Anda di halaman 1dari 10

Judul Buku : INTERNATIONAL RELATIONS, “The Key Concepts”

Penulis : Martin Griffiths, Terry O’Callaghan dan Steven C. Roach

Penerbit : Routledge

Tahun Terbit : 2008

Artikel : Critical Theory, hal. 59

Dalam buku ini penulis hanya menerangkan teori kritis secara umum dan tokoh-tokoh teori kritis
secara sederhana namun cukup memetakan gambaran yang cukup baik. Berangkat melalui
kronologi dan mulai menyimpulkan satu persatu dari pandangan-pandangan para teoritisi HI
khusunya teori kritis “critical theory”. Isi artikel tersebut kurang lebih seperti yang akan
dijabarakan berikut ini :

Critical Theory / Teori kritis

Teori kritis (critical theory) mengacu pada suatu analisis mendasar marxisme mengenai teori
dan praktis hubungan internasional, dan pertama kali muncul pada tahun 1937 sebagai sebuah
karya penelitian “Frankfurt Institute of Social Research” yang meneliti mengenai fasisme dan
otoriterisme dengan alasan-alasan kritis. Para pemikir-pemikir teori kritis seperti Max
Horkheimer, Theodor Adorno, dan Herbert Marcuse sebenarnya menginspirasi pandangan
Jurgens Habermas mengenai hubungan intersubjektif dalam demokrasi.Habermas menekankan
sebuah kebutuhan masyarakat mengenai “teori kebenaran” didalam dunia yang bersifat
emansipasi (bebas) di segala kepentingan manusia. Ia berasumsi bahwa apa yang “benar”
adalah apa yang dianggap dan disepakati benar oleh masyarakat. Namun konsep ini akan
menghilangkan esensi dari “kebenaran” itu sendiri.

Robert Cox juga setuju bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dan kepentingan, dan dia
juga menekankan pada refleksifitas yaitu bahwa sebuah teori harus dapat diuji kebenarannya.
Cox membedakan dua perspektif teori berdasarkan tujuannya. Yang pertama adalah “problem
solving theory”, yaitu teori yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah yang kontekstual.
Kedua adalah “Critical Theory” (teori kritis) yang digunakan untuk mencari asumsi dasar teori
dan proses perumusan teorinya. Untuk itu dibutuhkan sebuah pilihan yang memungkinkan. Cox
sebagai teoritisi hubungan internasional menggambarkan secara umum aplikasi teori kritis
dalam hubungan internasional, yaitu critical theory mempertanyakan peraturan dunia yang
dominan dengan menggunakan reflektifitas aturan tersebut. Kemudia juga teori kritis
mempertannyakan sumber dan legitimasi dari suatu institusi politik dan sosial dan juga
termasuk perubahan-perubahan mereka. Sejarah adalah sebuah perubahan yang kontiniu atau
secara terus menerus. Dan teori kritis mencoba untuk menentukan elemen mana yang universal
untuk digunakan dalam aturan dunia dan mana yang tentunya menyatukan sejarah.
Berbeda dengan Cox, Andrew Linklater yang percaya bahwa manusia itu bersifat baik,
menginginkan untuk membentuk bentuk baru hubungan internasional yang mempu
menyamaratakan semua orang secara keseluruhan. Menurutnya teori kristis bertugas untuk
memfasilitasi masuknya nilai-nilai moral dan komunitas politiknya dalam dunia internasional.
Teori kritis juga menydiakan jalan untuk terciptanya toleransi dalam hubungan politik
internasional dan menyadari dengan sepenuh hati atas perbedaan dan benturan budaya. Hal ini
sangat memungkinkan karena para teoritisi kritis ini percaya bahwa setiap manusia memiliki
potensi untuk itu.

Buku ini cukup berguna untuk menerangkan dan menjelaskan istilah-istilah yang dipelajari
dalam ilmu hubungan internasional. Karena buku ini seperti halnya ensiklopedia ilmu hubungan
internasional, mencakup hampir semua istilah dan teori yang menyangkut HI terdapat dibuku ini.
Namun kekurangan nya adalah penjelasan dari setiap istilahnya terlalu secara umum dan masih
kurang mendalam. Sehingga dibutuhkan studi pustaka lebih lanjut untuk dapat mengerti dan
mendalami sebuah teori hubungan internasional.

