Oleh :
NURSIAH MOH. YUNUS
B10323032
PROGRAM STUDI
PASCASARJANA DOKTORAL
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
1
Dalam pandangan para filsuf, sejak awal telah disadari bahwa kebenaran bukanlah sesuatu
yang imun atau kebal dari kritik, karena filsafat itu sendiri sesungguhnya adalah kritik, dan
karena kritik itu sendiri adalah salah satu fungsi terpenting filsafat dalam kehidupan manusia.
Tanpa kritik, manusia niscaya akan mati dalam keputusasaan dan kesendiriannya, karena
tidak memiliki second opinion, bandingan yang membuat manusia lebih bijaksana dalam
memandang kehidupan yang acapkali rumit dan penuh dengan perbedaan.
Argumen filosofis menuntut persetujuan rasional manusia, bukan iman maupun
ketaatan. Filsafat bukanlah keyakinan dan dogma, tetapi filsafat adalah sebuah proses
berpikir, metode berpikir dan pemikiran yang benar-benar ditopang oleh rasio manusia.
Filsafat sosial itu sendiri sesungguhnya adalah sebuah bentuk pemikiran yang
membahas fondasi yang mendasari kelahiran dan perkembangan masyarakat, terutama
perkembangan peradaban Barat modern dan kapitalisme. Secara garis besar, ada tiga elemen
pokok modernitas, yaitu: subjektivitas (rasionalitas), ide kemajuan (the idea of progress) dan
kritik. Ketiga elemen inilah yang membedakan masyarakat di era tradisional dengan
masyarakat di era modern.
Belajar filsafat adalah belajar tentang ketidakpastian: bukan dalam arti sesuatu yang
tidak benar, melainkan sesuatu yang kebenarannya terus dapat dipertanyakan kembali,
didekonstruksi, untuk kemudian direkonstruksi hingga satu titik kebenaran baru itu
mengalami proses dialektika yang sama: didekonstruksi dan direkonstruksi kembali.
2
Paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum
dan merupakan sumber nilai. Kuhn menggunakan paradigma dalam dua pengertian sebagai
berikut:
1. Paradima berarti keseluruhan kontelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki
bersama oleh anggota masyarakat ilmiah tertentu.
2. Paradigma menunjukkan sejenis unsur dalam konstelasi itu dan pemecahan teka-
teki yang konkret, dan dapat digunakan sebagai model, pola atau contoh dapat
menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit sebagai dasar bagi pemecahan
permasalahan dan teka-teki normal sains yang masih tersisa.
Filsafat ilmu harus berguru pada sejarah ilmu sehingga seorang ilmuwan dapat
memahami hakekat ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya. Dengan mendasarkan pada
sejarah ilmu, Kuhn berpendapat bahwa terjadinya perubahan-perubahan yang berarti tidak
pernah terjadi berdasarkan upaya empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori
atau sistem, melainkan berlangsung melalui revolusi ilmiah. Sains lebih dicirikan oleh
paradigma dan revolusi yang menyertainya.
Dari rekaman sejarah ilmu, bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan dalam
perkembangan sejarah ilmu bukan didasarkan pada upaya empiris untuk falsikasi (proses
eksperimental untuk membuktikan salah dari suatu ilmu) dan refutasi (penyangkalan teori)
melainkan berdasarkan revolusi-revolusi ilmiah sehingga kemajuan ilmu pengetahuan
bersifat revolusioner bukan kumulatif.
Shifting paradigms merupakan istilah untuk menggambarkan dimensi kreatif pikiran
manusia dalam bingkai filsafat. Dengan demikian, paradigma ilmu tidak lebih dari suatu
konstruksi segenap komunitas ilmiah.
Kritik terhadap Thomas S. Kuhn.
Kuhn menyatakan bahwa paradigma yang tidak bisa menjawab atau memecahkan anomali
akan digantikan oleh paradigma baru. Kuhn lupa bahwa setiap penelitian dalam sains selalu
diikuti oleh contoh-contoh pengamatan yang bertentangan. Ilmu pengetahuan seharusnya
tidak identik dengan paradigma. Bahwa ada paradigma-paradigma yang menjadi acuan
penjelasan dalam ilmu pengetahuan dan bukan identifikasi ilmu sebagai paradigma. Karena
kalau tidak maka menggantikan paradigma sama saja menggantikan ilmu pengetahuan.
