Anda di halaman 1dari 12

Ilmuwan Empiris , Rasional

, dan Positivisme.
Arda Firmansyah 19042010148
Achmad Rafi’un Nadhif 19042010193
Adinda Iswara Arief 19042010152
Syaiba Ezra Azalia S 19042010114
Nadhifa Salma Deviaudria 19042010117
Yusuf Suhadi 19042010169
Annisa Laras Atie 19042010179
Dwi Retno Anom Sari 19042010080
Kayla Rizka Amalia 19042010170
Akira Putra Ardiansyah 19042010189
Nadia Shafia Putri A 19042010187
Cahya Gutama Putra 19042010093
 Rasionalisme
Rasionalisme menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua
pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya, secara metodis.Kalau suatu kebenaran tahan
terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan menjadi landasan
bagi seluruh pengetahuan..

● Peran rasionalisme adalah klarifikasi makna pernyataan dan hubungan logis mereka. Tidak
ada berfikir logika yang berbeda atas dan di atas pengetahuan rasionalis.

● Rasionalisme merupakan hasil dipertanyakan berfikir logika formal. Menurut rasionalitas


ini, adalah mungkin untuk menerjemahkan teori ilmiah dalam bahasa murni observasional
tanpa kehilangan kekuatan berfikir logika yang kuat
Rasionalisme menurut para ilmuwan

● Rene Descartes dan Pemikirannya


Rene Descartes(1596-1650) adalah filsuf Perancis yang dijuluki “bapak filsafat modern”. Rene
descartes adalah filosof yang mendirikan aliran rasionalisme . Rasionalisme dapat didefinisikan sebagai
paham yang menekankan pikiran sebagai sumber utama pengetahuan dan pemegang otoritas terakhir bagi
penentuan kebenaran. Manusia dengan akalnya memiliki kemampuan untuk mengetahui struktur dasar alam
semesta secara apriori.
Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia adalah akal atau ide. Akal adalah dasar
kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut aliran
ini, memperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Dan kesimpulannya adalah segala
sesuatu yang masuk akal disebut dengan rasional.
● Spinoza dan karya-karyanya

Spinoza adalah pengikut Rasionalisme Descartes, Ia memandang sesuatu itu


benar melalui akal. Seperti halnya Descartes yang menomor satukan akal dan
menepikan indera yang di anggapnya menyesatkan. Selain Spinoza ada tokoh filosof
lain yang mengikuti pemikiran Rene Descartes, yaitu Leibniz. Dua tokoh terakhir ini
juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika mereka, dan
mereka berdua juga mengikuti metode Descartes. Tiga filosofi ini, Descartes,
Spinoza, dan Leibniz, biasanya dikelompokkan ke dalam satu mazhab, yaitu
rasionalisme. De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes,
ia mengatakan bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan.
Pemikiran adalah jiwa, sedangkan keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya
berbarengan.
● Menurut Logika Leibniz
Dimulai dari suatu prinsip rasional, yaitu dasar pikiran yang jika diterapkan dengan
tepat akan cukup menentukan struktur realitas yang mendasar. Leibniz mengajarkan
bahwa ilmu alam  adalah perwujudan dunia yang matematis. Dunia yang nyata ini hanya
dapat dikenal melaui penerapan dasar-dasar pemikiran. Tanpa itu manusia tidak dapat
melakukan penyelidikan ilmiah.
Teori ini berkaitan dengan dasar pemikiran epistimologis Leibniz, yaitu kebenaran
pasti/kebenaran logis dan kebenaran fakta/kebenaran pengalaman. Atas dasar inilah yang
kemudian Leibniz membedakan dua jenis pengetahuan. 
1. Pertama: pengetahuan yang menaruh perhatian pada kebenaran abadi, yaitu kebenaran
logis.
2.  Kedua: pengetahuan yang didasari oleh observasi atau pengamatan, hasilnya disebut
dengan “kebenaran fakta”.
 Empirisme
Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari
kata Yunani yaitu emperia yang artinya
pengalaman.

● Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh Jhon Locke.

penerapan tersebut terhadap masalah-masalah pengetahuan dan pengenalan, langkah yang


utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori emperisme seperti yang telah diajarkan Bacon
dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes. Penggabungan ini justru menguntungkan
empirisme. Ia menentang teori rasionalisme yang mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang
dipandang sebagai bawaan manusia. Menurut dia, segala pengetahuan datang dari pengalaman dan
tidak lebih dari itu. Menurutnya akal manusia adalah pasif pada saat pengetahuan itu didapat. Akal
tidak bisa memperolah pengetahuan dari dirinya sendiri. Akal tidak lain hanyalah seperti kertas putih
yang kosong, ia hanyalah menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. 
• David Hume (1711-1776))

Puncak kejayaan Emperisme adalah pada masa David Hume, yang menggunakan prinsip-prinsip
emperisme yang radikal, terutama pengertian subtansi dan kausalitas yang menjadi objek kritiknya. Ia
tidak menerima subtansi sebab yang dialami adalah pesan-pesan saja tentang beberapa ciri yang selalu
mendapat bersama-sama (misalnya : Putih, licin, berat, dan sebagainya). Tetapi atas dasar pengalaman
tidak dapat disimpulkan bahwa dibelakang ciri-ciri itu masih ada substansi tetap (misalnya : Sehelai kertas
yang mempunyai ciri-ciri tadi) Dengan sistem yang ditempuh ini, menunjukkan pikirannya yang skeptis
dan radikal, tidak puas dengan masalah yang ditemukan sehingga keraguannya ini berbeda dengan
keraguan Descrates.

Bagi Descrates keraguan itu digunakan untuk mendapatkan, sedangkan David Hume ragu semakin
ragu akhirnya menjadi pesimis. Kepercayaan terhadap agama dianggapnya sebagai hayalan belaka tidak
dapat berlaku secara umum. Proses terjadinya agama bukanlah dari Tuhan, bukan pula atas kekaguman
manusia, melainkan karena adanya pengharapan serta rasa takut terhadap kehidupan. David Hume
membedakan dua bentuk agama yaitu Natural Religion yang berasal dari hasil akal budi dan Publik
Religion yang penuh Fantisme dan diantara kedua agama ini yang paling baik adalah Natural Religion.
 Positivisme

Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat harus mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus
dapat memberikan kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar, salah atau tidak
memiliki arti sama sekali.

Sedangkan berfikir positivisme menyatakan bahwa pengetahuan manusia berkembang secara evolusi dalam tiga
tahap, yaitu teologis, metafisik, dan positif. Berfikir positivisme merupakan puncak pengetahuan manusia yang
disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam
metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.

Salah satu teori Positivisme Logis yang paling dikenal antara lain teori tentang makna yang dapat dibuktikan,
yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan dapat disebut sebagai bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut
dapat diverifikasi secara empiris. Konsekuensi dari pendapat ini adalah, semua bentuk diskursus yang tidak dapat
dibuktikan secara empiris, termasuk di antaranya adalah etika dan masalah keindahan, tidak memiliki makna apa-apa,
sehingga tergolong ke dalam bidang metafisika.
Positivisme menurut ilmuwan

● Auguste Comte ( 1798-1857 )

Auguste Comte mencoba mengembangkan berfikir positivisme ke dalam agama


atau sebagai pengganti agama. Hal ini terbukti dengan didirikannya Positiveme Societies
di berbagai tempat yang memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan.
Perkembangan selanjutnya dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan
fakta-fakta yang bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.

●Berfikir positivisme mencari fakta-fakta atau sebab-sebab dari gejala-gejala sosial tanpa
memperhatikan keadaan individu sebagai subyek.
●berfikir positivisme yang berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas
berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Penelitian
berupaya mengungkap kebenaran realitas yang ada dan bagaimana realitas tersebut senyatanya
berjalan. Berfikir positivisme mempunyai makna mempercayai bahwa masyarakat merupakan bagian
dari alam dimana metode-metode penelitian yang dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-
hukum sosial kemasyarakatan.
■Karl Popper
salah satu kritikus Positivisme Logis yang terkenal, menulis buku berjudul Logik der
Forschung (Logika Penemuan Ilmiah) pada tahun 1934. Di buku ini dia menyajikan alternatif dari
teori syarat pembuktian makna, yaitu dengan membuat pernyataan ilmiah dalam bentuk yang dapat
dipersangkalkan (falsifiability). Pertama, topik yang dibahas Popper bukanlah tentang membedakan
antara pernyataan yang bermakna dan yang tidak, tetapi untuk membedakan antara pernyataan yang
ilmiah dari pernyataan yang bersifat metafisik. Menurutnya, pernyataan metafisik tidaklah harus tidak
bermakna apa-apa, dan sebuah pernyataan yang bersifat metafisik pada satu masa, karena pada saat
tersebut belum ditemukan metode penyangkalannya, belum tentu akan selamanya bersifat metafisik.
Sebagai contoh, psikoanalisis pada zaman itu tidak memiliki metode penyangkalannya, sehingga tidak
dapat digolongkan sebagai ilmiah, tetapi jika suatu saat nanti berkembang menjadi sesuatu yang dapat
dibuktikan melalui penyangkalan, maka akan dapat digolongkan sebagai ilmiah.
THANK
YOUUU
!

Anda mungkin juga menyukai