Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

RASIONALISME, EMPIRISME DAN PENERAPANNYA DALA KEHIDUPAN


MANUSIA

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu Prof. Dr. H. Machasin, M.A.

ABDU RABBI FAQIHUDDIN : 18201010024

MAGISTER BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018
BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Dewasa ini, tradisi pemikiran barat merupakan sebuah paradigma bagi


perkembangan budaya barat dengan keterlibatan yang mendalam lagi luas bahkan dari
segala segi dan lini kehidupan. Pemahaman terhadap tradisi pemikiran barat
sebagaimana yang dicerminkan oleh pandangan filsafatnya merupakan kebijaksanaan
serta kearifan tersendiri, karena kita akan dapat melacak dan menemukan sisi
positifnya yang layak kita tiru dan menemukan sisi negatif yang bisa kita tinggalkan
dan tidak kita ulangi.

Pada abab ke-13, telah muncul sistem filsafat yang bisa dikatakan telah
tersebar secara meluas di negara-negara eropa. Sistem tersebut diajarkan disekolah-
sekolah dan perguruan tinggi. Kemudian pada abab ke-14 munculah aliran yang dapat
dinamai sebagai pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar aliran baru ini
ialah kesadaran atas sesuatu yang individual dan kongkrit. Tak dapat dipungkiri,
zaman filsafat modern telah dimulai dalam era filsafat modern, dan kemudian
dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, yang kemudian munculah berbagai aliran
pemikiran yang diantaranya Rasionalisme dan Emperisme.

Rasionalisme dan empirisme merupakan dua aliran pemikiran yang saling


bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan kelompok aliran
berfikir yang menjadi bagian dari filsafat ilmu. Kedua aliran tersebut dianggap telah
menjadi sebab lahirnya sumber ilmu pengetahuan bagi manusia (sumarna:2004).
Kedua sumber pengetahuan tersebut merupakan bagian filsafat yang spesifik yang
menjadi cabang dari epistimologi atau teori pengetahuan.

Dalam perkembangannya, kedua aliran tersebut telah melahirkan perdebatan


panjang oleh para filsuf pengetahuan. Pertentangan maupun perdebatan yang muncul
tersebut mampu melahirkan berbagai aliran baru di luar kedua aliran tersebut bahkan
paduan keduanya. Di antaranya yaitu metoda positivisme, metoda kontemplatis,
metoda intuitisme, metoda dialektis, dan lain sebagainya (Sufardi, 2013). para
penganut rasiaonalisme menggap bahwa akal budi (rasio) merupakan satu-satunya
sumber kebenaran sedangkan aliran empirisme mengganggap bahwa pengalamanlah
sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah (dunia) maupun
pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Paham ini berpendapat
bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan indrawi
merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Berdasarkan hal di atas, melalui makalah ini penulis akan mencoba mengulas
serta menjelaskan perbedaan mendasar antara aliran rasionalisme dengan empirisme.
Selain itu,penulis akan memaparkan beberapa tokoh-tokoh yang berperan di dalam
masing-masing aliran tersebut seta menjelaskan permasalahan utama sebagai pemicu
pertentangan antara kedua paham atau aliran tersebut dan bagaimana penerapan kedua
paham tersebut dalam kehidupan manusia.

B. Rumusan makalah
1. Perbedaan mendasar antara rasionalisme dan empirisme
2. Tokoh- tokoh filusuf penganut paham rasionalisme dan empirisme
3. Penerapan paham rasionalisme dan empirisme dalam kehidupan manusia

C. Tujuan
1. Memahami perbedaan mendasar antara rasionalisme dan empirisme
2. Mengetahui tokoh- tokoh filusuf penganut paham rasionalisme dan empirisme
3. Mengetahui penerapan paham rasionalisme dan empirisme dalam masyarakat

