Ibansalda44@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Pada era kotemporer sekarang kalangan masyarakat dan tokoh tidak lagi
menggunakan kata istilah pandangan atau cara berpikir, tetapi lebih tepatnya
dengan menggunakan istilah paradigma. Kata paradigma sudah tidak asing bagi
para filusuf, salah satunya tokoh filsafat yang termasyhur dari barat yang lahir di
Ohio pada tanggal 18 juli 1922, yaitu Thomas Kuhn. Beliau memiliki konsep
berpikir atau paradigma yang sangat menonjol di kalangan filosofis dan masyarakat
pada umumnya.
Paradigma itu sendiri tidak akan berlaku tanpa bekolaborasi dengan anomali
dan revolusi sains, karena paradigama membutuhkan sandaran dan tahapan
pengemabangan pada konsep anomali dan revolusi sains.
1
Pada kesempatan ini penulis akan mengakaji dan meneliti lebih lanjut makna
paradigma itu sendiri dan pandangan Kuhn dalam mengembangkan konsep
paradigma kemudian dikembangkan melalui konsep anomaly dan revolusi sains.
B. PEMBAHASAN
I. Biografi Thomas Kuhn
Pada tahun 1994 dia mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum
fisikawan itu meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan
kanker dari Bronchial tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di
Cambridge Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn
mendapat banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia
memegang posisi sebagai Lowel lecturer pada tahun 1951, Guggeheim fellow
2
dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain. Karya Kuhn
cukup banyak, namun yang paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari
filsuf ilmu dan ilmuan adalah The Structure of Scientific Revolution,sebuah
buku yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan
dalam kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah,
psikologi, riset dan sejarah serta filsafat sains.
1
Noeng Muhajir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Rakesarasin, 2001), hlm. 177.
3
melihat suatu realitas di sebuah kejadian dalam suatu komunitas kehidupan atau
realitas. Kata paradigma ini menjadi asing didengar karena memang jarang
digunakan dalam percakapan sehari-hari namun lebih pada penggunaannya
dalam menjelaskan suatu fenomena sebagai tahapan dalam mencapai suatu
teori yang diterapkan dalam kehidupan.
Dalam pengertian lain paradigma adalah model atau pola yang diterima dan
aspek maknanya itu telah memungkinkan saya karena tidak memiliki kata yang
lebih baik, untuk mengambil “paradigma” bagi keperluan sendiri disini.
Paradigma juga dikatakan sebagai konsensus dari para ilmuwan yang dapat
melahirkan suatu komunitas atau subkomunitas yang berbeda dengan yang lain.
Paradigma yang berbeda tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalam teori
yang digunakan, metode dan instrument yang ada untuk mencapai suatu
kebenaran.3
Dalam tata Bahasa, misalnya amo, amos, dan amat dalam paradigma karena
memperlihatkan pola yang digunakan dalam menasrifkan sejumlah verba Latin,
misalnya dalam menghasilkan laudo, laudas dan laudat. Dalam penerapan yang
2
Vasco Ronchi, Histoire, de la Lumiere, terjemahan Jean Taton, (Paris, 1956), hlm. 82.
3
Erlina Diamastuti, Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis, dalam Jurnal
Akutansi Universitas Jember, Vol 1 No 1. hlm. 63.
4
baku ini, paradigma berfungsi dengan memperbolehkan replikasi contoh-
contoh yang masing-masing prinsipnya dapat menggantikannya. Di pihak lain,
dalam sebuah sains paradigma jarang merupakan objek bagi replikasi. Akan
tetapi, seperti keputusan yudikatif yang diterima dalam hukum tak tertulis, ia
adalah objek bagi pengutaraan dan rincian lebih lanjut dalam keadaan yang baru
atau yang lebih keras.
Untuk mengetahui bagaimana hal itu bisa terjadi,kita harus ingat betapa
sangat terbatasnya suatu paradigma, baik dalam cakupannya maupun dalam
ketetapannya, pada saat pertama kali muncul. Paradigma memperoleh status
nya karena lebih berhasil daripada sehingganya dalam memecahkan beberapa
masalah yang mulai diakui oleh kelompok pemraktek bahwa masalah-masalah
itu rawan. Namun,untuk berhasil bukanlah harus berhasil dengan sempurna
dalam menangani suatu masalah atau sangat berhasil dalam menangani
sejumlah besar masalah. Keberhasilan sebuah paradigma apakah analisis
Aristoteles4 tentang gerak, perhitungan Ptolemaeus5 tentang kedudukan planet,
penerapan Lavoisier6 akan kesetimbangan, atau matematis asi Maxwell7 dalam
Medan elektromaknetik - pada mulanya sebagian besar adalah janji akan
keberhasilan yang dapat ditemukan dalam contoh-contoh pilihan dan yang
belum lengkap.
4
Arisoteles adalah seorang filusuf Yunani, murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung, ia
lahir di Stagira tahun 384 SM. Arisoteles menaruh perhatian pada semua bidang ilmu.
