Oleh :
NIM :
Pendahuluan
Dalam dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat,
pemahaman tentang epistemologi ilmu, sumber-sumber ilmu, dan sarana-sarana
ilmu menjadi semakin penting. Epistemologi ilmu adalah cabang filsafat yang
membahas asal-usul, sifat, dan batasan pengetahuan. Ini adalah fondasi dari semua
disiplin ilmiah, memungkinkan kita untuk memahami bagaimana pengetahuan
dibangun, diuji, dan diterapkan dalam berbagai bidang.
Pengertian Epistemologi
5
Suaedi, p. 90.
6
Suaedi, p. 91.
permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya. Pada
dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya
mengatahui sesuatu yang tidak diketahuinya. Manusia sangat
memahami dan menyadari bahwa hakikat itu ada dan nyata, dapat
diajukan pertanyaan mengenai hakikat itu, bisa dicapai, diketahui,
dan dipahami serta manusia dapat memiliki ilmu, pengetahuan, dan
makrifat atas hakikat tersebut.
Sumber Epistemologi Ilmu
Sumber dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai asal.
Sebagai contoh, sumber mata air, berarti asal dari air yang berada di mata air itu.
Dengan demikian, sumber ilmu pengetahuan adalah asal dari ilmu pengetahuan
yang diperoleh manusia. Jika membicarakan masalah asal, pengetahuan dan ilmu
pengetahuan tidak dibedakan karena dalam sumber pengetahuan juga terdapat
sumber ilmu pengetahuan.
Sumber utama pengetahuan adalah sebagai berikut ;
Rasionalisme7 : paham rasionalisme ini beranggapan bahwa
sumber pengetahuan manusia adalah rasio. Jadi, dalam proses
perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia harus
dimulai dari rasio. Tanpa rasio, tidak mungkin manusia dapat
memperoleh ilmu pengetahuan
Rasio itu adalah berpikir. Oleh karena itu, berpikir inilah yang
kemudian mmebentuk pengetahuan. Manusia yang berpikirlah
yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu
berpikir, maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
Berdasarkan pengetahuan pula manusia berbuat dan menentukan
tindakannya. Sehingga nantinya akan ada perbedaan perilaku,
perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan perbedaan
pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh-tokoh rasionalis diantaranya adalah Rene Descartes,
Spinoza, Leibzniz, dan Wolf, meskipun pada hakikatnya, akar
7
Suaedi, p. 7.
pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran filsif klasik
seperti Plato, Aristoteles, dan lainnya.
Namun, rasio juga tidak bisa berdiri sendiri, ia butuh dunia nyata
sehingga pemerolah pengetahuan ini dapat terjadi. Yakni adalah
rasio yang bersentuhan dnegan dunia nyata di dalam berbagai
pengalaman empirisnya. Dengan demikian, kualitas pengetahuan
manusia ditentukan oleh seberapa banyak rasionya bekerja.
Semakin banyak rasio bekerja dan bersentuhan dengan realitas
sekitar, maka semakin dekat pula manusia itu kepada
kesempurnaan.
Empirisme8 : secara epistimologi, istilah empirisme berasal dari
bahasa Yunani empiria yang berarti pengalaman. Tokoh-tokoh
empiris yaitu Thomas Hobbes, Jhon Locke, Berkeley, dan yang
terpenting adalah david Hume.
Jika rasionalisme memberikan kedudukan bagi rasio sebagai
sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah
maupun pengalaman batiniah. Thomas Hobbes menganggap bahwa
pengalaman indrawi sebagai permualaan segala pengenalan.
Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan
(kalkulus), yaitu penggabungan data-data indrawi yang sama
dengan cara yang berlainan.
Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh
Jhon Locke terhadap masalah-masalah pengetahuan dan
pengenalan. Ia berusaha menggabungkan empirisme dengan
rasionalisme. Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme.
Menurutnya, segala pengetahuan datang daru pengalaman, dan akal
manusia adalah pasif saat pengetahuan itu didapat. Karena akan
tidak dapat memperoleh pengetahuan dari dirinya sendiri. Locke
8
Suaedi, p. 8.
berpendapat bahwa satu-satunya objek pengetahuan adalah ide-ide
yang timbul karena adanya pengalaman lahiriah dan batiniah.
