Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas karunia nikmatnya yang telah memberikan kesehatan
dan melimpahkan rahmatnya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa sholawat
UUserta salam kita ucapkan kepada baginda Nabi besar Muhammad Saw. yang mana telah
membawa kita dari zaman kegelapan yang penuh kebodohan ke zaman yang kita rasakan saat
ini yang penuh ilmu pengetahuan. Tak lupa ucapan terima kasih untuk dosen pengampu mata
kuliah Pengantar filsafat yang kami hormati. Dengan disusunnya makalah yang berjudul
“Sejarah perkembangan filsafat modern : Empirisme dan Rasionalisme” kita dapat
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai hal tersebut. Saya menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini maka segala kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat untuk kita semua dan menjadi referensi ataupun tambahan materi bagi kita
semua.

Kediri, 10 November 2023


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan filsafat sejak zaman pra-Yunani kuno hingga abad XX
sekarang ini, telah banyak aliran filsafat bermunculan. Setiap aliran filsafat memiliki
kekhasan masing-masing sesuai dengan metode yang dijalankan dalam rangka memperoleh
kebenaran.
Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti pada zaman kuno),
atau Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman modern ada periode yang disebut
Renaissance (kelahiran kembali). Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan
dihidupkan kembali, seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci
atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun
tentang aspek mana yang berperan terdapat perbedaan pendapat. Aliran rasionalisme
beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio, kebenaran pasti berasal dari rasio
(akal). Sebaliknya, aliran empirisme meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik
yang batin, maupun yang indrawi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari empirisme dan rasionalisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran-aliran filsafat tersebut?
3. Bagaimana membedakan filsafat rasionalisme dan empirisme?
4. Bagaimana penerapan paham rasionalisme dan empirisme dalam kehidupan?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari aliran empirisme dan rasionalisme.
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam aliran- aliran tersebut.
3. Untuk mengetahui perbedaan filsafat empirisme dan rasionalisme.
4. Untuk mengetahui penerapan paham rasionalisme dan empirisme dalam kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Empirisme

1. Pengertian Empirisme
Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggris empiricism dan
experience Kedua kata tersebut berasal dari akar kata bahasa Yunani, yaitu έμπειρία
(empeiria) yang berarti “coba-coba” atau “pengalaman” dan dari kata experietia yang
mempunyai arti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, serta “terampil untuk”.
Sementara secara terminologis, terdapat beberapa definisi, di antaranya ialah doktrin
bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa
semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami,
pengalaman indrawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal. Paham ini
berpendapat bahwa indra atau pengalaman adalah sumber satu-satunya atau paling tidak
sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan indrawi merupakan
pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Sumber ilmu pengetahuan dalam teori
empirisme adalah pengalaman dan pengindraan indrawi.
2. Tokoh-tokoh empirisme

a. Francis Bacon (1561-1626)

Tokoh ini beranggapan bahwa untuk menguasai kodrat alam berdasarkan pada
pengalaman. Pengetahuan mengenai sifat-sifat dari segala sesuatu membutuhkan
penyelidikan yang empiris. Selanjutnya, pengolahan hasil dilakukan melalui metode
eksperimental atau induktif. F. Bacon menentang dogma-dogma yang bersifat
tradisional dan sangat mengutamakan akal manusia untuk memperoleh kebenaran.

b. Thomas Hobbes (1588-1679)

Thomas Hobbes adala seorang ahli pikir yang lahir di Malmesbury. Beliau adalah
anak dari seorang pendeta. Menurutnya, bahwa pengalaman inderawi sebagai
permulaan segala pengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan indralah
yang merupakan kebenaran. Pengetahuan kita tak mengatasi pengindraan dengan kata
lain pengetahuan yang benar hanyalah pengetahuan indra saja, yang lain tidak.
Ada yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amat
mengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah
ia anggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persentuhan
dengan indra (empiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.

c. Jhon Locke (1632-1704)

Berbeda dengan kaum rasionalis, kaum empirisme yang diwakili oleh John Locke
mengatakan bahwa pengetahuan itu bersumber pada pengalaman yang sangat luas
berhubungan dengan panca indra manusia. Indra manusia yang menjalin relasi dengan
alam baik materi, ruang maupun waktu. Alam memberikan sumbangan yang cukup
penting dalam pembentukan sebuah pengetahuan yang baru.

d. David Hume (1711- 1776 M)


Hume menyatakan bahwa seluruh pengetahuan itu tak lain merupakan hasil dari
jumlah pengalaman kita. Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan
oleh pengalaman. Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat atau
gejala-gejala dari hal tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertian sesuatu
yang tetap.

B. Rasionalisme

1. Pengertian Rasionalisme
Secara etimologis rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini
berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”.
Secara terminologis rasionalisme merupakan sebuah paham filsafat yang menyatakan
bahwa akal adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Rasionalisme juga dapat diartikan juga sebagai sebuah paham yang
menganggap bahwa akal lah yang seharusnya menjadi sumber pengetahuan. Titik fokus
sumber pengetahuan dalam aliran ini adalah kemampuan akal untuk melakukan
penalaran, yang penalaran tersebut merupakan sebuah proses pelatihan intelektual untuk
mengembangkan akal budi manusia.
Rasio tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya obyek nyata yang menjadikan ia dapat
bekerja. Obyek tersebut adalah dunia nyata, yang proses pemerolehan pengetahuan
tersebut adalah rasio yang bersentuhan dengan dunia nyata dalam berbagai pengalaman
eksperimennya. Dengan demikian kualitas pengetahuan manusia ditentukan oleh seberapa
banyak rasionya bekerja. Semakin sering rasio bekerja dan bersentuhan dengan realita
sekitar, maka semakin dekat pula ia dengan kesempurnaan.
Menurut rasionalisme agar ilmu dan filsafat berkembang, manusia harus memiliki
metode yang baik, karena kesimpangsiuran dan ketidakpastian dalam pemikiran-
pemikiran filsafat disebabkan oleh tidak adanya metode yang mapan, sebagai pangkal
tolak yang sama bagi berdirinya suatu filsafat yang kokoh dan pasti. Metode yang
dimaksud aliran ini dan merupakan dasar dan asas rasionalisme adalah menyangsikan
segala sesuatu, atau berangkat dari keragu-raguan.
2. Tokoh-tokoh rasionalisme

a. Rene Descartes
Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak filsafat
modern”. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
menyatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus
disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
metode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa
yang jelas dan terpilah-pilah (clear and distinctively). Ilmu pengetahuan harus
mengikuti langkah ilmu pasti karena ilmu pasti dapat dijadikan model cara
mengenal secara dinamis.

b. Spinoza
Spinoza dilahirkan pada tanggal 24 November tahun 1632 dan meninggal dunia
pada tanggal 21 Februari tahun 1677 M. Nama aslinya Baruch Spinoza. Setelah ia
mengucilkan diri dari agama Yahudi, ia mengubah namanya menjadi Benedictus
de Spinoza. Ia hidup di pinggiran kota Amsterdam.
Bagi Spinoza, semua bisa dijelaskan dengan ratio, termasuk adanya Tuhan. bagi
Spinoza hanya ada satu substansi. Substansi itu adalah yang esa, kekal, tak
terbatas, berdiri sendiri, tidak tergantung pada apapun di luar dirinya. Tuhan
merupakan satu kesatuan umum yang mengungkapkan diri di dunia. Pengertian
substansi sama dengan pengertian Tuhan, dan karena sama dengan pengertian
segala sesuatu yang ada, maka sama dengan pengertian Alam. Jadi substansi =
Tuhan = alam. Karena konsep tersebut ajaran Spinoza dapat dikatakan Pantheistis.
c. Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716
prinsip filsafat Leibniz ialah “ prinsip akal yang mencukupi, yang secara
sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan
harus juga mempunyai alasan untuk setiap yang diciptakan-Nya. Leibniz juga
pengikut aliran rasionalisme sama seperti halnya Spinoza, tetapi keduanya
berbeda dalam merumuskan substansi.” Prinsip akal yang mencukupi” merupakan
penuntun yang sangat berpengaruh dalam filsafat Leibniz.

