Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji rasa syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
kenikmatan kepada kita semua, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini.

Sholawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada baginda kita Nabi Besar Muhamad
SAW. Yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman Islamiah.

Bergema seiring nada mengalunkan kata hati yang senantiasa mengungkapkan getaran jiwa,
Penyusun dengan penuh kesadaran diri bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan, hal ini dengan keterbatasan kemampuan dan kedangkalan ilmu
yang kami miliki. Dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman dan pihak yang turut membantu terselesainya makalah ini.

Akhirnya kepada Illahi kita berharap dan berdo’a, semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penyusun dan umumnya bagi pembaca. Amin….!

Meulaboh,  07 November  2008


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada abad pertengahan, hegemoni antara akal dan iman benar-benar tidak seimbang. Pada
abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak. Abad ini telah mempertontonkan
kelambanan kemajuan manusia, padahal manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup
maju dengan cepat. Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan orang-
orang yang berfikir kreatif, karena pemikirannya berlawanan atau berbeda dengan pikiran
tokoh gereja. Abad ini tidak saja lamban, lebih dari itu secara pukul rata filsafat mundur pada
abad ini jangankan menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.

Banyak orang yang jengkel melihat dominasi Gereja. Mereka ingin segera mengakhiri
dominasi itu. Akan tetapi, mereka khawatir mengalami nasib yang sama dengan kawan-
kawannya yang telah dikirim ke akhirat. Sekalipun demikian ada juga pemberani, yang
sanggup melawan arus deras itu. Orang itu adalah Rene Descarates.

B. Tujuan Penulis

Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat, selain itu
juga ada beberapa tujuan diantaranya :

 Mengetahui lebih jauh tentang Akal Dan Hati Pada Zaman Modern
 Untuk menambah wawasan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa/ i.

C. Pembatasan masalah

Karena keterbatasan waktu, pikiran dan tenaga maka kami membatasi tentang Akal dan Hati
Pada Zaman Modern

D. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang kami lakukan yaitu studi literature.

E. Sistematika penulisan

Sistematika penulsian yang kami lakukan terdiri dari :

 Bab I. Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulis, Pembatasan


masalah, Teknik pengumpulan data dan Sistematika penulisan.
 Bab II. Akal dan Hati Pada Zaman Modern terdiri dari Renaissance, Rasionalisme,
Idealisme objektif, Idealisme theist, Empirisisme, Pragmatisme, Eksistensialisme.
 Bab III. Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
BAB II

AKAL DAN HATI PADA ZAMAN MODERN

A.   RENAISSANCE

Renaissance berarti “lahir kembali”. Pengertian rilnya adalah manusia mulai


memiliki kesadaran-kesadaran baru yang mengedepankan nilai dan keluhuran
manusia. Suasana dan budaya berpikirnya memang melukiskan “kembali” kepada
semangat awali, yaitu semangat filsafat Yunani kuno yang mengedepankan
penghargaan terhadap kodrat manusia itu sendiri.

Jaman ini lebih merupakan gerakan kebudayaan daripada aliran filsafat.


Keluhuran dan kehebatan manusia tampak dalam ungkapan-ungkapan seni hasil karya
manusia.

Politik tidak lagi dipikirkan dalam kaitannya dengan iman dan agama, tetapi
dengan politik itu sendiri, sebab politik mempunyai etika dan moralnya sendiri. Etika
politik adalah etika kekuasaan, artinya tunduk pada pertimbangan-pertimbangan
kestabilan dan keselamatan negara, bangsa, pemerintahan dan kekuasaan.

Bila abad pertengahan memegang teguh konsep ilmu pengetahuan sebagai


rangkaian argumentasi, jaman renaissance merombaknya dengan paham baru, yaitu
bahwa ilmu pengetahuan itu adalah soal eksperimentasi. Pembuktian kebenaran bukan
lagi pembuktian argumentatif, melainkan eksperimental-matematis-kalkulatif. Tokoh-
tokohnya antara lai: Galileo Galilei, Hobbes, Newton, Bacon.

Boleh disimpulkan bahwa jaman renaissance adalah jaman pendobrakan


manusia untuk setia dan konstan dengan jati dirinya. Jaman ini sekaligus
menggulirkan semangat baru yang menghebohkan, terutama dalam hubungannya
dengan karya seni, ilmu pengetahuan, sastra dan aneka kreativitas manusia yang lain.
Di sini filsafat memegang fungsinya yang baru yaitu meletakkan dasar-dasar
bangunan pengembangan aneka ilmu alam/ pasti yang merintis hadirnya tekhnologi-
tekhnologi seperti yang kita nikmati sekarang ini.

B.      RASIONALISME (Descartes-Spinoza-Leibniz).

Istilah rasionalisme di ambil dari kata dasar “ratio” (Latin) atau “ratiolism
“(Inggris) yang berarti akal budi. Sedangkan rasionalisme berarti suatu pandangan
filosofis yang menekankan penalaran atau refleksi sebagai dasar untuk mencari
kebenaran.

Rene Descartes adalah tokoh yang pertama kali meletakkan dasar teori
rasional dalam wacana filsafat Modern, terutama pada kesadaran budi (akal/rasio)
sebagai upaya pencapaian kebenaran (antoposentris). Menurutnya, rasio menjadi
sumber dan pangkal segala pengertian, sedangkan budi memegang pimpinan dalam
segala pengertian.

Berpangkal pada sumber rasio, aliran ini berpangaruh besar terhadap


perkembangan pemikiran tokoh-tokoh filsafat sesudahnya, diantaranya di Prancis
Blaisc Pascal (1623-1662M), Baruch Spinoza di Netherland (1632- 1677M), dan
Libnis (1646-1716) di Jerman. Walaupun corak pemikirannya berbeda menurut sudut
pandang masing-masing, akan tetapi substansi teorinya yang digunakan sebagai
landasan hipotesisnya tetap tunggal yakni rasio.

Tahap awal rasionalisme yang ditandai oleh empat tokoh besar di atas, lebih
menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan Aposteriori dalam
filsafat dan ilmu pengetahuan. Baru pada abad Ke- 20-an cara kerja maupun dasar
teoritis ilmu-ilmu di soroti lebih tajam dalam lingkup filsafat. Sebelumnya ilmu
pengetahuan didekati dengan hukum dan aturan-aturan yang ketat dan harus
dirumuskan dalam suatu teori dari hasil observasi. Dengan kata lain, mereka lebih
memusatkan perhatiannya pada hubungan antara teori dengan keterangan observasi,
tanpa memperhatikan asal mula dan pertumbuhan teori yang kompleks dalam kajian
ilmiah.