Thomas Hobbes: Rasionalitas dan Konsepnya tentang Manusia dan Kekuasaan Negara.
Apabila dalam empirisme pengalaman indrawi adalah pengetahuan yang paling jelas, maka
dalam rasionalisme, pengalaman indrawi bukanlah pengetahuan yang paling sempurna, justru
dapat menyesatkan bagi manusia. Untuk itu, rasionalisme menegaskan peran akal budi (rasio)
manusia sebagai letak pengetahuan yang hakiki. Bahwa pengalaman indrawi apabila
dipadukan dengan kemampuan manusia untuk mencari kebenaran yang hakiki melalui
rasionya adalah pengetahuan yang paling sempurna. Descartes memandang manusia sebagai
mahluk dualitas yang terdiri dari dua substansi, yakni jiwa sebagai substansi pikir (rex
cogitans) dan tubuh sebagai substansi eksistensi (rex extensa). Dalam memperoleh
pengetahuan berdasarkan observasi inderawinya manusia memerlukan rasio agar
pengetahuan yang diperoleh memiliki dasar kepastian yang kuat. Menurut teori kontrak
sosial, Rousseau (1712-1778) menyatakan bahwa negara timbul karena perjanjian yang
dibuat antara orang-orang yang tadinya hidup bebas merdeka, terlepas satu sama lain tanpa
ikatan kenegaraan. Sejatinya fungsi sebuah negara adalah memastikan agar rakyatnya
memiliki sebuah kehidupan yang teratur sebagaimana norma yang berlaku. Oleh karena itu
negara sepatutnya memiliki kekuasaan yang besar terhadap individu-individu di dalamnya
yang disebut dengan rakyat. Karena individu-individu tersebut adalah manusia-manusia yang
memiliki rasio dan selalu memperjuangkan kebaikan bagi dirinya sendiri.
Kritik terhadap Rasionalisme.
Meskipun banyak memberikan pencerahan, namun Rasionalisme juga menuai kritik yang
sangat tajam. Beberapa kritik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Banyak manusia yang memiliki pola pikir visioner merasa bahwa mereka mendapati
kesulitan yang besar dalam menerapkan konsep rasional dalam kehidupan sehari-
harinya. Kecenderungan dapat melakukan abstraksi pengalaman indrawi mendapat
banyak kritik. Diantaranya menganggap bahwa kaum Rasionalis memperlakukan
ide/konsep seakan-akan mereka adalah benda yang objektif, tetapi di sini lain justru
6
menghilangkan nilai dan pengalaman keindraan, menghilangkan pentingnya benda-
benda fisik sebagai tumpuan lalu menggantinya dengan serangkaian abstraksi yang
samar-samar, hal ini mereka nilai sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam
memperoleh pengetahuan yang dapat diandalkan.
2. Rasionalisme gagal menjelaskan perubahan dan pertambahan pengetahuan manusia
selama beberapa waktu terakhir. Banyak teori-teori rasionalis yang pada saat tertentu
sudah dipastikan, akan tetapi ternyata dapat diubah pada masa yang lain. Misalnya
teori bahwa bumi adalah pusat dari sistem tata surya dan mataharilah yang
mengelilingi bumi hampir dapat diterima secara umum sebagai suatu pernyataan yang
pasti. Akan tetapi, pada masa kini teori tersebut dapat terbantahkan.
3. Pengetahuan Rasional dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat maupun diraba.
Eksistensi tentang ide yang sudah pasti maupun yang bersifat bawaan itu sendiri
belum dapat dikuatkan oleh semua manusia dengan kekuatan dan keyakinan yang
sama. Lebih jauh, masing-masing kaum Rasionalis memiliki dasar yang berbeda
dalam hal menelaah suatu permasalahan. Plato, St. Augustine, dan Descartes bahkan
Hobbes masing-masing mengembangkan teori-teori Rasional sendiri yang masing-
masing berbeda.
Jean Jacques Rousseau: Dualisme Konsep Manusia sebagai Pelaku Kontrak Sosial.
Seperti dikemukakan Rousseau bahwa manusia mempunyai kebebasan penuh dan bergerak
menurut emosinya. Keadaan tersebut sangat rentan akan konflik dan pertikaian. Sebagaimana
digambarkan Rousseau sebagai jatuhnya rahmat keganasan, yang dimulai dari kepemilikan
pribadi manusia pertama kali berbagi sepetak tanah, mengambilnya atas nama diri dengan
mengatakan ‘ini milikku’ dan kemudian yang lain menerima sebagai satu kepemilikan
pribadi, yang memungkinkan berpikir bahwa sesuatu milikku bukan milikmu.
Yang menjadi masalah bagi Rousseau adalah bagaimana melindungi manusia pribadi
dan kepemilikannya, yang kemudian berpikir untuk menemukan sebuah bentuk pemerintahan
melalui kontrak sosial. Hal ini yang dimaknai sebagai sebuah jalan keluar, sebuah konsepsi
baru tentang kewajiban politis dan legitimasi.
Dalam hal ini Rousseau ingin menjaga kebebasan manusia dan menjaga antar hukum.
Mensyaratkan dualisme pada diri manusia. Ia memikirkan individu sebagai warga negara
dan sebagai subjek.
Kontrak sosial merupakan formula tatanan sosial yang benar-benar mendukung hak-
hak kodrati yang sampai sekarang terus tak henti-hentinya diperjuangkan. Perubahan jaman
dan perkembangan teknologi tak terelakkan untuk ikut berperan dalam perubahan tatanan
sosial. Semakin tinggi tuntutan kebebasan yang dilandasi dunia tanpa batas sungguh sangat
berdampak bagaimana perubahan sosial bergulir. Kehendak umum yang semakin kabur
8
berakibat tidak menentunya kepastian kepastian keamanan dan kenyamanan, yang merupakan
hak manusia kodrati.
9
ilmu alam, bagaimanapun pemikiran Comte ini telah menjadi ilham dalam melahirkan dan
mengembangkan sosiologi ilmu yang diakui eksistensinya.
11
Beberapa pengkritik Marx telah menganggap bahwa Marxisme telah terkubur dalam
kapitalisme yang semakin menderu. Namun demikian, bersamaan dengan capaian-capaian
dramatis kapitalisme terutama dalam teknologi, kapitalisme memang menuai kejayaan tetapi
bukan kejayaan tanpa korban manusia dan alam. Globalisasi sebagai ikon perkembangan
kapitalisme justru telah menjadi pemicu kehancuran-kehancuran dunia dan melahirkan
keadilan yang timpang. Dalam kondisi demikian, eksotisme pemikiran Marx tidak pernah
meninggalkan imajinasi para pemikir, filsuf, dan pemuja sesudah jamannya dan imajinasi
Marx tentang masyarakat sosialis yang emansipatif dan humanistik menjadi tetap relevan dan
aktual.
12
Secara garis besar, sebagai sebuah pemikiran filsafat dan cara pandang untuk memahami
perubahan sosial di era postindustrial, paling tidak ada tiga kritik yang dilontarkan pada
postmodern. Pertama, postmodern mengabaikan realitas institusional kehidupan abad ke-21.
Kedua, postmodern keliru memandang individu manusia tidak berdaya (tidak memiliki
kekuasaan) ketika berhadapan dengan pengaruh-pengaruh wacana, karena manusia
sesungguhnya bukanlah subyek yang mati (strukturasi). Ketiga, postmodern tidak bisa
memberikan kontribusi yang berguna bagi membangun dunia kita yang lebih aman dan lebih
baik, karena aliran filsafat yang digagas Lyotard ini menolak bahwa kita (manusia) memiliki
kapasitas untuk mengetahui bagaimana segala sesuatu itu sesungguhnya ada.
Filsafat postmodern yang digagas Lyotard tidak menawarkan jalan keluar yang jelas
tentang apa yang harus dilakukan setelah pengetahuan dan kebenaran dipertanyakan atas
dasar filosofisnya.
13
Bourdieu adalah filsuf kontemporer yang memperkenalkan satu perspektif baru dalam filsafat
dan teori sosial. Bourdieu berhasil mengompromikan kontradiksi-kontradiksi yang selama ini
ada dalam kajian sosiologi. Dia menjadi filsuf yang memberi jalan kompromi antara
subjektivisme-objektivisme, mikro-makro, kebebasan-determinisme, material-simbolis,
nature-hystory, doxa-episteme, dan kesadaran-ketidaksadaran. Kajian bahasa dan kuasa
simbolis adalah salah satu dari karya keilmuwan Bourdieu. Menurutnya, praktik berbahasa
adalah hasil dari habitus (struktur kognitif yang memperantarai individu dengan realitas
sosialnya) bahasa agen dalam sebuah pasar linguistik yang distrukturkan oleh aturan-aturan
yang membentuk harga. Di pasar linguistik inilah pertarungan memperebutkan keuntungan
material dan simbolis terjadi. Bahasa mempunyai kemampuan membentuk dan
menstrukturkan realitas, memiliki kemampuan menstrukturkan realitas, sehingga bahasa
merupakan sarana utama bagi kuasa simbolis.
Kritik pada Bourdieu.
Ide pokok Bourdieu yang mencoba menolak kajian teori murni serta mengkritik empirisme
murni, sehingga memunculkan tentang teori sosial yang dianggap tidak memiliki validitas
universal. Para pengkritik Bourdieu beranggapan bahwa ide dan teori Bourdieu tidak lebih
sebagai serpihan-serpihan ide yang tercecer dalam konsep-konsep utamanya. Bourdieu
dianggap terlalu menyederhanakan faktor historis dalam setiap kajiannya. Konsep arena
Bourdieu dianggap menghilangkan hubungan-hubungan sosial selain relasi pertarungan untuk
memperoleh posisi semata. Bourdieu dianggap menafikan hubungan sosial lainnya, seperti
solidaritas, cinta kasih, dan kerjasama.
14
di atas penanda yang mengambang bebas. Ia melampaui batas-batas sempit bertentangan
binari dan mengukir istilah “ketidakmampuan mengambil keputusan”.
Derrida ingin mengubah tradisi kebanyakan filsafat klasik yang selalu
memperlakukan tulisan tidak lebih baik dari percakapan sebagaimana yang dikemukakan
Socrates bahwa “percakapan lebih baik daripada tulisan, karena ia internal bagi rasio atau
ingatan, menyangkut hidup manusia dan terlibat dalam esensi kearifan daripada penampilan
lahirnya yang tertulis”. Filsafat Barat memandang tulisan sebagai suplemen untuk
percakapan, artinya tambahan, sesuatu yang muncul sesudahnya, sesuatu yang sekunder.
Derrida mencampakkan kembali peran dan nilai suplemen. Derrida ingin kembali pada
ketidakmampuan untuk memutuskan. Dalam slogannya Derrida berkata bahwa
ketidakmampuan mengambil keputusan adalah kebenaran yang harus kita tolak untuk
mempercayainya.
Penutup
Filsafat Sosial merupakan sebuah bagian penting dalam studi Ilmu-ilmu Sosial yang
membangun pemikiran dan kemampuan untuk memahami state of the art teori-teori sosial
secara lebih mendalam. Pemilihan metode penelitian yang tepat dan perkembangan perspektif
serta teori-teori sosial tidak akan dapat dipahami secara utuh jika tidak dilacak hingga asumsi
dasar dan akar pemikiran filsafatinya. Lebih dari sekedar pemikiran yang mendasar tentang
kebenaran ilmu pengetahuan dan jawaban terhadap permasalahan sosial yang timbul di
masyarakat, filsafat sosial sesungguhnya adalah akar dari perkembangan teori-teori sosial
yang fundamental dan substansial.
Perspektif dan teori sosial apa pun baik itu Marxian, Weberian, Durkhemian, teori
sosial modern, postmodern, maupun teori sosial yang lain niscaya tidak akan dapat dipahami
dengan utuh bila kita tidak melacak ke belakang pada akar pemikiran filsafatnya. Sementara
itu, filsafat sosial aliran apa pun, cenderung akan terasa abstrak dan kurang membumi jika
tidak dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk teori-teori sosial yang dapat dijadikan acuan
untuk menjelaskan dan memahami perubahan sosial di masyarakat. Filsafat dan teori sosial
ibaratnya adalah dua sisi mata uang yang saling berkaitan, dan tiadanya atau menghilangkan
salah satu sisi niscaya akan menyebabkan pemahaman kita terhadap dunia sosial menjadi
timpang.
15
16