C. Perbedaan Empirisme dan Rasionalisme

Rasionalisme
 Bersifat a priori (tidak tergantung pada pengalaman indrawi/apa yang tersirat
dalam makna ide-ide yang sudah diterima).
 Bagi Descartes, pengetahuan tentang dunia luar ditentukan oleh kebenaran
yang sudah melekat dalam pikiran subjek (adanya ide-ide)
Empirisme
 Bersifat a posteriori (pengetahuan yang didapat dicapai hanya dari
pengalaman).
 Menurut Locke, pikiran manusia harus diandaikan sebagai tabula rasa (kertas
kosong). Baru dalam proses pengenalannya terhadap dunia luar, pengalaman
memberi kesan-kesan dalam pikiran.
D. Penerapan Paham Rasionalisme dan Empirisme dalam Kehidupan Manusia
Dalam kehidupan manusia kedua paham rasionalisme dan empirisme harus menjadi sebuah
kesatuan yang bersinergi, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan bermasyarakat.
Manusia tidak hanya bisa mengandalkan akal dan rasio yang ia miliki untuk menilai sebuah
masalah, melainkan harus adanya pengalaman indrawi yang menjadi bukti atas kebenaran
rasio, begitupun sebaliknya berfikir rasional sangat penting bagi manusia karena indra yang
dimiliki manusia sangat terbatas.
Terdapat banyak contoh penerapan rasionalisme dan empirisme dalam kehidupan manusia
seperti:

Contoh rasionalisme :
- ketika kita ingin mendapatkan nilai A dalam perkuliahan, maka tidak mungkin kita dengan
berdiam diri saja sudah dapat meraih ekspektasi tersebut, karena rasionalnya kita harus
melakukan usaha seperti belajar dengan keras dan diimbangi dengan berdoa. Dengan begitu
maka ekspektasi akan tidak mustahil untuk diraih.
- karena terbukti membunuh, seorang dijebloskan ke penjara

Contoh empirisme:

- bagaimana kita mengetahui bahwa api itu panas? Seorang empirisme akan berpandangan
bahwa api itu panas karena memang dia mengalaminya sendiri dengan menyentuh api
tersebut dan memperoleh pengalaman yang kita sebut “panas”.
- dalam kehidupan pribadi, misalnya kita melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu dan
ternyata apa yang kita lakukan tadi mengalami kegagalan atau tidak berhasil. Hal ini akan
menjadi pelajaran bagi kita, agar saat kita akan mencoba melakukan hal itu kembali, kita
tidak akan gagal karena sebelumnya kita sudah mengalami nya dan kita tidak akan jatuh
dalam kesalahan yang sama. Pengalaman menjadi bermanfaat saat pengalaman itu berisi
pembelajaran bagi seseorang
-“Bagaimana kita mengetahui garam itu asin?” Maka, seseorang empirisme akan
berpandangan bahwa garam itu asin karena memang dia mengalaminya sendiri dengan
merasakan atau mencicipi langsung garam tersebut dan memperoleh pengalaman yang kita
sebut “asin”

Berikut beberapa contoh kasus rasionalisme dan empirisme:


‘’Pada suatu hari ada berita, ketika Ahmad sedang mendaki gunung, ia
berjalan di pinggir jurang, kemudian terpeleset dan jatuh kejurang yang sangat dalam.

