Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. RASIONAL (DASAR PEMIKIRAN)


Secara etimologis filsafat berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang terdiri
dari kata philos yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Secara
harfiah, filsafat dapat diartikan sebagai aktivitas pencarian kebenaran suatu ilmu
pengetahuan melalui suatu proses berpikir mendalam sehingga bermuara pada
perolehan makna kebijaksanan. Lahirnya filsafat dilatarbelakangi oleh kemampuan
akal manusia yang secara kodrati di anugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Kemampuan manusia untuk berpikir dan menganalisis fenomena sekitarnya seperti
keberadaan alam semesta, pergantian musim, pergantian siang dan malam
menimbulkan berbagai pertanyaan akan kehidupan, baik tentang Tuhan maupun
esensi tujuan kehidupan manusia. Pencarian makna kebijaksanaan ini tidak pernah
selesai selama manusia terus berpikir dan melakukan penyeledikan tentang suatu
fenomena yang terjadi disekitarnya.
Ilmu dapat diartikan sebagai seperangkat pengetahuan yang diuji kebenarannya
melalui cara-cara yang teratur, terarah dan berkelanjutan, maksudnya adalah setiap
ilmu harus melewati proses metode ilmiah yang tidak bisa terbantahkan. Namun,
perlu digaris bawahi bahwa filsafat memproyeksikan sesuatu hal secara umum akan
tetapi ilmu memproyeksikan objek telaahnya berdasarkan bidang-bidang tertentu
sesuai dengan disiplin ilmunya. Berdasarkan defenisi secara umum tentang filsafat
dan ilmu maka dapat dirumuskan pengertian filsafat ilmu adalah pengakajian secara
menyeluruh mengenai objek yang akan diamati melalui berbagai metode ilmiah untuk
mendapatkan kebenaran yang hakiki dari suatu ilmu. Implikasi filsafat ilmu bagi
ilmuan adalah sebagai landasan bagi lahir, tumbuh kembang dan kokohnya suatu ilmu
pengetahuan. Proses pengembangan ilmu pada hakikatnya tidak terlepas dari usaha
ilmuan untuk melakukan hal-hal baru dan bersifat terbuka seperti menerima kritikan,
menerima penemuan baru yang di uji kembali oleh ilmuan lain. Filsafat ilmu
memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan karena

1
memiliki esensi seperti membuka pola pikir terhadap seluk beluk ilmu, memikirkan
hal-hal yang melatarbelakangi suatu ilmu seperti sejarah dan memberikan
pemahaman tentang etika berpikir ilmuan untuk selalu bermanfaat untuk
kemaslahatan manusia.

Proses pencarian kebenaran ilmu pengetahuan disebut epistemologi,


hakikatnya epistemologi berkaitan dengan sumber pengetahuan dan cara-cara
memperoleh pengetahuan. Para filsuf dari masa ke masa terus melakukan inovasi
pemikiran terhadap perkembangan epistemologi filsafat, yang dimulai sejak filsafat
yunani kuno hingga filsafat kontemporer yang ada sampai sekarang. Inovasi berupa
pemikiran yang kritis, membuat para filsuf menemukan kelebihan dan kelemehan
berbagai aliran filsafat sehingga aliran yang baru merupakan aliran yang mampu
menutupi kelemahan aliran epistemologi lama. Istilah kontemporer pada umumnya
berarti saat ini, sekarang, atau zaman pada saat penutur/pembicaraan/pendengar
melakukan kajian mengenai hakikat kebenaran. Arti lain dari kontemporer adalah
zaman pada saat suatu masalah muncul dan kemudian mendapat jawabannya. Filsafat
Barat Kontemporer berarti berkaitan dengan isu-isu kekinian yang mendasar yang
dicarikan jawabannya oleh para filsuf. Periodisasi filsafat kontemporer ini biasanya
masih mengacu pada kurun waktu abad XIX sampai sekarang. Sesuai dengan
dinamika tuntutan rasionalitas, filsafat mengalami beberapa pergeseran yang khas.
Pergeseran pertama adalah dari paradigma yang cosmosentris lewat paradigma
theosentris ke paradigma antroposentris. Wawasan kosmosentris adalah wawasan
filsafat Yunani. Hal lain yang dianggap sebagai alasan timbulnya epistemologi filsafat
kontemporer adalah profesionalisasi disiplin filsafat, para filsuf yang ada saat ini buka
hanya profesional di bidangnya masing-masing, tetapi juga telah membentuk
komunitas-komunitas dan asosiasi profesional sehingga memudahkan untuk membuat
kajian tentang filsafat yang memiliki sumbangan untuk era globalisasi yang serba
modern dan komprehensif, hal tersebutlah yang menjadi kerangka alasan timbulnya
epistemologi filsafat kontemporer. Secara Implisit buku ini khusus membahas
mengenai epistemologi filsafat kontemporer yang meliputi Epistemologi

2
Struktrualisme, Epistemologi Postrukrualisme, Epistemologi Modern, Epistemologi
Hermeneutika, dan Epistemologi Postmodern.

B. RUANG LINGKUP LAPORAN BUKU

Buku yang menjadi sumber laporan buku ini berjudul “Filsafat ilmu: Sebuah
Analisis Kontemper“ yang ditulis oleh Zaprulkhan pada tahun 2015. Buku ini
berupaya mengeksplorasi pernak-pernik wacana epistemologi kontemporer yang
diuraikan sangat lengkap meliputi epistemologi struktrualisme, epistemologi
postrukrualisme, epistemologi modern, epistemologi hermeneutika, dan epistemologi
postmodernisme. Ruang lingkup laporan buku ini meliputi:
A. Deskripsi Epistemologi Kontemporer dalam Filsafat Ilmu
1. Epistemologi Strukturalisme
2. Epistemologi Poststrukturalisme
3. Epistemologi Fenomologi
4. Epistemologi Harmeneutika
5. Epistemologi Postmodernisme
B. Pembahasan
1. Epistemologi Kontemporer
2. Pengaruh Epistemologi Kontemporer (Postmodernisme) terhadap Pendidikan dan
Bimbingan Konseling.

3
BAB II
DESKRIPSI EPISTEMOLOGI KONTEMPORER DALAM FILSAFAT ILMU

Epistemologi kontemporer berkembang pada awal abad ke-20, ditandai


dengan variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Isi laporan buku ini
mencakup beberapa epistemologi kontemporer seperti epistemologi strukturalisme,
epistemologi poststrukturalisme, epistemologi fenomologi, epistemologi
hermeneutika epistemologi kritis dan epistemologi postsmodernisme.
A. Epistemologi Strukturalisme
Epistemologi Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang
mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai
suatu struktur yang sama dan tetap. Pemikiran strukturalisme beranggapan bahwa:
a. Strukuralie tidak menganggap penting individu sebagai subjek pencipta, dan
melihat lebih sebagai penggunaan kode yang tersedia
b. Strukturalisme memberikan perhatian yang sedikit pada masalah sebab akibat, dan
memusatkan dirinya pada kajian tentang struktur
c. Strukturalisme tidak menganggap penting pertanyaan tentang sejarah dan
perubahan dan lebih berkonsentrasi pada kajian hubungan antara seperangkat
unsur-unsur dalam suatu sidtem pada satu waktu tertentu.

Ciri khas epistemologi strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan


aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak
terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem
tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yang
idealistik karena strukturalisme mengkaji pikiran-pikiran yang terjadi dalam diri
manusia. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep
hingga munculnya simbol-simbol atau tanda-tanda (termasuk didalmnya upacara-
upacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem
bahasa. Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai
proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia. Ciri-ciri strukturalisme adalah
pemusatan pada deskripsi keadaan aktual objek melalui penyelidikan, penyingkapan

4
tabiat, sifat-sifat yang terkait dengan suatu hal melalu pendidikan. Pada hakikatnya
para ahli strukturalisme menentang eksistensialisme dan fenomologi yang mereka
anggap individualistis dan kurang ilmiah. Gagasan-gasan strukturalisme juga
mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdispliner tentang gejala-
gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu alam.
Tokoh yang mempelopori epistemologi strukturalisme adalah Ferdinand de Saussure
yang meyakini bahwa bahasa merupakan pelembagaan sosial yang tidak pernah
berubah sesuai dengan keinginan individu melainkan bahasa berubah dalam putaran
sang waktu tanpa bergantung pada kehendak para penuturnya.

B. Epistemologi Postsrukturalisme

Lahirnya epistemologi postrukruralisme merupakan reaksi penyempurnaan


sekaligus penentangan terhadap aliran strukturalisme. Perhatian utama
poststrukturalisme adalah struktur bahasa dan ini merupakan bagian dari apa yang
dikenal sebagai linguistic turn (lingkaran bahasa) yang secara dramatis mengubah
sifat ilmu-ilmu sosial dan fokus ilmuwan ilmu sosisal kebanyakan bergeser dari
struktur sosial ke struktur bahasa secara dramatis mengubah sifat ilmu-ilmu sosial dan
fokus ilmuwan ilmu sosisal kebanyakan bergeser dari struktur sosial ke struktur
bahasa. Adapun tokoh utamanya adalah Claude Levi-Strauss anthropolog Prancis,
yang memperluas kajian Saussure tentang bahasa ke persoalan-persoalan
anthropologis. Namun, pembahasan dalam tulisan ini hanya menekankan pada
pemikiran postsrukturalisme yang dikemukakan oleh Michel Foucault.

Epistemologi postsrukturalisme menekankan peran bahasa menjadi sangat


penting dalam memahami dan mengkaji poststrukturalisme, karena melalui bahasa
dan pengalaman kebahasaan berbagai fenomena serta pengalaman kehidupan manusia
dapat terkuak. Pengalaman kebahasaan itu dapat terwujud melalui berbagai karya
seperti karya sastra, seni drama, film, dan sebagainya. Poststrukturalisme berusaha
mengangkat relasi yang muncul karena adanya problem teks. Ini berarti
poststrukturalisme harus mencari problem pada karya sastra, seperti struktur

5
semiologis, ideologis, dan subjektivitas. Apabila ketiga problem tersebut teratasi
maka poststrukturalisme dapat berperan melalui relasi yang ada.

C. Epistemologi Fenemologi

Keberadaan epistemologi fenemologi dlatarbelakangi oleh kegelisahan


Edmund Husserl yang beranggapan bahwasanya filsafat yang selama ini berkembang
hanya membahas hal-hal remeh daripada hal esensial (berhubungan dengan landasan
pembangun filsafat). Edmund Husserl mencita-citakan filsafat yang dibangun di atas
sebuah landasan absolut. Istilah fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon
yang berari sesuatu yang nampak, perlu digarisbbawahi bahwasanya epistemologi
fenomologi tidak hanya mengungkapakan peristiwa yang tampak oleh panca indera
namun juga dapat mengamati peristiwa melalui pertimbangan rohani (jiwa).
Epistmologi fenomologi menitikberatkan pada kesadaran manusia sehingga dalam
penerapannya fenomologi menolak secara total semua asumsi filsafat yang
berkembang melalui penelaahan isi pengetahuan yang bersifat absolut, dalam
menganalisis esensi dari sebuah peristiwa atau fenomena tiga metode yang menjadi
karakteristik dari epistemologi fenemologi yang berkaitan yakni reduksi fenemologis,
reduksi eidetic dan reduksi transendental.

a. Reduksi Fenomologis, merupakan tahapan penyaringan segala bentuk


pengalaman yang didapat melalui panca indera, proses penyaringan ini
bertujuan untuk menghilangkan prasangka, anggapan sementara yang keliru.
Proses ini berlanjut pada tahapan menganalisis peristiwa berdasarkan fakta-
fakta empiris yang berupa fakta di lingkungan sekitar.
b. Reduksi Eidetic, merupakan tahapan mengambil intisari atau esensi dari sebuah
peristiwa. Pengambilan kesimpulan ini tidak berlangsung instan dan praktis
tetapi memerlukan waktu untuk melakukan penilaian. Pada tahapan ini, semua
status sosial individu dikesampingkan dalam menganalis suatu peristiwa hal ini
disebabkan untuk menghindari kesubjektifan dalam melakukan analisis dan
interpretasi dari suatu peristiwa

6
c. Reduksi Transendental, merupakan tahapan penilaian kesadaran yang
memadai. Pada tahapan ini penilaian akan peristiwa atau objek tidak diperlukan
lagi, namun lebih menekankan pada kesadaran alami individu.

Epistemologi fenomologi memiliki keistemewaan yaitu mampu


menganalisis esensi dari sebuah peristiwa atau fenomena. epistemologi fenomologi
merupakan epistemologi pertama dalam menyikap realitas fenomena yang belum
pernah diselidiki oleh aliran filsafat manapun. Edmund Husserl sebagai Bapak
epistemologi fenomologi juga menyerukan ajakan untuk menghayati secara
paripurna objek-objek kehidupan secara lebih dalam sehingga menemukan hakikat
kebenaran. Kelemahan Epistemologi Fenomologi tedapat pada tahapan terakhir
dalam menganalisis suatu fenomena yaitu pada tahapan transendental, alasannya
adalah karena pada tahapan ini Husserl sangat menekankan agar berpijak kepada ego
transedental yang berupa kesadaran diri tanpa adanya pertimbangan dengan hal
diluar kesadaran diri seperti pengalaman empiris dan pengetahuan. Alasan tersebut
mengasumsikan bahwasanya Epistemologi Fenomologi cenderung idealis bahkan
para penganut epistemologi ini urung menggunakan tahapan ketiga ini. Meskipun
begitu, epistemologi fenomologi mengajarkan untuk lebih bersikap kritis dalam
memahami suatu fenomena dalam kehidupan. Bersikap krtis maksudnya tidak
langsung menerima informasi, pandangan dan pemikiran tertentu tetapi perlu analisis
seksama dalam melakukan penilaian.

D. Epistemologi Hermeneutika
Hermeneutika dapat diartikan secara umum sebagai teori atau filsafat
mengenai penafsiran makna yang berasal dari kata-kata seseorang yang ahli. Secar
khusus, hermeneutika meyadari bahwa pemahaman yang benar harus dicari terus-
menerus dan diperbaiki seiring putaran waktu. menghasikajan metode yang bagu da
khusus Hermeneutika secara kritis mengajak seluruh individu Latarbelakang
timbulnya epistemologi hermeutika adalah sejak seorang Tokoh mitologis yang
bernama Hermes mendapatkan pesan suci dari Jupiter kepada manusia. Hermes
bertugas menyampaikan pesan-pesan dari dewa gunung Alympus kepada manusia

7
melalui kata-kata. Proses penafsiran berupa interpretasi yang disampaikan kepada
orang lain inilah yang disebut hermeneutika. Sejarah hermeneutika sebagai wacana
penafsiran telah lama dilakukan semenjak abad peradaban telah dimulai. Namun
gema hermeneutika sebagai disiplin ilmu secara teoritis baru mucul pada permulaan
bad ke-19 dengan tokoh utamanya Scheleiermacher. Teks-teks yang ditafsirkan
berupa teks suci seperti kitab agama Kristen. Terdapat tiga paradigm hermeneutika
kontemporer yaitu hermeneutika teoritis, hermeneutika filsafat dan hermeneutika
kritis.

F. Epistemologi Postmodernisme
Keberadaan gerakan postmodermisme dilatarbelakangi oleh kegagalan
gerakan sebelumnya yaitu gerakan modernisme. Gerakan modernisme terbentuk
sebagai dampak dari peristiwa-peristiwa penting seperti revolusi ilmu pengetahuan,
revolusi perancis dan revolusi industri Inggris. Gerakan modernisme dikenal sebagai
fase transformasi dari kungkungan dan ikatan aliran abad pertengahan. Selain itu,
gerakan modernisme juga meyuguhkan sebuah tujuan meraih kebenaran sejati untuk
kehidupan yang penuh dengan kesadaran, rasional dan mandiri. Secara kompleks
gerakan modernisme hanya menyajikan pilihan-pilihan kebenaran yang dituangkan
dalam melalui fakta-fakta atau narasi sehingga para ilmuan harus mengikuti pilihan
itu tanpa adanya kebebasan memilih karena pada hakikatnya kebenaran yang
ditawarkan gerakan modernisme memiliki kebenaran yang mutlak. Karakteristik
aliran modernisme ini ditandai dengan penghapusan kelas sosial individu yang
berabad-abad menjadi sumber permasalahan diskriminasi.

Seiring perkembangan waktu, gerakan modernisme disanggah karena


pencarian pengetahuan hanya menekankan pada hakikat kebenaran tanpa adanya
kebebasan dalam memilih bagaimana seharusnya individu hidup. Pemikiran
postmodernisme tidak hanya diperuntukkan untuk penghapusan kelas sosial antara
dua dimensi yang berlainan seperti rasional/irasional, barat/timur dan kulit putih/kulit
hitam, tetapi diperuntukkan untuk aktivitas yang lebih luas seperti kesenian, arsitektur

8
dan sastra. Para filsuf postmodernisme tidak membedakan tatanan sosial individu dan
lebih menerima perbedaan dan keberanekaragaman individu akan tetapi mereka
masih ragu-ragu akan kemajuan seperti perkembangan liberlisme yang
memungkinkan untuk berkembangnya rasionalitas yang mendunia. Gerakan
postmodernisme menekankan pada pembebasan untuk menentukan pilihan sesuai
dengan pengetahuan yang dimiliki, tanpa adanya tekanan dan hukuman.
Sederhananya, gerakan postmodernisme sangat menjunjung tinggi akal pikiran
individu sehingga mampu menyibak tirai-tirai kebudayaan dan melakukan penilaian
mandiri mengenai benar dan salah. Terdapat dua kecenderungan gerakan
postmodernisme, yakni pertama postmodernisme skeptik yang bercirikan sikap
menantang akan epistemologi, antifondasi, anti ideologi dan anti sosial. Kedua,
postmodernisme afirmatif yang menekankan pada banyaknya pemahaman berbeda
dalam menemukan kebenaran ilmu pengetahuan.

Kontribusi yang ditawarkan oleh gerakan postmodernisme adalah berupa


pengakuan akan keberagaman manusia (heterogen) sebagai contoh perbedaan
individu adalah hal yang wajar sehingga akan menimbulkan beberapa pemahaman
untuk bisa menghargai beberapa kultur, ras, etnis dan aspek perbedaan lainnya.
Gerakan postmodernisme juga tidak sepi dari kritikan para filsuf yang menyingkap
sejumlah yakni pertama gerakan postmodernisme lebih cenderung memperhatikan
hal-hal yang kecil sehingga melupakan hal-hal yang besar seperti fondasi
terbentuknya ilmu pengetahuan. Kedua, gerakan postmodernisme kabur akan ideologi
maksudnya adalah tidak ada batasan mengenai baik dan buruk sehingga hal ini
dianggap tidak mempedulikan prinsip moral yang harus dijunjung tinggi. Gerakan
postmodernisme juga telah membawa kontribusi yaitu medorong timbulnya rasa peka
terhadap perbedaan manusia, menjunjung tinggi kebebasan yang merupakan hak asasi
kodrati manusia.

9
BAB III

PEMBAHASAN, IMPLIKASI, KESIMPULAN


A. PEMBAHASAN
1. Epistemologi Kontemporer
Menurut Mukhtar Latif (2015: 196) secara bahasa epistemologi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu episteme yang berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Epistemologi yaitu cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur,
metode, dan sahnya (validitasnya) pengetahuan. Dalam Bahasa Inggris epistemologis
disebut sebagai The Theory of Knowledge dan dalam bahasa Indonesia epistemologi
disebut filsafat pengetahuan. Selanjutnya Salahudin (2011:131) menyatakan
epistemologi adalah analisis filosofis terhadap sumber-sumber pengetahuan,
epistemologi tidak hanya mempelajari asal mula, sumber, dan bagaimana cara atau
metode yang digunakan dalam mendapatkan ilmu, akan tetapi epistemologi juga
merupakan suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis
(Zaprulkhan, 2016: 63). Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan, disimpulkan
bahwa epistemologi merupakan suatu cabang filsafat yang membahas tentang
bagaimana proses yang memungkinkan untuk suatu ilmu memperoleh kebenaran
hakiki tentang prosedur, kriteria, metode yang digunakan untuk mendapatkan
pengetahuan berupa ilmu yang besifat evaluatif, normatif, dan kritis.
Proses mencari kebenaran mengenai suatu ilmu sangat perlu dipelajari oleh
siapa saja yang ingin mendalami suatu disiplin ilmu. Secara implisit epistemologi
bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari
pengetahuan manusia. Selain itu, epistemologi juga mengkaji pengandaian-
pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan
itu. Epistemologi juga mencoba memberi pertanggungjawaban rasional terhadap
kebenaran dan obyektivitasnya. Berdasarkan uraian diatas maka epistemologi dapat
dinyatakan sebagai disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kritis. Evaluatif
berarti bersifat menilai. Epsitemologi menilai apakah keyakinan, sikap, pernyataan
pendapat, teori pengatahuan dapat dibenarkan, diajamin kebenarannya, atau memiliki

10
dasar yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Menurut Sudarminta (2012:
26) sekurang-kurangnya ada tiga alasan yang dapat dikemukakan mengapa
epistemologi perlu dipelajari yaitu pertimbangan strategis, pertimbangan kebudayaan
dan pertimbangan pendidikan.
Berdasarkan uraian mengenai argumen pentingnya mempelajari epistemolgi
dapat disimpulkan bahwa epistemolgi memberikan banyak manfaat bagi
perkembangan berbagai bidang tertentu seperti kekuasaan, kebudayaan dan bidang
pendidikan. Alsasan pentingnya mempelajari epistemologi timbul dari respon
individu terhadap suatu ilmu yang ditilik dengan epistemologi. Sederhananya, setiap
ilmu yang ditilik menggunakan epistemologi pasti melewati proses analis dan
penarikan kesimpulan tentang kebenaran yang hakiki. Dengan adanya epistemologi
suatu ilmu akan lebih kuat dan memiliki ketetapan yang tinggi. Perkembangan
epistemologi dalam filsafat tidak terlepas dari aliran filsafat yang berkembang jika
ditinjau dari waktu perkembangannya seperti aliran filsafat klasik yang dimulai sejak
filsafat Yunani kuno dan filsafat abad pertengahan. Selanjutnya, perkembangan aliran
filsafat modernisme sebagai transformasi dari filsafat klasik yang bersifat mengekang.
Kemudian, dewasa ini juga dikenal dengan aliran filsafat kontemporer yang sangat
menjujung kebebasan dan hak asasi manusia.
Menurut Shidarta (2004:75) beberapa pemikiran filsafat yang muncul pada
masa kini sesungguhnya berangkat dari reaksi terhadap pendekatan empirik yang
diterapkan terutama pada zaman modern. Pendekatan tersebut dianggap tidak cocok
lagi digunakan untuk ilmu-ilmu manusia dan budaya saat ini, untuk itu
diperkenalkanlah pendekatan kontemporer. Menurut Zainal Abidin (2011:123)
epistemologi kontemporer berkembang pada awal abad ke-20, ditandai dengan variasi
pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Pemikiran filsafat tersebut seperti
analisis bahasa, kebudayaan (antara lain postmodrenisme), kritik sosial, metodologi
(fenomologi, heremeutika, strukturalisme), filsafat hidup (eksistensialisme).
Epistemologi kontemporer menyajikan cara pemerolehan atau metode baru yang
digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan
zaman. Epistemologi kontemporer juga menekankan tentang manusia dan bahasa

11
manusia, ilmu pengetahuan, kesetaraan gender dan isu-isu aktual yang berkaitan
dengan budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan dan hak
asasi manusia. kehadiran epistemologi kontemporer di abad ke-20 merupakan suatu
pencapaian yang sangat signifikan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan hal ini
sesuai dengan kajian Syarifuddin (2011: 246) dalam artikelnya yang memaparkan
bahwa filsafat kontemporer sangat memainkan peranan yang luar biasa dalam
mewujudkan kesadaran intelektual manusia serta sangat berpengaruh atas ilmu-ilmu
seperti fisika, sosiologi, psikologi, ilmu hukum, ilmu politik, dan teologi dan
sebagainya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwasanya kehidupan
manusia di zaman globalisasi ini penuh dengan berbagai persoalan, pertama
persoalan mengenai cara berpikir terhadap suatu ilmu pengetahuan tertentu, yang
menuntut para ilmuan untuk lebih krisis dalam memecahkan masalah menggunakan
metode ilmiah secara tepat dan cernat. Kedua, pada masa kini, ilmu pengetahuan telah
memperoleh banyak kemenangan dalam disiplin ilmu-ilmu alam serta pemahaman
terhadap realitas. Orientasi inilah yang ingin dicapai oleh filsafat-filsafat
kontemporer. Berdasarkan uraian tersebut, maka ditemukan bahwa kebanyakan
filsafat-filsafat ini bersifat realis, jika kita menafikan beberapa filsuf yang
menyerukan dan sangat berpegang pada idealism. Ketiga, Epistemologi kontemprer
muncul karena masalah kemajuan peradaban dan teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam berbagai lapangan kehidupan yang berbeda.
Keempat, bahwa para filsuf kontemporer diam-diam berusaha untuk membangun
sebuah mazhab filsafat yang saling menyempurnakan, sehingga dapat dikatakan
bahwa tida ada lagi bentuk aliran dalam filsafat kontemporer.

Pembahasan mengenai sumbangan epistemologi kontemporer terhadap


beberapa bidang pengetahuan seperti pendidikan, bimbingan dan konseling, agama,
sastra, hukum dan politik pada zaman globalisasi sangat menarik peneliti berbagai
ilmu untuk mengkaji melalui penelitian. Hal tersebut terlihat jelas dari corak kajian
yang dituangkan didalam artikel dan tulisan ilmiah lainnya meliputi: (1) Kajian

12
Hidayat (2006) mengenai Implikasi Postmodernisme dalam Pendidikan; (2) Kajian
Meliono (2007) mengenai poststrukturalisme pada karya sastra; (3) Kajian
Hasbiansyah (2008) mengenai pendekatan fenomologi: pengantar praktik penelitian
dalam ilmu sosial dan komunikasi; Kajian Suastika (2012) mengenai nasionalisme
dalam perspektif postmodernisme dan postkolonialisme; (4) Kajian Susilo (2011)
mengenai penegakan hukum yang berkeadilan dalam perspektif filsafat hermeneutika
hukum sebagai suatu alternative solusi terhadap penegakan hukum di Indonesia; (5)
Kajian Syarifuddin (201 1) mengenai konstruksi filsafat barat kontemporer. Uraian
mengenai macam-macam epistemologi kontemporer mencakup epistemologi
epistemologi strukturalisme, epistemologi posttrukturalisme, epistemologi
fenomologi, epistemologi hermeneutika, epistemologi teori kritis, dan epistemologi
postmodern yaitu:
a. Epistemologi Strukturalisme
Strukturalisme merupakan kajian yang dikembangkan di bidang semiologi
karena berkaitan dengan tanda (sign) kebahasaan, strukturalisme dengan tokohnya
seperti Ferdinand de Saussure, Claude Levi- Strauss, Roland Barths, dan Umberto
Eco menitikberatkan bahasa sebagai suatu yang teratur dan tidak bisa diganggu gugat
(Irmayanti, 2007: 22). Selain itu, menurut Suastika (2012: 37) strukturalisme dapat
dipahami sebagai usaha untuk menemukan struktur umum yang terdapat dalam
aktivitas manusia. Perhatian utama strukturalisme adalah struktur bahasa dan ini
merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai linguistic turn (lingkaran bahasa).
Secara umum, lingkaran bahasa yang diciptakan dalam epistemologi strukturalisme
secara dramatis mengubah sifat ilmu-ilmu sosial dan fokus ilmuwan ilmu sosisal
bergeser dari struktur sosial ke struktur bahasa. Epistemologi strukturalisme
bercirikan keteraturan dalam sistem bahasa sehingga hukum-hukum yang diciptakan
dalam sebuah ilmu pengetahuan bisa dipatuhi apabila mengandung unsur bahasa yang
kuat. Hukum-hukum yang berlaku secara universal melalui bahasa pada umumnya
dimanifestasikan melalui simbol atau logo tertentu.

13
Menurut Ratna (2008: 131) epistemologi strukturalisme, epistemologi
postrukturalisme, dan epistemologi hermeneutika lebih mengarah pada konteks
bahasa berupa analisis sastra. Pemikiran-pemikiran mengenai ketiga epistemologi
kontemporer tersebut melandasi penelitian karya sastra berupa kegiatan untuk
menginterpretasi dan menganalisis suatu teks sastra. Apabila dikaitkan dengan
pendidikan ketiga epistemologi ini kurang memiliki pengaruh karena lebih cenderung
fokus pada makna teks dan cara penyampaian dari kesimpulan makna teks.
Epistemologi strukturalisme, epistemologi hermeuntika, epistemologi strukturalisme
saat ini diterapkan dalam penelitian bahasa, hukum dan politik sehingga bisa
diasumsikan epistemologi hermeneutika kurang andil dalam penelitian pendidikan
pada umunya dan bimbingan dan konseling pada khususnya.

b. Epistemologi Poststrukturalisme

Menurut Meliono (2007: 21) poststruktrulisme tidak dapat dipisahkan dari


strukturalisme. Sebagai sebuah teori atau kumpulan beberapa teori, poststrukturalisme
sangat erat terkait dengan hubungan antarmanusia, hubungan dengan dunia dan
perilaku praktis yang menghasilkan makna. Postrukturalisme berkembang pesat
dalam bidang sastra, kekuatan bahasa dalam kehidupan manusia kemudian
dituangkan dalam pemakaiannya sebagai wacana sastra yang bisa digunakan untuk
menganalisis aspek kehidupan (Ratna, 2010: 173). Selanjutnya, Suastika (2012:38)
mengungkapkan postrukturalisme beranggapan bahwa bahasa tidak hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka, melainkan terpisah sifatnya
dari subyek sebagai penyampai pernyataan. Subjek disini diartikan sebagai faktor
sentral dalam kegiatan wacana dan hubungan-hubungan sosialnya. Oleh karena itu,
Postrukturalisme meletakkan dekonstruksi sebagai elemen yang sangat penting dalam
pengungkapan makna yang disembunyikan penulisnya (hidden meaning)..
Berdasarkan uraian mengenai defenisi postrukturalisme dapat disimpulkan
bahwa postrukturalisme sangat menekankan pada kedudukan bahasa dalam
kehidupan, bahasa telah dikembangkan menjadi wacana yang mampu menganalisis

14
makna kehidupan melalui karya sastra. Bahasa dalam menyikapi makna
postrukturalisme terdapat dua dimensi yang mengatakan bahwa pertama, kesadaran
bukanlah salah satu yang terdapat dalam bahasa/ujaran yang digunakan dealam
percakapan sehari dan imajinasi manusia. kedua, adanya dorongan seseorang terhadap
dialog atau komunikasi yang terjadi dapat menciptakan perubahan komunikasi. Oleh
karena itu, ketika terjadi sebuah percakapan, hasil dari percakapan mampu
menghasilkan makna yang berbeda-beda bergantung pada norma dan nilai
kebudayaan tertentu, sehingga komunikasi atau percakapan menjadi lebih menarik.
Poststrukturalisme dapat dipandang sebagai aliran yang tidak bisa dipisahkan
dengan strukturalisme, namun melampaui strukturalisme itu. Maksudnya adalah jika
strukturalisme berbicara tentang keteraturan bahasa yang mampu dijadikan sebagai
acuan dalam membuat suatu hukum yang tak terbantahkan. namun postrukturalisme
keluar dari konteks dimana bahasa bukanlah dijadikan sebagai suatu struktur yang
mutlak. Menurut poststrukturalisme bahasa bukan merupakan hal yang mengingat
dan bersifat memaksa. merupakan perubahan sosial yang penting dalam
perkembangan poststrukturalisme dan postmodernisme.

c. Epistemologi Fenomologi
Fenomenologi sebagai mazhab filsafat telah terjadi inkonsistensi, antara lain
anjuran untuk membebaskan diri dari asumsi-asumsi dalam reduksinya. Sebagai
mazhab filsafat, pada kenyataannya fenomenologi memiliki asumsi-asumsi sebagai
dasarnya (Wiramihardja, 2006:66). Selanjutnya Hasbiansyah (2008:163) dalam
tulisannya menegaskan bahwasanya epistemologi fenemologi telah berkembang
sebagai metode riset yang banyak diterapkan dalam berbagai ilmu sosial, termasuk
didalamnya komunikasi, sebagai salah satu varian dalam penelitian kuantitatif dalam
payung paradigma interpretif. Berdasarkan uraian tersebut, pada saat ini epistemologi
fenomologi bukan hanya dianggap sebagai wacana atau mazhab filsafat yang hanya
tertulis, namun sederhananya epistemologi fenemologi terus dilakukan manusia alam
keseharian hidupnya, seperti manusia cenderung melihat fenomena, membuka diri,
menciptakan fenomena dan memahaminya.

15
d. Epistemologi Hermeneutika
Menurut Raharjo (2008: 29) istilah hermeneutika diartikan sebagai ilmu tafsir
pertama kali muncul pada abad ke-17 dengan dua pengertian yaitu sebagai perangkat
prinsip metodologis penafsiran dan penggalian filosofis dari sifat dan kondisi yang
tidak bisa dihindarkan dari kegiatan memahami. Namun, berdasarkan
perkembangannya epistemologi hermeneutika lebih dikenal sebagai metode
hermeneutika karena aliran filsafat ini sudah memiliki sejarah perkembangan yang
sangat panjang dengan cara kerja, para pakar, dan alirannya masing-masing.
Hermeneutika modern cenderung lebih menekankan pada (a) aspek bahasa, dengan
mempertimbangkan hubungan setiap ucapan; (b) aspek psikologis dengan menggali
makna tersembunyi penulis, namun menurut historis, hermeneutika adalah metode
untuk mempelajari kitab suci agama Kristen yaitu Bibel ( Ratna, 2010: 312)
Berdasarkan pemaparan perkembangan hermeutika tersebut, dapat ditarik suatu
asumsi bahwasanya hermeneutika bukan hanya dipandang sebagai aliran filsafat
namun juga merambah pada metode penafsiran yang mampu menginterpretasikan
makna teks melalui bahasa yang mudah. Penerapan metode hermeneurika di
Indonesia cenderung di digunakan dalam kajian ilmu hukum dan politik hal ini
tergambar dari artikel dan buku yaitu: (1) Rahajo dalam bukunya (2008: 83) juga
membahas mengenai ketepatan metode hermeneutika untuk mengkaji wacana politik
seperti contoh wacana politik Abdurrahman wahid merupakan sebuah kajian
hermeneutik; (2) kajian Susilo (2011) yang menjelaskan bahwasanya epistemologi
hermeneutika sangat cocok diterapkan dalam penegakan hukum yang berkeadilan di
Indonesia.
e. Epistemologi Postmodernisme
Kehadiran postmodernisme dalam pemikiran filsafat manusia telah membuat hal
baru yang sangat menarik untuk dikaji pada zaman globalisasi ini. Hal ini
dikarenakan aliran postmoderinsme pada permulaan kemunculannya berhasil
menyentakkan dunia akademik karena membawa pesan-pesan kritis yang melakukan
konstruksi ulang atas berbagai tradisi yang selama ini diyakini kebenarannya.

16
Menurut Hidayat (20116:92) postmodernisme muncul sebagai kritik atas kegagalan
manusia modern (kehidupan modernitas) dalam menciptakan situasi sosial yang lebih
baik, kondusif dan berkeadilan sosial. Postmodernisme cenderung meluluh-lantakkan
dimensi ontologi, epistemologi bahkan aksiologi yang tumbuh dalam pengetahuan
dasar masyarakat mengenai realitas. Bagi gerakan postmodern, manusia tidak akan
mengetahui realitas yang objektif dan benar. Postmodernisme sendiri memecah
dirinya dalam tiga jalur wacana mencakup wacana kritis terhadap estetika modern,
wacana kritis terhadap arsitektur modern, wacana kritis terhadap filsafat modern.
Postmodernisme sebagai wacana pemikiran harus dibedakan dengan postmodernitas
sebagai sebuah kenyataan sosial (Adian, 2006: 65).
Menurut Wiramihaja (2009) epistemologi postmodernisme memiliki kategori
(1) merevisi kemodernan dengan kecenderungan membawa ke pemikiran pramodern;
(2) dekonstruksi, yaitu perombakan kembali pada bahasa sebagaimana berkembang
dalam dunia sastra; dan (3) merevisi modernisme, dengan tidak menolak modernisme
secara total tapi memperbaiki premis-premis modern yang tidak tepat.
Postmodernisme pada hakikatnya merubah segala bentuk realitas yang sudah ada.
ibarat teks bacaan, realitas yang diketahui manusia merupakan teks yang sudah
dibentuk oleh pengarang, kegelisahan (epistemik) berkaitan dengan problem
pengetahuan dasar manusia mengenai modernisme yang diklaim mengusung
kemajuan, rasionalitas dan sebagainya. Rasio manusia yang oleh masyarakat modern
diyakini sebagai suatu kemampuan otonom, mengatasi kekuatan metafisis dan
transendental. Yang diyakini pula mengatasi semua pengalaman yang bersifat
pastikular dan khusus dan (ironisnya) dianggap menghasilkan kebenaran mutlak,
universal dan tidak terikat waktu.

17
2. Pengaruh Epistemologi Kontemporer (Postmodrnisme) terhadap Pendidikan
dan Bimbingan Konseling di Indonesia.

Berdasarkan berbagai ciri menonjol filsafat postmodernisme seperti


pluralitas, relativitisme, meyakini keunikan dari setiap fenomena, dan tidak bisa
menerima pemaksaan untuk penyeragaman. Postmodernisme dapat juga diartikan
sebagai keterbukaan untuk melihat hal-hal baru, yang berbeda sambil menolak
kecenderungan apatis dan ketaatan pada suatu otoritas, tatanan, atau kaidah baru
(K.Bertens, 2005: 3). Pengaruh epistemologi postmoderinsme terhadap pendidikan
mutakhir yaitu pendidikan tidak lagi dipahami sebagai proses perpindahan
pengetahuan (knowledge) yang hanya dikuasai oleh sekolah (pendidikan formal).
Guru tidak lagi dipandang sebagai ‘dewa’ dengan segala kemampuannya untuk
melakukan proses pencerdasan masyarakat Hidayat (2006:97). Pelaksanaan
pendidikan tidak terbatas kelas-kelas khusus (ruang kelas sekolah), melainkan juga
harus dilakukan oleh masyarakat melalui pendidikan alternatif maupun melalui
pendidikan luar sekolah. Postmodernisme menekankan bahwa pendidikan harus
disebarkan melalui kerja nyata yang tidak harus dibebankan kepada sekolah. Namun,
kenyataan membuktikan bahwa sekolah justru seringkali memainkan peran dominan
dalam melakukan transformasi nilai serta transformasi pengetahuan.

Pada era postmodernisme, pendidikan sekolah cenderung diarahkan pada


pencapaian kemampuan ilmu pengetahuan (kognitif) dan teknologi, sehingga
pencapaian pendidikan seringkali diarahkan pada penguasaan bidang tersebut.
Dampak yang umun terjadi justru masyarakat modern mengalami krisis moral, krisis
sosial dan sebagainya. Pendidikan yang seharusnya merupakan sarana
memanusiakan manusia telah mendatangkan persoalan yang cukup berat menimpa
masyarakat modern berupa pemikiran yang hanya berorientasi kepada rasionalitas
semata tanpa dibekali dengan pemikiran spiritualitas yang memadai. Epistemologi
postmodernisme terlalu sulit untuk dikontekskan pada bidang pendidikan secara
implisit (Hidayat: 98). Namun, jika memperhatikan tema-tema besar yang diusung

18
oleh postmodernisme maka secara eksplisit paradigma pendidikan mutakhir dalam
banyak hal sudah menggunakan akar-akar pemikiran postmodernisme..
Perkembangan bimbingan dan konseling di era postmodernisme atau lebih
dikenal dengan era globalisasi sangat penting diketahui dan dipelajari oleh konselor
dan akademisi bimbingan dan konseling karena saat ini perkembangan bimbingan
konseling juga tidak terlepas dari arus perkembangan epistemologi postmodernisme.
Bimbingan dan konseling menjadi suatu sarana pendukung perubahan dari pendidikan
konvensional ke pendidikan yang terbuka dan mandiri. Kajian Wicaksono (2009: 48)
mengemukakan pengembangan bimbingan dan konseling pada era kontemporer dapat
dilakukan dengan memperhatikan tiga bagian yaitu manajemen, SDM dan Fasilitas
pendukung. (1) Bagian manajemen berfokus pada kedudukan bimbingan dan
konseling dalam ruang lingkup sekolah, personil sekolah meliputi kepala sekolah,
guru dan administrator harus memahami tugas dan wewenang bimbingan dan
konseling disekolah; (2) Bagian SDM berfokus pada peningkatan kompetensi
konselor sekolah baik secara akademik, sosial, kepribadian dan pedagogik. (3) Bagian
fasilitas pendukung berfokus pada pengembangan fasilitas, sarana-prasarana yang
mampu mendukukung pelayanan bimbingan dan konseling.
Pengaruh epistemologi postmodernisme terhadap bimbingan dan konseling
dapat terlihat dari sumbangan pemikiran tokoh psikologi terdahulu yaitu Sigmund
Freud dengan psikoanalisinya (Lawmetha, 2011). Asumsinya adalah epistemologi
postmodernisme merupakan cikal bakal terbentuknya teori psikoanalisis yang
dikemukakan oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis sengat berkontribusi pada dunia
bimbingan dan konseling, terkhususnya pada perkembangan kepribadian manusia.
Sigmund Freud dianggap oleh mayoritas konselor sebagai salah satunya tokoh paling
penting dalam pengembangan konseling dan psikoterapi (Palmer, 2016: 14). Konsep
Freud tentang ego, id, superego, identifikasi tentang mekanisme pertahanan diri dan
analisis mimpi telah menjadikan Freud sebagai seseorang yang memiliki pengaruh
besar pada konseling dan kebudayaan populer. Menurut John Letchcte (2011:44)
Freud adalah seorang pemikir yang kontroversi, hal ini terkait dengan pendiriannya
dalam hal seksualitas serta psikis yang dengan cemerlangnya menemukan

19
psikoanalisis melalui analisis terhadap gejala seperti mimipi dan selip lidah.
Pendekatan psikoanalisis yang diterapkan dalam bimbingan konseling dilakukan
untuk mengatasi gangguan-gangguan psikis dan seksual yang selama ini kurang
mendapat perhatian dari ilmuan, Freud sebagai pengagas merupakan seseorang yang
menganut epistemologi postmodernise dalam mendasari pemikirannya merumuskan
pendekatan psikoanalis.
Sumbangan dari filsafat kontemporer dalam merumuskan penelitian
bimbingan dan konseling dapat terlihat dari penelitian terkini bimbingan dan
konseling yang cenderung melakukan pemikiran baru dalam objek, metode dan daya
guna penelitian. Objek penelitian diangkat melalui permasalahan yang bersifat urgent
dan harus mendapatkan perhatian bimbingan dan konseling, Metode digunakan
sebagai salah satu cara mendaptkan kebenaran aspek yang hendak diteliti dan
memudahkan prosedur kajian. Hasil berkaitan dengan pencapaian penelitian berupa
keefektifan produk-produk bimbingan dan konseling yang mampu mengembangkan
aspek-aspek psikologis yang dibutuhkan untuk bertahan pada zaman globalisasi saat
ini. Beberapa hasil karya ilmiah berupa penelitian bimbingan dan konseling
diantaranya: Model Konseling Singkat Berfokus Solusi dalam Setting Kelompok
untuk Meningkatkan Daya Psikologis Mahasiswa (Dahlan: 2011); Efektivitas
Konseling Keterampilan Hidup untuk Meningkatkan Keterampilan Mengelola Stress
Siswa (Iman: 2014);); Penerapan Solution Focused Counseling untuk Peningkatan
Perilaku Asertif (Alrefi :2014); Bimbingan Komprehensif untuk Membentuk Karakter
Berbasis Modernisasi Turats Pesantren. Berikut ini adalah uraian singkat tentang
penelitian bimbingan dan konseling yang ditinjau dari segi objek, metode dan hasil.
Tabel Penelitian Bimbingan dan Konseling
No Penelitian Objek/permasala Metode Hasil
han
1 Model konseling Mahasiswa S1 Metode Model
singkat berfokus UPI angkatan penelitian dan konseling
solusi dalam setting 2009 memiliki pengembangan singkat
kelompok untuk daya psikologis (RnD) berfokus
meningkatkan daya dibawah rata-rata solusi dalam
psikologis mahasiswa setting

20
(Dahlan:2011) kelompok
efektif untuk
meningkatkan
daya
psikologis
mahasiswa.
Kecuali aspek
asertivitas
2. Efektivitas konseling Stress berdampak Pendekatan jsKonseling
keterampilan hidup negatif bagi Kuantitatif, Keterampila
untuk meningkatkan perkembangan dengan n hidup
keterampilan potensi siswa. metode quasi (KKH)
mengelola stress Sebanyak eksperiment efektif
siswa (Iman: 2014) 15,62% siswa dalam
SMAN 1 mengelola
Majalengka stress siswa.
berada dalam
kategori
pengelolan stress
rendah

3 Penerapan solution Siwa cenderung Pendekatan Solution


focused counseling menampilkan Kuantitatif, Focused
untuk peningkatan perilaku yang dengan Counseling
perilaku asertif tidak asertif metode quasi efektif
(Alrefi :2014) seperti eksperiment untuk
ketidakmampuan peningkata
menyatakan n perilaku
perasaan dengan asertif
tepat
4 Efektivitas konseling Siswa cenderung Pendekatan
Konseling
singkat berfokus menampilkan Kuantitatif
singkat
solusi untuk perilaku agresif. dengan
berfokus
mereduksi perilaku dari 162 siswa metode
solusi
agresif siswa terdapat 30 siswa eksperimen.
efektif
(Fitriyah:2014) yang menujukkan untuk
tingkat agresif mereduksi
yang tinggi perilaku
agresif
siswa
5 Bimbingan pembentukan metode Pembentuk
Komprehensif untuk karakter di kualitatif, an karakter
Membentuk Karakter Pondok Pesantren melalui teknik di Pondok
Berbasis Modernisasi Modern Islam wawancara, Pesantren

21
Turats Pesantren (PPMI) Assalaam pengamatan, Modern
kurang dan Islam
mendapatkan dokumentasi. (PPMI)
konsep Assalaam
bimbingan sudah
sehingga kurang memiliki
maksimal dari pola tapi
proses masih
pelaksanaannya. kurang
mendapatk
an konsep
bimbingan
sehingga
kurang
maksimal
dari proses
pelaksanaa
nnya.

Uraian penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) terdapat tiga
dari lima objek kajian peneltian mengenai Solution-focused brief counseling (SFBC)
yang mampu meningkatkan dan mereduksi aspek-aspek psikologi tertentu pada siswa
dan mahasiswa seperti peningkatan daya psikologis, peningkatan perilaku asertif dan
mereduksi perilaku agresif. SFBC merupakan salah satu pendekatan
konseling postmodernisme yang paling penting (Corey, 2010). Pendekatan ini
didirikan dan dikembangkan oleh Steve de Shazerpada tahun 1970, SFBC menantang
beberapa asumsi yang selama ini diagung-agungkan dan menawarkan metode baru
(Palmer: 2011:26); (2) satu kajian penelitian mengenai konseling keterampilan hidup
(KKH) untuk mengelola stress remaja. KKH merupakan salah satu pendekatan
konseling kontemporer yaitu ekseistensial humanistik dalam hal nilai yang
ditempatkan pada diri individu (Palmer, 2011:221). Pendekatan ini didirikan tahun
1984 yang dikembangkan oleh Ricard Nelson-Jones; (3) satu kajian penelitian
mengenai bimbingan komperehensif untuk membentuk karakter berbasis modernisasi
turats pesantren. Bimbingan komprehensif merefleksikan kegiatan menyeluruh bagi
dasar penyusunan program, sistem manajemen, dan sistem pertanggungjawabannya.

22
Kehadiran bimbingan komprehensif tentunya akan menjawab tantangan Bimbingan
dan konseling di era globalisasi yang mengutamakan sistem manajemen, SDM
konselor, dan fasilitas pendukung.

Penelitian bimbingan konseling pada era postmedernisme sangat menjujung


tinggi kemandirian, kemampuan dan otonomi individu. Model-model bimbingan dan
konseling yang ditawarkan sebagai produk penelitian efektif meningkatkan aspek-
aspek psikologis seperti ketahanan psikologi yang baik, kesehatan mental, motivasi
dan kompetensi. Peningkatan aspek-aspek psikologis individu sangat memberikan
kontribusi besar dalam keberlangsungan hidup individu di era globalisasi yang identik
dengan individu cerdas, berjati diri, berkarakter dan kompetitif. Topik-topik
penelitian terkini bimbingan dan konseling sangat berguna dari segi teori keilmuan
dan praktik bimbingan konseling yaitu berupa perkembangan khazanah teori BK dan
secara praktik berguna bagi pengembangan model-model BK yang dapat diterapkan
di dalam layanan BK.

Kajian penelitian bimbingan dan konseling saat ini lebih mengacu pada
pendekatan dan metode kuantitatif, kualitatif, quasi eksperimen dan prosedur
Research and Development (RnD). Menurut Sugiyono (2013:7) penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Penelitian kuantitatif pada umumnya
membutuhkan banyak subjek penelitian dibandingkan dengan penelitian kualitatif
yang berguna untuk melengkapi ukuran variabel kuesioner. Namun, kombinasi antara
penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam pendekatan penelitian bimbingan dan
konseling kontemporer juga semakin banyak diterima. Selanjutnya, metode penelitian
dan pengembangan (R&D) juga telah banyak digunakan dalam penelitian BK, metode
RND adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
dan menguji keektifan produk tersebut (Sugiono, 2009:407). Karakteristik prosedur
RnD dalam penelitian bimbingan dan konseling adalah menghasilkan produk
pengembangan berupa berupa model-model bimbingan konseling. Beberapa
penelitian bimbingan dan konseling hanya menggunakan berapa tahapan dari metode

23
research and development (RnD). Namun, beberapa diantara penelitian lain
menggunakan tahapan RnD secara lengkap. Menurut Borg and Gall (Haryati,
2016:14) terdapat sepuluh tahapan metode penelitian research and development
(RnD), yaitu: (1) Studi pendahuluan (research and information collecting), (2)
Perencanaan (planning), (3) Pengembangan model awal (develop preliminary form of
product), (4) Revisi model awal (main product revision), (5) Uji coba terbatas (main
field testing), (6) Revisi hasil uji coba (operational product process), (7) Uji coba
lebih luas (operational field testing), (8) finalisasi model (final product revision), (9)
Diseminasi dan implementasi model (dissemination and implementation).

B. KESIMPULAN

Epistemologi kontemporer berkembang pada awal abad ke-20, ditandai


dengan variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Pemikiran filsafat
tersebut seperti analisis bahasa, kebudayaan (antara lain postmodrenisme), kritik
sosial, metodologi (fenomologi, heremeutika, strukturalisme, postrukturalisme)
Epistemologi kontemporer menyajikan cara pemerolehan atau metode baru yang
digunakan oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan perkembangan
zaman.

a. Epistemologi Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang


mempunyai pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai
suatu struktur yang sama dan tetap.
b. Epistemologi postsrukturalisme menekankan peran bahasa menjadi sangat
penting dalam memahami dan mengkaji poststrukturalisme, karena melalui
bahasa dan pengalaman kebahasaan berbagai fenomena serta pengalaman
kehidupan manusia dapat terkuak.
c. Epistmologi fenomologi menitikberatkan pada kesadaran manusia sehingga dalam
penerapannya fenomologi menolak secara total semua asumsi filsafat yang
berkembang melalui penelaahan isi pengetahuan yang bersifat absolut, dalam

24
menganalisis esensi dari sebuah peristiwa atau fenomena tiga metode yang
menjadi karakteristik dari epistemologi fenemologi yang berkaitan yakni reduksi
fenemologis, reduksi eidetic dan reduksi trancendental.
d. Epistemologi hermeneutika dikenal sebagai ilmu tafsir pertama kali muncul pada
abad ke-17 dengan dua pengertian yaitu sebagai perangkat prinsip metodologis
penafsiran dan penggalian filosofis dari sifat dan kondisi yang tidak bisa
dihindarkan dari kegiatan memahami.
Pengaruh epistemologi kontemporer khususnya postmoderinsme terhadap
pendidikan di Indonesia yaitu pendidikan tidak lagi dipahami sebagai proses
perpindahan pengetahuan (knowledge) yang hanya dikuasai oleh sekolah (pendidikan
formal), melainkan juga harus dilakukan oleh masyarakat melalui pendidikan
alternatif maupun melalui pendidikan luar sekolah. Postmodernisme menekankan
bahwa pendidikan harus disebarkan melalui kerja nyata yang tidak harus dibebankan
kepada sekolah. Epistemologi postmodern merupakan cikal bakal terbentuknya teori
psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, yang sangat memberikan
kontribusi pada dunia konseling terkhususnya pada perkembangan kepribadian
manusia.

Penelitian bimbingan konseling pada era postmedernisme sangat menjujung


tinggi kemandirian, kemampuan dan otonomi individu, penelitian tersebut
menghasilka model-model bimbingan dan konseling yang efektif meningkatkan
aspek-aspek psikologis seperti ketahanan psikologi yang baik, kesehatan mental,
motivasi dan kompetensi. Peningkatan aspek-aspek psikologis individu inilah yang
menjadi cikal bakal terbentuknya individu cerdas, berjati diri, berkarakter dan
kompetitif. Hasil penelitian terkini bimbingan dan konseling sangat berguna dari segi
teori keilmuan dan praktik bimbingan konseling yaitu berupa perkembangan
khazanah teori BK dan secara praktik berguna bagi pengembangan model-model BK
yang dapat diterapkan di dalam layanan BK.

25
C. IMPLIKASI

a. Bagi Penelitian dan Pengembangan


Penerapan epistemologi kontemporer dalam penelitian bimbingan dan
konseling akan menjadi cikal bakal terbentuknya model-model bimbingan dan
konseling yang komprehensif dan memiliki pembaruan yakni berorientasi pada ruang
lingkup menyeluruh. Model-model bimbingan dan konseling kontemporer lebih
berorientasi pada fungsi pencegahan (preventif) dan mengembangkan (development)
potensi siswa berupa kemandirian, kompetensi pengaturan diri yang baik dan
kemampuan menciptakan solusi untuk memecahkan permasalahnnya. Penelitian
bimbingan dan konseling berbasis kontemporer cenderung akan menjawab
permasalahan yang sedang aktual terjadi di zaman globalisasi sehingga pemanfaatan
hasil penelitian bimbingan dan konseling bisa langsung diimplementasikan ke dalam
layanan bimbingan dan konseling yang dipromotori secara langsung oleh konselor
sekolah. Penelitian bimbingan dan Konseling yang menggunakan telaah epistemologi
kontemporer akan menjawab permasalahan secara tuntas dan memiliki validitas
kebenaran yang kuat.
Implementasi epistemologi kontemporer terhadap topik-topik penelitian
bimbingan dan konseling di Indonesia salah satunya adalah keberadaan manusia
Indonesia saat ini dipersiapkan untuk menjadi generasi emas 2045 yang mengusung
100 tahun Indonesia merdeka. Target generasi emas ini ditandai dengan pencapaian
karakteristik generasi yang cerdas, berjati diri, berkarakter dan kompetitif. Remaja
memiliki andil yang cukup besar sebagai penerus bangsa, remaja Indonesia harus
mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal untuk menghadapi tantangan
di era globalisasi yang identik dengan sifat kompetitif dan memiliki kompetensi
hidup yang tinggi. Pencapaian SDM generasi Indonesia tersebut disiapkan sejak dini
melalui institusi pendidikan seperti sekolah. Melalui pendidikan di sekolah, remaja
mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Namun,
kenyataan remaja saat ini kurang kompeten mengelola aspek afektifnya berupa
pengelolaan emosi. Sebagai akibatnya remaja rentan mengalami depresi, kemarahan,

26
kesulitan akademis, penyalahgunaan obat, kenalan remaja. Contoh kongkrit
rendahnya kompetensi mengelola emosi remaja adalah kasus yang diberitakan oleh
(Sindonews.com Jumat, 28 Oktober 2016) terdapat beberapa kasus tawuran pelajar
SMA dan SMK pada periode 4 bulan yaitu Agustus, September, Oktober dan
November yang terjadi di Tanggerang, Bekasi dan Depok. Fenomena tersebut apabila
tidak ditangani akan menjadi akar permasalahan yang besar yang mampu merusak
generasi bangsa Indonesia. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka dirasakan
pentingnya keterampilan hidup (life skill) yang harus dimiliki oleh remaja dalam
menghindari dan meghadapi permasalahan hidup baik pada masalah pribadi, sosial
akademik dan karir. Berdasarkan fenomena tersebut saya berencana mengangkat
toipik penelitian “Efektivitas Konseling Keterampilan Hidup untuk Meningkatkan
Kompetensi Emosional pada Remaja”. Fokus masalah dari topik rencana penelitian
saya adalah kurangnya kompetensi emosional yang dimiliki oleh remaja dan objek
rencana penelitian adalah konseling keterampilan hidup. Pendekatan yang dipakai
dalam rencana penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode quasi
eksperimen. Rencana penelitian ini diharapkan bahawa konseling keterampilan hidup
mampu meningkatkan kompetensi emosional remaja.
b. Bagi Kepentingan Praksis Bimbingan dan konseling
Kajian mengenai epistemologi kontemporer sangat penting dipelajari oleh
mahasiswa, praktisi dan ilmuan bimbingan dan konseling. Hal ini disebabkan karena
perkembangan zaman globalisasi mengharuskan prakstisi bimbingan dan konseling
untuk lebih peka dan mampu memahami karakteristik konseli sebagai subjek layanan
bimbingan dan konseling. Kepedulian praktisi bimbingan dan konseling dapat
dimanifestasikan melalui pemikiran dan pengembangan layananan bimbingan dan
konseling berupa perumusan model-model bimbingan dan konseling baru yang lebih
implementatif dan bertujuan untuk mengembangkan karakteristik konseli modern
seperti pengembangan potensi kemandirian, keterampilan mengambil keputusan,
berfikir kritis dan kreatif.
Berdasarkan analisis dari beberapa penelitian bimbingan dan konseling, peneliti
bimbingan dan konseling menentukan objek penelitian terlebih dahulu berupa

27
permasalahan yang akan ditangani. Selanjutnya peneliti merumuskan metode
penelitian yang tepat dengan objek penelitian. Kemudian sebagai hasil akhir
penelitian haruslah memiliki hasil dan daya guna untuk kepentingan pengembangan
ilmu bimbingan dan konseling. Secara implementatif, penelitian bimbingan dan
konseling berbasis epistemologi kontemporer menghasilkan produk-produk baru
berupa model konseling seperti model konseling berfokus solusi, konseling
keterampilan hidup dan bimbingan komprehensif yang dapat diterapkan oleh konselor
atau guru pembimbing sekolah dalam layanan bimbingan dan konseling baik
disekolah maupun di unit pelaksana tenknis bimbingan dan konseling. Uraian-uraian
tersebut menjadi alasan pentingnya mempelajari epistemologi kontemporer bagi
mahasiswa, praktisi dan ilmuan bimbingan dan koseling.

GLOSARIUM

Etimologis = Salah satu cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal usul suatu
kata., yang berakar dari bahasa Yunani etymos (arti sebenarnya adalah sebuah kata)
dan logos (ilmu).
Epistemologi = Cabang filsafat yang membahas tentang proses, prosedur, kriteria,
cara, teknik, metode dan sarana yang digunakan untuk memperoleh
Fenomologi = Sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai
sebuah fenomena.
Hakiki = benar, sebenarnya, sesungguhnya
Hermeneutika = Salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi
makna. Nama hermeneutika diambil dari kata kerja dalam bahasa yunani
hermeneuien yang berarti, menafsirkan, memberi pemahaman, atau menerjemahkan.
Inkonsistensi = Ketidakserasian, penjelasan yang berbeda-beda
Komprehensif = Bersifat mampu menangkap (menerima) dengan baik; Luas dan
lengkap (tentang ruang lingkup atau isi); Mempunyai dan memperlihatkan wawasan
yang luas.
Mutakhir = Terakhir; terbaru; modern
Plural= Jamak; lebih dari satu

28
Postmodernisme = Faham yang berkembang setelah era modern
Poststrukturalisme = Sebuah pikiran yang muncul akibat ketidakpuasan atau
ketidaksetujuan pada pemikiran sebelumnya
Preventif = Kegiatan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang bisa mengancam
priadi atau kelompok.
Relativisme = Pandangan bahwa pengetahuan itu dibatasi, baik oleh akal budi yang
serba terbatas maupun cara mengetahui yang serba terbatas.
Strukturalisme = Metodologi yang unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal
hubungan mereka dengan yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum
disebut struktur

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. (2011). Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Adian, Donny Gahral. (2006). Percik Pemikiran Kontemporer, Sebuah Pengantar
Komprehensif. Yokyakarta: Jalasutra.
Alrefi. (2014). Penerapan Solution Focused Counseling untuk Peningkatan Perilaku
Asertif. Thesis. Program Studi Bimbingan dan Konseling. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia
Fitriyah, Fifi K. (2014). Efektivitas Konseling Singkat Berfokus Solusi untuk
Mereduksi Perilaku Agresif Siswa. Thesis. Program Studi Bimbingan dan
Konseling. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
Bakhtiar, Amsal. (2007). Filsafat Agama. Jakarta: Rajawali Pers.
Corey, Gerald. (2010). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT
Refika Aditama
Dahlan, Tina H. (2011). Model Konseling Singkat Berfokus Solusi (Solution Focused
Brief Counseling) dalam Setting Kelompok untuk Meningkatkan Daya
Pskiologis Mahasiswa. Disertasi. Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasbiansyah. (2008) Pendekatan Fenomologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam


Ilmu sosial dan komunikasi. Artikel Vol 9 No.1.

29
Hidayat, A Rahman. (2006). Implikasi Postmodernisme dalam Pendidikan. Artikel.
Vol 12 No 1.Nomor 1. 91-101.
Iman, Firman RN. (2014). Efektivitas Konseling Keterampilan Hidup untuk
Meningkatkan Keterampilan Mengelola Stress Siswa. Thesis. Program Studi
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

J. Sudarminta.(2012). Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan.


Yogyakarta: Pustaka Filsafat.

K.Bertens. (2005). Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.


Lawmeta. (2011). Perkembangan Teori Sosial Postmodern. [Online]. Tersedia:
https://lawmetha.wordpress.com/2011/06/20/postmodern/ [20 Oktober 2016].
Letchte, John. (2001). 50 Filsuf Kontemporer. Yogyakarta: Konisus.
Meliono, Irmayanti. (2007). Membaca Poststrukturalisme Pada Karya Sastra.
Artikel VoL. 9 No.1. 22-31

Mujahid, Imam. (2015). Bimbingan Komprehensif untuk Membentuk Karakter


Berbasis Modernisasi Turats Pesantren. Disertasi. Program Studi Bimbingan
dan Konseling. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Palmer, Stephen. (2010). Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Raharjo, Mudjia. (2008). Dasar-dasar Hermeneutika antara Intensionalisme dan


Gadamerian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ratna, N. Nyoman. (2010). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial
Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salahudin.(2011). Filsafat Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Shidarta dan Darji Darmodiharjo. (2004) Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan
Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suastika, I Nengah. (2012). Nasionalisme dalam Perspektif Postmodernisme,


Poststrukturalisme dan Postkolonialisme. Artikel Vol. 11 .No 1. 30-44.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta

30
Suherman, Uman. (2015 ). Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqi
Press.

Surjaya, Abdullah M (2016) Kumpulan Berita Tawuran Pelajar Terkini: Tawuran


Pelajar di Bekasi, 1 Tewas & 1 Kritis. [Online]. Tersedia:
http://metro.sindonews.com/topic/1122/tawuran [20 Oktober 2016].

Susilo (2011) Penegakan Hukum yang Berkeadilan dalam Perspektif Filsafat


Hermeneutika Hukum Sebagai Suatu Alternative Solusi terhadap Penegakan
Hukum di Indonesia. Artikel Vol.16. No.04.

Syarifuddin. (2011). Konstruksi Filsafat Barat Kontemporer. Artikel. Vol. 13, No. 2.
231-248.

Wicaksono, Luhur. (2009). Bimbingan dan Konseling Menjawab Tantangan Abad XXI.
Artikel. Vol 01. No 01. 40-52.

Wiramihardja, Sutardjo A.(2009) Pengantar Filsafat, Sistematika Filsafat, Sejarah


Filsafat, Logika dan Filsafat Ilmu (Epistemologi), Metafisika dan Filsafat Manusia,
Aksiologi, Refika Aditama, Bandung.

Zaprulkhan.(2015). Filsafat Ilmu Sebuah Analisis Kontemporer. Jakarta: Rajawali


Pers.

31

Anda mungkin juga menyukai