Atas dasar ini, Imre Lakatos mencoba memberikan tawaran metode/teori


alternatif di dalam usaha menggarahkan teori sebagai struktur dan program riset dan
menentukan kriteria tentang rasionalitas.

1. C. IDEALISME OBJEKTIF (Ficthe-Sheilling-Hegel)

Di dalam filsafat, idialisme adalah doktrin yang mengajarkan dunia fisik hanya
dapat difahami dalam kebergantungannya pada jiwa (mind), spirit (roh), istilah ini
diambil dari “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Keyakinan in ada Plato. Pada
filsafat modern pandangan ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley (1685-
1753), yang menyatakan hakikat objek-objek fisik adalah idea-idea. Leibniz
menggunakan permulaan ini pada abad ke-18; menamakan pemikiran Plato sebagai
lawan materialisme Epicurus (Resse:243).

Idiealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu


tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak
disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang
digunakan oleh idealisme, mereka yang menggunakan argumen yang mengatakan
bahwa “objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan tuhan” argumen orang-orang
idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.

1. IDEALISME THEIST (Pascal –Kant)

Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan
Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal. Pemikirannya tentang tuhan dan
manusia hampir merupakan fotokopi pemikiran Anselemus Dan Agustinus. Kan juga
mengakui tuhan dalam filsafatnya. Tapi, Tuhan ia temukan dengan cara berbeda dari
pascal.

1. EMPIRISISME (Locke-Hume-Spencer).

Empirisisme adalah fahaman yang menganggap bahawa ilmu berpuncak dari


pengalaman yang diperolehi melalui deria. Ilmu juga diberi pengwajaran atau
justifikasi dengan merujuk kepada bukti dari pengalaman deria. Jadi, dari kedua-dua
segi, yaitu dari segi sumber ilmu, dan juga dari segi menentukan kesahihan ilmu,
pengalaman dari deria memainkan peranan yang penting di dalam fahaman
empirisisme.

Tugas epistemologi golongan empirisis ialah untuk memberikan satu


penjelasan tentang bagaimana ilmu, khususnya ilmu yang bercorak canggih dan
menyeluruh, boleh terbit dari pengalaman yang diperoleh melalui deria. Tokoh
empirisis ini pada abad ke 18 adalah John Locke dan David Hume.

1. PRAGMATISME :William James (1842-1910).

Istilah Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya,
yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti
ajaran yang menekan¬kan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau
“manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila
membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it
works).
Dengan demikian Pragmatisme dapat dikategorikan ke dalam pembahasan mengenai
teori kebenaran (theory of truth), sebagaimana yang nampak menonjol dalam
pandangan Wil¬liam James, terutama dalam bukunya The Meaning of The Truth
(1909).
Kebenaran menurut James adalah sesuatu yang terjadi pada ide, yang sifatnya tidak
pasti. Sebelum seseorang menemukan satu teori berfungsi, tidak diketahui kebenaran
teori itu. Atas dasar itu, kebenaran itu bukan sesuatu yang statis atau tidak berubah,
melainkan tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Kebenaran akan selalu
berubah, sejalan dengan perkem¬bangan pengalaman, karena yang dikatakan benar
dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Dan aliran ini hanya menghasilkan
penderitaan pedih bagi umat manusia.

       Asal Usul Pragmatisme

Setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang gelap dengan ajaran
gereja yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan Renaissance, yakni
suatu gerakan atau usaha yang berkisar antara tahun 1400-1600 M– untuk
menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan
tradisi Abad Pertengahan yang hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik
yang abstrak, seperti masalah Tuhan, manusia, kosmos, dan etika, Renaissance telah
membuka jalan ke arah aliran Empirisme. William Ockham (1285-1249) dengan
filsafat Gulielmus-nya yang mendasarkan pada pengenalan inderawi, telah mulai
menggeser dominasi filsafat Thomisme, ajaran Thomas Aquinas yang menonjol di
Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada filsafat Aristoteles. Ide Ockham ini
dianggap sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance.

Semangat Renaissance ini, sesungguhnya terletak pada upaya pembebasan


akal dari kekangan dan belenggu gereja dan menjadikan fakta empirik sebagai sumber
pengetahuan, tidak terletak pada filsafat Yunani itu sendiri. Dalam hal ini Barat hanya
mengambil karakter utama pada filsafat dan seni Yunani, yakni keterlepasannya dari
agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan kepada akal untuk berkreasi. Ini
terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance, seperti Nicolaus Copernicus
(1473-1543) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh Johanes Kepler
(1571-1630) dan Galileo Galilei (1564-1643). Juga Francis Bacon (1561-1626)
dengan teknik berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles
(dengan logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat
tidak mengambil filsafat Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang
menjadi dasar filsafat Kristen pada Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-
1000 M) dengan filsafat Emanasi Neoplatonisme yang dikembangkan oleh
Augustinus (354-430), maupun periode Scholastik (1000 – 1400 M) dengan filsafat
Thomisme yang bersandar pada Aristoteles. Semua filsafat Yunani ini membahas
metafisika, tidak membahas fakta empirik sebagaimana yang dituntut oleh
Renaissance. Jadi, semangat Renaissance itu tidak bersumber pada filsafat Yunaninya
itu sendiri, tetapi pada karakternya yang terlepas dari agama.

Renaissance juga diperkuat adanya Reformasi, sebuah upaya pemberontakan


terhadap dominasi gereja Katholik yang dirintis oleh Marthin Luther di Jerman
(1517). Gerakan ini bertolak dari korupsi umum dalam gereja –seperti penjualan Surat
Tanda Pengampunan Dosa (Afllatbrieven)–, penindasannya yang telanjang, dan
dominasinya terhadap negara-negara Eropa. Meskipun Reformasi tidak secara
langsung ikut memperjuangkan apa yang disebut “pembebasan akal”, tetapi gerakan
ini secara tak sadar telah memperkuat Renasissance dengan mempelopori kebebasan
beragama (Protestan) dan telah memperlemah posisi Gereja dengan memecah
kekuatan Gereja menjadi dua aliran; Katholik dan Protestan. Kritik-kritik terhadap
Injil di Jerman sekitar abad XVII juga dianggap implikasi tak langsung dari adanya
Reformasi. Meskipun demikian, Gereja Katholik dan tokoh Reformasi memiliki sikap
sama terhadap upaya Renaissance, yakni menentang ide-ide yang tidak sesuai dengan
Injil. Calvin, seorang tokoh Reformasi di Jenewa (Swiss), mendukung pembakaran
hidup-hidup terhadap Servetus dari Spanyol (1553), yang menentang Trinitas. Gereja
Katholik dan Reformasi juga sama-sama menolak ide Copernicus (1543) tentang
matahari sebagai pusat tatasurya, seraya mempertahankan doktrin Ptolemeus yang
menganggap bumi sebagai pusat tatasurya.