5
Claudius Ptolemeus adalah seorang ahli geografi, astronom, dan astrolog pada zaman
Helenistik di provinsi Romawi. Ia lahir di Mesir tahun 100 M. Beliau dikenal sebagai Tetrabiblos (Empat
Buku) dimana dia berusaha menagadaptasi astrologi horoskop ke filosofi dan Aristotelian.
6
Antoine-Laurent de Lavoiser ialah orang yang memeberikan nama kepada oksigen pada tahun
1774. Perkataan oksigen terdiri dari dua kata Yunani, oxus dan gennan. Ia lahir 1743 di Paris.
7
Teori Maxwell dikemukakan pada 1864, oleh fisikawan Inggris, James Clerk Maxwell, yaitu
teori yang menyebutkan bahwa cahaya adalah rambatan gelombang yang dihasilkan oleh kombinasi
medan listrik dan medan magnetik. Gelombang yang dihasilkan oleh medan listrik dan medan magnetic
ini disebut gelombang elektromagnetik.
5
Thomas Kuhn di dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolution”
mendefinisikan paradigma dengan suatu asumsi dasar dan asumsi teoretis yang
umum (merupakan sumber nilai), sehingga menjadi suatu sumber hukum,
metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan
sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Kuhn menjelaskan
paradigma dalam dua pengertian. Di satu pihak paradigma berarti keseluruan
konstelasi kepercayaan, nilai, teknik yang dimiliki bersama oleh anggota
masyarakat ilmiah tertentu. Di pihak lain paradigma menunjukan sejenis unsur
pemecahan teka-teki yang konkret yang jika digunakan sebagai model, pola,
atau contoh dapat menggantikan kaidah-kaidah yang secara eksplisit menjadi
dasar bagi pemecahan permasalahan dan teka-teki normal sains yang belum
tuntas. Secara singkat paradigma dapat diartikan sebagai ”keseluruhan
konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah
dalam memandang sesuatu (fenomena)” Ada empat cara berfikir berdasarkan
dikotomi pengaruh antara individu dan masyarakat:8
Cara berpikir empat yang di atas tersebut ialah untuk memecahkan teka-
teki yang belum diketahui oleh kalangan masyarakat. Teka-teki dipecahkan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, karna untuk memecahkan teka-teki
8
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, (Bandung: PT: Remaja
Rosdakarya, 2008), hlm. 11.
6
dalam kalangan masyarakat tidak semudah yang dibayangkan. Dalam
memecahkan teka-teki harus selerasi dengan konsep dan logika.
9
Greg Soetoemo, Sains dan Problem Ketuhanan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 22.
7
Sampai pembahasan ini seluruhnya teoritis paradigma-paradigma bisa
menentukan sains yang normal tanpa campur tangan kaidah-kaidah yang dapat
ditemukan. Kuhn mencoba meningkatkan baik kejelasannya maupun
urgensinya dengan menunjukkan beberapa diantara alasan-alasan untuk
percaya bahwa paradigma balik memang sebenarnya beroperasi dengan cara
ini. Yang pertama, yaitu iyalah kesulitan yang berat dalam menemukan kaidah-
kaidah yang telah menjadi pedoman bagi tradisi-tradisi sains yang
normal.kesulitan itu hampir sama dengan yang dihadapi oleh filosof ketika ia
mencoba mengatakan apa kesamaan yang terdapat pada semua permainan.
Yang kedua, yakni yang sebenarnya merupakan penyebab yang wajar bagi
yang pertama, berakar dalam sifat pendidikan sains.sepatunya sudah jelas
bahwa para ilmuwan tidak pernah belajar tentang konsep, hukum, dan teori
dalam bentuk ringkasan sendiri.akan tetapi alat intelektual itu sejak permulaan
ditemukan dalam satuan historis dan pedagogis sebelumnya yang
memperagakan alat-alat itu dan melalui penerapannya.