BAB II

Pembahasan

A. Rasionalisme

Secara etimologis kata rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris


rationalism (Bagus: 2002), kata ini berakar dari bahasa latin ratio yang memiliki arti
“akal” (Edwards: 1967) sedangkan (Lacey: 2000) menambahkan bahwa berdasarkan
akar katanya, rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegang pada akal,
merupakan sumber bagi pengetahuan dan kebenaran. Berdasarkan definisi di atas
maka dapat dikatakan bahwasanya rasionalisme merupakan suatu aliran atau ajaran
yang didasarkan pada ide yang dapat diterima oleh akal baik dalam lingkup
pengetahuan maupun kebenaran.
Secara istilah rasionalisme merupakan sebuah faham filsafat yang menyatakan
bahwa akal adalah alat penting dalam meperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan (Ahmad Tafsir: 2009). Rasionalisme juga dapat diartikan juga sebagai
sebuah faham yang menganggap bahwa akal lah yang seharusnya menjadi sumber
pengetahuan. Titik fokus sumber pengetahuan dalam aliran ini adalah kemampuan
akal untukmelakukan penalaran, yang penalaran tersebut merupakan sebuah proses
pelatihan intelektual untuk menggembangkan akal budi manusia.
Paham rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan mananusia
adalah rasio. Oleh karenanya, dalam proses perkembanga ilmu pengetahuan yang
dimiliki manusia, harus dimulai atau berdasarkan rasio. Tanpa adanya rasio maka
mustahil bagi manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu proses
berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan, bisa dikatakan bahwa
semakin banyak manusia berfikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang ia
dapatkan. Berdasarkan pengetahuanlah manusia itu berbuat dan menentukan
tindakannya, sehingga muncullah perbedaan perlaku, perbuatan, serta tindakan dari
manusia itu sendiri.
Rasio tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya obyek nyata yang menjadikan ia
dapat bekerja. Obyek tersebut adalah dunia nyata, yang peroses pemerolehan
pengetahuan tersebut adalah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata dalam
berbagai pengalaman eksperimennya. Dengan demikian kualitas pengetahuan
manusia ditentukan oleh seberapa banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio
bekerja dan bersentuhan dengan realita sekitar, maka semakin dekat pula ia dengan
kesempurnaan.
Menurut rasionalisme agar ilmu dan filsafat berkembang, manusia harus
memiliki metode yang baik, karena kesimpangsiuran dan ketidakpastian dalam
pemikiran-pemikiran filsafat disebabkan oleh tidak adanya metode yang mapan,
sebagai pangkal tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan pasti.
Metode yang dimaksud aliran ini dan merupakan dasar dan asas rasionalisme adalah
menyangsikan segala sesuatu, atau berangkat dari keragu-raguan.
Kaum Rasionalisme mulai dengan sebuah pernyataan aksioma dasar yang
dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut
anggapannya adalah jelas, tegas, dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia
mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak
menciptakannya, tetapi mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah
ada “ di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia.
Shidarta (1999) mengemukan bahwasannya rasionalisme secara mendasar
tidak menolak manfaat dari pengalaman indra dalam kehidupan manusia. Namun
persepsi indrawi hanya digunakan untuk merangsang kerja akal. Terbukti, akal
manusia tidak secara langsung bergantung pada indra. Jika penangkapan indra
diragukan oleh akal maka akal dapat langsung menolaknya.
Dengan kekuasaan akal tersebut, orang berharap akan lahir suatu dunia baru
yang lebih sempurna, dipimpin dan dikendalikan oleh akal sehat manusia.
Kepercayaan terhadap akal ini sangat jelas terlihat dalam bidang filsafat, yaitu dalam
bentuk suatu keinginan untuk menyusun secara a priori suatu sistem keputusan akal
yang luas dan tingkat tinggi. Corak berpikir yang sangat mendewakan kemampuan
akal inilah dikenal dalam filsafat sebagai aliran rasionalisme.

B. Empirisme

Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggis empiricism dan
eksperience Kedua kata tersebut berasal dari akar kata bahasa yunani, yaitu έμπειρία
(empeiria) dan dari kata experietia yang mempunyai arti “berpengalaman dalam”,
“berkenalan dengan”, serta “terampil untuk” (bagus: 2002). Sedangkan menurut
(Lacey: 2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang
berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada
pengalaman yang menggunakan indera.
Sementara secara terminologis terdapat beberapa definisi, di antaranya ialah
doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman,
pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, dan bukan akal.
Berdasarkan Rahmat, dkk (2011), aliran empirisme berpendapat bahwa
manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman yang diperoleh dari indrawi.
Pengenalan tersebut dimunculkan oleh pemikir yang bernama Francois Bacon (1561-
1626). Pengetahuan yang diperoleh berasal dari pengalaman melalui proses
pengenalan indrawi. Pengenalan ini diyakini sebagai yang paling jelas dan sempurna.
Proses pengalaman yang diperoleh tersebut tidak lain akibat suatu objek yang
meranwgsang alat-alat indrawi yang dipahami di dalam otak sehingga terbentuklah
tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat indrawi
tersebut. Aliran ini menganggap pengalaman sebagai satu-satunya sumber dan dasar
ilmu pengetahuan.
Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi akal dan
rasio sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran, empirisme memilih pengalaman
sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriah maupun batiniah. Salah
seorang tokoh empirisme, tomas hubles (1588-1679) mengganggap bahwa manusia
itu hanya bersifat bendawi dan dapat dijelaskan seca mekanis ia bekerja selama
jantungnya bekerja dan darahnya mengalir. Maka gerak tubuh manusia terjadi karena
atmosfir bukan karena sesuatu yang lain di luar dirinya (tuhan) ( juhaya dalam
salamuddin: 2014).
Hubles juga menganggap bahwa pengalaman indrawi merupakan permulaan
segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain merupakan semacam perhitungan
saja, yaitu gabungan dari data-data indrawi yang sama, hanya saja dengan cara
berlainan.
Pengalaman menurut empirisme adalah totalitas pengamatan yang disimpan
dalam ingatan, atau digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai
dengan apa yang diamati pada masa lampau. Pengalaman idrawi terjadi karena
geraknya benda-benda diluar kita. Gerak itu diteruskan ke otak dan jantung sehingga
menimbulkan reaksi.

C. Tokoh-Tokoh Rasionalisme dan Empirisme


1. Tokoh-Tokoh Rasionalisme
a. Rene Descartes

Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak


filsafat modern”. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus
disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa
yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus
mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara
mengenal secara dinamis.
b. spinoza

Spinoza dilahirkan pada tanggal 24 November tahun 1632 dan meninggal


dunia pada tanggal 21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza.
Setelah ia mengucilkan diri dari agama yahudi, ia mengubah namanya menjadi
Benedictus de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam. Spinoza
dilahirkan oleh orang tua Yahudi yang melarikan diri dari pengejaran di Spanyol,
ia hidup di Amsterdam sampai dipaksa keluar oleh mereka yang membenci
pikiran bebasnya, bahkan sampai ada yang berusaha untuk membunuhnya.
Orang-orang dari Kristen ortodoks tidak menyukainya karena apa yang dilihatnya
sebagai ateisme.

c. Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716)


Metasfisika Leibniz sama memusatkan perhatian pada substansi. Bagi
Spinoza, alam semesta ini mekanistis dan keseluruhannya bergantung pada sebab,
sementara substansi pada Leibniz adalah hidup, dan setiap sesuatu terjadi untuk
suatu tujuan. Penuntun prinsip filsafat Leiniz ialah “ prinsip akal yang
mencukupi, yang secara sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai
alasan”. Bahkan Tuhan harus juga mempunyai alasan untuk setiap yang
diciptakanNya. Leibniz juga pengikut aliran rasionalisme sama seperti halnya
Spinoza, tetapi keduanya berbeda dalam merumuskan substansi.” Prinsip akal
yang mencukupi” merupakan penuntun yang sangat berpengaruh dalam filsafat
Leibniz, sehingga pemikiran filsafatnya pun berkembang.

2. Tokoh-Tokoh empirisme
a. Francois Bacon (1561-1626)
tokoh ini beranggapan bahwa untuk menguasai kodrat alam berdasarkan
pada pengalaman. Pengetahuan mengenai sifat-sifat dari segala sesuatu
membutuhkan penyelidikan yang empiris. Selanjutnya, pengolahan hasil
dilakukan melalui metoda ekspermental atau induktif. F. Bacon menentang
dogma-dogma yang bersifat tradisional dan sangat mngutamakan akal manusia
untuk memperoleh kebenaran.

b. Thomas Hobbes (1588-1679)


Berbeda dengan kaum rasionalis, Hobbes memandang bahwa pengenalan
dengan akal hanyalah mempunyai fungsi mekanis semata-mata. Ketika
melakukan proses penjumlahan dan pengurangan misalnya, pengalaman dan akal
yang mewujudkannya. Pengalaman dimaksudkan sebagai keseluruhan atau
totalitas pengamatan yang disimpan dalam ingatan atau digabungkan dengan
suatu pengharapan di masa depan, sesuai engan apa yang telah diamati pada masa
lalu. Pengamatan indrawi terjadi karena gerak benda-benda di luar kita
menyebabkan adanya suatu gerak di dalam indra kita. Gerak ini diteruskan ke
otak kita kemudian ke jantung. Di dalam jantung timbul reaksi, yaitu suatu gerak
dalam jurusan yang sebaliknya. Pengamatan yang sebenarnya terjadi pada awal
gerak reaksi tadi.

c. Jhon Locke (1632-1704)


Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum empirisme yang diwakili oleh
John Locke mengatakan bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman
yang sangat luas berhubungan dengan panca indra manusia. Indra manusia yang
menjalin relasi dengan alam baik materi, ruang maupun waktu. Alam
memberikan sumbangan yang cukup penting dalam pembentukan sebuah
pengetahuan yang baru.

D. Penerapan Paham Rasionalisme dan Empirisme dalam Kehidupan Manusia

Dalam kehidupan manusia kedua paham rasionalisme dan empirisme harus


menjadi sebuah kesatuan yang bersinergi, baik dalam kehidupan pribadi maupun
kehidupan bermasyarakat. Manusia tidak hanya bisa mengandalkan akal dan rasio
yang ia miliki untuk menilai sebuah masalah, melainkan harus adanya pengalaman
indrawi yang menjadi bukti atas kebenaran rasio, begitupun sebaliknya berfikir
rasional sangat penting bagi manusia karena indra yang dimiliki manusia sangat
terbatas.
Terdapat banyak contoh penerapan rasionalisme dan empirisme dalam
kehidupan manusia seperti:

Contoh rasionalisme :
- ketika kita ingin mendapatkan nilai A dalam perkuliahan, maka tidak mungkin
kita dengan berdiam diri saja sudah dapat meraih ekspektasi tersebut, karena
rasionalnya kita harus melakukan usaha seperti belajar dengan keras dan
diimbangi dengan berdoa. Dengan begitu maka ekspektasi akan tidak mustahil
untuk diraih.
- karena terbukti membunuh, seorang dijebloskan ke penjara

Contoh empirisme:

- bagaimana kita mengetahui bahwa api itu panas? Seorang empirisme akan
berpandangan bahwa api itu panas karena memang dia mengalaminya sendiri
dengan menyentuh api tersebut dan memperoleh pengalaman yang kita sebut
“panas”.
- dalam kehidupan pribadi, misalnya kita melakukan sesuatu dengan tujuan
tertentu dan ternyata apa yang kita lakukan tadi mengalami kegagalan atau
tidak berhasil. Hal ini akan menjadi pelajaran bagi kita, agar saat kita akan
mencoba melakukan hal itu kembali, kita tidak akan gagal karena sebelumnya
kita sudah mengalami nya dan kita tidak akan jatuh dalam kesalahan yang
sama. Pengalaman menjadi bermanfaat saat pengalaman itu berisi
pembelajaran bagi seseorang
-“Bagaimana kita mengetahui garam itu asin?” Maka, seseorang empirisme
akan berpandangan bahwa garam itu asin karena memang dia mengalaminya
sendiri dengan merasakan atau mencicipi langsung garam tersebut dan
memperoleh pengalaman yang kita sebut “asin”

Berikut beberapa contoh kasus rasionalisme dan empirisme:

‘’Pada suatu hari ada berita, ketika Ahmad sedang mendaki gunung, ia berjalan di
pinggir jurang, kemudian terpeleset dan jatuh kejurang yang sangat dalam.

secara rasional manusia akan berpikir bahwa Ahmad meninggal atau terluka
parah disebabkan jatuh ke jurang yang sangat dalam, karena secara akal pikiran jika
orang terjatuh dari tempat tinngi pasti mati atau minimal terluka parah. Namun secara
empiris orang akan mengatakan Ahmad belum tentu mati dan terluka parah karena
belum ada bukti yang dihasilkan oleh indrawi, karena setelah dibuktikan, pada saat
Ahmad jatuh ia tersangkut disebuah pohon atau ternyata dalam jurang tersebut
terdapat genangan air yang cukup dalam.

