Bismillahirrahmanirrahim
Puji rasa syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
kenikmatan kepada kita semua, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhamad
SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman Islamiah.
Bergema seiring nada mengalunkan kata hati yang senantiasa mengungkapkan getaran jiwa,
Penyusun dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu
yang kami miliki. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman dan pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.
Akhirnya kepada Illahi kita berharap dan berdo’a, semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca. Amin….!
PENDAHULUAN
Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal dan iman benar-benar tidak seimbang. Pada
abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak. Abad ini telah mempertontonkan
kelambanan kemajuan manusia, padahal manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup
maju dengan cepat. Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan orang-
orang yang berfikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran
tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu secara pukul rata filsafat mundur pada
abad ini jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.
Banyak orang yang jengkel melihat dominasi Gereja. Mereka ingin segera mengakhiri
dominasi itu. Akan tetapi, mereka khawatir mengalami nasib yang sama dengan kawan-
kawannya yang telah dikirim ke akhirat. Sekalipun demikian ada juga pemberani, yang
sanggup melawan arus deras itu. Orang itu adalah Rene Descarates.
B. Tujuan Penulis
Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat, selain itu
juga ada beberapa tujuan diantaranya :
Mengetahui lebih jauh tentang Akal Dan Hati Pada Zaman Modern
Untuk menambah wawasan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa/ i.
C. Pembatasan masalah
Karena keterbatasan waktu, pikiran dan tenaga maka kami membatasi tentang Akal dan Hati
Pada Zaman Modern
E. Sistematika penulisan
A. RENAISSANCE
Politik tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama, tetapi
dengan politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika
politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada pertimbangan-pertimbangan
kestabilan dan keselamatan negara, bangsa, pemerintahan dan kekuasaan.
Istilah rasionalisme di ambil dari kata dasar “ratio” (Latin) atau “ratiolism
“(Inggris) yang berarti akal budi. Sedangkan rasionalisme berarti suatu pandangan
filosofis yang menekankan penalaran atau refleksi sebagai dasar untuk mencari
kebenaran.
Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan dasar teori
rasional dalam wacana filsafat Modern, terutama pada kesadaran budi (akal/rasio)
sebagai upaya pencapaian kebenaran (antoposentris). Menurutnya, rasio menjadi
sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi memegang pimpinan dalam
segala pengertian.
Tahap awal rasionalisme yang ditandai oleh empat tokoh besar di atas, lebih
menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam
filsafat dan ilmu pengetahuan. Baru pada abad Ke- 20-an cara kerja maupun dasar
teoritis ilmu-ilmu di soroti lebih tajam dalam lingkup filsafat. Sebelumnya ilmu
pengetahuan didekati dengan hukum dan aturan-aturan yang ketat dan harus
dirumuskan dalam suatu teori dari hasil observasi. Dengan kata lain, mereka lebih
memusatkan perhatiannya pada hubungan antara teori dengan keterangan observasi,
tanpa memperhatikan asal mula dan pertumbuhan teori yang kompleks dalam kajian
ilmiah.
Di dalam filsafat, idialisme adalah doktrin yang mengajarkan dunia fisik hanya
dapat difahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind), spirit (roh), istilah ini
diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Keyakinan in ada Plato. Pada
filsafat modern pandangan ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley (1685-
1753), yang menyatakan hakikat objek-objek fisik adalah idea-idea. Leibniz
menggunakan permulaan ini pada abad ke-18; menamakan pemikiran Plato sebagai
lawan materialisme Epicurus (Resse:243).
Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan
Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikirannya tentang tuhan dan
manusia hampir merupakan fotokopi pemikiran Anselemus Dan Agustinus. Kan juga
mengakui tuhan dalam filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari
pascal.
1. EMPIRISISME (Locke-Hume-Spencer).
Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya,
yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti
ajaran yang menekan¬kan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau
“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila
membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it
works).
Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai
teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam
pandangan Wil¬liam James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth
(1909).
Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak
pasti. Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran
teori itu. Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah,
melainkan tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu
berubah, sejalan dengan perkem¬bangan pengalaman, karena yang dikatakan benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Dan aliran ini hanya menghasilkan
penderitaan pedih bagi umat manusia.
Setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang gelap dengan ajaran
gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan Renaissance, yakni
suatu gerakan atau usaha yang berkisar antara tahun 1400-1600 M– untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan
tradisi Abad Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik
yang abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, Renaissance telah
membuka jalan ke arah aliran Empirisme. William Ockham (1285-1249) dengan
filsafat Gulielmus-nya yang mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai
menggeser dominasi filsafat Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di
Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini
dianggap sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance.
Selain George Berkeley dan David Hume, Immanuel Kant (1724-1804) juga
dianggap salah seorang tokoh Masa Pencerahan. Filsafat Kant disebut Kritisisme,
yakni aliran yang mencoba mensintesiskan secara kritis Empirisme yang
dikembangkan Locke yang bermuara pada Empirisme Hume, dengan Rasionalisme
dari Descartes. Kant mulai menelaah batas-batas kemampuan rasio, berbeda dengan
dengan para pemikir Rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio bulat-bulat.
Namun demikian, Kant juga mempercayai Empirisme. Walhasil dia berpandangan
bahwa semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari
pengalaman. Obyek luar ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan bahan-
bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut.
Pada abad XIX, filsafat Kant tersebut dikembangkan lebih lanjut di Jerman
oleh J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan Hegel (1770-1831). Namun
yang mereka kembangkan tidaklah filsafat Kant seutuhnya, tetapi lebih
memprioritaskan ide-ide, yakni tidak memfokuskan pada pembahasan fakta empirik.
Karenanya, aliran mereka disebut dengan Idealisme. Dari ketiganya, Hegel
merupakan tokoh yang menonjol, karena banyak pemikir pada abad ke-19 dan ke-20
yang merupakan murid-muridnya, baik langsung maupun tidak. Mereka terbagi dalam
dua pandangan, yaitu pengikut Hegel aliran kanan yang membela agama Kristen
seperti John Dewey (1859-1952), salah seorang peletak dasar Pragmatisme yang
menjadi budaya Amerika (baca : Kapitalisme) saat ini, dan pengikut Hegel aliran kiri
yang memusuhi agama, seperti Feuerbach, Karl Marx, dan Engels dengan ide
Materialisme yang merupakan dasar ideologi Komunisme di Rusia.
Empirisme itu sendiri pada abad XIX dan XX berkembang lebih jauh menjadi
beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.
Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme,
kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh
Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John
Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James.
Pembahasan tentang Pragmatisme akan diuraikan lebih rinci pada keterangan selanjutnya
pada poin berikut.
1. G. EKSISTENSIALISME (Kierkegaard-Sartre).
Reformasi Gereja
Reformasi gereja dimulai di Jerman, pada tahun 1512 saat Marthin Luther
memaparkan 95 thesis mengenai Gereja Katolik, serta tuntutan agar terjadi perubahan
dalam kehidupan Gereja. Pengertian reformasi gereja merupakan upaya perbaikan serta
pengembalian kepada ajaran-ajaran gereja yang benar dan lurus, sebab pada masa itu
Gereja dianggap terlalu jauh mencampuri kehidupan masyarakat. Terdapat banyak
penyimpangan yang dilakukan gereja, seperti:
Paus memiliki kekuasaan ganda, yaitu sebagai kepala gereja (agama) sekalugus juga
kepala negara (politik).
Para pemimpin gereja melakukan ‘tekanan’ kepada rakyar yang kritis terhadap ajaran
gereja. Bahkan ilmuwan yang dianggap tidak sejalan dengan ajaran gerej dapat
dihukum mati.
Cara hidup biarawan tidak lazim. Mulai dari melakukan perbuatan amoral, hingga
memiliki usaha untuk mengumpulkan harta benda.
Penjualan surat penghapusan dosa (indulgensia) kepada jemaat..
Ditambah penemuan teknologi baru seperti mesin cetak pada tahun 1450,
membuat penggandaan serta persebaran buku-buku ilmiah maupun keagamaan
termasuk buku-buku filosofi Yunani kuno, Timur Tengah serta Humanisme semakin
mudah dilakukan. Alkitab serta terjemahannya pun menjadi lebih mudah di dapatkan
oleh biarawan maupun masyarakat umum, sehingga masyarakat dapat mempelajari
sendiri ajaran agama nasrani tanpa tergantung pada penafsiran dari para pemimpin
gereja.
1. RENAISSANCE
Renaissance adalah istilah dari bahasa Prancis. Dalam bahasa Lain, re + nasci berarti
lahir kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih
khusus lagi di Italia, sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Istilah ini mula-mula digunakan
oleh seorang sejarawan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardt
(1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat
individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai
periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan (Runes:270). Karya
filsafat pada abad ini sering disebut filsafat renaissance (Runes:271).
Selama abad ke-14 dan ke-15 di Italia muncul keinginan yang kuat akan penemuan-
penemuan baru dalam seni dan sastra. Mereka telah melihat pada periode pertama
bahwa kemajuan itu telah terjadi. Ketika itu dunia Barat telah biasa membagi tahapan
sejarah pemikiran menjadi tiga periode,yaitu ancient, medieval, dan modern. Pada
Zaman Ancient atau Zaman Kuno itu melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi.
Kondisi itulah yang hendak dihidupkan .
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah
peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap
Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19,
Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra.
Menurut jules Michelet, sejarahwan prancis terkenal yang telah disebut di atas,
Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia. Dialah yang mula-mula
menyatakan bahwa Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan peradaban yang
merupakan permulaan kebangkitan dunia modern. Sejarahwan ini diikuti oleh Jakob
Burckhard yang menginterprestasikan Renaissance sebagai periode sejak Dante
sampai Michelangelo di Italia, yang merupakan kelahiran spirit modern dalam
transformasi idea dan lembaga-lembaga. Pendirian burckhadt ini kelak di kenang oleh
orang-orang yang mempelajari abad pertengahan. Mereka meragukan peletakan tahun
yang di kemukakan oleh Burckhardt itu (lihat Encyclopedia Amarican, 23:368).dari
berbagai perdebatan tentang renaissance, yang dapat diambil ialah bahwa renaissance
ialah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad
kegelapan sampai muncul abad modern. Perkembangan itu terutama sekali dalam
bidang seni lukis dan sastra. Akan tetapi, di antara perkembangan itu terjadi juga
perkembangan dalam bidang filsafat. Renaissance telah menyebabkan manusia
mengenali kembali dirinya, menemukan dunianya. Akibat dari sini ialah muncul
penelitian-penelitian empiris yang lebih giat.
Berkembangnya penelitian empiris merupakan salah satu ciri Renaisance. Oleh karena
itu, ciri selanjuttnya adalah munculnya sains. Di dalam bidang-bidang filsafat, zaman
Rennaisance tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni
dan sains. Perkembangan sains ini di pacu lebih cepat setelah Descartes berhasil
mengumumkan rasionalismenya. Sejak itu, dan juga telah di mulai sebelumnya, yaitu
sejak permulaan Renaisance, sebenarnya individualisme dan humanism telah di
canangkan. Descartes memperkuat idea-idea ini. Humanisme dan individualisme
merupakan ciri Renaisance yang penting. Humenisme adalah pandangan yang tidak
menenangkan orang-orang yang beragama.
Tokoh penemu bidang sains pada masa ini ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543),
Johanes Kepler (1571-1630), dari Galelio Galilei (1564-1643). Semuanya hidup pada
zaman Renaisance, baik bagian tengah maupun bagian akhirnya.
Zaman ini sering juga di sebut Zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah
manusia di anggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan
dari gereja (kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia. Humanisme
menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan
untuk berpikir, maka humanism menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan
mengatur dunia.
Jadi, ciri utama Renaissance ialah humanism, individualism,lepas dari agama (tidak
mau diatur oleh agama), empirisme, dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak
itu ialah pengetahuan rasional berkembang. Filsafat berkembang bukan pada Zaman
Renaissance itu , melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern). Sains
berkembang karena semangat dan hasil empirisme itu. Agama (Kristen) semakin
ditinggalkan, ini karena semangat humanism itu. Ini kelihatan dengan jelas kelak pada
Zaman Modern. Rupanya setiap gerakan pemikiran mempunyai kecenderungan
menghasilkan yang positif, tetapi sekaligus yang negatif. Apa tidak mungkin gerakan
pemikiran itu hanya menimbulkan yang positif saja? Mungkin. Contohnya gerakan
Muhammad yang mengajarkan Islam; gerakan Kant juga.
Jadi, Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara
esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern.
Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern
adalah Descartes. Pada filsafatnya kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri
itu antara lain ialah menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (Renaissance),
individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. Sekalipun
demikian, para ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh rasionalisme.
Penggelaran yang tidak salah, tetapi bukanlah hanya Descartes yang dapat dianggap
sebagai tokoh rasionalisme. Rasionalis pertama dan serius pada Zaman Modern
memang Descartes.
2. AUFKLARUNG
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”,
(dalam bahasa inggris “Enlightenment” dan dalam bahasa jerman “Aufklarung”).
Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang
sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Dalam
zaman ini juga banyak muncul tokoh-tokoh filsuf, seperti di Inggris: J. Locke (1632-
1704), G.Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Prancis: JJ. Russeau
(1712-1778).
Umumnya tokoh-tokoh ini mendasarkan pengetahuannya pada pengalaman nyata,
sehingga mengarah kepada realisme yang naïf, yang mengakui kebenaran objektif
atas dasar pengalaman yang tanpa penelitian lebih lanjut. Tetapi kenyataan ini
berubah ketika filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), muncul yang mencoba
menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme, sehingga ia dianggap
sebagai filsuf terpenting zaman modern.
Keberagaman pemikiran yang berkembang melahirkan berbagai pemahaman dan
kepercayaan, masing-masing mulai membentuknya menjadi semacam paradigma
yang diakui dan diterima oleh sebuah kelompok. Paradigma yang diakui inilah
kemudian muncul dan menjadi semacam sekte atau aliran-aliran dalam perkembangan
filsafat Barat, seperti yang akan diuraikan berikut ini.
a. Rasionalisme
Nuansa pemikiran yang berkembang dalam zaman Renaissance dan aufklarung
membawa ciri khas yang berbeda. Ini terlihat melalui dua aliran besar yang menjadi
titik tolak munculnya berbagai macam aliran lain dalam perkembangan pemikiran
filsafat selanjutnya. Dua aliran yang di maksud adalah “ rasionalisme” dan
“empirisme”, yang memperlihatkan kontradiksi yang sangat menyolok.
Secara umum, Rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal
budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang di peroleh melalui akal
yang memenuhi syarat yang di tuntut oleh sifat umum, juga oleh semua pengetahuan
ilmiah.
Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika,
seperti Descrates, Spinoza dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem
filsafat dengan manusia yang sedang berfikir.
Akal budi (rasio) menurut pendapat mereka merupakan alat terpenting bagi manusia
untuk mengerti dunianya dan mengatur hidupnya, namun demikian, tidaklah berarti
gagasan baru yang diperkenalkan renaissance berjalan mulus tanpa rintangan.
Rasionalisme mendapat tanggapan dari tokoh lain yang mencoba memperlihatkan
unsur rasa(hati) benih penting di bandingkan rasio.
b. Empirisme
Doktrin empirisme adalah lawan dari rasonalisme yang menganggap bahwa sumber
seluruh pengetahuan harus di cari dalam pengalaman.Tokoh empirisme pada
umumnya memberikan tekanan lebih besar pada pengalaman di bandingkan dengan
filsuf-filsuf lain. Pengalaman indrawi menurut mereka adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, bukan akal(rasio). Akal budi sendiri tidak dapat memberikan
pengetahuan kepada kita tentang realitas tanpa acuan pengalaman indrawi dan panca
indra kita. Informasi yang di peroleh indera merupakan fundamen semua ilmu
pengetahuan, sedang akal budi (rasio) mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan
yang di peroleh dari pengalaman, metode yang di terapakan adalah metode induksi.
Aliran empirisme mengakui langkah yang telah ditanamkan Francis Bacon (1561-
1626), yang memberi tekanan kepada pengalaman sebagai sumber pengenalan.
Warisan ini diterima dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh terkemuka empirisme,
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan D.Hume (1711-
1776).
Sasaran filsafat menurut Thomas Hobbes adalah fakta-fakta yang diamati, tujuannya
mencari sebab-sebab, sedangkan alatnya adalah pengertian-pengertian yang
diungkapkan dalam kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam
pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian
yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini diperoleh melalui perantaraan pengertian
tentang ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang
bergerak . Dapat dipahami bahwa tidak semua yang diamati pada benda-benda itu
bersifat nyata, yang benar-benar nyata adalah gerak, sedang yang lainnya hanya nyata
ada dalam perasaan si pengamat saja. Segala yang ditentukan oleh hukum kausalitas
(sebab-akibat), termasuk di dalamnya kesadaran kita.
Epistimologi-empiris Hobbes mengajarkan bahwa pengenalan atau pengetahuan
diperoleh karena pengalaman dan pengalaman merupakan awal segala pengetahuan.
Segala jenis pengetahuan diturunkan dari pengalaman, dan hanya pengalaman yang
dapat memberi jaminan akan sebuah kepastian .
Sementara itu, John Locke (1632-1704), menerima keraguan sebagaimana diajarkan
Descartes. Ia mencoba menggantikannya dengan generalisasi yang berlandaskan pada
pengalaman (induksi). Locke menolak asal dari sumber pengetahuan, tetapi ia
menerima kepastian matematis dan cara penarikan metode induksi.
Menurut John Locke, semua jenis pengetahuan lahir dari pengalaman. Hal ini
menghapus kesan filsafat Plato tentang ide, sebab tidak ada ide diturunkan, juga tidak
ada innatea idea seperti yang dipahami Descartes, yang ada hanyalah persetujuan
umum sebagai sebuah argumen yang kuat. Sebagai sebuah konsekuensi yang hendak
diperoleh John Locke dalam sistem pemikirannya, ia berusaha mempertemukan
empirisme dengan rasionalisme.
Dengan lapangan ilmu pengetahuan, Locke membedakan antara pengetahuan
sensation (lahiriah) dengan reflection (batiniah), keduanya saling berkaitan.
Pengetahuan lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh
pengetahuan batiniah. Objek-objek tampil dalam kesadaran disebabkan oleh
pengalaman lahiriah yang telah diperoleh pengalaman batiniah, yang pada akhirnya
manusia dapat melahirkan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan ini oleh Hobbes
dijadikan sebagai sasaran utama bagi pengenalan .
Pengenalan yang dimaksud adalah pengenalan terhadap ide-ide sebagai kesan yang
dimiliki oleh subjek yang mengenal. Gagasan-gagasan tunggal yang dimiliki dari
pengalaman batiniah olehnya dianggap objektif, sebab dikenal dalam kesadaran
sebagaimana adanya. Akan tetapi Locke menganggap semua gagasan tunggal dari
pengalaman lahiriah adalah benar, sejauh gagasan itu disebabkan oleh realitas yang
ada di luar diri kita serta hadir dalam kesadaran.
Implikasi dari teori pengenalannya, Locke dalam filsafat etikanya menolak adanya
pengertian kesusilaan (seperti perintah tuhan yang harus ditaati supaya tidak dinilai
sebagai pendosa) sebagai bawaan tabiat manusia. Baginya, kebebasan kehendak
adalah hak asasi manusia dalam menentukan apa yang akan dilakukan. Hal ini
semata-mata karena pandanagan dan pertimbangan rasional, bukan paksaan dari luar.
Atas dasar ini pula Locke menentang bentuk pemerintahan negara Absolut dan juga
menentang kekuasaan negara atas agama. Negara tidak boleh memeluk agama dan
negara juga tidak berhak memerintahkan atau meniadakan dogma-dogma. Tiap warga
negara bebas dalam soal keagamaan.
Terlihat bahwa Locke filsuf teistis. Memang agama Kristen merupakan agama yang
paling masuk akal dibanding dengan agama-agama lain, karena dogma-dogma hakiki
agama dapat dibuktikan dengan akal bahkan pengertian tentang Tuhan disusun
melalui pembuktian-pembuktian, yang berpangkal pada eksistensi manusia sebagai
makhluk yang berakal, bukan pada pembuktian adanya Tuhan.
Tokoh lain adalah D. Hume (1711-1776), seorang empiris yang konsisten. Dalam
karya terbesarnya, Hume memperkenalkan metode eksperimental sebagai dasar
menuju subjek-subjek moral dengan mengupas panjang lebar mengena emosi manusia
dan prinsip-prinsip moral.
Apabila merujuk kepada era perkembangan filsafat, tokoh rasionalisme seperti
Descartews dan John Locke dapat tergolong filsuf abad 17 yang dikenal dengan
zaman barok (renaissance), sedang D. Hume termasuk filsuf abad 18 yang dikenal
dengan Zaman Fajar Budi (aufklarung).
c. Kantianisme
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut
dominasi dan mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal yang
menang, tetapi di waktu lain iman yang menang mutlak dan keduanya membahayakan
hidup manusia. Sebenarnya yang menguntungkan hidup manusia adalah apabila akal
dan iman mendominasi hidup manusia secara seimbang. Terdapat sekurang-
kurangnya tiga filosof besar dalam masalah ini yaitu: Sokrates yang berhasil
menghentikan pemikiran sufisme dan menundukkan akal dan iman pada posisinya.
Descrates yang berhasil menghentikan dominasi iman (kristen) dan menghargai
kembali akal. Kant yang berhasil menghentikan sufisme modern untuk untuk
menundukkan kembali akal dan iman pada kedudukan masing- masing. Dalam
kerangka inilah agaknya Kant mendapat tempat yang lebih lumayan dalam sejarah
filsafat. Nama lengkapnya Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah seorang kritikus
dan pemikir besar di Barat. Dia dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan
yang terjadi antara rasionalisme daengan empirisme. Kalau di timur al-Ghazali
dikenal sebagai tokoh yang sebanding dengannya, yang mampu menghapus
kekacauan dalam agama disebabkan kerancuan pemahaman mengenai filsafat.
Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan melalui dua paham yang
bertentangan, yakni rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa pengetahuan
adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni pengalaman dan kearifan akal budi.
Pengalaman indrawi adalah adalah unsur a posteriori (yang datang kemudian),
sedangkan akal budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dulu)
Kedua aliran bersebrangan ini hanya mengakui salah satu unsur saja sebagai sumber
pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diselesaikan
Kant dengan membedakan kebenaran menjadi 3 macam, kebenaran akal budi,
kebenaran rasio dan kebenaran inderawi .
d. Idealisme
Idealisme mempunyai argumen epistimologi tersendiri. Oleh karena itu tokoh-tokoh
teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit (roh). Argumen yang
diajukan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan. Argumen
orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami
terlepas dari spirit .
Idealis secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzhab
epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh manusia
dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang
mengatakan bahwa pengetahuan bukan dari akal, melainkan melalui pengalaman
empiris.
Aliran idealisme ini diwakili oleh beberapa tokoh, diantaranya J.G.Fitche (1762-
1914), F.W.S.Schelling (1775-1854), dan F.Hegel (1770-1031).
J.G.Fitche lahir di Rilsaammenau, Jerman pada tahun 1762, Filsafat Fitiche adalah
filsafat pengetahuan yang sekarang dikenal dengan sebutan epistimologi. Ia
membedakan pengetahuan membedakan pengetahuan menjadi dua, pengetahuan
teoritis dan pengetahuan praktis.
Schelling lahir di Leonberg pada tahun 1775. Dia belajar teologi protestan di
Tubingen, ketika usia masih remaja ia sudah menerbitkan berbagai tulisan-tulisan
yang sangat penting. Schelling juga menjadi guru besar untuk ilmu alam dan filsafat
di Leipzing Jena . Corak berfikir Schelling di masa akhir hidup sangat berbeda dengan
masa mudanya. Biasanya dibedakan 4 periode dalam pikiran Schelling, yaitu:Periode
filsafat alam, Periode sistem idealism, Periode sinkretisme dan Periode teosofi.
e. Positivisme
Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri. Ia hanya
menempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Artinya ia
menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
ukuran-ukurannya. Jadi pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan
rasionalisme. Hanya bedanya empirisme menerima pengalaman batiniah sedangkan
positivisme membatasi pada pengalaman objektif saja .
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf
perancis yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan sains dan teknologi
modern.
f. Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran yang inti filsafatnya adalah pragmatik dan
menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Pragmatisme kritis
terhadap spekulasi metafisik dalam meraih kebenaran. Dalam pragmatisme, realitas
objektif diidentikkan dengan pengalaman dan pembagian pengetahuan ke dalam
subjek dan objek hanya dilakukan di dalam pengalaman. Tentang logika, aliran ini
jatuh kepada irrasionalisme. Pragmatisme juga menganggap hukum-hukum dan
bentuk-bentuk logika seperti fiksi-fiksi yang berguna.
William James (1842-1910), salah satu yang populer dalam aliran ini, mengatakan di
dalam bukunya The Meaning of Truth, bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak,
berlaku umum, yang bera yang kisifat tetap dan yang berdiri lepas dari akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek,
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya .
g. Fenomenologi
Ahli fenomenologi yang pertama dan penting adalah Edmund Husserl (1859-1938)
yang memulai karir filsafatnya dengan suatu buku tentang dasar-dasar ilmu hitung,
yang sekarang terutama terkenal dengan kritik Frenge yang sangat kejam
terhadapnya. Tulisan Hasserl yang paling menarik perhatian adalah Logical
Investigation (1900-1901). Idea for a Pure Phenomenology (1913) dan Corestian
Meditations (1929) .
Husserl dikenal dengan doktrin ajarannya tentang “fenomenologi murni’’. Dalam
menjelaskannya ia menggunakan “metode reduksi fenomenologis’’. Ada prioritas
ilmu fenomenologi di atas ilmu fisika dan psikologi apapun. Fenomenologi
merupakan bentuk mendasar dari ontologi. Hal ini terlihat dari gaya
fenomenologisnya Heidegger tentang doktrinnya Dasein. Hasil dari analisis
fenomenologi bahwa esensi Dasein terletak pada eksistensinnya. Penjelasan
Heiddeger tentang Dasein, yang mendahului penjelasannya tentang segala yang ada,
membawa kepada pembicaraannya tentang esistensi manusia, sehingga Heiddeger
lebih tepat di golongkan kedalam kelompok eksistensialisme.
h. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Berbeda dengan esensi, yang menekankan keapaan sesuatu. Lebih jauh eksistensi
adalah kesempurnaan. Dengan kesempurnaan, sesuatu menjadi suatu eksisten.
Eksisitensialisme merupakan sebuah gerakan filosofis yang menentang esensialisme.
Pusat pertahiannya adalah situasi manusia. Segala gejala berpangkal pada eksisitensi
dan pandangan mereka relatif modern dalam filsafat meskipun benih-benihnya sudah
ada dalam filsafat Yunani dan Zaman Pertengahan.
C. SIMPULAN
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah
peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap
Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19,
Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra.
Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara
esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern.
Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. ciri utama Renaissance ialah
humanism, individualism,lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), empirisme,
dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak itu ialah pengetahuan rasional
berkembang. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes.
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”.
Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang
sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya.
Aliran-aliran dalam perkembangan filsafat Barat, yaitu:
1. Rasionalisme
2. Empirisme
3. Kantianisme
4. Idealisme
5. Positivisme
6. Pragmatisme
7. Fenomenologi
8. Eksistensialisme
Merkantilisme dan Revolusi Industri
A. MERKANTILISME
B. REVOLUSI INDUSTRI
Revolusi industri adalah masa peralihan penggunaan tenaga kerja manual dengan
mesin yang telah dimulai sejak abad ke-18. Kegiatan ini berasal dari negara Inggris yang
dengan cepat mengubah sistem ekonomi negara yang semula berbasis pada pertanian
menjadi industri. Hal itu mempercepat pertumbuhan kota-kota dan mengubah daerah
desa menjadi kota. Perubahan yang terjadi dikarenakan revolusi industri tidak hanya
berlangsung dalam sektor ekonomi, namun juga mencakup seluruh aspek kehidupan.
RANGKUMAN
PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
B. SARAN
Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin
mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca
buku-buku ilmiah dan buku-buku filsafat lainnya yang berkaitan dengan judul “ PADA
MASA AUFKLARUNG ”.
Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan Makalah kami.
Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i berfikir aktif
dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA