Anda di halaman 1dari 6

Inisiasi 5

SOSIOLOGI DAN TEORI KRITIS

A. Pendahuluan

Teori Kritis (Critical Theory) dan Lingkaran Wina (Wiener Kreis) adalah


gerakan intelektual yang berkembang dan sangat berpengaruh pada pikiran sosial-
politik dan ilmu pengetahuan pada awal abad XX. Kedua pemikiran filsafat ini
memiliki arah yang sangat berbeda. Lingkaran Wina mempunyai pengaruh yang
luar biasa dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat sampai sekitar tahun 1960-
an, dan mulai redup setelah itu. Sedangkan pengaruh Mazhab Frankfurt masih
sangat dirasakan dan masih berkembang sampai sekarang ini, khususnya pada
teori sosial-politik, dan budaya. Mazhab Frankfurt didirikan oleh sekelompok
intelektual yang berlatar belakang berbagai disiplin ilmu pengetahuan pada tahun
1923, mereka menyebut gerakan intelektual itu dengan Institut fur
Socialforschung (Frankfurt Institute of Social Research) yang berpusat di
Universitas
Istilah kritis (critic, kritikos dalam bahasa Yunani) menurut kamus
Webster berarti kemampuan untuk mengenali atau menganalisa dan menilai
sesuatu. Kritik berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argumen
dengan alasan yang jelas tentang sesuatu. Teori Kritis bersumber dari tradisi
filsafat Jerman, seperti filsafat kritis Immanuel Kant, Hegel, Marx, dan Freud.
Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik
pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan
dalam filsafat, terutama sejak Renainsans dan Pencerahan. Kant kemudian
menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha
menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta
dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu
sendiri.
Kant (1724-1804) seorang tokoh besar yang memberikan arah baru bagi
filsafat Barat, khususnya dalam bidang epistemology (teori pengetahuan),
metafisika, dan etika. Epistemologi Kant mencoba mengatasi pertentangan
rasionalisme dan empirisme dengan menggabungkan keduanya. Titik tolak
analisis kritis Kant bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu
mencoba memahami kemampuan serta batas-batas akal-budi itu. Analisis itu
bersifat kritis dan bukan psikologis dengan mencari daya/potensi yang berperan
dalam proses ilmiah. Analisisnya lebih bersifat kritis-logis yang meneliti
hubungan antar unsur-unsur isi pengertian satu sama lain. Misalnya, hubungan
antara panas matahari dengan kain di jemuran yang mengering (hubungan riil,
hubungan kausalitas). Kaum Empiris(me) menyatakan bahwa obyek-obyeklah
yang berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sementara subyek
hanya menyesuaikan diri terhadap obyek (Copleston, VI: 224-225). Kant justru
menolak itu dengan menekankan peran aktif subyek (ilmuwan) dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
PEMBAHASAN
B. Teori kritis dalam sosiologi
Istilah kritis berarti kemampuan untuk menganalisis dan menilai sesuatu.
Kritik juga berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argument dengan
alasan yang jelas tentang sesuatu. Tori krits bersumber dari tradisi filsafat Jerman,
seperti filsafat kritis Immanuel Kant. Hegel, Marx, dan Freud. Filsafat Kant
disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan
empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam
filsafat, terutama sejak Renaisans dan Pencerahan. Kant kemudian menyatakan
bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-
syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang
murni teoritis dan praktis etis dengan menggunakan rasio itu sendiri.
Teori kritis sejak di bawah kendali Horkheimer, mengembangkan teori social
interdisipliner yang berfungsi sebagai instrument transformasi social. Apalagi
setelah Jurgen Habermas tahun 1980-an masuk menjadi anggota Mazhab
Frankfurt (teori kritis) pendekatan interdisipliner, transdisipliner semakin kentara.
Ini artinya teori kritis kembali mendekatkan sosiologi dengan filsafat sosial,
kembali mengembangkan teori social seperti sebelum munculnya positivism. Di
sini, sosiologi kembali mengaitkan pembahasannya dengan ralitas kehidupan
secara utuh, bukan seperti pandangan dalam sosiologi modern atau sosiologi
klasik yang sangat membatasi objek kajian dan pendekatannya yang begitu kaku
dan spesialistik.
Leburnya (cairnya) batas-batas yang tegas bidang-bidang ilmu ini berkaitan
dengan cara pandang baru para ilmuwan tentang ilmu pengetahuan, sebagai
pengaruh perkembangan pemikiran dalam filsafat ilmu pengetahuan, seperti: teori
kritis, postrukturalisme, dan posmodernisme. Teori kritis dan
postrukturalis/posmodernis Perancis mengembangakan pendekatan interdisiliner,
multidisipliner. Atau supradisipliner berdasar pemikiran douglkas Kellner.
Perkembangan baru ini telah mendobrak cara pandang modern (Caresian) dalam
melihat ilmu yang sering disebut dengan pohon ilmu. Pohon ilmu ini
dimaksudkan untuk melihat ilmu pengetahuan segagai pohon yang berdiri tegak
di atas akar tunggang (metafisika, filsafat) yang kuat dan di atas itu ada batang
(metodologi) dan dari batang itu muncul cabang-cabang (bidang) ilmu dan dari
cabang itu tumbuh ranting-ranting baru (bidang ilmu baru).
Cara berpikir seprti ini menunjukkan adanya sistematika dan hierarki ilmu
yang begitu jelas, di mana ada satu fondasi dan metode yang dipercaya untuk
menjelaskan ralitas (objek) sebagaimana adanya. Pohon ilmu aalah metafora ilmu
pengetahuan moden yang disebut Richard Rorty sebagai fundasionalisme dalam
ilmu pengetahuan. Fundasionalisme dalam ilmu pengetahuan menggunakan
metafora cermin atau mirror theory, atau sering dijug disebut sebagai copy theory.
Positivisme, misalnya merupakan bentuk ralisme ilmiah yang menganggap teori
sebagai pencerminan realitas (mirror theory). Richard Rorty jelas menolah mirror
theory yang menurutnya pandangan ini didasarkan atas fundasionalisme yang
terkandung dari pemikiran kaum rasionalis danempiris yang yakin dapat
memahami dan menjelaskan realitas apa adanya.
Selain pengaruh Kant, pengaruh Gegel atas pemikir-pemikir Mazhab
Frankfrut sangat besar, sehingga gaya pemikiran mereka disebut juga
“Hegelianisme Muda”, suatu nama yang sebelumnya diberikan pada kelompok
pemikir radikal yang semula menjadi sahabat Marx Muda, seperti Bruno. Edgar
Bauir, Otto Ruge, Ludwig Feuerbach dan Max Stirner yang terjebak pad aide-ide
dankritik ide-ide serta cenderung melihat bahwa ide-ide dan produk kesadaran
yang lain, sebagai hasil kondisi material kehidupan (Thompson, 2003:14. Von
Magnis, 1993:3-23). Pemikiran Hegel bergerak lebih jauh dari Kant dengan
mencoba menghapuskan antinomi dan dualisme antara fenomen dengan naumena
dengan jalan rejleksi diri kritis melaui proses pemikiran rasional yang mengaitkan
kategori-kategori rasio Kantian dengan konteks historis. Dengan cara ini dimensi
transendental ditinggalkan melaui reintegrasi dialektis dengan kondisi fenomena
zamannya, sehingga cara ini membuka kemungkinan bagi rasio untuk secara kritis
mencermati panataan rasionalnya atas dunia. Dengan demikian gagasan Hegelian
mengenai kritik memandang pengetahuan objektif sebagai hasil perbaduan
refleksi diri rasio kritis dengan dunia (realitas). Dalam pemikiran hegel tidak ada
perbedaan antara sesuatu yang rasional dengan yang real (realitas), semua yang
rasional itu adalah real.
Perkembangan pemikiran Mazhab Frankfurt dan Habermas khususnya
mengenai kritisme sudah berkembang sejak lama. Pemikiran kritis terhadap
pemikiran Marx dilanjutkan oleh tokoh mazhab Frankfurt, dan kritik ini sekaligus
sebagai perkembangan pemikiran Marxisme di Barat di mana pemikiran-
pemikiran tokoh inilah yang disebut dengan Neo-Marxis atau Marxisme kritis. Di
samping itu teori Marx sendiri sebagaimana dikemukakan S. Avineri pada Bab V
bukunya, The Social an Political Thought of Karl Marx, adalah satu contoh dari
ilmu social yang bersifat sangat kritis, meskipun dalam pemikiran Marx terkadang
bersifat positivis dan ambivalen.
Hubungan yang tersembunyi antara teori dan praksis merupakan salah satu
titik tolak teori kritis. Dengan ini, teori kritis mempertautkan antara teori dengan
pemenuhan tujuan dan keinginan manusia. Di sini teori manjadi emansipatoris,
dimana teori harus dapat ditejemahkan ke dalam tindakan praktis. Dalam hal ini
permasalahan kebenaran teori, sebagian ditentuan oleh tindakan, maksudnya
kebenaran dan kesalahan teori diwujudkan dalam tindakan (kebenaran
ferformatif). Selain itu, ada tuntutan lain seperti konsistensi internal,
intersubjhektivitas, serta kecocokan dengan klaim-klaim lain yang sudah diakui
kebenarannya, karena suatu teori dapat memecahkan persoalan.
Teori social kritis adalah ilmu sosial yang berusaha untuk
mempertimbangkan penderitaan, kebutuhan yang dirasakan masyarakat atau suatu
kelompok social tertentu, caranya adalah dengan melihat dan menjelaskan
penderitaan dan ketidakadilan itu sebagai akibat konflik structural tertentu dalam
satu tatanan social yang ada sebagaimana asumsi-asumsi teoritikus ilmu
interpretasi social (social interpretative) tokoh teori kritis juga menerima asumsi
yang dianut ilmuwan interpretative, di mana tindaakan manusia (system tindakan)
bersumber pada pemahaman diri, persepsi, dan tujuan para pelaku yang terlibat.
Karena itulah pemahamann tentang makna tingkah laku menjadi penting di dalam
konteks ini.
Teori kritis, pada akhirnya, berupaya untuk memberikan pencerahan dalam
arti menyadarkan masyarakat tentang factor-faktor yang menhimpit dan menindas
mereka, dimana mereka harus berupaya untuk membebaskan diri dari keadaan
tertindas itu. Di sini, teori itu harus dapat dibahasakan secara sederhana, harus
mampu berbicara mengenai perasaan masyarakat. Oleh karenanya teori kritis
berupaya untuk memperlihatkan dan menelanjangi ideology kekuasaan,
menunjukkan kesalahan dalam pandangan yang dimiliki dan bagaimana
pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil dan menindas.
Atas hal ini, teori kritis memiliki peran edukasi, dimana fungsi ilmuwan social
bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena social, seta menjalaskan
kondisi social yang manipulative, akan tetapi juga memberi penjelasan kepada
para pelaku sosial, seingga dengan menyadari kondisi dan situasi social yang
mereka alami, mereka sendiri dapat mengubah kondisi yang tidak diinginkan
tersebut melalui dialog antara ahli (elit) yang memberikan pencerahan dan
menentukan arah tindakan rasional dengan masyarakat yang diharpkan dapat
mengubah dan memenuhi tuntutan mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dikutip dari buku Filsafat Sosial-SOSI4202, Akhyar Yusuf, Universitas Terbuka,


Tangerang Selatan, 2014.

Anda mungkin juga menyukai