Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Positivisme secara etimologi berasal dari kata positive, yang dalam bahasa filsafat

bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realita.
Ini berarti, apa yang disebut sebagai positif bertentangan dengan apa yang hanya ada di dalam angan-
angan (impian), atau terdiri dari apa yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi kemampuan untuk
berpikir dari akal manusia.

Dapat disimpulkan pengertian positivisme secara terminologis berarti merupakan suatu paham yang
dalam ‘pencapaian kebenaran’-nya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi.
Segala hal diluar itu, sama sekali tidak dikaji dalam positivisme.

Tokoh penyelidikan positivisme adalah August Comte (1798-1857). Comte percaya bahawa
tahap pemikiran manusia membatasi tiga tahap iaitu teologi, metafizik dan tahap ilmiah. Pada
tahap teologi, sesuatu perkara yang berlau dapat dijelaskan berdasarkan kekuatan spiritual.
Pada tahap metafizik, manusia akan mencari penyebab dari setiap kejadian yang berlaku dan
pada tahap ilmiah manusia akan berusaha untuk mencari penyelesaian dan penjelasan.
Dengan kata lain, aliran positivisme melengkapkan metode ilmiah dengan menekankan
betapa pentingnya peranan eksperimen dan pengukuran dalam sesuatu kajian. Positivisme
menekankan kebenaran yang bersikap logik ditentukan oleh tahap kebenaran yang dapat
diukur.

positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu – satunya pengetahuan yang benar
adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan
melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari. Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani
Kuno . Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad 19 oleh salah satu pendiri ilmu
sosiologi yaitu Auguste Comte.

Teori ilmiah bermanfaat sebagai alat untuk menghafal, tetapi perkembangan ilmu hanya terjadi bila
fiksi yang bermanfaat digantikan dengan pernyataan yang mengandung hal yang dapat diobservasi.
Meskipun Comte dan Mach mempunyai pengaruh yang besar dalam penulisan ilmu ekonomi (Comte
mempengaruhi pemikiran J.S. Mill dan Pareto sedangkan pandangan Mach diteruskan oleh
Samuelson dan Machlup), pengaruh yang paling utama adalah ide dalam pembentukan filosofi ilmiah
pada abat 20 yang disebut logika positivisme (logical positivism).
Pengajaran utama dalam logika positivisme dikembangkan pada tahun 1920 oleh Moritz Schlich,
Herbert Feigl, Kurt Gödel, Hans Hahn, Otto Neurath, Friedrich Waismann, Rudolf Carnap and
kelompok lain yang sering disebut Vienna Circle. Logika positivisme menempati posisi sebagai
filosofi empiris yang radikal, dan para pendirinya percaya bahwa hal ini merupakan awal babak baru
dalam penyelidikan filosofi. Tujuan dari seluruh analisis filosofi adalah analisis logika dari ilmu yang
dinyatakan sebagai positif, atau empiris, yang merupakan label dari logika positivisme.

Tugas pertama bagi logika positivisme adalah mendefinisikan apa yang menjadi tuntutan dalam
penyusunan suatu ilmu pengetahuan. Hasilnya adalah untuk menganalisis bentuk logika dari suatu
pernyataan. Pernyataan yang tidak hanya analitis (sebagai contoh: definisi) atau sintetis (pernyataan
yang merupakan bukti dari fakta) yang digolongkan sebagai nyata secara kognitif (cognitively
significant) atau bermakna.

Semua pernyataan lain tidak nyata secara kognitif bila: tidak bermakna, bersifat metafisik, dan tidak
ilmiah. Analisis filosofi yang menggunakan pernyataan seperti itu mungkin sebagai ekspresi sikap
emosi, atau sikap umum mengenai kehidupan, atau nilai moral, tetapi tidak dapat dinyatakan sebagai
ilmu pengetahuan.

Untuk menjalankan program ini, para pengikut logika positivisme membutuhkan kriteria yang
obyektif yang dapat membedakan antara pernyataan sintetis yang tidak bermakna. Salah satu
pemikiran awal untuk menjawabnya adalah mengemukakan prinsip dapat diverifikasi (verifiability):
pernyataan hanya bermakna bila dapat diverifikasi. Sayangnya, pernyataan dalam bentuk universal
(seperti: semua burung gagak berwarna hitam), yang sering digunakan dalam ilmu pengetahuan
ternyata tidak dapat diverifikasi. Kriteria lainnya adalah dapat ditolak (falsifiability), sedangkan Ayer
berpendapat harus dapat diverifikasi meskipun lemah, Carnap menambahkan dapat diubah bentuknya
(translatability) ke dalam bahasa empiris dan dapat dikonfirmasi (confirmability). Tetapi, tidak ada
satupun dari kriteria tersebut yang mampu membenarkan dalam memutuskan suatu persoalan. Dilema
lain adalah adanya terminologi teori dalam pernyataan yang dibuat oleh ilmuwan. Beberapa ilmuwan
positivis mengikuti Mach dalam mendesak untuk menghilangkan kriteria tersebut dalam dunia ilmiah,
tetapi beberapa ilmuwan lain memegang teguh pernyataan tersebut.

Program akhir dari para ilmuwan positivis adalah menggabungkan tesis dalam ilmu pengetahuan,
yaitu semua ilmu pengetahuan dapat memanfaatkan metode yang sama. Hahn meninggal pada tahun
1934 dan Schlick dibunuh pada tahun 1936 oleh muridnya yang gila. Pada waktu Hitler berkuasa dan
akhirnya memerangi para intelektual menjadi penyebab utama perpecahan dalam kelompok Vienna
Circle pada tahun 1930.

Logika positivisme mengalami modifikasi dan akhirnya digantikan selama dua dasa warsa dengan
bentuk yang lebih matang dari pengajaran para positivis yang disebut logika empirisme (logical
empiricism). Dikelompokkan melalui adanya perbedaan dalam membuat analisis, ahli falsafah yang
mempunyai sumbangan pemikiran adalah Carnap, Ernest Nagel, Carl Hempel, dan Richard
Braithwaite.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh
pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis
ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan. Terdapat tiga tahap dalam perkembangan
positivisme, yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.

2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun 1870-1890-
an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang
obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-
masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan
subyektivisme.

3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya
O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada
perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini
menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok
bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Positivisme Logis

Dalam perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga munculah


aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di pelopori oleh tokoh-tokoh yang
berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi
pikirannya pada segala hal yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan
relasi antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti struktur logis
pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan isi konsep-konsep dan
pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk
mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan
ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika
dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.

Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa
teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya.
Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak
mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa
observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.

Auguste Comte dan Positivisme

Comte adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya bahwa
masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian empiris dapat
dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat
pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.

Pendiri filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi guru
sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang harus mencari
hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses perubahan. Mengikuti pandangan 3
tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3 tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis,
(periode feodalisme), tahap metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari
masyarakat industri.

Comte menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie Philosoph, yang
merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis dari semua ilmu dan merupakan suatu
pernyataan yang sistematis yang semuanya itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan.
Perkembangan ini diletakkan dalam hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud
adalah kaitan organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika adalah
urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).

Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya
tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :

1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta

2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
3. Metode ini berusaha ke arah kepastian

4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.

Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen
dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode
historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai
perkambangan gagasan-gagasan.

Karl R Popper: Kritik terhadap Positivisme Logis

Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus diji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang
dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan baru ini
sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah pada
dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata dengan menggunakan ilmu
pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah menanamkan
dasar untuk ilmu pengetahuan.

Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia berpendapat
bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkan pengetahuan
ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan pengetahuan ilmiah yang
berlaku dan benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika, namun jenis penalaran yang
dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis penalaran ini tidak
mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena elemahan yang bisa
terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan, dimana dari premis-premis yang dikumpulkan
kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili
fakta yang ada. Dan menurutnya agar pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka
penalaran yang harus dipakai adalah penalaran deduktif.

Penolakan lainnya adalah tentang Fakta Keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang berdiri
sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait dengan teori,
yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu. Dengan demikian pernyataan
pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalam positivisme logis tidak
pernah bisa dikatakab benar secara mutlak.

POSITIVISME dan KRITERIA TERHADAP POSITIVISME

A. Pengertian Positivisme
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidakmengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.[1]

Positivisme adalah doktrin filosofi dan ilmu pengetahuan sosial yang menempatkan peran sentral
pengalaman dan bukti empiris sebagai basis dari ilmu pengetahuan dan penelitian. Terminologi
positivisme dikenalkan oleh Auguste Comte untuk menolak doktrin nilai subyektif, digantikan oleh
fakta yang bisa diamati serta penerapan metode ini untuk membangun ilmu pengetahuan yang
diabdikan untuk memperbaiki kehidupan manusia.[2]

Kemunculan positivism berkaitan dengan revolusi industry di Inggris abad ke-18 yang menimbulkan
gelombang optimism akan kemajuan umat manusia didasarkan keberhasilan teknologi industri.
Positivisme yakin bahwa masyarakat akan mengalami kemajuan apabila mengadopsi total pendekatan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Slogan dari aliran positivisme ini adalah “ savoir pour prevoir,
prevoir pour pouvoir, artinya dari ilmu muncul prediksi dan dari prediksi muncul aksi”.

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang terukur.
Terukur inilah sumbangan penting positivism.[3]

Tokoh-tokoh yang paling berpengaruh dalam mengembangkan tradisi positivisme adalah Thomas
Kuhn, Paul K. Fyerabend, W.V.O. Quine, and filosof lainnya. Pikiran-pikiran para tokoh ini
membuka jalan bagi penggunaan berbagai metodologi dalam membangun pengetahuan dari mulai
studi etnografi sampai penggunaan analisa statistik.

Sementara menurut Ahmad Tafsir bahwa ketiga faham Rasionalisme atau berfikir logis tidak
menjamin dapat memperoleh kebenaran yang disepakati. Kalau begitu diperlukan hal lain yaitu
Empirisme. Sementara itu Empirisme hanya menemukan konsep yang sifatnya umum. Konsep itu
belum operasional, karena belum terukur. Jadi diperlukan alat lain yaitu Positivisme. Kata positivism,
ajukan logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih
memerlukan alat lain. Alat lain itu ialah Metode Ilmiah. Metode ilmiah mengatakan, untuk
memperoleh pengetahuan yang benar lakukan langkah beriku: logico-hypothetico-verificartif.
Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu),
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.[4]

Positivisme dibidani oleh dua pemikir perancis, Henry Saint Simon ( 1760 -1825 ) dan muridnya
Auguste comte ( 1798 – 1857 ). Walau Henry lah yang pertama kali menggunakan istilah positivisme,
namun Comte yang mempopulerkan positivisme yang pada akhirnya berkembeng menjadi aliran
filsafat ilmu yang pervasive mendominasi wacana filsafat ilmu abad ke-20.[5]

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis
ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

B. Ciri –Ciri Positivisme

Pandangan dunia yang dianut positivisme adalah pandangan dunia obyektivistik. Pandangan dunia
obyektivistik adalah pandangan dunia yang menyatakan bahwa objek –objek fisik hadir independen
dari subjek dan hadir secara langsung melalui data inderawi. Semesta dan data inderawi adalah satu.
Apa yang dipersepsi semesta sesungguhnya.[6]

Secara umum, positivisme memiliki beberapa ciri-ciri yaitu :


1. Bebas Nilai

Artinya menegaskan antara fakta dan nilai kepada peneliti untuk mengambil jarak dengan semesta
dengan bersikap imparsial-netral.

2. Fenomenalisme

Artinya pengetahuan yang absah hanya berfokus pada fenomena semesta. Metafisika yang
mengandaikan sesuatu di belakang fenomena ditolak mentah-mentah.

3. Nominalisme

Artinya positivisme berfokus pada yang individual-partikular karena itu kenyataan satu-satunya.
Semua bentuk universalisme adalah semata penanaman dan bukan kenyataan itu sendiri.

4. Reduksionisme

Artinya positivisme meruduksi semesta menajdi fakta-faktayangd apat dipersepsi.

5. Naturalisme

Artinya positivisme dapat menjelaskan semua gejala alam secara mekanikal-determinis seperti
layaknya mesin.

Positivisme yang dikembangkan oleh Auguste Comte dinamakan sebagi positivisme sosial. Hal ini
dikarenakan faham yang menyakini kemajuan sosial hanya dapay dicapai melalui penerapan ilmu-
ilmu positif.

C. Positivisme Logis

Pada perkembangannya, positivisme mengalami perombakan, maka salah satu hasil perombakan
tersebut terbemtuklah positivisme logis. Positivisme logis adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang
membatasi pikirannya pada segala hal yangd dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisi
definisi dan relasi anatara istilah-istilah. Fungsi analisis disini mengurangi metafisika dan meneliti
struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembatasan ini adalah menentukan isi konsep –konsep
dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi secara empiris.

Latar belakang dari timbulnya positivisme logis adalah akibat adanya Perang Dunia 1 yang memakan
banyak korban. Hal ini memancing para intelektual untuk memikirkan kembali bagaimana menata
masyrakat dari puing-puing kehancurannya. Para penganut positivisme –Logis berpendapat bahwa
untuk dapat membangun kembali haruslah menggunakan ilmu-ilmu positif. Positivisme logis
beranggapan bahwa misi administrasi masyarakat secara rasional harus dilandasi pad pengetahuan
yang berkesatuan. Kesatuan pengetahuan hanya bisa dicapai apabila dikembangkan suatu bahasa
ilmiah yang berlaku pada semua bidangilmu pengetahuan.

Prinsip yang dipegang oleh kaum positivisme logis adalah prinsip isomorfi yaitu adanya hubungan
mutlak antara bahasa dan dunia kefaktaan. Pelopornya adalah Bertrand Russell ( 1872-1970 ) dan
dikembangkan oleh ludwigh Wittgenstein ( 1889-1951 ).

Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini adalah untuk
mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu sistem yang dikenal dengan ”kesatuan
ilmu” yang juga akan menghilangkan perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika
dan matematika dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.

Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan tiga komponen yaitu bahasa
teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah korespondensi yang mengakaitkan keduanya.
Tekanan positivistik menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang
menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa teoritis tidak
mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu diterjemahkan ke dalam bahasa
observasional dengan kaidah-kaidah korespondensi.

Dalam bidang ilmu sosiologi, antropologi, dan bidang ilmu sosial lainnya, istilah positivisme sangat
berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunut asalnya ke pemikiran Auguste Comte pada
abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan
berdasarkan sains. Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika
ada) antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan
aturan-aturan, demikian juga alam.

Positivisme logis mengajukan dua kriteria dalam pembuktian kebenaranya, yaitu :

1. Pernyataan harus dapat dibenarkan secara definisi atau tautologis ( pernyataan analitik ).
Contohnya Mahasiswa / Mahasiswi adalah orang yang bependidikan tinggi.

2. Pernyataan harus dapat dibenarkan secara empiris. Contohnya Ali adalah seorang Mahasiswa
IAIN Fakultas Tarbiyah dan Adab, Jurusan Pendidikan Agama Islam.

D. Kriteria Positivisme

Para penganut positivisme beranggapan bahwa dalam menunjukan kebenaran maka harus merujuk
kepada ilmu-ilmu pengetahuan positif. Ilmu pengetahuan positif didapat dari penggabungan aliran
rasional dan empirisme dan ditambahkan dengan metode ilmiah. Kaum positivisme menolak adanya
metafisika yang tidak bisa ditanggkap dan telaah melalui empiris. Dapat digambarkan konsep
kebenaran kaum positivisme

Anda mungkin juga menyukai