8
Dalam teori Kuhn, faktor sosiologis historis serta fsikologis mendapat
perhatian dan ikut berperan. Kuhn berusaha menjadikan teori tentang ilmu
lebih cocok dengan situasi sejarah. Dengan demikian diharapkan filsafat ilmu
lebih mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah sesungguhnya, yang
dalam perkembangan ilmu tersebut adalah secara revolusioner bukan secara
kumulatif sebagaimana anggapan kaum rasionalis dan empiris klasik. Kuhn
dengan mendasarkan pada sejarah ilmu, berpendapat bahwa terjadinya
perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya
empiris untuk membuktikan salah (falsifikasi) suatu teori atau itern, melainkan
berlangsung melalui revolusi-revolusi ilmiah. Dengan kata lain, Kuhn berdiri
dalam posisi melawan keyakinan yang mengatakan bahwa kemajuan ilmu
berlangsung secara kumulatif. Ia mengambil posisi alternatif bahwa kemajuan
ilmiah pertama-pertama bersifat revolusioner. Secara sederhana yang
dimaksud dengan revolusi ilmiah oleh Kuhn adalah segala perkembangan
nonkumulatif yakni paradigma yang terlebih dahulu ada (lama) diganti
keseluruhan ataupun sebagian dengan yang baru. Dengan penggunaan istilah
paradigma itu, Kuhn hendak menunjuk pada sejumlah contoh praktik ilmiah
aktual yang diterima atau diakui dalam lingkungan komunitas ilmiah,
menyajikan model-model penelitian ilmiah yang terpadu (koheren). Contoh
praktek ilmiah itu mencakup dalil, teori, penerapan dan instrumentasi. Dengan
demikian, para ilmuan yang penelitiannya didasarkan pada paradigma yang
sama, pada dasarnya terikat pada aturan dan standar yang sama dalam
mengemban ilmunya. Keterikatan pada aturan dan standar ini adalah prasyarat
bagi adanya ilmu normal. Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa paradigma
itu adalah cara pandang atau kerangka berpikir yang berdasarkan fakta atau
gejala diinterpretasi dan dipahami.10
10
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains,.. hlm. 11-17
9
IV. ANOMALI DAN MUNCULNYA PENEMUAN BARU
11
Zubaedi, Filsafat Barat, (Yogyakarta: ar-Ruz Media, 2007), hlm. 203-2004.
10
V. REVOLUSI SAINS
Revolusi sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang
dirasakan semakin parah dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan
oleh paradigma yang dijadikan referensi riset.
Adanya revolusi sains bukan merupakan hal yang berjalan dengan mulus
tanpa hambatan.sebagian ilmuwan atau masyarakat sains tertentu ada kalanya
tidak mau menerima paradigma baru tersebut, dan ini menimbulkan masalah
tersendiri yang memerlukan pemilihan dan legitimasi paradigma yang lebih
definitif.
12
Zubaedi, Filsafat Barat,.. hlm. 204-206
11
1. Paradigma dan revolusi dalam wahana politik.
Ada kesejajaran antara revolusi politik dan revolusi sains. Revolusi politik
dibuka oleh kesadaran yang semakin tumbuh,yang sering terbatas pada suatu
segmen dari masyarakat politik bahwa lembaga-lembaga yang tidak lagi
memadai untuk menghadapi masalah-masalah yang dikemukakan oleh
lingkungan yang sebagai diciptakan oleh lembaga itu.revolusi politik bertujuan
mengubah lembaga-lembaga politik dengan cara-cara yang dilarang oleh
lembaga-lembaga itu sendiri.mulanya hanya krisis yang mengurangi peran dan
dibawa lembaga lembaga politik. Dan dalam jumlah yang meningkat,
masyarakat menjadi terasing dari kehidupan politik dan berperilaku semakin
bertambah eksentrik di dalamnya. Kemudian dengan mendalamnya
krisis,mereka melibatkan diri dalam usul yang konkret bagi rekonstruksi
masyarakat dalam kerangka kelembagaan yang baru. Pada saat itu,masyarakat
terbagi kedalam dua kelompok atau partai yang bersaing, yang satu berusaha
mempertahankan konstelasi kelembagaan yang lama dan yang lain berupaya
menjadikan yang baru.
12
teori-teori pokok dalam politik itu menyerupai “extraordinary science”, yang
berhadapan dengan anomali dan krisis yang mendalam.
Apa yang penulis maksud dengan wacana pendidikan disini bukan masalah
pendidikan secara makro atau sistem kelembagaan pendidikan secara
luas,tetapi lebih terfokus pada teori belajar yang diinspirasikan oleh paradigma
dan revolusi sains.
13
Zubaedi, Filsafat Barat,... hlm. 206-208
13
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru yang tidak sesuai
dengan skema yang ada (data anomali). Ada kalanya seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru itu dengan skema yang ia
miliki.pengalaman baru ini bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan paradigma
yang ada. Dalam keadaan seperti ini,orang tersebut akan mengadakan
akomodasi yaitu membentuk skema baru yang sesuai dengan rangsangan yang
baru atau modifikasi skema yang ada sehingga sesuai dengan data anomali itu.
Inilah yang disebut dengan revolusi skema.
C. KESIMPULAN
Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani
yaitu dari kata “para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata
“diegma” yang artinya teladan, ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara
terminologis, istilah paradigma diartikan sebagai sebuah pandangan atau pun cara
pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam sekitarnya, yang
merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara-cara untuk
menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.
14
Zubaedi, Filsafat Barat,.. hlm. 208-209.
14
serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri,
serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Diamastuti, Erlina. Paradigma Ilmu Pengetahuan Sebuah Telaah Kritis. dalam Jurnal
Akutansi Universitas Jember. Vol 1 No 1.
Kuhn, Thomas S. 2008. Peran Paradigma dalam Revolusi Sains. Bandung: PT:
Remaja Rosdakarya.
15