Sumber ilmu pengetahuan secara detail dikemukakan oleh John Hospers
sebagai berikut :
Pengalaman indrawi, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman manusia dalam kehidupan nyata berhubungan dnegan
pemanfaatan alat indrawi manusia. Ilmu pengetahuan yang
berdasarkan pada fakta-fakta indrawi manusia.
Penalaran, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses
penalaran manusia menggunakan akal. Penalaran bekerja dengan
cara mempertentangkan pernyataan yang ada dnegan penrnyataan
baru. Kebenaran dari hasil kontradiksi keduanya merupakan ilmu
pengetahuan baru.
Otoritas, yakni ilmu pengatahuan yang lahir dari sebuah
kewibawaan kekuasaan yang diakui oleh anggota kelompoknya.
Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kebenarannya ini
tidak perlu diuji lagi.
Intuisi, yakni ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan
manusia yang memiliki kemampuan yang berhubungan dengan
kjiwaannya. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari intuisi tidak
dapat dibuktikan secara nyata melainkan melalaui proses yang
panjang dan tentu dengan memanfaatkan intuisi manusia.
Wahyu, yakni ilmu pengetahuan yang bersumber dari Tuhan
melalui para Nabi dan utusan-Nya. Dasar penerimaan
kebenarannya adalah kepercayaan terhadap sumber wahyu itu
sendiri. Wahyu sebagai sumber pengetahuan juga berkembang di
kalangan agamawan. Wahyu adalah pengatahuan agama yang
disampaikan oleh Tuhan kepada manusia lewat perantara Nabi dan
terjadi atas kehendak Tuhan.
Keyakinan, yakni ilmu pengetahuan yang bersumber dari
keyakinan yang kuat. Keyakinan yang telah berakar dalam diri
manusia atas kebenaran wahyu Tuhan dan pembawa wahyu
tersebut. Ilmu pengetahuan ini tidak perlu diuji kebenarannya.
Penganutnya akan serta merta mempercayainya sebagai sebuah
kebenaran.
Sarana Epistemologi Ilmu
Berpikir ilmiah untuk menciptakan suatu pengetahuan ilmiah merupakan
berpikir dengan langkah-langkah metode ilmiah, seperti: perumusan masalah,
pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menguji hipotesis dan menarik
kesimpulan. Kesemua langkah-langkah berpikir dengan metode ilmiah tersebut
harus didukung dengan alat/sarana yang baik, sehingga diharapkan hasil dari
berpikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik pula.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana, berupa: bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk
menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Ditinjau dari pola
berpikirnya, maka ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan berpikir
induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyandarkan diri kepada proses
logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang penting
dalam berpikir deduktif ini sedangkan statistika mempunyai peranan yang penting
dalam berpikir induktif.
Fungsi sarana pengetahuan ilmiah ini adalah sebagai alat untuk mencapai
tujuan yang diharapkan, yaitu pengembangan ilmu pengetahuan dalam kaitannya
untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui kebudayaan-kebudayaan yang
dihasilkannya. Sarana pengetahuan ilmiah dimaksud meliputi: bahasa, logika,
matematika, dan statistik yang dijelaskan secara terperinci sebagai berikut 9:
Bahasa : bahasa adalah suatu alat komunikasi untuk
menyampaikan informasi tertentu kepada orang lain dalam bentuk
verbal berupa serangkaian bunyi maupun dalam bentuk lambang
9
Firmansyah and Mukti Ali, ‘Sarana Pengetahuan Ilmiah (Tinjauan Filosofis)’, Jurnal
CONTEMPLATE : Jurnal Studi-Studi Keislaman, Vol. 2 No. 02 (2021), pp. 10–20.
berupa simbol, atau kode tertentu yang dipahami secara bersama
dalam suatu komunitas kelompok tertentu, bahkan dapat dipahami
oleh siapa saja. Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia
mempunyai bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat
berpikir secara rumit dan abstrak seperti apa yang kita lakukan
dalam kegiatan ilmiah. Bahasa memungkinkan manusia berpikir
secara abstrak dimana objek-obyek yang faktual ditransformasikan
menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Adanya
simbol bahasa yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia
untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut. Demikian juga bahasa
memberikan kemampuan untuk berpikir secara teratur dan
sistematis. Transformasi objek faktual menjadi simbol abstrak yang
diwujudkan lewat perbendaharaan katakata dirangkai oleh tata
bahasa untuk mengemukakan suatu jalan pemikiran atau ekspresi
perasaan. Kedua aspek bahasa ini, yakni aspek informatif dan
emotif keduanya tercermin dalam bahasa yang kita pergunakan.