Secara rasional manusia akan berpikir bahwa Ahmad meninggal atau terluka parah
disebabkan jatuh ke jurang yang sangat dalam, karena secara akal pikiran jika orang terjatuh
dari tempat tinngi pasti mati atau minimal terluka parah. Namun secara empiris orang akan
mengatakan Ahmad belum tentu mati dan terluka parah karena belum ada bukti yang
dihasilkan oleh indrawi, karena setelah dibuktikan, pada saat Ahmad jatuh ia tersangkut
disebuah pohon atau ternyata dalam jurang tersebut terdapat genangan air yang cukup dalam.

Pada kasus lain misalnya, “ dari kejauhan, Andi sudah menafsirkan bahwa pemuda yang
memakai motor ninja biru tersebut adalah ikhsan karena kemarin ia melihat iksan memiliki
motor tersebut, namun hendro membantah, karena bukan hanya iksan yang memiliki motor
ninja biru dan ternyata itu bukan ihsan

Secara empiris andi melihat hanya secara indrawi dan dari pengalaman yang ia dapatkan,
namun hendro secara rasional menganggap bahwa yang memiliki motor ninja biru bukan
hanya iksan.

Pada dasarnya, kedua aliran baik rasionalisme maupun empirisme memiliki titik temu dalam
cara pandang terhadap teori ilmu yang dihasilkan. Teori merupakan suatu gabungan abstraksi
intelektual melalui pendekatan secara rasional dengan pengalaman empiris. Artinya, teori
ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan obyek yang
dijelaskannya. Penjelasan dapat lebih diterima oleh akal maupun pikiran sebaiknya tetap
didukung serta dibuktikan oleh fakta empiris agar dapat memperoleh kebenaran yang bersifat
signifikan.
Gabungan dari pendekatan rasional dengan pendekatan empiris inilah yang berkembang
hingga era zaman ini yang disebut sebagai metode ilmiah. Secara rasional, pengetahuan-
pengetahuan yang membentuk ilmu secara konsisten dan kumulatif. Secara empiris, ilmu
memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan bukan fakta. Secara
sederhana maka hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama,
yakni pertama, harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya. Sehingga memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan. Kedua, harus cocok
dengan fakta-fakta empiris sebab konsistensi yang tidak didukung oleh pengujian empiris
tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Dengan demikian, gabungan kedua metoda
berpikir ini eksistensinya masih dipertahankan hingga saat ini dalam penyusunan ilmu yang
dikenal dengan metoda ilmiah (secara prosedur) dan pengetahuan ilmiah (sebagai produk).
Salamuddin. 2014. Epistimologi Islam dan Pedekatan Saintifik Dalam Pembelajaran.
Bandung: Citapustaka Media.
Shidarta. 1999. Dasar-dasar Filsafat: Pengantar Mempelajari Filsafat Hukum. Jakarta:
Universitas Tarumanegara
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: IPB Pres.
Sufardi, 2013.Klasifikasi Filsafat (Classification of Philosophy): Kuliah-IB. Banda
Aceh: Unsyiah.
Sumarna, Cecep. 2004. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya
Edwards, P., (1967), The Encyclopedia of Philosophy Volume 7, New York, The Macmillan
Company & The Free Press, 1967.

Lacey,A.R.,(2000), A Dictionary of Philosophy, New York, Routledge

Rahmat, Aceng, dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Secara etimologis kata rasionalisme berasal dari kata bahasa inggris rationalism (Bagus:
2002), kata ini berakar dari bahasa latin ratio yang memiliki arti “akal” (Edwards: 1967
Secara istilah rasionalisme merupakan sebuah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal
adalah alat penting dalam meperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan (Ahmad Tafsir:
2009
Secara etimologis, empirisme berasal dari kata bahasa inggis empiricism dan eksperience
Kedua kata tersebut berasal dari akar kata bahasa yunani, yaitu έμπειρία (empeiria) dan dari
kata experietia yang mempunyai arti “berpengalaman dalam”, “berkenalan dengan”, serta
“terampil untuk” (bagus: 2002)

Anda mungkin juga menyukai