Teori Kritis (Critical Theory) dan Lingkaran Wina (Wiener Kreis) adalah
gerakan intelektual yang berkembang dan sangat berpengaruh pada pikiran sosial- politik dan ilmu pengetahuan pada awal abad XX. Kedua pemikiran filsafat ini memiliki arah yang sangat berbeda. Lingkaran Wina mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam dunia ilmu pengetahuan dan filsafat sampai sekitar tahun 1960- an, dan mulai redup setelah itu. Sedangkan pengaruh Mazhab Frankfurt masih sangat dirasakan dan masih berkembang sampai sekarang ini, khususnya pada teori sosial-politik, dan budaya. Mazhab Frankfurt didirikan oleh sekelompok intelektual yang berlatar belakang berbagai disiplin ilmu pengetahuan pada tahun 1923, mereka menyebut gerakan intelektual itu dengan Institut fur Socialforschung (Frankfurt Institute of Social Research) yang berpusat di Universitas Istilah kritis (critic, kritikos dalam bahasa Yunani) menurut kamus Webster berarti kemampuan untuk mengenali atau menganalisa dan menilai sesuatu. Kritik berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argumen dengan alasan yang jelas tentang sesuatu. Teori Kritis bersumber dari tradisi filsafat Jerman, seperti filsafat kritis Immanuel Kant, Hegel, Marx, dan Freud. Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama sejak Renainsans dan Pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat-syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan praktis-etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Kant (1724-1804) seorang tokoh besar yang memberikan arah baru bagi filsafat Barat, khususnya dalam bidang epistemology (teori pengetahuan), metafisika, dan etika. Epistemologi Kant mencoba mengatasi pertentangan rasionalisme dan empirisme dengan menggabungkan keduanya. Titik tolak analisis kritis Kant bertolak dari analisis terhadap kegiatan akal-budi, lalu mencoba memahami kemampuan serta batas-batas akal-budi itu. Analisis itu bersifat kritis dan bukan psikologis dengan mencari daya/potensi yang berperan dalam proses ilmiah. Analisisnya lebih bersifat kritis-logis yang meneliti hubungan antar unsur-unsur isi pengertian satu sama lain. Misalnya, hubungan antara panas matahari dengan kain di jemuran yang mengering (hubungan riil, hubungan kausalitas). Kaum Empiris(me) menyatakan bahwa obyek-obyeklah yang berperan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sementara subyek hanya menyesuaikan diri terhadap obyek (Copleston, VI: 224-225). Kant justru menolak itu dengan menekankan peran aktif subyek (ilmuwan) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. PEMBAHASAN B. Teori kritis dalam sosiologi Istilah kritis berarti kemampuan untuk menganalisis dan menilai sesuatu. Kritik juga berarti kemampuan untuk mengemukakan opini atau argument dengan alasan yang jelas tentang sesuatu. Tori krits bersumber dari tradisi filsafat Jerman, seperti filsafat kritis Immanuel Kant. Hegel, Marx, dan Freud. Filsafat Kant disebut sebagai filsafat kritis, karena pemikirannya mengkritik pandangan empirisme dan rasionalisme sebagai dua pandangan yang bertentangan dalam filsafat, terutama sejak Renaisans dan Pencerahan. Kant kemudian menyatakan bahwa kedua pandangan ini berat sebelah. Kant berusaha menganalisis syarat- syarat serta batas-batas kemampuan rasional manusia serta dimensinya yang murni teoritis dan praktis etis dengan menggunakan rasio itu sendiri. Teori kritis sejak di bawah kendali Horkheimer, mengembangkan teori social interdisipliner yang berfungsi sebagai instrument transformasi social. Apalagi setelah Jurgen Habermas tahun 1980-an masuk menjadi anggota Mazhab Frankfurt (teori kritis) pendekatan interdisipliner, transdisipliner semakin kentara. Ini artinya teori kritis kembali mendekatkan sosiologi dengan filsafat sosial, kembali mengembangkan teori social seperti sebelum munculnya positivism. Di sini, sosiologi kembali mengaitkan pembahasannya dengan ralitas kehidupan secara utuh, bukan seperti pandangan dalam sosiologi modern atau sosiologi klasik yang sangat membatasi objek kajian dan pendekatannya yang begitu kaku dan spesialistik. Leburnya (cairnya) batas-batas yang tegas bidang-bidang ilmu ini berkaitan dengan cara pandang baru para ilmuwan tentang ilmu pengetahuan, sebagai pengaruh perkembangan pemikiran dalam filsafat ilmu pengetahuan, seperti: teori kritis, postrukturalisme, dan posmodernisme. Teori kritis dan postrukturalis/posmodernis Perancis mengembangakan pendekatan interdisiliner, multidisipliner. Atau supradisipliner berdasar pemikiran douglkas Kellner. Perkembangan baru ini telah mendobrak cara pandang modern (Caresian) dalam melihat ilmu yang sering disebut dengan pohon ilmu. Pohon ilmu ini dimaksudkan untuk melihat ilmu pengetahuan segagai pohon yang berdiri tegak di atas akar tunggang (metafisika, filsafat) yang kuat dan di atas itu ada batang (metodologi) dan dari batang itu muncul cabang-cabang (bidang) ilmu dan dari cabang itu tumbuh ranting-ranting baru (bidang ilmu baru). Cara berpikir seprti ini menunjukkan adanya sistematika dan hierarki ilmu yang begitu jelas, di mana ada satu fondasi dan metode yang dipercaya untuk menjelaskan ralitas (objek) sebagaimana adanya. Pohon ilmu aalah metafora ilmu pengetahuan moden yang disebut Richard Rorty sebagai fundasionalisme dalam ilmu pengetahuan. Fundasionalisme dalam ilmu pengetahuan menggunakan metafora cermin atau mirror theory, atau sering dijug disebut sebagai copy theory. Positivisme, misalnya merupakan bentuk ralisme ilmiah yang menganggap teori sebagai pencerminan realitas (mirror theory). Richard Rorty jelas menolah mirror theory yang menurutnya pandangan ini didasarkan atas fundasionalisme yang terkandung dari pemikiran kaum rasionalis danempiris yang yakin dapat memahami dan menjelaskan realitas apa adanya. Selain pengaruh Kant, pengaruh Gegel atas pemikir-pemikir Mazhab Frankfrut sangat besar, sehingga gaya pemikiran mereka disebut juga “Hegelianisme Muda”, suatu nama yang sebelumnya diberikan pada kelompok pemikir radikal yang semula menjadi sahabat Marx Muda, seperti Bruno. Edgar Bauir, Otto Ruge, Ludwig Feuerbach dan Max Stirner yang terjebak pad aide-ide dankritik ide-ide serta cenderung melihat bahwa ide-ide dan produk kesadaran yang lain, sebagai hasil kondisi material kehidupan (Thompson, 2003:14. Von Magnis, 1993:3-23). Pemikiran Hegel bergerak lebih jauh dari Kant dengan mencoba menghapuskan antinomi dan dualisme antara fenomen dengan naumena dengan jalan rejleksi diri kritis melaui proses pemikiran rasional yang mengaitkan kategori-kategori rasio Kantian dengan konteks historis. Dengan cara ini dimensi transendental ditinggalkan melaui reintegrasi dialektis dengan kondisi fenomena zamannya, sehingga cara ini membuka kemungkinan bagi rasio untuk secara kritis mencermati panataan rasionalnya atas dunia. Dengan demikian gagasan Hegelian mengenai kritik memandang pengetahuan objektif sebagai hasil perbaduan refleksi diri rasio kritis dengan dunia (realitas). Dalam pemikiran hegel tidak ada perbedaan antara sesuatu yang rasional dengan yang real (realitas), semua yang rasional itu adalah real. Perkembangan pemikiran Mazhab Frankfurt dan Habermas khususnya mengenai kritisme sudah berkembang sejak lama. Pemikiran kritis terhadap pemikiran Marx dilanjutkan oleh tokoh mazhab Frankfurt, dan kritik ini sekaligus sebagai perkembangan pemikiran Marxisme di Barat di mana pemikiran- pemikiran tokoh inilah yang disebut dengan Neo-Marxis atau Marxisme kritis. Di samping itu teori Marx sendiri sebagaimana dikemukakan S. Avineri pada Bab V bukunya, The Social an Political Thought of Karl Marx, adalah satu contoh dari ilmu social yang bersifat sangat kritis, meskipun dalam pemikiran Marx terkadang bersifat positivis dan ambivalen. Hubungan yang tersembunyi antara teori dan praksis merupakan salah satu titik tolak teori kritis. Dengan ini, teori kritis mempertautkan antara teori dengan pemenuhan tujuan dan keinginan manusia. Di sini teori manjadi emansipatoris, dimana teori harus dapat ditejemahkan ke dalam tindakan praktis. Dalam hal ini permasalahan kebenaran teori, sebagian ditentuan oleh tindakan, maksudnya kebenaran dan kesalahan teori diwujudkan dalam tindakan (kebenaran ferformatif). Selain itu, ada tuntutan lain seperti konsistensi internal, intersubjhektivitas, serta kecocokan dengan klaim-klaim lain yang sudah diakui kebenarannya, karena suatu teori dapat memecahkan persoalan. Teori social kritis adalah ilmu sosial yang berusaha untuk mempertimbangkan penderitaan, kebutuhan yang dirasakan masyarakat atau suatu kelompok social tertentu, caranya adalah dengan melihat dan menjelaskan penderitaan dan ketidakadilan itu sebagai akibat konflik structural tertentu dalam satu tatanan social yang ada sebagaimana asumsi-asumsi teoritikus ilmu interpretasi social (social interpretative) tokoh teori kritis juga menerima asumsi yang dianut ilmuwan interpretative, di mana tindaakan manusia (system tindakan) bersumber pada pemahaman diri, persepsi, dan tujuan para pelaku yang terlibat. Karena itulah pemahamann tentang makna tingkah laku menjadi penting di dalam konteks ini. Teori kritis, pada akhirnya, berupaya untuk memberikan pencerahan dalam arti menyadarkan masyarakat tentang factor-faktor yang menhimpit dan menindas mereka, dimana mereka harus berupaya untuk membebaskan diri dari keadaan tertindas itu. Di sini, teori itu harus dapat dibahasakan secara sederhana, harus mampu berbicara mengenai perasaan masyarakat. Oleh karenanya teori kritis berupaya untuk memperlihatkan dan menelanjangi ideology kekuasaan, menunjukkan kesalahan dalam pandangan yang dimiliki dan bagaimana pandangan itu ikut melanggengkan tatanan sosial yang tidak adil dan menindas. Atas hal ini, teori kritis memiliki peran edukasi, dimana fungsi ilmuwan social bukan hanya memberikan pengetahuan tentang fenomena social, seta menjalaskan kondisi social yang manipulative, akan tetapi juga memberi penjelasan kepada para pelaku sosial, seingga dengan menyadari kondisi dan situasi social yang mereka alami, mereka sendiri dapat mengubah kondisi yang tidak diinginkan tersebut melalui dialog antara ahli (elit) yang memberikan pencerahan dan menentukan arah tindakan rasional dengan masyarakat yang diharpkan dapat mengubah dan memenuhi tuntutan mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Dikutip dari buku Filsafat Sosial-SOSI4202, Akhyar Yusuf, Universitas Terbuka,
Abraham Maslow, dari hierarki kebutuhan hingga pemenuhan diri: Sebuah perjalanan dalam psikologi humanistik melalui hierarki kebutuhan, motivasi, dan pencapaian potensi manusia sepenuhnya