmu pengetahuan antara Plato, Aristoteles, Ted Honderich dan John Hospers. Plato menganggap rasio sebagai sumber utama, sedangkan Aristoteles menekankan pengalaman. Honderich dan Hospers menambahkan sumber lain seperti ingatan, intuisi, dan otoritas.
Dokumen tersebut membahas perbedaan pandangan sumber ilmu pengetahuan antara Plato, Aristoteles, Ted Honderich dan John Hospers. Plato menganggap rasio sebagai sumber utama, sedangkan Aristoteles menekankan pengalaman. Honderich dan Hospers menambahkan sumber lain seperti ingatan, intuisi, dan otoritas.
Diskusi 6. Peran Ilmu Pengetahuan dalam Pencarian Kebijaksanaan
Diskusikan perbedaan pandangan antara Aristoteles di satu sisi dan Ted Honderich dan R. John Hospers tentang sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mengacu pada fakta, informasi, dan keahlian yang diperoleh melalui pembelajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian, investigasi, observasi, atau pengalaman. Pengetahuan juga berkaitan dengan aspek teoritis dan praktis dari suatu subjek (Justariaus, 2010). Ilmu pengetahuan merupakan fakta empiris atau ide rasional yang dibangun oleh individu melalui eksperimen dan pengalaman yang terverifikasi (Rusuli & Daud, 2015). Sumber pengetahuan adalah apa yang menjadi titik tolak atau objek ilmu itu sendiri. Sumbernya bisa eksternal atau internal. Sumber ilmu pengetahuan menurut Plato dan Aristoteles Dalam sejarah filsafat, Plato dan Aristoteles merupakan dua orang filsuf yang memiliki pandangan berbeda tentang sumber ilmu pengetahuan. Plato juga dikenal sebagai seorang rasionalis. Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Karena itu, dalam mengembangkan pengetahuan, manusia harus mulai dari rasio. Tanpa rasio, tidak mungkin orang memperoleh pengetahuan (Suratman, 2012). Rasio adalah proses berikir. Jadi berpikir itulah yang kemudian membentuk pengetahuan. Dan orang yang berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak orang berpikir, semakin banyak pula ilmu yang mereka dapatkan. Manusia bertindak berdasar pengetahuan. Perbedaan perilaku, perbuatan dan tindakan ditentukan oleh perbedaan pengetahuan yang dimilikinya (Muchtar dan Penel, 2016). Sedangkan Aristoteles memiliki pandangan yang berlawanan dengan gurunya, Plato. Aristoteles adalah seorang empiris. Berbeda dengan rasionalisme yang memposisikan akal sebagai sumber pengetahuan, empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama ilmu pengetahuan, baik pengalaman internal maupun pengalaman eksternal (Suratman, 2012). Empirisme mengatakan bahwa ilmu pengetahuan harus didasarkan pada metode empiris eksperimental agar kebenarannya dapat dibuktikan. Empirisme dalam perkembangan selanjutnya kemudian berkembang menjadi aliran positivisme yang merumuskan pembedaan ilmu pengetahuan dan non-ilmu berdasarkan kriteria verifikasi. Ilmu empiris ini berdasarkan fakta yang harus disaring, diperiksa, dikumpulkan, dipantau, diverifikasi, diidentifikasi, didaftarkan dan diklasifikasikan secara ilmiah (Muchtar dan Penel, 2016). Sumber ilmu pengetahuan menurut Ted Honderich dan John Hospers Pandangan sumber ilmu pengetahuan juga dikemukakan oleh Honderich (1995) yang menyatakan bahwa terdapat sumber pengetahuan lain selain rasionalisme dan empirisme. Honderich menambahkan sumber-sumber pengetahuan lainnya yaitu ingatan (memory), interospeksi (introspection), prakognisi (precognition) serta sumber-sumber lain. Pandangan Honderich dilengkapi dengan pandangan Hospers (1997), yang mengemukakan sejumlah sumber pengetahuan, antara lain pengalaman inderawi/pengalaman pribadi (sense experience/persepsi), akal/nalar (reason), otoritas (authority), intuisi (intuition), wahyu (relevation), dan keyakinan (faith). Sumber ilmu pengetahuan menurut Honderich (1995) dan Hospers (1997) dapat dirangkum sebagai berikut (Hakim, 2020): a. Persepsi/pengalaman inderawi Persepsi adalah hasil respons inderawi terhadap fenomena alam. Pengertian yang lebih umum tentang