Pada kasus lain misalnya, “ dari kejauhan, Andi sudah menafsirkan bahwa
pemuda yang memakai motor ninja biru tersebut adalah ikhsan karena kemarin ia
melihat iksan memiliki motor tersebut, namun hendro membantah, karena bukan
hanya iksan yang memiliki motor ninja biru dan ternyata itu bukan ihsan

Secara empiris andi melihat hanya secara indrawi dan dari pengalaman yang
ia dapatkan, namun hendro secara rasional menganggap bahwa yang memiliki motor
ninja biru bukan hanya iksan.

Pada dasarnya, kedua aliran baik rasionalisme maupun empirisme memiliki


titik temu dalam cara pandang terhadap teori ilmu yang dihasilkan. teori merupakan
suatu gabungan abstraksi intelektual melalui pendekatan secara rasional dengan
pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesesuaian dengan obyek yang dijelaskannya. Penjelasan dapat lebih diterima oleh
akal maupun pikiran sebaiknya tetap didukung serta dibuktikan oleh fakta empiris
agar dapat memperoleh kebenaran yang bersifat signifikan.
Gabungan dari pendekatan rasional dengan pendekatan empiris inilah yang
berkembang hingga era zaman ini yang disebut sebagai metode ilmiah. Secara
rasional, pengetahuan-pengetahuan yang membentuk ilmu secara konsisten dan
kumulatif. Secara empiris, ilmu memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan
fakta dan bukan fakta. Secara sederhana maka hal ini berarti bahwa semua teori
ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yakni pertama, harus konsisten dengan
teori-teori sebelumnya. Sehingga memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam
teori keilmuan secara keseluruhan. kedua, harus cocok dengan fakta-fakta empiris
sebab konsistensi yang tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima
kebenarannya secara ilmiah. Dengan demikian, gabungan kedua metoda berpikir ini
eksistensinya masih dipertahankan hingga saat ini dalam penyusunan ilmu yang
dikenal dengan metoda ilmiah (secara prosedur) dan pengetahuan ilmiah (sebagai
produk).

BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa
sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme
tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai
perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan
oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui
metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes
meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri
atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber
pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari
pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme
menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang
empiris.
Perbedaan yang mendasar antara aliran rasionalisme dengan empirisme
terletak pada cara pikir sebagai pembentuk pengetahuan. Aliran rasionalisme
bertumpu pada akal. Aliran empirisme bertumpu pada pengalaman berdasarkan
indrawi. Beberapa tokoh yang berperan dalam aliran rasionalisme antara lain Plato,
Rene Descartes, Baruch Spinoza dan lain-lain. Beberapa tokoh yang berperan dalam
aliran empirisme antara lain Aristoteles, Francois Bacon, Thomas Hobbes, John
Locke, George Barkeley dan David Hume
Terdapat banyak contoh dan kasus rasionalisme dan empirisme yang bisa kita
temukan dalam kehidupan kita sehari-hari, dan kedua hal tersebut hendaknya saling
melengkapi antara satu sama lain, karena manusia tdiidak hanya bisa mengandalkan
rasio yang ia miliki saja, walaupun rasio sangat penting bagi manusia, hendaknya
rasio tersebut dibuktikan dengan pengalaman indrawi atau empiris, dan begitupun
sebaliknya.
Titik temu antara kedua aliran tersebut berada pada cara pandang terhadap
teori ilmu yang dihasilkan. Gabungan kedua metoda pikir tersebut berkembang
hingga zaman ini yang disebut sebagai metode ilmiah.
Daftar pustaka

Edwards, P., (1967), The Encyclopedia of Philosophy Volume 7, New York, The
Macmillan Company & The Free Press, 1967.

Lacey,A.R.,(2000), A Dictionary of Philosophy, New York, Routledge

Rahmat, Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.

Salamuddin. 2014. Epistimologi Islam dan Pedekatan Saintifik Dalam Pembelajaran.


Bandung: Citapustaka Media.

Shidarta. 1999. Dasar-dasar Filsafat: Pengantar Mempelajari Filsafat Hukum. Jakarta:


Universitas Tarumanegara

Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Pres.

Sufardi, 2013.Klasifikasi Filsafat (Classification of Philosophy): Kuliah-IB. Banda


Aceh: Unsyiah.

Sumarna, Cecep. 2004. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai