Anda di halaman 1dari 11

Teori-teori arsitektur mengacu pada :

indrawi/fenomenologi, general semantic, struktural/linguistik, adaptasi dan


analogi-analogi.

Filsafat adalah salah satu yang utama dalam pendekatan arsitektur.


Rasionalisme,
empirisisme, fenomenologi, strukturalisme, post-strukturalisme, dan
dekonstruktivisme adalah
beberapa arahan dari filsafat yang mempengaruhi arsitektur.

konsep tentang Sistem, yang dipahami sebagai paduan antara sosok-latar atau
formcontext,
melahirkan prinsip-prinsip dasar pada cybernetics, linguistik struktural dan teori
informasi. Demikian pula dengan Gestalt, konsep dasar dari psikologi persepsi
telah dikembangkan
pada teori problem-solving dan teori informasi. Kedua contoh itu juga telah
mempe-ngaruhi
secara mendalam arsitektur. Tidak ketinggalan filsafat fenomenologi yang
menghargai pengalaman
asli, mula-mula, antara manusia dengan fenomena yang ditangkap inderanya.

PAHAM FILSAFAT DALAM ARSITEKTUR


RASIONALISME
Rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan
bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis
yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama.
Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan
humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk
menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar
kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan
dengan kedua bentuk tersebut:
Humanisme
Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya.
Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan
atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas
menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.

Atheisme
Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau
dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai
adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya
berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme
modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum,
misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus
seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah
penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang
sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana,
yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual.
Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme
kontinental yang diterangkan Ren Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat
pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan
percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental
sama sekali.

EMPIRISISME
Empirisisme adalah suatu aliran falsafah yang menyatakan bahawa semua
pengetahuan diperolehi atau berdasarkan pengalaman. Dengan itu, ia juga
menyatakan bahawa semua kenyataan berkenaan pengetahuan terhadap dunia
hanya boleh dijustifikasikan oleh pengalaman. Epicurus adalah tokoh Yunani
yang menyebarkan aliran rasionalisme berpendapat bahawa pancaindera
adalah asas kepada ilmu yang benar. Pendirian yang sama juga didukung oleh
golongan stoisisme, yang mendakwa bahawa sejak manusia dilahirkan jiwanya
ibarat kain kosong (empty tablets) tetapi akan menerima corak yang
mewarnainya. Corak ini akan membentuk imej-imej yang seterusnya
melahirkan fikiran-fikiran teretentu. Baik Epicurus mahupun stoicisme
meyakini bahwa ilmu berpunca dari pancaindera, atau dari luar, bukannya dari
akal fikiran.
Tokoh-tokoh Barat moden yang mengembangkan aliran empirisisme ialah John
Locke (1632-1714), yang menganggap manusia dilahirkan dengan akal yang
kosong, yang baru dicorakkan oleh pengalamaan indera kemudiannya. Aliran
ini turut didokong oleh David Hume (1711-1776) dan Auguste Comte. Kemuncak
aliran emperisisme ialah kemunculan aliran positivisme oleh Auguste Comte
menerusi tiga teori tiga proses sejarah manusia, yang bermula dengan tahap
teologi, diikuti tahap metafisik dan akhirnya tahap positif. Pada tahap positif
inilah manusia dikatakan tidak lagi memerlukan agama dan spekulasi falsafah,
sebaliknya lebih memerlukan dan meyakini ilmu pengetahuan yang berasaskan
pengalaman positif, iaitu melalui pancaindera. Selepas itu timbul aliran neo-
positivisme yang menyambung tradisi empirisisme Comte, yang dikembangkan
oleh kelompok Vienna Circle yang menamakan aliran mereka positivisme logik
atau empirisisme logik. Perkembangan aliran positivisme dalam bentuk
ekstrem telah melahirkan aliran sensasionalisme yang hanya mengandalkan
pada pengalaman indera sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan yang
sah dan benar. Antara tokoh-tokoh aliran sensasioanlisme ialah dari Perancis
seperti Condillac (1715-1780), Helvitius (1715-1771). Dalam menghadapi
pertentangan di antara aliran rasionalisme dan aliran empirisisme, maka
muncul pula aliran falsafah idealisme Immanuel Kant yang cuba untuk
menggabungkan kedua-dua unsur rasionalisme dan empirisisme sebagai dua
sumber yang saling melengkapi di antara satu sama lain. Bagi Kant, kedua-dua
sumber adalah benar dari sudutnya masing-masing. Justeru, idealisme Kant
dianggap aliran epistemologi yang bersifat sederhana, yang cuba membentuk
sintesis antara rasionalisme dan empirisisme. Kant menegaskan dalam
bukunya, Critique of Pure Reason,

FENOMENOLOGI
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari
manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa
dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti
daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 -
1777), seorang filsuf Jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya
tentang ilmu yang tak nyata.
Dalam pendekatan sastra, fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif
atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik
awal dan usaha untuk mendapatkan fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat
dari apa yang kita alami. G.W.F. Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh
penting dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.

STRUKTURALISME
Strukturalisme adalah faham atau pandangan yang menyatakan bahwa semua
masyarakat dan kebudyaan memiliki suatu struktur yang sama dan tetap. [1]

Strukturalisme juga adalah sebuah pembedaan secara tajam mengenai


masyarakt dan ilmu kemanusiaan dari tahun 1950 hingga 1970, khususnya
terjadi di Perancis. Strukturalisme berasal dari bahasa Inggris, structuralism;
latin struere (membangung), structura berarti bentuk bangunan. Trend
metodologis yang menyetapkan riset sebagai tugas menyingkapkan struktur
objek-objek ini dikembangkan olerh para ahli humaniora. Struktualisme
berkembang pada abad 20, muncul sebagai reaksi terhadap evolusionisme
positivis dengan menggunakan metode-metode riset struktural yang dihasilkan
oleh matematika, fisika dan ilmu-ilmu lain.

Tujuan dari Strukturalisme


Tujuan Strukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang
tampak kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat
dan berjarak).
Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:
Bahwa yang tidak beraturan hanya dipermukaan, namun sesungguhnya di balik
itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.
Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terpola dan
terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai untuk
menjelaskan yang dipermukaan.
Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap yang
sebenarnya dalam penelitian mereka.
Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur
yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan. Seperti bahasa yang selalu
terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya adalah bunyi
atau cara pengucapan.
Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung
mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.

Masa Strukturalisme
Tahun 1966 digambarkan oleh Francois Dosse dalam bukunya Histoire du
Structuralism sebagai tahun memancarnya strukturalisme di Eropa, khususnya
di Prancis. Perkembangan strukturalisme pada tahun 1967-1978 digambarkan
sebagai masa penyebaran gagasan strukturalisme dan penerangan tentang
konsep strukturalisme serta perannya dalam ilmu pengetahuan.
Ciri-ciri Strukturalisme
Ciri-ciri strukturalisme adalah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek
melalui penyelidikan, penyingkapan tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu
hal melalui pendidikan. Ciri-ciri itu bisa dilihat dari beberapa hal; hirarki,
komponen atau unsur-unsur, terdapat metode, model teoritis yang jelas dan
distingsi yang jelas.
Para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomenologi yang
mereka anggap terlalu individualistis dan kurang ilmiah. Salah satu yang
terkenal adalah pandangan Maurice Meleau-Ponty yang menentang
fenomenologi dan eksistensialisme tubuh manusia. Pounty menekankan bahwa
hal yang fundamental dalam identitas manusia adalah bahwa kita adalah objek-
objek fisik yang masing-masing memiliki kedudukan yang berbeda-beda dan
unik dalam ruang dan waktu. [4]

Tokoh-tokoh Paham Strukturalis


Ferdinand De Saussure dalam linguistik.
Sebagai penemu stuktur bahasa, Saussure berargumen dengan melawan para
sejarawan yang menang yang pendekatan filologi. Dia mengajukan pendekatan
ilmiah, yang didekati dari sistem terdiri dari elemen dan peraturannya dalam
pembuatannya yang bertujuan menolong komnunikasi dalam masyarakat.
Dipengaruhi oleh Emile Durkheim dalam sebuah social fact, yang berdasar
pada objektivitas di mana psikologi dan tatanan sosial dipertimbangkan.
Saussure memandang bahasa sebagai gudang (lumbung) dari tanda tanda
diskusif yand dibagikan oleh sebuah komunitas. Bahasa bagi Saussure adalah
modal interpretasi utama dunia, dan menuntut suatu ilmu yang disebut
semiologi.

Levi-Strauss dalam masyarakat.


Metode Strauss adalah anthropologi dan linguistik secara serempak. Unsur-
unsur yang digelutinya adalah mengenai mitos, adat-istiadat, dan
masyarakatnya sendiri. Dalam proses analisisnya, manusia kemudian
dipandang sebagai suatu porsi dari struktur, yang tidak dikonstitusikan oleh
analisis itu, melainkan dilarutkan dengan analisis. Perubahan penekanan dari
manusia ke struktur merupakan ciri umum pemikiran strukturalis.

L.S Vygostsky, Jacques Lacan dan Jean Piaget dalam psikologi.


Jacques Lacan (Freudian) dalam psikologi menggambarkan pekerjaan Saussure
dan Levi-Strauss untuk menekankan pendapat Sigmund Freud dengan bahasa
dan argumen yang, sebagai sebuah tatanan kode, bahasa dapat mengungkapkan
ketidaksadaran orang itu. Hal ini masalah, bahwa bahasa selalu bergerak dan
dinamis, termasuk metafora, metonomi, kondensasi serta pergeserannya. Jean
Piaget sendiri menggambarkan Strukturalismenya sebagai sebuah struktur yang
terpadu, yaitu yang unsur-unsurnya adalah anggota dari sistem di luar struktur
itu sendiri. Sistem itu ditangkap melalui kognisi anggota masyarakat sebagai
kesadaran kolektif.

Frege, Hillbert dalam meta-logika meta-matematika.


Roland Berthes menerapkan analis strukturalis pada kritik sastra dengan
menganggap berbagai macam ekspresi atau analisis bahasa sebagai bahasa yang
berbeda-beda. Tugas kritik sastra adalah terjemahan, yaitu mengekspresikan
sistem formal yang telah dibentangkan penulisnya dengan suatu bahasa. Hal ini
terkait dengan kondisi zamannya.
Michel Foucault dalam filsafat.
Strukturalisme modern atau poststrukturalisme dalam bidang filsafat adalah
dengan mendekati subjektivitas dari generasi dalam berbagai wacana epistemik
dari tiruan maupun pengungkapannya. Sebagaimana peran isntitusional dari
pengetahuan dan kekausaan dalam produksi dan pelestarian disiplin tertentu
dalam lingkungan dan ranah sosial juga berlaku pendekatan itu. Dalam disiplin
ini, Focault menyarankan, di dalam perubahan teori dan praktek dari kegilaan,
kriminalitas, hukuman, seksualitas, kumpulan catatan itu dapat menormalisasi
setiap individu dalam pengertian mereka.

DEKONSTRUKSI

Seiring pergerakan waktu, pergerakan pendulum dalam berbagai bidang ilmu


pengetahuan mengalami berbagai bentuk evolusi. Sebagaimana yang telah
ditelaah secara menyeluruh, ilmu pengetahuan sendiri merupakan sebuah
akumulasi fakta, teori dan metode yang dihimpun oleh para tokoh tertentu
sebagai pencetus ilmu tersebut dalam suatu metode tertentu (Norberg-Schulz,
1984). Demikian pula dalam bidang arsitektur, Lloyd & Scott (1997)
menyebutkan bahwa perkembangan arsitektur sejalan dengan kebudayaan
manusia baik pola pikir maupun pola hidupnya.
Dalam perkembangan arsitektur pada era post-modern, terdapat beberapa
kelompok pemikiran. Seperti yang disebutkan oleh Sugiharto (1996), ada satu
kelompok yang lebih memfokuskan pada pemikiran yang terkait erat dengan
dunia sastra dan persoalan linguistik. Pemikiran dari kelompok ini cenderung
hendak mengatasi sebuah gambaran dunia modern melalui gagasan yang sama
sekali anti gambaran dunia. Kata kunci yang populer untuk kelompok ini adalah
dekonstruksi.

Dekonstruksi dalam Arsitektur


Dekonstruksi sendiri adalah sebuah konsep filosofi Perancis yang diturunkan
oleh Jacques Derrida, seorang filsuf Perancis, yang dalam aplikasi terapannya
tidak mudah disampaikan sebagaimana pemahaman yang baku mengenai
konstruksi, destruksi, dan rekonstruksi. Derrida mengajak semua orang
termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu karya agar
berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing masing. Keseluruhan ini
berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida menyebutkannya dalam
merajut rangkaian hubungan hubungan keterkaitan. Dalam tekniknya
terdapat beberapa teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di sini. Usaha
demikian diharapkan dapat memperjelas korelasi antara dekonstruksi dengan
arsitektur.
Diskontinuitas serta putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam setiap
komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri sendiri
(Adorno, 1997). Gagasan yang dituangkan dalam komponen komposisi yang
sebenarnya dikutip dari rujukan di tempat lain. Bentuk atau rupa material
konstruksi - lokasi. Jadi tidak pernah komponen komposisi berdiri sendiri yang
lahir dan tercipta dari ruang hampa. Differance mengangkat permasalahan
komposisi yang terdiri atas citatioans atau kutipan kutipan ke dalam suatu
komposisi. Dengan komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu
representsi pentunjuk yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir (entah di
mana). Komposisi ini memberikan suatu gambaran fragmen fragmen dari
sumbernya yang meng-ada di suatu lokasi dan tampil seolah olah utuh dan
stabil sebagai sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk atau rupa misalnya, tidak
pernah lepas dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Atas dasar merujuk pada sumber sumber tidak hadir itulah sebuah komposisi
meng-ada. Dengan itu pula apa yang hadir sebenarnya memberikan jejak
kepada sumber sembernya. Interpretasi komposisi menurut prinsip
differance tidak mungkin dilakukan tanpa membaca atau menelusuri jejak
jejak yang hadir ke dalam sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir
dengan hadirnya jejak jejak tersebut oleh Derrida dalam Adorno (1997)
disebut dissemination.
Dalam aspek kajian fenomenologi, dekonstruksi dipandang sebagai upaya atau
metoda kritis, tidak hanya berupaya merombak dan menstrukturkan kembali
berbagai bangunan teori atau karya - karya lewat elemen, struktur,
infrastruktur maupun konteksnya. Lebih dari itu, kekuatan kekuatan yang
berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti segala macam
atributnya, dikupas habis, dilacak asal usul dan perkembangannya, dicari
keterkaitannya dengan konsep konsep lain, digelar kemungkinan
kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap segala hal. Semua proses
tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik fenomenalnya.
Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari interplay kekuatan
kekuatan melalui kontradiksi kontradiksi, kesenjangan kesenjangan,
decomposition, disjunction, discontinuity, dan deformation, merupakan cara
untuk memperlihatkan kemungkinan kemungkinan ada dan mengada.
Arsitektur dekonstruksi merupakan pengembangan dari arsitektur modern.
Munculnya arsitektur dekonstruksi sekitar tahun 1988 dalam sebuah diskusi
Academy Forum di Tate Gallery, London. Kemudian disusul oleh pameran di
Museum of Art, New York dengan tema Deconstructivist Archiecture yang
diorganisir oleh Philip Johnson dan terdapat tujuh arsitek yang menampilkan
karya-karyanya, yaitu; Peter Esienman, Bernard Tschumi, Daneil Libeskind,
Frank Gerhy, Zaha Hadid, Rem Koolhaas, dan Coop Himmelblau. Gejala
Dekon dalam arsitektur telah menjadi tema perdebatan yang hangat dengan
karya-karyanya yang mendobrak aturan-aturan yang berlaku.
Pada 8 April 1988 dalam international Symposium on Deconstruction yang
diselenggarakan oleh Academy Group di Tate Gallery, dikukuhkan bahwa
dekonstruksi bukanlah gerakan yang tunggal atau koheren, meski banyak
diwarnai oleh kemiripan kemiripan formal di antara karya arsitek yang satu
dengan yang lainnya. Dekonstruksi tidak memiliki ideologi ataupun tujuan
formal, kecuali semangat untuk membongkar kemapaman dan kebakuan.
Aliran dekonstruksi mulanya berkembang di kalangan arsitek Perancis dan
Inggris, kemudian oleh Philip Johnson dan Mark Wigley melalui sebuah
pameran yang bertema deconstructivist Architecture yang di selenggarakan di
Museum of Art, New York, tanggal 23 Juni 30 Agustus 1988 mencetuskan
dekonstruktivisme yang lebih berkonotasi pragmatis dan formal serta
berkembang di Amerika. Telaah dan pemahaman dekonstruksi memerlukan
suatu kesiapan untuk belajar menerima beberapa kemungkinan phenomena.
Syarat dari semua ini berdiri di atas keterbukaan dan kesabaran. Keterbukaan
membiarkan phenomena berbicara langsung tanpa prekonseosi. Kesabaran
memberikan ruang kepada orang untuk mendengar lebih cermat dan seksama.
Deconstruction sebuah konsep Perancis yang diturunkan oleh Jacques Derrida
(lahir 1921) tidak mudah disampaikan sebagaimana pemahaman orang tentang
konstruksi, destruksi, dan rekonstruksi. Derrida mengajak semua orang
termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu karya agar
berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing masing. Keseluruhan ini
berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida menyebutkannya dalam
merajut rangkaian hubungan hubungan. Dalam tekniknya terdapat beberapa
teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di sini. Usaha demikian
diharapkan dapat memperjelas hubungan Deconstruction dan Rancang
bangunan.
Konsep utama memproduksi atau mengadakan karya bertolak dari konsep yang
oleh Derrida pada kasus literatur disebut differance. Dalam rancang bangun
konsep ini tidak dapat dipahami sebagai suatu pendekatan yang membuka
pemikiran bahwa karya bukanlah semata mata representasi yang direduksi
sebagai alat menyampaikan gagasan atau pesan. Merancang karya diharapkan
memberi peluang agar kemungkinannya berbicara bisa merdeka dari prinsip
dominasi. Differance memahami setiap komponen bahkan elemen dari
komposisi sebagai suatu potensi yang tidak terpisahkan keberadaan, peran dan
fungsinya dalam kesemestaan. Artinya mereka tidak hanya sebagai suatu alat
untuk menunjuk pada sesuatu gagasan atau ingatan atau nilai tertentu.
Diferance memberikan pemahaman baru bagaimana melihat elemen rancangan
rancang bangun dalam sebagai batas batas wilayah yang mengkaitkan :
manusia-material-konstruksi-rupa/bentuk dan tempat. Rancang bangunan
sebagai suatu keutuhan dan aspek aspeknya adalah jejak jejak dari suatu
kesemestaan yang mampu berbicara sendiri sebagai pembangun pemahaman
dunia. Seperti halnya suatu text rancang bangunan marupakan suatu
komposisi yang berosilasi di antara hadir dan absen. Dengan osilasi tersebut
terjalin suatu yang terputus putus sebagaimana pemahaman kita sebenarnya
akan dunia ini.
Diskontinuitas dan putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam setiap
komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri sendiri.
Gagasan yang dituangkan dalam komponen komposisi yang sebenarnya dikutip
dari rujukan di tempat lain. Bentuk/rupa material-konstruksi-lokasi. Jadi tidak
pernah komponen komposisi berdiri sendiri yang lahir dan tercipta dari ruang
hampa. Differance mengangkat permasalahan komposisi yang terdiri atas
citatioans atau kutipan kutipan ke dalam suatu komposisi. Dengan
komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu representsi petunjuk
yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir ( entah di mana ). Komposisi ini
memberikan suatu gambaran fragmen fragmen dari sumbernya yang
mengada di suatu lokasi dan tampil seolah olah utuh dan stabil sebagai
sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk/rupa misalnya, tidak pernah lepas dari
keinginan untuk melayani kebutuhan manusia. Atas dasar merujuk pada
sumber sumber tidak hadir itulah sebuah komposisi meng-ada. Dengan itu
pula apa yang hadir sebenarnya memberikan jejak kepada sumber
sembernya. Interprestasi komposisi menurut prinsip differance tidak mungkin
dilakukan tanpa membaca atau menelusuru jejak jejak yang hadir ke sumber
sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir dengan hadirnya jejak jejak
tersebut oleh Derrida disebut Dissemination.
Deconstruction sebagai upaya atau metoda kritis, tidak hanya berupaya
membongkar bangun bangun teori atau karya lewat elemen, struktur,
infrastruktur maupun contextnya. Lebih dari itu, kekuatan kekuatan yang
berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti atribut atributnya,
dikupas habis hingga telanjang bulat, dilacak asal usul dan perkembangannya,
dicari kaitan kaitannya dengan konsep konsep lain, digelar kemungkinan
kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap apa saja. Semua proses
pembongkaran tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik
phenomenalnya. Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari
interplay kekuatan kekuatan melalui : kontradiksi kontradiksi,
kesenjangan kesenjangan, decomposition, disjunction, discontinuity, dan
deformation, merupakan cara untuk memperlihatkan kemungkinan
kemungkinan ada dan mengada. Daya tarik deconstruction bagi dunia
rancang bangun terletak di dalam cara melihatnya bahwa ruang dan bentuk
adalah tempat kejadian yang selayaknya terbuka bagi yang mungkin dan yang
tidak mungkin.
Derrida secara jelas menolak gagasan bahwa penerapan deconstruction akan
menjadi semacam aliran atau langgam baru pada seni bangunan. Tetapi
pada kenyataannya adalah tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang disebut
arsitektur dekonstruksi akan memberikan dan membawa arsitek kepada arah
dan gerakan yang baru
Tokoh Arsitek :
1. Jacques Derrida
Post structuralism dianalogikan dengan suatu teks atau bahasa. Sebuah kata
terstruktur menjadi sebuah bahasa yang dapat membentuk sebuah
interpretasi/penafsiran. Pada pengertian ini, Jacques terpengaruh oleh
tokoh pendapat Ferdinand de Saussure,that meaning was to be found
within the structure of a whole language rather than in the analysis of
individual words.
Jacques juga berpendapat bahwa kita tidak bisa mendapatkan akhir dari
penafsiran sebuah kalimat-sebuah kebenaran, karena semua kalimat
memiliki banyak arti dan berbeda-beda. Tetapi ada sebuah kemugkinan
tentang penafsiran yang berlawanan dan tidak ada suatu jalan yang tidak
tertafsirkan untuk menjelaskan keberadaan penafsiran yang berlawanan ini.
Jacques mengembangkan paham dekonstruksi untuk uncovering
interpretasi/penafsiran teks yang beragam. Semua kalimat memiliki
ambiguitas sehingga untuk mendapatkan final interpretation adalah sesuatu
yang mustahil.
Post structuralism : Deconstruction
Filosofis panutan : Plato, FreudRousseau, Saussure
Sebagai sebuah konsep, Dekonstruksi adalah semangat. Gagasan Derrida
adalah ide untuk melakukan perlawanan untuk selamanya. Ia bersifat anti-
kemapanan. Itu artinya, ia juga tidak mencari sebuah kemapanan baru.
Sebagai sebuah energi, Dekonstruksi berkehendak melenting bebas tidak
beraturan.
Ia bukan logos, jadi jangan jadikan sebuah konstruksi. Benar bahwa
Dekonstruksi Derrida telah diadopsi dalam arts. Dalam seni instalasi, dalam
politik, juga dalam arsitektur. Namun demikian, Dekonstruksi bukanlah
sebuah logos, ia bukanlah sebuah pakem. Melainkan, sebuah dorongan
untuk memberontak.
Aku ingin menggunakan analogi bangunan rumah: Dalam rangka bangunan
pasti ada beberapa sambungan, misalnya saja di atap. Nah, dekonstruksi
adalah upaya untuk mengupas plester-plester atau plafonnya, kemudian kita
mengamati dengan teliti setiap sambungan rangka bangunan hingga kita
menemukan kesalahan-kesalahan di setiap sambungan. Itulah dekonstruksi;
menunjukkan kesalahan. Dengan terus-menerus. Mencari sebuah
kesadaran, kritis, dan wataknya ; membangunkan! Tetapi tidak akan pernah
mencapai konstruksi baru, dan tidak akan pernah selesai.

2. Bernard Tschumi
Dekonstruksi merupakan Analisis (dari tanpa menjadi apa)
Architecture of events : tak ada arsitektur tanpa events, tanpa action, tanpa
activity, tanpa function; arsitektur harus terlihat sebagai kombinasi ruang,
events dan pergerakan, tanpa hirarki atau preseden apapun diantara
ketiganya
Arsitektur menggabungkannya dalam kombinasi preseden programatik
1. Crossprogramming : penerapan suatu program pada suatu konfigurasi
ruang yang tidak semestinya, misal : kafe untuk sinema.
2. Transprogramming : mengkombinasikan 2 program kegiatan tanpa
memperdulikan ketidaksesuaian, misal : perpustakaan dan sinema
3. Disprogramming : mengkombinasikan 2 program sehingga konfigurasi
spasial program A mengkontaminasi program dan konfigurasi spasial
program B; misal : program sinema untuk fasilitas komersial.
3. Coop Himelb(l)au
Prosedur kerja : menerpkan teori generative power of language
(pemahahaman yang diambil dari Jacques)
Penerapannya : Kedua memulai proses rancangan dengan obrolan yang
berkepanjangan yang disertai dengan coretan terus menerus sampai
tindakan komunikatif tertentu mereka berhenti dan sketsa (coretan)
dihasilkan.
4. Eisenman
Gianni Vattimo was talking about, with weak forms, la forma debole, which
means that image is not so important but ideas are.
What I'm trying to do is to express ideas in my work, so that when people
experience the work they say 'why is it like this?'
(Pendapat eisenmen)
contoh :
1. Dianalogikan seperti sebuah film. Pada umumnya orang film
menonjolkan sisi visual tetapi eisenmen berpendapat bahwa
menikmati sebuah film tidak hanya menggunakan visual saja.
Sehingga einsmen menganalisis bahwa sebuah film seharusnya juga
dinikmati melalui indra lainnya dengan porsi yang lebih besar
daripada indra visual
2. Analogi seperti sebuah ruang. Eismen ingin membuat sebuah ruang
dengan pemikiran dari tanpa menjadi ada.

KONTEKSTUALISME

Latar Belakang
Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur
modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang
memperhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya.
Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan
preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang
bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau
menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah
kontinuitas visual.

Definisi Kontekstualisme
Brent C Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980) menjelaskan,
kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan
mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain,
kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap
lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter
suatu tempat.
Kontekstualisme bukan meniru bangunan lama !
Bagaimana penerapan kontekstualisme dalam sebuah bentuk desain
arsitektur?
Karakteristik Desain Kontekstual
Bangunan kontekstual tidak berdiri sendiri dan berteriak Lihatlah Aku!
tetapi bahkan cenderung menjadi suatu bangunan yang bersifat latar
belakang.
Teknik mendisain dengan faham Kontekstualisme dapat dikembangkan
untuk dapat memberikan jawaban khususnya untuk kondisi-kondisi yang
bersifat morfologis, tipologis, dan pragmatis menjadi bersifat pluralistik
dan fleksibel.
Selain itu juga bukan dogmatis rasional atau terlalu berorientasi pada
kaidah-kaidah yang terlalu universal.
Kriteria Kontekstualisme
Fit (pas) pada lingkungannya
Merespons lingkungannya
Menjadi perantara bagi lingkungannya
Mungkin melengkapi pola implisit dari lay-out jalan atau
memperkenalkan sesuatu yang baru
Beberapa Variasi Pendekatan Desain Kontekstual
Mengambil motif-motif desain setempat : bentuk massa, pola atau irama
bukaan, dan ornamen desain.
Menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya
kembali sehingga tampak berbeda.
Melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama
atau mendekati yang lama.
Mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras).
Arsitek yang Menerapkan Kontekstualisme dalam Karyanya
The Museum of Fine Arts in Boston : Foster & Spencer de Grey
Lowell's Beaux Arts, Pyramid de Louvre :I M Pei
Manhattan's Morgan Library : Renzo Piano
Steven Holl
Hardy Holzman Pfeiffer
Tod Williams Billie Tsien
Justus Dahinden
Kegagalan Arsitektur Menurut Penganut Paham Kontekstualism
Kurangnya pengertian tentang urban context
Penekanan yang berlebihan pada obyek dan bukannya pada jaringan
(tissue) antar mereka
Mendisain dari dalam ke luar dan bukannya dari ruang luar (eksterior) ke
dalam.
PHENOMENOLOGY
A. The phenomenon of place
1. Phenomena :hal yang terdapat di dunia setiap harinya.
2. Place : bentuk concrete dari sekitar, Segala sesuatu yang ada dapat
menentukan karakter sekitar. Tidak hanya terdiri dari sesuatu yang dapat
dilihat tetapi juga terdiri dari sesuatu yang dapat dirasakan.
3. Phenomena yangada dapat menjelaskan space dan karakter yang ada.
4. Phenomenologi memilki pokok- pokok yang mengenai ontologi, psycologi,
ethics, dan estetika.
5. Space
Space artian tiga dimensi yang biasa disebut concrete space yaitu penglaman
sehari hari
6. Karakter
Karakter ditentukan oleh faktor material dan peraturan formal pada suatu
wilayah. Suatu wilayah yang berbeda akan menciptakan karakter yang
berbeda pula.
7. Georg Trakl menjelaskan suatu phenomena dalam kehidupan sebagai sesuatu
yang berisi suatu karakter dan space. Melakukan pendekatan terhadap
fenomena yang terjadi sesuai kejadian yang kongkret.
B. Spirit of place
1. Meliputi keunikan, kekhususan maupun semacam penghargaan terhadap
sebuah tempat
2. Spirit of place mampu memberikan identitas bagi suatu wilayah place
3. Spirit of place dari sebuah wilayah mampu terbentuk apabila manusia yang
merasakan spirit of place to be dwel di tempat tersebut.
4. Faktor yang mempengaruhi spirit of place
1. Orientation = to know where he is
2. Identification= to know how he is in a certain place
3. Orientation dan identification menjadi aspek yang dari sebuah hubungan
antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Tanpa sebuah identification
yang benar maka tidaklah mungkin manusia mengetahui orentasinya.
4. Dalam masyarakat modern orientation lebih diutamankan dan tidak
berjalan seimbang dibanding identification, akibatnya psychologycal sense
berubah menjadi alienation (pengasingan)
Dwell/mendiami/bertempat tinggal
1. Dwell berasal dari kata dvelja yang artinya masih melekat atau
mengingatkan
2. Dwell berarti menjadi nyaman di tempat yang aman
3. Ketika manusia mendiami sebuat tempat maka secara serempak dia berada
di tempat itu dan mampu melihat karakter dari lingkungannya.

Anda mungkin juga menyukai