persepsi ini adalah empiris atau pengalaman (eksperimental). Pengalaman merupakan sumber ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan diperoleh melalui pengalaman inderawi, bukan akal. Ciri utama dari pengalaman adalah 1) pengalaman inderawi, selalu bersentuhan dengan objek tertentu, 2) pengalaman yang dialami manusia berbeda antara satu dengan yang lain, dan 3) pengalaman manusia berkembang karena bertambahnya usia, peningkatan pendidikan, perubahan lingkungan, perkembangan sains dan teknologi, dan lain sebagainya. b. Memory/ingatan Baik pengetahuan teoritis maupun praktis sangat bergantung pada memory/ingatan. Pengalaman langsung maupun tidak langsung harus didukung oleh ingatan agar hasil pengalaman dapat terstruktur secara logis dan sistematis (dalam ilmu). Kenangan tidak selalu benar dan persis sama dengan pengalaman dan pengalaman Anda sendiri. Ada dua kondisi dimana ingatan menjadi sumber pengetahuan: 1) ada kesaksian dari orang lain bahwa ingatan dan masa lalu adalah benar, dan 2) ingatan konsisten dan memiliki nilai pragmatis. c. Reason/akal, nalar Akal merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan. Penalaran merupakan proses yang harus dilalui untuk mencapai kesimpulan. Ada hubungan erat antara metode (metodologi) dan logika (penalaran). Metodologi dan logika sebagai alat karena dibutuhkan oleh semua ilmu untuk memperoleh dan mendeskripsikan segala jenis ilmu, serta sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. d. Introspection/introspeksi Introspeksi juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang digunakan orang untuk memahami sesuatu pada saat ia mencoba melihat ke dalam diri mereka sendiri. e. Intuituion/intuisi Intuisi adalah "energi spiritual", kemampuan yang melampaui akal, kemampuan untuk memahami secara mendalam. Intuisi adalah kemampuan untuk memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba dan langsung, tanpa melalui inferensi logis (induksi atau deduksi). f. Authority/otoritas Otoritas mengacu pada individu atau kelompok yang diyakini memiliki pengetahuan yang valid dan sah sebagai sumber pengetahuan. Otoritas juga dapat dikaitkan atau diartikan negatif ketika otoritas mendominasi, menekan dan tidak valid. Otoritas bisa dalam kehidupan politik, agama dan sosial. g. Precognition/prakognisi Prakognisi adalah firasat yaitu kemampuan untuk mengetahui sesuatu kejadian atau peristiwa akan terjadi. h. Clairvoyance Clairvoyance adalah kemampuan untuk merasakan suatu peristiwa tanpa menggunakan indera. Seorang ahli nujum dapat menemukan barang Anda yang hilang beberapa hari yang lalu sehingga orang tersebut memiliki kewaskitaan. i. Telepathy/telepati Telepati adalah kemampuan untuk berkomunikasi tanpa menggunakan suara atau bentuk simbolik lainnya, tetapi hanya dengan kemampuan mental. Misalnya, ketika seseorang dapat mengetahui pikiran orang lain tanpa menggunakan bentuk komunikasi apapun. Kemampuan ini dapat dibagi menjadi fantasi (membayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak nyata / tidak mungkin) dan ilusi (memberikan kesan yang salah terhadap sesuatu).
Referensi
Hakim, A. (2020). Filsafat Ilmu. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Honderich, T. (1995). The Oxford Companion to Philosophy. Oxford: Oxford University Press. Hospers, J. (1997). An Introduction to Philosophical Analysis - Fourth Edition. London: Routledge. Justariaus. (2010). Knowledge vs Wisdom. Dikases dari https://philoscifi.com/2010/09/26/knowledge-vs-wisdom/ Muchtar, S. & Penel, A. P. (2016). Materi Pokok Filsafat Ilmu. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Rusuli, I. & Daud, Z. F. M. (2015). Ilmu Pengetahuan Dari John Locke Ke Al-Attas. Jurnal Pencerahan, 9: 1. Aceh: Majelis Pendidikan Daerah Aceh. Suratman, M. (2012). Sekilas tentang Teori Pengetahuan Plato dan Aristoteles. Diakses dari https://mamansuratmanahmad.wordpress.com/2012/11/02/sekilas-tentang- teori-pengetahuan-plato-dan-aristoteles-2/