Judul Buku : INTERNATIONAL RELATIONS “THE BASICS”

Penulis : Peter Sutch and Juanita Elias

Penerbit : Routledge

Tahun Terbit : 2007

Artikel : Critical Theory, pada BAB 6 “Criticizing World Politics”, hal.115

Buku ini cukup menerangkan apa itu teori kritis dan mengapa teori kritis terlahir. Isi dari artikel
dalam buku ini adalah kurang lebih menekankan teori kritis yang mempertanyakan mengapa
teori-teori seperti kapitalis bisa diterima di dunia? Dan teori-teori Realisme yang seakan-akan
mendekati kebenaran yang hakiki? Berikut sedikit kutipan dari artikel tersebut.

Critical Theory/teori kritis

Teori kritis secara umum menekankan pada emansipasi politik yang membawa pada perubahan
mendasar dari suatu kelompok kecil didalam masyarakat dengan menghapus struktur sosial
yang hierarki. Banyak para pemikir teori kritis menggunakan dasar pemikiran karl marx,
seorang pemikir yang membagi dunia menjadi dua golongan yaitu proletar dan borjuis diamana
dia selalu menekankan nasip proletar di dalam sistem kapitalis. Namun sebenarnya ide ini
termasuk teori post-positivism karena dia memikirkan mengapa teori itu salah dan proses dari
pembuatan teori itu juga difikirkan.
Teori kritis mempertanyakan mengenai pembentukan sosial dari sebuah pengetahuan. Karena
itu Cox menyimpulakan bahwa teori yang paling benar itu adalah teori yang menurut
masyarakat secara keseluruhan benar. Namun masyarakat disini bisa diatur sedemikianrupa
dan dipengaruhi oleh suatu kekuatan/kekuasaan yang besar. Cox pernah menulis bahwa
sebenarnya Teori selalu diperuntukan untuk seseorang dan tujuan tertentu. Artinya pelaku yang
merumuskan teori sendiri pastinya memiliki kepentingan tersendiri dalam dirinya. Cox juga
berasumsi bahwa teori dapat dianggap “sangat benar” seperti halnya kebenaran yang hakiki
secara politis tidak sadar teori itu menguntungkan pihak yang paling kuat.

Critical theory juga mempertanyakan mengenai mengapa realisme dalam hubungan


internasional selalu menitik beratkan pada dominant power. Realisme merupakan teori HI yang
seakan-akan paling dekat dengan kebenaran yang paling hakiki jika dilihat secara rasional. Jika
teori realisme mengatakan bahwa setiap Negara harus meningkatkan kekuatan nasionalnya
agar dapat hidup di dunia yang anarki, maka teori ini akan menguntungkan Negara-negara
yang memilik industri senjata maju, seperti Amerika Serikat.

Banyak pula pemikir teori kritis terinspirasi oleh pemikir marxis asal Italia Antonio Gramsci.
Yang menerangkan konsep pemikirannya mengenai hegemoni. Gramsci berangkat dari
pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti kenapa ide kapitalis bisa diterima di dunia? Hal ini
yang disebut olehnya sebagai hegemoni.

Teori kritis (critical theory) di buku ini lebih menerangkan lebih baik dari buku pertama diatas
karena memang penyampaiannya lebih mudah dimengerti dan ditambah lagi dengan contoh-
contoh pertanyaan mendasar teori kritis terhadap pola/struktur global saat ini. Buku ini cukup
baik dijadikan referensi bahan bacaan khususnya untuk studi hubungan internasional. Namun
demikian untuk memahami teori ini secara lebih mendalam masih harus dilakukan studi pustaka
lebih jauh lagi.

Judul Buku : FIFTY KEY THINKERS IN INTERNATIONAL RELATIONS

Penulis : Martin Griffiths

Penerbit : Routledge

Tahun Terbit : 1999

Artikel : Critical Theory, hal.107-144

Buku ini menyediakan beberapa pemikir-pemikir teori kritis seperti Robert Cox, John Burtonm,
Johan Galtung, dan Andrew Linklater. Masing-masing nama para pemikir ini dijelaskan satu
persatu mengenai latar belkang hingga ke pemikiran-pemikirannya. Sehingga sangat baik untuk
digunakan sebagai bahan referensi penelitian mengenai ilmu hubungan internasional. Selain
lengkap buku ini juga seperti halnya biografi dari seorang pemikir atau lebih mengenai teori
kritis beserta karya-karyanya. Robert Cox dengan pemikirannya yang membedakan mana yang
disebut “problem Solving theory” dan mana yang “critical theory” secara jelas tertulis dalam
buku ini. Manfaatnya adalah ketika membaca dan mencari tahu sebuah teori, pembaca akan
ditawarkan beberapa pandangan baik yang sesuai antara satu dengan yang lain maupun dengan
yang berbeda-beda mengenai hal yang sama. Dalam hal ini pemikir-pemikir teori kritis pada
umumnya memang datang dari pemikir-pemikir marxisme seperti Galtung, dan Lenin. Akan
tetapi pemikir teori kritis yang berangkat dari pemahaman liberal juga ada seperti Andrew
Linklater. Jadi jika melakukan sebuah analisa pembaca dapat memilih mana pandangan yang
sesuai untuk dijadikan pisau analisa, bahkan pandangan-pandangan tersebut dapat dibuat sebuah
perbandingan dalam tujuan pengujian teori mana yang baik.

Critical Theory memiliki 2 aliran utama, yakni Frankfurt School dan Gramsci.
Frankfurt School berkembang dari Gramsci yang berfokus pada hubungan produksi.
Frankfurt School adalah sebuah pemikiran yang berkembang di Frankfurt, Jerman
pada tahun 1980. Frankfurt school ini juga dikenal sebagai Institute of Social
Research, yang mendobrak kemapanan social dan politik yang pada saat itu
mendominasi dan tidak dapat diubah. Critical theory ini sendiri berakar dari
pemikiran Kant, Hegel, dan Marx yang memiliki pendapat pentingnya emansipasi
pada masa enlightment. Namun, critical theory yang diusung oleh Frankfurt school
ini merupakan perspektif yang dipelopori oleh Max Wokheimer yang kemudian
dilanjutkan oleh Jurgen Habermas. Pada tahun 1980, yang merupakan Hubungan
Internasional mulai berkembang, Critical Theory mulai muncul. Critical Theory lahir
sebagai sebuah kritikan dari teori-teori tradisional yang tidak mencerminkan
adanya keadilan dalam struktur masyarakat yang terjadi. Mereka berpendapat
bahwa masyarakat seharusnya memiliki pengetahuan dan pendidikan yang membuat
merea paham akan yang terjadi di sekitarnya agar masyarakat mampu menjadi
otonom. Setelah runtuhnya tembok Berlin yang terjadi sekitar tahun 1990. Teori
kritis ini diakui sebagai teori alternative bagi disiplin ilmu Hubungan Internasional.
Selama tahun-tahun itu, para pemikir seperti Andrew Linklater, Robert W. Cox dan
Richard Ashley mencoba untuk mengaplikasikan teori-teori dan gagasan-gagasan
dari Frankfurt School kepada teori hubungan internasional. Memang, teori-teori
kritis ini telah ada jauh sebelum tahun 1970, namun karena perkembangan yang
sedikit terlambat dari Hubungan Internasional menyebabkan teori-teori baru selain
Realisme dan Liberalisme diadopsi

Bagi teori kritis, tidak ada politik dunia atau ekonomi global yang berjalan sesuai
dengan hukum social yang kekal. Hubungan Internasinal harus memfokuskan diri
pada emansipasi politik. Sehingga tidak ada keterkekangan dan ketergantungan yang
dimana negara adalah actor utama atas ketidakbebasan dari warganegara dan
individu. Emansipasi politik dalam Hubungan Internasional ini sangat terbentuk
denga pendapat Ashley yang mendefinisikan emansipasi adalah kebebasan dari
ketidaktahuan dan kebebasan dari hubungan yang mendominasi. Serta menurut
Linklater, struktur manusia itu sangat mengekang, terlebih adanya campur tangan
negara di dalam. Teori kritis meyakini akan self-determining yang dimana masing-
masing individu mampu memutuskan masa depannya sendiri tanpa dihalang-halangi
oleh negara. Karena itu, negara bukanlah actor utama bagi teori kritis karena
negara terlalu focus pada power dan bagaimana untuk mencapainya. Namun teori
kritis menginginkan untuk focus pada mindset masing-masing individu. Karena
memiliki Historical Dialectic, teori kritis mengajak kita untuk lebih kritis dan tidak
hanya mau menerima mentah-mentah segala sesuatu yang terjadi. Seperti yang
diungkapkan oleh Cox yang mengatakan bahwa teori hanya berlaku pada suatu
kondisi dan tujuan tertentu. Teori tidak dapat diaplikasikan pada segala aspek. Jadi,
teori kritis sangat menjunjung tinggi emansipasi, yang dimana hal ini berbasis pada
teori Marxisme. Berangkat dari teori kritis inilah, perspektif-perspektif baru
bertemakan emansipatoris bermunculan, seperti perspektif-perspektif feminism,
environmentalisme, post-positivisme, dan lain-lain.

Dalam Hubungan Internasional, teori kritis berusaha mencari pengetahuan untuk


membebaskan kemanusiaan dari struktur politik dan hegemoni dunia yang menekan
dikendalikan oleh kekuatan yang hegemon. Mereka berupaya untuk mendobrak
dominasi global negara-negara kaya di belahan bumi utara. Mereka berupaya untuk
menggunakan pengetahuannya untuk meningkatkan emansipasi manusia dari struktur
social global yang ada.

Perhatian teori kritis yang terlalu berpusat pada pemikiran dan cenderung kearah
relativitas membuat teori kritis tidak menjadi mainstream di teori Hubungan
Internasional. Teori kritis hanya memikirkan tentang pemikiran belaka, sehingga
teori kritis tidak mampu berkontribusi pada pembuatan kebijakan atas isu-isu yang
terjadi. Memang, teori kritis ini dinilai kurang ‘terkenal’ dibanding dengan
mainstream lain karena hanya melihat pada sector domestic dan kurang melihat ke
ranah internasional. Namun, semakin berkembangnya isu-isu baru dalam hubungan
internasional, kita semakin melihat bahwa teori kritis ternyata mampu menjawab
isu-isu accros border ini.

Referensi:
- Jackson, Robert & Sorensen, Georg. (2009). “Pengantar Hubungan
Internasional”. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

- http://debate.uvm.edu/NFL/rostrumlib/cxhernandez1098.pdf diakses pada


13 April 2012, pukul 17:51 WIB

- Linklater, Andrew, “The Evolving Spheres of International Justice”,


International Affairs (Royal Institute of International Affairs, 1944 -), Vol. 75,
No. 3, (Jul., 1999).

Critical Theory

Critical Theory telah berpengaruh dalam Hubungan Internasional sejak pertengahan


1980an. Penamaan“critical” kadang-kadang diterapkan pada beberapa
pendekatan termasuk feminisme dan postmodernisme, dalam bab ini "teori kritis"
mengacu khusus untuk sekolah yang memiliki akar intelektualnya dari Marxisme (Jill Steans and
Lloyd Pettiford & Thomas Diez, 2005) Teori Kritis adalah sebutan untuk orientasi tertentu yang
bersumber dari Hegel dan Marx, diestimasikan oleh Horkheimer dan sejawatnya di Institut
Penelitian Sosial di Frankfurt School dan Jurgen Habermas (Chris Brown, 1994). Critical Theory
dan Structuralisme hampir memiliki banyak kesamaan, misalkan, konsep Critical Theory dalam
tatanan dunia dan institusi sedangkan structuralism menguraikan accounts dari Marxism.
Walaupun begitu, Critical Theory tetap berbeda dalam beberapa aspek penting dari
Strukturalisme dan menjamin perlakuan yang berbeda(Jill Steans and Lloyd Pettiford & Thomas
Diez, 2005). Teori Kritis ini kemudian berani untuk menanyakan penyebab dari selalu gagalnya
teori-teori sebelumnya dalam kehidupan nyata.

Tujuan Critical Theory adalah restrukturisasi teori sosial dan politik yang melibatkan kedua
pendekatan positivis dalam ilmu sosial dan pengusulan alternatif. Taylor mengatakan, tantangan
positivisme adalah dalam hal interpretas dan menggambarkan hermeneutika, tetapi teori yang
paling berpengaruh dalam Critical Theory adalah Jurgen Habermas yang karyanya tumbuh dari
institu Penelitian Sosial di Frankfurt. Institu Frankfurt awalnya menginspirasi pikirannya dari
teori Marxis, namun pasca 1933 teori tersebut mengalami pesimisme tentang prospek perubahan
sosial yang semakin progresif. Habermas telah membangun Frankfurt Critical Theory dan lambat
laun menghilangkan budaya Marxis. (Chris Brown, 1994). Timbul beberapa pemikir yang
epistemologis, ontologis dan pertanyaan normative, seperti Richard Ashley, Robert W. Cox,
Andrew Linklater, John Maclean and Mark Hoffman dibawahcritical social theory. Pada tahun
1990an muncullah generasi ‘critical international theorist’ seperti Karin Fierke, Stephen Gill,
Kimberly Hutchings, Mark Neufeld, and Richard Shapcitt. Critical international theory lebih
mendalam daripada eklektik dalam sumber intelektualnya, namun sekarang makin meluas
dengan berkembangnya perspektif theoritical pada metode dan argumen Aristotelean,
Foucaulitian, Gadarmerian, Hegelian, and Wittgensteinian (Richard Devetak,2001)
Teori Kritis berusaha untuk mematahkan pemikiran teori lama dengan cara melihat sisi lain
dengan cara pandang yang berbeda. Contohnya pada kepesimisan kaum realism dimana mereka
menganggap bahwa dunia tidak akan perna damai selama negara masih menjadi aktor utama
dalam hubungan internasional. Pernyataan tersebut kemudian dikritik oleh teori kritis bahwa
perdamaian mungkin saja terbentuk meskipun tidak absolut, hal tersebut ditinjau mulai
bersatunya kebanyakan Negara di dunia melalui kerja sama antar Negara di dunia melalui kerja
sama antar Negara. Namun karena pada dasarnya teori ini berawal dari pemikiran marxisme,
maka pembebasan yang diproyekkan oleh teori ini lebih merupakan pendasaran dan
pemerdekaan dalam seluruh bidang manusia atas praktis kapitalis. (Andrew Linklater, 1996)

Ciri-ciri Teori Kritis, yaitu yang pertama, adalah kritis terhadap masyarakat ; kedua, teori kritik
berpikir secara histris ; ketiga, teori kritis tidak menutup menutup diri darri kemungkinan
jatuhnya teori dalam suatu bentuk ideologis yang dimiliki oleh struktur dasar masyarakat ;
keempat teori kritis tidak memisahkan antara teori dan praktek. Dari ciri-ciri tersebut dapat
dilihat bahwa Teori Kritis lebih fleksibel jika dibandingkan dengan teori-teori sebelumnya. Teori
ini berkembang berdasarkan masyarakat disamping juga tetap memperhatikan sisi historis suatu
permasalahan. Menurut Teori Kritis bahwa sebuah teori atau ilmu yang bebas nilai adalah palsu.
Teori harus memiliki kekuatan, nilai dan kebebasan untuk mengkritik dirinya sendiri dan
menghindari kemungkinan untuk menjadi ideologi (Majalah Filsafat Drikarya, 1997).

Teori internasional kritis ciptaan Linklater mengakui bahwa penilaian menyeluruh prospek
emansipatori harus meliputi tekanan yang berusaha menentang emansipasi atau menghalangi
realisasinya. Dalam neo-realisme sebuah kasusu diciptakan untuk menghalangi realisasinya.
Dalam neo-realisme sebuah kasus diciptakan untuk menjelaskan pemunculan kembali dan
pengulangan perang dan kekuasaan politik pada basis anarki internasional. Berkisar pada
perjuangan Negara dalam memperoleh kekuasaan, keamanan dan kendali atas keadaan anarki,
neo-realsime menyimpulkan bahwa transformasi politik global yang damai benar-benar tidak
mungkin terjadi. Neo-realisme gagal memahami yang tidak bisa lepas dalam kehidupan sosial
dan politik dan kontribusinya terhadap tatanan hal-hal yang ada dengan mengakui tatanan
tersebut sebagai kerangka kerjanya (Scott Burchill and Andrew Linklater, 1996)

Menurut Linklater, rasionalisme menguraikan neo-realisme karena rasionalisme ‘menyoroti


komitmen praktis Negara terhadap konsensus dan tatanan tanpa meremehkan pentingnya
kepentingan teknisnya dalam kekuasaan dan pengaruh. Hanya teori kritis yang bisa mengoreksi
kekurangan-kekurangan yang ada dalam rasionalisme tersebut, tetapi Linklater dengan hati-hati
menyimpulkan bahwa rasionalisme menandai adanya tahap yang krusial dalam perkembangan
teori internasional kritis. (Scott Burchill and Andrew Linklater, 1996)

Bisa dilihat bahwa teori-teori internasional kritis membuat alasan yang kuat untuk
memperhatikan lebih dekat hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai ini. Salah satu
kontribusi utamanya adalah menyikap kepentingan yang mengantarkan realisme dan neo-
realisme serta implikasi politik praktis yang berawal dari hal ini, terutama pertanyaan-pertanyaan
mengenai sejarah dan perubahan politik. Semua ini didasari oleh kepentingan ekspilit dalam
menantang dan menghilangkan ketidak leluasaan yang dihasilkan sosial terhadap kebebasan
manusia, yang dengan demikian memberikan kontribusi kepada perubahan hubungan
internasional yang memungkinkan. (Scott Burchill and Andrew Linklater, 1996)
Kepentingan emansipatoris dari teori kritis adalah berkaitan dengan mengamankan dari kendala,
di dominasi oleh hubungan, dan kodisi dari komunikasi yang menyimpang dan mengerti bahwa
manusia mempunyai kapasitas untuk masa depan mereka dengan banyak keinginan dan
kesadaran. Hal ini berlawanan dengan teori pemecahan masalah yang lebih menerima apa yang
biasa Linklater katakan ‘kekekalan tesis’. Teori kritis berkomitmen untuk memperluas
organisasi, adil, dan demokrasi dalam organisasi politik luar negeri untuk seluruh umat manusia.
(Richard Devetak,2001)

Reference :

Brown, Chris, 1994. Critical theory and postmodernism in international relations, in; A.J.R.
Groom & Margot Light (eds.), Contemporary International Relations: A Guide to Theory. Pinter,
pp. 56-68.

-Devetak, Richard, 2001. Critical Theory, in; Scott Burchill, et al, Theories of International
Relations, Palgrave, pp. 155-180.

-Linklater, Andrew, 1996. The achievements of critical theory, in; Steve Smith, Ken Booth &
Marysia Zalewski (eds.) International Theory: Positivism and Beyond, Cambridge University
Press, pp. 279-300.

-Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas, 2005. Introduction to International Relations,
Perspectives & Themes, 2nd edition, Pearson & Longman, Chap. 4, pp. 103-128.

Critical Theory

Perkembangan studi ilmu hubungan internasional (HI) todak terlepas dari perdebatan dan proses
saling berdialog atau disebut dialektik. Adalah critical theory yang mulai berpengaruh dalam
studi HI sejak tahun 1980an yang membawa warna baru dalam HI. Critical theory pada
mulanyaa bukanlah perspektif HI murni namun berasal dari ilmu sosial yang berakar dari
pemikiran Marxis. Untuk itu dalam tulisan ini akan dibahas origin, asumsi dasarnya, argument,
tema utama dan kritik terhadap perspektif ini.

Seperti yang sudah disebutkan, critical theory berakar dari pemikiran Marx, Weber dan tokoh
sosial lainnya. Untuk alas an ini, critical theory sering disebut sebagai ‘open’ Marxism atau
‘marxist humanism’. Karena berangkat dari pemikiran Marx, critica theory mengedepankan
emansipatori atau pembebasan. Critical theory juga diilhami oleh masa enlightment dimana
manusia mulai memiliki kesadaran untuk menentukan sejarahnya sendiri. Sering timbul
kerancuan mengenai istilah critical theory. Dalam bidang filsafat dan sejarah, critical theory
dibagi menjadi dua. Yang pertama, segala pemikiran yang mengedepankan pada emansipatori
seperti feminisme, post-kolonial dan Critical Theory-Frankfurt School. Untuk aliran yang satu
ini akan disebutkan menggunakan huruf kecil, yakni critical theory. Yang kedua, adalah
perspektif yang berkembang dalam HI yang juga dikenal dengan Frankfurt School of thought
atau yang akan disebut dengan huruf besar Critical Theory (CT), yang akan kita bahas.
Kemunculan CT diawali dengan berkembangnya Frankfurt School of thought tahun 1920an-
1930an. Tokoh-tokohnya yang terkenal seperti Habermas dan Gramsci. Teori ini disebut teori
kritis karena menggunakan kapasitas manusia dalam hal mengkritik melalui pandangan individu
itu terhadap dunia, berdasar pengetahuan yang dimiliki individu itu. Teori kritis menempatkan
masyarakat sebagai objek analisanya dengan fokusnya pada emansipasi dalam hubungan sosial.
CT memiliki asumsi dasar yang cukup terpengaruh oleh pemikiran Marxis antara lain, yang
pertama, bahwa ‘human nature’ tidak tetap dan esensial, sifat manusia ditentukan oleh kondisi
sosial pada masa itu. Hal ini berbeda dengan teori tradisional lain seperti realisme dan
liberalisme yang menganggap sifat dasar manusia baik atau buruk. Yang kedua, setiap individu
dapat dikelompokkan dalam kelompok yang tercirikan yang memiliki kepentingan yang
kongkret. Yang ketiga, tidak ada ‘fakta’ tentang dunia, nilai yang kita percaya mempengaruhi
penilaian dan penjelasan kita terhadap dunia. CT berasumsi bahwa proses kognitif dipengaruhi
oleh nilai, ideologi dan kepentingan yang berkembang dalam kondisi sosialnya. Karena sifat
manusia dipengaruhi kondisi sosial, maka proses kognitif manusia dalam melihat suatu
fenomena pun pasti dipengaruhi nilai, ideologi dan kepentingan tertentu. Hal ini sebagai kritik
bagi revolusi Behavioralisme yang terjadi dalam studi HI antara 1960an-1970an yang mana
menganggap bahwa ilmu sosial dapat diperlakukan sama seperti sains, sehingga perilaku dalam
ilmu sosial dapat diprediksi. CT menekankan bahwa ilmu sosial—termasuk HI di dalamnya
adalah tidak bebas nilai. Yang keempat, pengetahuan sangat erat hubungannnya dengan
kepentingan manusia untuk emansipasi,. Yang kelima, mengesampingkan perbedaan—seperti
ras, gender, etnis—semua manusia berbagi kepentingan untuk mencapai pembebasan
(emansipasi), dan teori kritis sebagai doktrin universal mengenai hal ini (Steans and Pettiford,
2005 dengan beberapa ulasan dari penulis).

Ada beberapa tema yang dibahas dalam CT yang pertama, bahwa negara mendukung kapitalisme
global. Negara oleh CT, dianggap tidak mewakili kepentingan rakyatnya. Yang kedua,
emansipasi atau pembebasan. Pembebasan disini dimaksudkan dengan pembebasan dari segala
bentuk dominasi, seperti misalnya dominasi kelas ‘the have’ terhadap ‘the have not’ dalam
sistem kapitalis. Habermas menawarkan solusi bagi emansipatori ini dengan diadakannya open
dialog, dengan prinsip discourse ethic yang bertujuan untuk memberikan pengertian antar
komunitas politik.

Ada beberapa kritik terhadap teori ini. Yang pertama, Gramsci, sebagai salah satu pemikirnya
dianggap terlalu berfokus kelas-kelas dalam bidang ekonomi. Namun, hal ini telah berhasil
diseimbangkan oleh para pemikir lain dari critical theory seperti misalnya masalah gender,
lingkungan dan lai sebagainya. Kritik yang kedua, terhadap solusi yang ditawarkan oleh
Habermas, yakni open dialog, dimana dalam dialog terbuka tersebut tentunya sulit untuk
menyatukan pemikiran karena adanya kesenjangan antar partisipan. Setiap kelompok pasti
membawa kepentingannya masing-masing dan kelompok ‘the have’ pasti akan mendominasi
yang mengakibatkan suara dari ‘the have not’tidak atau kurang didengar.

Demikian sedikit ulasan tentang Critical Theory dalam Hubungan Internasional.

Daftar pustaka:
 Brown, Chris, 1994. Critical theory and postmodernism in international relations, in;
A.J.R. Groom & Margot Light (eds.), Contemporary International Relations: A Guide to
Theory. Pinter, pp. 56-68.
 Devetak, Richard, 2001. Critical Theory, in; Scott Burchill, et al, Theories of
International Relations, Palgrave, pp. 155-180.
 Linklater, Andrew, 1996. The achievements of critical theory, in; Steve Smith, Ken
Booth & Marysia Zalewski (eds.) International Theory: Positivism and Beyond,
Cambridge University Press, pp. 279-300.
 Linklater, Andrew. 2007. Critical Theory, in Martin Griffiths, International Relations
Theory for Twenty-First Century, Routledge, pp. 47-59
 Steans, Jill and Pettiford, Lloyd & Diez, Thomas, 2005. Introduction to International
Relations, Perspectives & Themes, 2nd edition, Pearson & Longman, Chap. 4, pp. 103-
128.

Anda mungkin juga menyukai