Artinya, kalau kita berbicara maka pada hakikatnya informasi yang
kita sampaikan mengandung unsur-unsur emotif, demikian juga
kalau kita menyampaikan perasaan, maka ekspresi itu mengandung
unsur-unsur informative. Berbahasa dengan jelas artinya ialah
bahwa makna yang terkandung dalam kata-kata yang dipergunakan
diungkapkan secara tersurat (eksplisit) untuk mencegah pemberian
makna yang lain. Oleh sebab itu dalam komunikasi ilmiah kita
sering sekali mendapat definisi dari kata-kata yang dipergunakan.
Hal ini harus kita lakukan untuk mencegah si penerima komunikasi
memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang kita
maksudkan. Tentu saja makna yang sudah jelas, kecil
kemungkinannya untuk disalahartikan dan tidak lagi membutuhkan
penjelasan yang lebih lanjut. Selain itu, berbahasa dengan jelas
juga berarti mengemukakan pendapat atau jalan pemikiran secara
jelas.
Logika : logika adalah sarana untuk berpikir secara sistematis,
valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu berpikir logis
adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti
setengah tidak boleh lebih besar daripada satu. Ketika dikatakan
setengah adalah sama dengan atau lebih besar dari satu, maka hal
ini tidaklah logis dan jauh dari penalaran yang benar dan sah.
Maka, logika sebagai sarana berpikir ilmiah, berfungsi sebagai
filter dan penyaring dari praduga yang keliru yang menyebabkan
sesuatu hakikatnya telah keluar dari makna empiris ataupun ilmiah
yang semestinya. Di samping itu, logika juga mengarahkan
manusia untuk berpikir dengan benar sesuai dengan kaidah-kaidah
berpikir yang benar. Dengan logika manusia dapat berpikir dengan
sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Dengan logika dapat dibedakan antara proses berpikir yang benar
dan proses berpikir yang salah.
Matematika : matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa
verbal. Lambang-lambang dalam matematika dibikin secara
artifisial dan individual yang merupakan perjanjian yang berlaku
khusus untuk masalah yang sedang kita kaji. Sebuah obyek yang
sedang kita telaah dapat kita lambangkan dengan apa saja sesuai
dengan perjanjian kita. Matematika sebagai sarana berpikir
deduktif menggunakan bahasa artifisial, yakni murni bahasa buatan
manusia. Keistimewaan bahasa ini adalah terbebas dari aspek
emotif dan efektif serta jelas terlihat bentuk hubungannya.
Matematika lebih mementingkan kelogisan pernyataan-
pernyataannya yang mempunyai sifat yang jelas.
Statistika : statistika adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan atau
penganalisisannya dan penarikan kesimpulan. Dalam hal ini,
statistika adalah sarana berpikir induktif, merupakan kebalikan dari
matematika sebagai sarana berpikir deduktif. Penarikan
kesimpulan induktif pada hakikatnya berbeda dengan penarikan
kesimpulan secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka
kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis
yang dipergunakan adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran indukti
meskipun premis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan
kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar.
Yang dapat kita katakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai
peluang untuk benar. berdasarkan kumpulan data dan
penganalisisan yang dilakukan.
Kesimpulan
Epistemologi ilmu adalah cabang filsafat yang membahas asal-usul, sifat,
dan batasan pengetahuan. Sumber-sumber ilmu mencakup berbagai metode dan
alat, seperti pengalaman empiris, penalaran rasional, otoritas ahli, tradisi budaya,
dan kepercayaan agama. Sarana-sarana ilmu, di sisi lain, adalah alat dan teknologi
yang mendukung penelitian dan pembelajaran, seperti bahasa, logika, matematika,
dan statistik.
Referensi
Firmansyah, and Mukti Ali, ‘Sarana Pengetahuan Ilmiah (Tinjauan Filosofis)’,
Jurnal CONTEMPLATE : Jurnal Studi-Studi Keislaman, Vol. 2 No. 02
(2021)
Idris, Saifullah, and Fuad Ramly, Dimensi Filsafat Ilmu Dalam Diskursus
Integrasi Ilmu (Yogyakarta: Darussalam Publishing, 2016)
Suaedi, Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: IPB Press Printing, 2016)