Pada abad XVII, perkembangan Renaissance telah melahirkan dua aliran


pemikiran yang berbeda : aliran Rasionalisme dengan tokoh-tokohnya seperti Rene
Descartes (1596-1650), Baruch Spinoza (1632-1677), dan Pascal (1623-1662), dan
aliran Empirisme dengan tokoh-tokohnya Thomas Hobbes (1558-1679), John Locke
(1632-1704). Rasionalisme memandang bahwa sumber pengetahuan yang dapat
dipercaya adalah rasio (akal), sedang Empirisme beranggapan bahwa sumber
pengetahuan adalah empiri, atau pengalaman manusia dengan menggunakan panca
inderanya.

Kemudian datanglah Masa Pencerahan (Aufklarung) pada abad XVIII yang


dirintis oleh Isaac Newton (1642-1727), sebagai perkembangan lebih jauh dari
Rasionalisme dan Empirisme dari abad sebelumnya. Pada abad sebelumnya, fokus
pembahasannya adalah pemberian interpretasi baru terhadap dunia, manusia, dan
Tuhan. Sedang pada Masa Aufklarung, pembahasannya lebih meluas mencakup
segala aspek kehidupan manusia, seperti aspek pemerintahan dan kenegaraan, agama,
ekonomi, hukum, pendidikan dan sebagainya.
Bertolak dari prinsip-prinsip Empirisme John Locke, George Berkeley (1685-
1753) mengembangkan “immaterialisme”, sebuah pandangan yang lebih ekstrim
daripada pandangan John Locke. Jika Locke berpandangan bahwa kita dapat
mengenal esensi sebenarnya (hakikat) dari fenomena material dan spiritual, Berkeley
menganggap bahwa substansi-substansi material itu tidak ada, Yang ada adalah ciri-
ciri yang diamati. Pandangan Locke dan Berkeley dikembangkan lebih lanjut oleh
David Hume (1711-1776), dengan dua ide pokoknya; yakni tentang skeptisisme
(keragu-raguan) ekstrim bahwa filsuf itu mampu menemukan kebenaran tentang apa
saja, dan keyakinan bahwa “pengetahuan tentang manusia” akan dapat menjelaskan
hakikat pengetahuan yang dimiliki manusia.

Selain George Berkeley dan David Hume, Immanuel Kant (1724-1804) juga
dianggap salah seorang tokoh Masa Pencerahan. Filsafat Kant disebut Kritisisme,
yakni aliran yang mencoba mensintesiskan secara kritis Empirisme yang
dikembangkan Locke yang bermuara pada Empirisme Hume, dengan Rasionalisme
dari Descartes. Kant mulai menelaah batas-batas kemampuan rasio, berbeda dengan
dengan para pemikir Rasionalisme yang mempercayai kemampuan rasio bulat-bulat.
Namun demikian, Kant juga mempercayai Empirisme. Walhasil dia berpandangan
bahwa semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari
pengalaman. Obyek luar ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan bahan-
bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut.

Pada abad XIX, filsafat Kant tersebut dikembangkan lebih lanjut di Jerman
oleh J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan Hegel (1770-1831). Namun
yang mereka kembangkan tidaklah filsafat Kant seutuhnya, tetapi lebih
memprioritaskan ide-ide, yakni tidak memfokuskan pada pembahasan fakta empirik.
Karenanya, aliran mereka disebut dengan Idealisme. Dari ketiganya, Hegel
merupakan tokoh yang menonjol, karena banyak pemikir pada abad ke-19 dan ke-20
yang merupakan murid-muridnya, baik langsung maupun tidak. Mereka terbagi dalam
dua pandangan, yaitu pengikut Hegel aliran kanan yang membela agama Kristen
seperti John Dewey (1859-1952), salah seorang peletak dasar Pragmatisme yang
menjadi budaya Amerika (baca : Kapitalisme) saat ini, dan pengikut Hegel aliran kiri
yang memusuhi agama, seperti Feuerbach, Karl Marx, dan Engels dengan ide
Materialisme yang merupakan dasar ideologi Komunisme di Rusia.

Empirisme itu sendiri pada abad XIX dan XX berkembang lebih jauh menjadi
beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme.

Positivisme dirintis oleh August Comte (1798-1857), yang dianggap sebagai


Bapak ilmu Sosiologi Barat. Positivisme sebagai perkembangan Empirisme yang
ekstrim, adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat diselidiki atau
dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empirik”, atau yang mereka namakan
positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut Positivisme dapat digeneralisasikan
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan
masyarakat itu sendiri. Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara
ilmiah, dengan mengemukakan perubahan historis atas dasar cara berpikir induktif.
Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan berkembang dalam suatu proses kehidupan dari
suatu masyarakat itu sendiri.
Materialisme adalah aliran yang menganggap bahwa asal atau hakikat segala
sesuatu adalah materi. Di antara tokohnya ialah Feuerbach (1804-1872), Karl Marx
(1818-1883) dan Fredericht Engels (1820-1895). Karl Marx menerima konsep
Dialektika Hegel, tetapi tidak dalam bentuk aslinya (Dialektika Ide). Kemudian
dengan mengambil Materialisme dari Feuerbach, Karl Marx lalu mengubah
Dialektika Ide menjadi Dialektika Materialisme, sebuah proses kemajuan dari
kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesis-sintesis yang sudah diujudkan dalam dunia
materi. Dialektika Materialisme lalu digunakan sebagai alat interpretasi terhadap
sejarah manusia dan perkembangannya. Interpretasi inilah yang disebut sebagai
Historis Materialisme, yang menjadi dasar ideologi Sosialisme-Komunisme
(Marxisme).

Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme,
kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh
Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John
Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James.
Pembahasan tentang Pragmatisme akan diuraikan lebih rinci pada keterangan selanjutnya
pada poin berikut.

1. G. EKSISTENSIALISME (Kierkegaard-Sartre).

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia


individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan
secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya
tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang
eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing
individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Dalam studi sekolahan filsafat eksistensialisme paling dikenal hadir lewat


Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya “human is condemned to be free”,
manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya itulah kemudian manusia
bertindak.

Namun, menjadi eksistensialis, bukan harus menjadi seorang yang lain-


daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada
diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru
yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar
keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi
seperti dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan
oleh eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orangtua, atau
keinginan sendiri.

 
Reformasi Gereja

Reformasi gereja dimulai di Jerman, pada tahun 1512 saat Marthin Luther
memaparkan 95 thesis mengenai Gereja Katolik, serta tuntutan agar terjadi perubahan
dalam kehidupan Gereja. Pengertian reformasi gereja merupakan upaya perbaikan serta
pengembalian kepada ajaran-ajaran gereja yang benar dan lurus, sebab pada masa itu
Gereja dianggap terlalu jauh mencampuri kehidupan masyarakat. Terdapat banyak
penyimpangan yang dilakukan gereja, seperti:

 Paus memiliki kekuasaan ganda, yaitu sebagai kepala gereja (agama) sekalugus juga
kepala negara (politik).
 Para pemimpin gereja melakukan ‘tekanan’ kepada rakyar yang kritis terhadap ajaran
gereja. Bahkan ilmuwan yang dianggap tidak sejalan dengan ajaran gerej dapat
dihukum mati.
 Cara hidup biarawan tidak lazim. Mulai dari melakukan perbuatan amoral, hingga
memiliki usaha untuk mengumpulkan harta benda.
 Penjualan surat penghapusan dosa (indulgensia) kepada jemaat..

Dalam perkembangannya, sejarah reformasi gereja memunculkan beberapa tokoh


reformator yang mendapatkan tentangan dari gereja dalam mengembangkan ide-idenya.
Tokoh reformasi gereja tersebut yaitu: Martin Luther, Johannes Calvin, Erasmus
Desiderius, Zwingli, John Knox, serta John Wycliff.

Hubungan Renaissance dengan Reformasi Gereja

Seperti dijelaskan sebelummnya, Reneissance dengan reformasi gereja


berjalan beriringan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dimulainya zaman
reneissance memunculkan beberapa perubahan yang mendorong terjadinya reformasi
gereja (baca juga: pengaruh reformasi terhadap gereja). Faktor yang mendorong
perubahan tersebut antara lain persebaran pemikiran baru serta penemuan mesin
cetak.

Pada zaman renaissance, kalangan terpelajar di eropa mulai terbuka dan


memiliki minat terhadap pemikiran dari Yunani kuno, Timur Tengah, serta aliran-
aliran baru seperti humanisme.  Meningkatnya minat tersebut, menyebabkan
masuknya pemikiran-pemikiran dan cara pandang baru, yang berbeda dengan yang
ajarkan Gereja selama abad pertengahan.

Ditambah penemuan teknologi baru seperti mesin cetak pada tahun 1450,
membuat penggandaan serta persebaran buku-buku ilmiah maupun keagamaan
termasuk buku-buku filosofi Yunani kuno, Timur Tengah serta Humanisme semakin
mudah dilakukan. Alkitab serta terjemahannya pun menjadi lebih mudah di dapatkan
oleh biarawan maupun masyarakat umum, sehingga masyarakat dapat mempelajari
sendiri ajaran agama nasrani tanpa tergantung pada penafsiran dari para pemimpin
gereja.
1. RENAISSANCE

Renaissance adalah istilah dari bahasa Prancis. Dalam bahasa Lain, re + nasci berarti
lahir kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarawan untuk menunjuk
berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih
khusus lagi di Italia, sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Istilah ini mula-mula digunakan
oleh seorang sejarawan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardt
(1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat
individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia, sebagai
periode yang dilawankan dengan periode Abad Pertengahan (Runes:270). Karya
filsafat pada abad ini sering disebut filsafat renaissance (Runes:271).
Selama abad ke-14 dan ke-15 di Italia muncul keinginan yang kuat akan penemuan-
penemuan baru dalam seni dan sastra. Mereka telah melihat pada periode pertama
bahwa kemajuan itu telah terjadi. Ketika itu dunia Barat telah biasa membagi tahapan
sejarah pemikiran menjadi tiga periode,yaitu ancient, medieval, dan modern. Pada
Zaman Ancient atau Zaman Kuno itu melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi.
Kondisi itulah yang hendak dihidupkan .
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah
peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap
Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19,
Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra.
Menurut jules Michelet, sejarahwan prancis terkenal yang telah disebut di atas,
Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia. Dialah yang mula-mula
menyatakan bahwa Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan peradaban yang
merupakan permulaan kebangkitan dunia modern. Sejarahwan ini diikuti oleh Jakob
Burckhard yang menginterprestasikan Renaissance sebagai periode sejak Dante
sampai Michelangelo di Italia, yang merupakan kelahiran spirit modern dalam
transformasi idea dan lembaga-lembaga. Pendirian burckhadt ini kelak di kenang oleh
orang-orang yang mempelajari abad pertengahan. Mereka meragukan peletakan tahun
yang di kemukakan oleh Burckhardt itu (lihat Encyclopedia Amarican, 23:368).dari
berbagai perdebatan tentang renaissance, yang dapat diambil ialah bahwa renaissance
ialah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad
kegelapan sampai muncul abad modern. Perkembangan itu terutama sekali dalam
bidang seni lukis dan sastra. Akan tetapi, di antara perkembangan itu terjadi juga
perkembangan dalam bidang filsafat. Renaissance telah menyebabkan manusia
mengenali kembali dirinya, menemukan dunianya. Akibat dari sini ialah muncul
penelitian-penelitian empiris yang lebih giat.
Berkembangnya penelitian empiris merupakan salah satu ciri Renaisance. Oleh karena
itu, ciri selanjuttnya adalah munculnya sains. Di dalam bidang-bidang filsafat, zaman
Rennaisance tidak menghasilkan karya penting bila dibandingkan dengan bidang seni
dan sains. Perkembangan sains ini di pacu lebih cepat setelah Descartes berhasil
mengumumkan rasionalismenya. Sejak itu, dan juga telah di mulai sebelumnya, yaitu
sejak permulaan Renaisance, sebenarnya individualisme dan humanism telah di
canangkan. Descartes memperkuat idea-idea ini. Humanisme dan individualisme
merupakan ciri Renaisance yang penting. Humenisme adalah pandangan yang tidak
menenangkan orang-orang yang beragama.
Tokoh penemu bidang sains pada masa ini ialah Nicolaus Copernicus (1473-1543),
Johanes Kepler (1571-1630), dari Galelio Galilei (1564-1643). Semuanya hidup pada
zaman Renaisance, baik bagian tengah maupun bagian akhirnya.
Zaman ini sering juga di sebut Zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah
manusia di anggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran diukur berdasarkan
dari gereja (kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat oleh manusia. Humanisme
menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan
untuk berpikir, maka humanism menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan
mengatur dunia.
Jadi, ciri utama Renaissance ialah humanism, individualism,lepas dari agama (tidak
mau diatur oleh agama), empirisme, dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak
itu ialah pengetahuan rasional berkembang. Filsafat berkembang bukan pada Zaman
Renaissance itu , melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern). Sains
berkembang karena semangat dan hasil empirisme itu. Agama (Kristen) semakin
ditinggalkan, ini karena semangat humanism itu. Ini kelihatan dengan jelas kelak pada
Zaman Modern. Rupanya setiap gerakan pemikiran mempunyai kecenderungan
menghasilkan yang positif, tetapi sekaligus yang negatif. Apa tidak mungkin gerakan
pemikiran itu hanya menimbulkan yang positif saja? Mungkin. Contohnya gerakan
Muhammad yang mengajarkan Islam; gerakan Kant juga.
Jadi, Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara
esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern.
Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern
adalah Descartes. Pada filsafatnya kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri
itu antara lain ialah menghidupkan kembali rasionalisme Yunani (Renaissance),
individualisme, humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain. Sekalipun
demikian, para ahli lebih senang menyebut Descartes sebagai tokoh rasionalisme.
Penggelaran yang tidak salah, tetapi bukanlah hanya Descartes yang dapat dianggap
sebagai tokoh rasionalisme. Rasionalis pertama dan serius pada Zaman Modern
memang Descartes.

2. AUFKLARUNG

Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”,
(dalam bahasa inggris “Enlightenment” dan dalam bahasa jerman “Aufklarung”).
Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang
sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Dalam
zaman ini juga banyak muncul tokoh-tokoh filsuf, seperti di Inggris: J. Locke (1632-
1704), G.Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Prancis: JJ. Russeau
(1712-1778).
Umumnya tokoh-tokoh ini mendasarkan pengetahuannya pada pengalaman nyata,
sehingga mengarah kepada realisme yang naïf, yang mengakui kebenaran objektif
atas dasar pengalaman yang tanpa penelitian lebih lanjut. Tetapi kenyataan ini
berubah ketika filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), muncul yang mencoba
menciptakan suatu sintesis dari rasionalisme dan empirisme, sehingga ia dianggap
sebagai filsuf terpenting zaman modern.
Keberagaman pemikiran yang berkembang melahirkan berbagai pemahaman dan
kepercayaan, masing-masing mulai membentuknya menjadi semacam paradigma
yang diakui dan diterima oleh sebuah kelompok. Paradigma yang diakui inilah
kemudian muncul dan menjadi semacam sekte atau aliran-aliran dalam perkembangan
filsafat Barat, seperti yang akan diuraikan berikut ini.

a. Rasionalisme
Nuansa pemikiran yang berkembang dalam zaman Renaissance dan aufklarung
membawa ciri khas yang berbeda. Ini terlihat melalui dua aliran besar yang menjadi
titik tolak munculnya berbagai macam aliran lain dalam perkembangan pemikiran
filsafat selanjutnya. Dua aliran yang di maksud adalah “ rasionalisme” dan
“empirisme”, yang memperlihatkan kontradiksi yang sangat menyolok.
Secara umum, Rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal
budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan, mendahului atau unggul atas dan
bebas dari pengamatan indrawi. Hanya pengetahuan yang di peroleh melalui akal
yang memenuhi syarat yang di tuntut oleh sifat umum, juga oleh semua pengetahuan
ilmiah.
Hampir semua ahli pikir yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika,
seperti Descrates, Spinoza dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem
filsafat dengan manusia yang sedang berfikir.
Akal budi (rasio) menurut pendapat mereka merupakan alat terpenting bagi manusia
untuk mengerti dunianya dan mengatur hidupnya, namun demikian, tidaklah berarti
gagasan baru yang diperkenalkan renaissance berjalan mulus tanpa rintangan.
Rasionalisme mendapat tanggapan dari tokoh lain yang mencoba memperlihatkan
unsur rasa(hati) benih penting di bandingkan rasio.

b. Empirisme
Doktrin empirisme adalah lawan dari rasonalisme yang menganggap bahwa sumber
seluruh pengetahuan harus di cari dalam pengalaman.Tokoh empirisme pada
umumnya memberikan tekanan lebih besar pada pengalaman di bandingkan dengan
filsuf-filsuf lain. Pengalaman indrawi menurut mereka adalah satu-satunya sumber
pengetahuan, bukan akal(rasio). Akal budi sendiri tidak dapat memberikan
pengetahuan kepada kita tentang realitas tanpa acuan pengalaman indrawi dan panca
indra kita. Informasi yang di peroleh indera merupakan fundamen semua ilmu
pengetahuan, sedang akal budi (rasio) mendapat tugas untuk mengolah bahan-bahan
yang di peroleh dari pengalaman, metode yang di terapakan adalah metode induksi.
Aliran empirisme mengakui langkah yang telah ditanamkan Francis Bacon (1561-
1626), yang memberi tekanan kepada pengalaman sebagai sumber pengenalan.
Warisan ini diterima dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh terkemuka empirisme,
seperti Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704) dan D.Hume (1711-
1776).
Sasaran filsafat menurut Thomas Hobbes adalah fakta-fakta yang diamati, tujuannya
mencari sebab-sebab, sedangkan alatnya adalah pengertian-pengertian yang
diungkapkan dalam kata-kata yang menggambarkan fakta-fakta itu. Di dalam
pengamatan disajikan fakta-fakta yang dikenal dalam bentuk pengertian-pengertian
yang ada dalam kesadaran kita. Sasaran ini diperoleh melalui perantaraan pengertian
tentang ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda yang
bergerak . Dapat dipahami bahwa tidak semua yang diamati pada benda-benda itu
bersifat nyata, yang benar-benar nyata adalah gerak, sedang yang lainnya hanya nyata
ada dalam perasaan si pengamat saja. Segala yang ditentukan oleh hukum kausalitas
(sebab-akibat), termasuk di dalamnya kesadaran kita.
Epistimologi-empiris Hobbes mengajarkan bahwa pengenalan atau pengetahuan
diperoleh karena pengalaman dan pengalaman merupakan awal segala pengetahuan.
Segala jenis pengetahuan diturunkan dari pengalaman, dan hanya pengalaman yang
dapat memberi jaminan akan sebuah kepastian .
Sementara itu, John Locke (1632-1704), menerima keraguan sebagaimana diajarkan
Descartes. Ia mencoba menggantikannya dengan generalisasi yang berlandaskan pada
pengalaman (induksi). Locke menolak asal dari sumber pengetahuan, tetapi ia
menerima kepastian matematis dan cara penarikan metode induksi.
Menurut John Locke, semua jenis pengetahuan lahir dari pengalaman. Hal ini
menghapus kesan filsafat Plato tentang ide, sebab tidak ada ide diturunkan, juga tidak
ada innatea idea seperti yang dipahami Descartes, yang ada hanyalah persetujuan
umum sebagai sebuah argumen yang kuat. Sebagai sebuah konsekuensi yang hendak
diperoleh John Locke dalam sistem pemikirannya, ia berusaha mempertemukan
empirisme dengan rasionalisme.
Dengan lapangan ilmu pengetahuan, Locke membedakan antara pengetahuan
sensation (lahiriah) dengan reflection (batiniah), keduanya saling berkaitan.
Pengetahuan lahiriah menghasilkan gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh
pengetahuan batiniah. Objek-objek tampil dalam kesadaran disebabkan oleh
pengalaman lahiriah yang telah diperoleh pengalaman batiniah, yang pada akhirnya
manusia dapat melahirkan gagasan-gagasan. Gagasan-gagasan ini oleh Hobbes
dijadikan sebagai sasaran utama bagi pengenalan .
Pengenalan yang dimaksud adalah pengenalan terhadap ide-ide sebagai kesan yang
dimiliki oleh subjek yang mengenal. Gagasan-gagasan tunggal yang dimiliki dari
pengalaman batiniah olehnya dianggap objektif, sebab dikenal dalam kesadaran
sebagaimana adanya. Akan tetapi Locke menganggap semua gagasan tunggal dari
pengalaman lahiriah adalah benar, sejauh gagasan itu disebabkan oleh realitas yang
ada di luar diri kita serta hadir dalam kesadaran.
Implikasi dari teori pengenalannya, Locke dalam filsafat etikanya menolak adanya
pengertian kesusilaan (seperti perintah tuhan yang harus ditaati supaya tidak dinilai
sebagai pendosa) sebagai bawaan tabiat manusia. Baginya, kebebasan kehendak
adalah hak asasi manusia dalam menentukan apa yang akan dilakukan. Hal ini
semata-mata karena pandanagan dan pertimbangan rasional, bukan paksaan dari luar.
Atas dasar ini pula Locke menentang bentuk pemerintahan negara Absolut dan juga
menentang kekuasaan negara atas agama. Negara tidak boleh memeluk agama dan
negara juga tidak berhak memerintahkan atau meniadakan dogma-dogma. Tiap warga
negara bebas dalam soal keagamaan.
Terlihat bahwa Locke filsuf teistis. Memang agama Kristen merupakan agama yang
paling masuk akal dibanding dengan agama-agama lain, karena dogma-dogma hakiki
agama dapat dibuktikan dengan akal bahkan pengertian tentang Tuhan disusun
melalui pembuktian-pembuktian, yang berpangkal pada eksistensi manusia sebagai
makhluk yang berakal, bukan pada pembuktian adanya Tuhan.
Tokoh lain adalah D. Hume (1711-1776), seorang empiris yang konsisten. Dalam
karya terbesarnya, Hume memperkenalkan metode eksperimental sebagai dasar
menuju subjek-subjek moral dengan mengupas panjang lebar mengena emosi manusia
dan prinsip-prinsip moral.
Apabila merujuk kepada era perkembangan filsafat, tokoh rasionalisme seperti
Descartews dan John Locke dapat tergolong filsuf abad 17 yang dikenal dengan
zaman barok (renaissance), sedang D. Hume termasuk filsuf abad 18 yang dikenal
dengan Zaman Fajar Budi (aufklarung).
c. Kantianisme
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut
dominasi dan mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal yang
menang, tetapi di waktu lain iman yang menang mutlak dan keduanya membahayakan
hidup manusia. Sebenarnya yang menguntungkan hidup manusia adalah apabila akal
dan iman mendominasi hidup manusia secara seimbang. Terdapat sekurang-
kurangnya tiga filosof besar dalam masalah ini yaitu: Sokrates yang berhasil
menghentikan pemikiran sufisme dan menundukkan akal dan iman pada posisinya.
Descrates yang berhasil menghentikan dominasi iman (kristen) dan menghargai
kembali akal. Kant yang berhasil menghentikan sufisme modern untuk untuk
menundukkan kembali akal dan iman pada kedudukan masing- masing. Dalam
kerangka inilah agaknya Kant mendapat tempat yang lebih lumayan dalam sejarah
filsafat. Nama lengkapnya Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah seorang kritikus
dan pemikir besar di Barat. Dia dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan
yang terjadi antara rasionalisme daengan empirisme. Kalau di timur al-Ghazali
dikenal sebagai tokoh yang sebanding dengannya, yang mampu menghapus
kekacauan dalam agama disebabkan kerancuan pemahaman mengenai filsafat.
Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan melalui dua paham yang
bertentangan, yakni rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa pengetahuan
adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni pengalaman dan kearifan akal budi.
Pengalaman indrawi adalah adalah unsur a posteriori (yang datang kemudian),
sedangkan akal budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dulu)
Kedua aliran bersebrangan ini hanya mengakui salah satu unsur saja sebagai sumber
pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diselesaikan
Kant dengan membedakan kebenaran menjadi 3 macam, kebenaran akal budi,
kebenaran rasio dan kebenaran inderawi .

d. Idealisme
Idealisme mempunyai argumen epistimologi tersendiri. Oleh karena itu tokoh-tokoh
teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit (roh). Argumen yang
diajukan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan. Argumen
orang-orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami
terlepas dari spirit .
Idealis secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzhab
epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh manusia
dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang
mengatakan bahwa pengetahuan bukan dari akal, melainkan melalui pengalaman
empiris.
Aliran idealisme ini diwakili oleh beberapa tokoh, diantaranya J.G.Fitche (1762-
1914), F.W.S.Schelling (1775-1854), dan F.Hegel (1770-1031).
J.G.Fitche lahir di Rilsaammenau, Jerman pada tahun 1762, Filsafat Fitiche adalah
filsafat pengetahuan yang sekarang dikenal dengan sebutan epistimologi. Ia
membedakan pengetahuan membedakan pengetahuan menjadi dua, pengetahuan
teoritis dan pengetahuan praktis.
Schelling lahir di Leonberg pada tahun 1775. Dia belajar teologi protestan di
Tubingen, ketika usia masih remaja ia sudah menerbitkan berbagai tulisan-tulisan
yang sangat penting. Schelling juga menjadi guru besar untuk ilmu alam dan filsafat
di Leipzing Jena . Corak berfikir Schelling di masa akhir hidup sangat berbeda dengan
masa mudanya. Biasanya dibedakan 4 periode dalam pikiran Schelling, yaitu:Periode
filsafat alam, Periode sistem idealism, Periode sinkretisme dan Periode teosofi.
e. Positivisme
Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri. Ia hanya
menempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Artinya ia
menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan
ukuran-ukurannya. Jadi pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan
rasionalisme. Hanya bedanya empirisme menerima pengalaman batiniah sedangkan
positivisme membatasi pada pengalaman objektif saja .
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf
perancis yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan sains dan teknologi
modern.

f. Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran yang inti filsafatnya adalah pragmatik dan
menentukan nilai pengetahuan berdasarkan kegunaan praktisnya. Pragmatisme kritis
terhadap spekulasi metafisik dalam meraih kebenaran. Dalam pragmatisme, realitas
objektif diidentikkan dengan pengalaman dan pembagian pengetahuan ke dalam
subjek dan objek hanya dilakukan di dalam pengalaman. Tentang logika, aliran ini
jatuh kepada irrasionalisme. Pragmatisme juga menganggap hukum-hukum dan
bentuk-bentuk logika seperti fiksi-fiksi yang berguna.
William James (1842-1910), salah satu yang populer dalam aliran ini, mengatakan di
dalam bukunya The Meaning of Truth, bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak,
berlaku umum, yang bera yang kisifat tetap dan yang berdiri lepas dari akal yang
mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktek,
apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya .

g. Fenomenologi
Ahli fenomenologi yang pertama dan penting adalah Edmund Husserl (1859-1938)
yang memulai karir filsafatnya dengan suatu buku tentang dasar-dasar ilmu hitung,
yang sekarang terutama terkenal dengan kritik Frenge yang sangat kejam
terhadapnya. Tulisan Hasserl yang paling menarik perhatian adalah Logical
Investigation (1900-1901). Idea for a Pure Phenomenology (1913) dan Corestian
Meditations (1929) .
Husserl dikenal dengan doktrin ajarannya tentang “fenomenologi murni’’. Dalam
menjelaskannya ia menggunakan “metode reduksi fenomenologis’’. Ada prioritas
ilmu fenomenologi di atas ilmu fisika dan psikologi apapun. Fenomenologi
merupakan bentuk mendasar dari ontologi. Hal ini terlihat dari gaya
fenomenologisnya Heidegger tentang doktrinnya Dasein. Hasil dari analisis
fenomenologi bahwa esensi Dasein terletak pada eksistensinnya. Penjelasan
Heiddeger tentang Dasein, yang mendahului penjelasannya tentang segala yang ada,
membawa kepada pembicaraannya tentang esistensi manusia, sehingga Heiddeger
lebih tepat di golongkan kedalam kelompok eksistensialisme.

h. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran pemikiran yang menekankan bahwa sesuatu itu ada.
Berbeda dengan esensi, yang menekankan keapaan sesuatu. Lebih jauh eksistensi
adalah kesempurnaan. Dengan kesempurnaan, sesuatu menjadi suatu eksisten.
Eksisitensialisme merupakan sebuah gerakan filosofis yang menentang esensialisme.
Pusat pertahiannya adalah situasi manusia. Segala gejala berpangkal pada eksisitensi
dan pandangan mereka relatif modern dalam filsafat meskipun benih-benihnya sudah
ada dalam filsafat Yunani dan Zaman Pertengahan.

C. SIMPULAN
Zaman Renaissance rupanya dianggap juga sebagai suatu babak penting dalam sejarah
peradaban. Voltaire, orang yang membagi sejarah peradaban, menganggap
Renaissance merupakan babak ketiga dari keempat babak itu. Pada abad ke 19,
Renaissance terutama dipandang sebagai masa yang penting dalam seni dan sastra.
Zaman Modern filsafat didahului oleh Zaman Renaissance . Sebenarnya secara
esensial Zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari Zaman Modern.
Ciri-ciri filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. ciri utama Renaissance ialah
humanism, individualism,lepas dari agama (tidak mau diatur oleh agama), empirisme,
dan rasionalisme.hasil yang diperoleh dari watak itu ialah pengetahuan rasional
berkembang. Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes.
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”.
Aufklarung merupakan kelanjutan dari renaissance, kalau renaissance dipandang
sebagai peremajaan pikiran, maka aufklarung menjadi masa pendewasaannya.
Aliran-aliran dalam perkembangan filsafat Barat, yaitu:
1. Rasionalisme
2. Empirisme
3. Kantianisme
4. Idealisme
5. Positivisme
6. Pragmatisme
7. Fenomenologi
8. Eksistensialisme
Merkantilisme dan Revolusi Industri

Merkantilisme sesungguhnya merupakan salah satu paham yang turut


mendorong lahirnya revolusi industri. Apakah kalian mengetahui seluk-beluk
merkantilisme ? Bagaimanakah proses berlangsungnya revolusi industri ? Untuk
mengetahui lebih lanjut, mari simak bahasan berikut.

A. MERKANTILISME

Merkantilisme adalah suatu paham ekonomi yang menyatakan bahwa


kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang
disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan hal ini sejalan dengan kegiatan ekspor dan
impor dalam suatu negara. Merkantilisme berasal dari bahasa latin yaitu merchant, yang
berarti pedagang.

Merkantilisme juga menyatakan bahwa kekayaan suatu negara bergantung pada


seberapa banyak emas dan perak yang dimiliki atau, dengan kata lain, harta yang dimiliki
suatu negara. Konsep ini mendorong pertumbuhan industri yang cukup besar, namun
juga mendorong terjadinya eksploitasi di negara-negara koloni Eropa untuk memenuhi
kebutuhan bahan baku di Eropa.

Merkantilisme diterapkan di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-18.


Kebijakan ini menuntut negara untuk berhubungan dengan negara lainnya jika
menginginkan negaranya maju. Pada awalnya, kebijakan tersebut didasari oleh suatu
teori bahwa kekuatan nasional akan meningkat jika jumlah ekspor lebih besar daripada
jumlah impor. Kebijakan ini juga mempercayai bahwa melakukan ekspor lebih baik
daripada berdagang di dalam negeri atau pun melakukan impor.

B. REVOLUSI INDUSTRI

Revolusi industri adalah masa peralihan penggunaan tenaga kerja manual dengan
mesin yang telah dimulai sejak abad ke-18. Kegiatan ini berasal dari negara Inggris yang
dengan cepat mengubah sistem ekonomi negara yang semula berbasis pada pertanian
menjadi industri. Hal itu mempercepat pertumbuhan kota-kota dan mengubah daerah
desa menjadi kota. Perubahan yang terjadi dikarenakan revolusi industri tidak hanya
berlangsung dalam sektor ekonomi, namun juga mencakup seluruh aspek kehidupan.

1.Revolusi Industri di Inggris

Masyarakat Eropa telah banyak melakukan penelitian dan penemuannya


digunakan dalam berbagai bidang kehidupan sejak masa Renaisans (abad ke-14 sampai
abad ke-17). Penemuan yang cukup penting adalah dalam bidang transportasi (misalnya
kapal cepat) dan komunikasi (seperti teknologi percetakan). Penemuan ini mendorong
pembangunan ke arah Revolusi Industri.
Abad ke-18 merupakan awal terciptanya metode baru dalam dunia industri, yaitu
pemakaian mesin baru, penemuan sumber tenaga baru, sistem bisnis baru, serta sistem
ketenagakerjaan. Manusia pun memulai pengembangan produksi secara massal dengan
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterapkan ke dalam praktik bisnis
skala besar.
Munculnya revolusi ini didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut.
1) Kondisi sosial, politik dan ekonomi sangat mendukung.
2) Hak kekayaan intelektual sangat dilindungi.
3) Perlindungan dan penegakan hukum terjamin.
4) Tingkat penerimaan pajak oleh pemerintah tidak terlalu tinggi.
5) Tingkat campur tangan pemerintah terhadap bidang ekonomi relatif rendah.
Kebebasan dalam bidang ekonomi dipopulerkan oleh ekonom Inggris, Adam Smith, di
dalam bukunya the Wealth of Nations (1776).

2. Akibat dan Dampak Revolusi Industri

Revolusi industri memiliki beberapa akibat, yaitu sebagai berikut :


(1) Berubahnya komunitas dari pertanian menjadi industri.
(2) Berubahnya tempat produksi dari rumah dan sanggar kerja kecil ke pabrik-pabrik.
(3) Perpindahan penduduk dari daerah pinggiran dan perdesaan menuju pusat-pusat
industri.
(4) Terjadinya pencemaran udara.
(5) Eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran menyebabkan terjadinya degradasi
lingkungan
Revolusi industri juga telah membawa dampak terhadap berbagai bidang kehidupan, yaitu
:
1) Dampak dalam Bidang Industri
Seiring dengan pembangunan industri di Inggris, industri modern menuntut penggunaan
sumber energi yang besar untuk menjalankan mesin-mesinnya, dan batu bara menjadi
sumber energi utama. Abraham Darby ialah yang pertama kali menggunakan batu bara
tahun 1709 untuk produksi besi. Penemuan lainnya adalah oleh Henry Cort tahun 1784,
yang menemukan teknik peleburan besi untuk dapat menghasilkan produk bervariasi dan
memudahkan penggunaan besi dalam berbagai bidang.
Namun, terlepas dari semuanya itu, penemuan mesin uap merupakan teknologi mesin
yang paling bermanfaat. Penggunaan mesin uap dimulai pada tahun 1689 oleh Thomas
Savery, seorang insinyur berkebangsaan Inggris. Ia menciptakan mesin uap untuk
memompa air dari dalam pertambangan. Pada tahun 1763, James Watt berhasil membuat
mesin uap yang dapat digunakan dalam dunia industri. Penemuannya ini membuatnya
dikenal sebagai ‘Bapak Revolusi Industri’. Pada bidang industri tekstil terjadi perubahan
besar, dimana industri yang awalnya berskala rumah tangga menjadi industri yang
dikerjakan di pabrik-pabrik.

2) Dampak dalam Bidang Sosial


Revolusi industri juga mempengaruhi bidang kehidupan sosial. Revolusi industri secara
signifikan mengubah kehidupan sehari-hari masyarakat. Tujuan awal revolusi ini adalah
ingin mengubah hidup rakyat yang dianggap tidak baik menjadi lebih baik. Namun pada
kenyataannya, tujuan tersebut hanya didapatkan oleh beberapa orang saja dan kehidupan
sebagian besar orang lain sangat menyedihkan. Akibat dari revolusi ini dalam bidang
sosial, di antaranya :
• Bidang sosial ekonomi berkembang cepat.
• Daya beli masyarakat meningkat.
• Kesejahteraan masyarakat meningkat.
• Banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), karena semua pabrik dijalankan dengan
mesin.
• Banyaknya penggunaan tenaga kerja wanita dan anak-anak karena upahnya lebih murah
serta lebih patuh.
• Pengambilan tanah di pedesaan untuk industri.
• Adanya upaya Inggris memperluas daerah jajahan untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku dan daerah pemasaran.
• Lahirnya golongan ekonomi kuat, kaum kapitalis, dan masyarakat ekonomi lemah.

RANGKUMAN

1. Merkantilisme adalah suatu paham ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan


suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh
negara yang bersangkutan, dan hal ini sejalan dengan kegiatan ekspor dan impor
dalam suatu negara.
2. Revolusi industri adalah masa peralihan penggunaan tenaga kerja manual dengan
mesin yang telah dimulai sejak abad ke-18. Kegiatan ini berasal dari negara Inggris
yang dengan cepat mengubah sistem ekonomi negara yang semula berbasis pada
pertanian menjadi industri.
BAB III

PENUTUP

1. A. KESIMPULAN

 Renaissance lebih merupakan gerakan kebudayaan daripada aliran filsafat.


 Rasionalisme lebih menfokuskan pada sikap mereka terhadap cara kerja apriori dan
Aposteriori dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.
 Idialisme adalah doktrin yang mengajarkan dunia fisik hanya dapat difahami dalam
kebergantungannya pada jiwa.
 Pada zaman modern ternyata masih ada “turunan langsung” Anselemus Dan
Agustinus (filosof abad tengah), yaitu Pascal.
 Paham Empirisisme adalah fahaman yang menganggap bahawa ilmu berpuncak dari
pengalaman yang diperolehi melalui deria.
 Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu
ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya
ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.
 Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu
yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
 Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi
filsafat Barat.

B.     SARAN

Bagi para pembaca dan rekan-rekan yang lainnya, jika ingin menambah wawasan dan ingin
mengetahui lebih jauh, maka penulis mengharapkan dengan rendah hati agar lebih membaca
buku-buku ilmiah dan buku-buku filsafat lainnya yang berkaitan dengan judul “ PADA
MASA AUFKLARUNG ”.

Kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi perbaikan dan
kesempurnaan Makalah kami.

Jadikanlah makalah ini sebagai sarana yang dapat mendorong para mahasiswa/i berfikir aktif
dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA

v     WWW. Kumpulan Makalah Albantani.com.

v     From Rene’ Descartes. “ Meditations, “ in Descartes Philosophical Writing, translade by


Kemp Smith, The Modern Library, New York, 1958

Anda mungkin juga menyukai