A. Pendahuluan
1. Pertanyaan filsafat
Pertanyaan filsafat bertalian dengan hakikat dari sesuatu, makna dari
sesuatu, kebenaran dari sesuatu, dan hubungan logis di antara ide-ide dasar
(keyakinan, asumsi, dan konsep) yang tidak dapat dipecahkan dengan ilmu-ilmu
empiris. Filsafat mendalami “sesuatu” dengan pertanyaan “apa itu”, “dari mana”,
dan “ke mana”. Dalam filsafat, kita tidak mencari tahu sebab dan akibat dari suatu
masalah, seperti yang diselidikiilmu pengetahuan, tetapi kita mencari tahu akibat
dari “sesuatu” hakikat dari suatu masalah: apa sesuatu itu, dari mana terjadinya, dan
kemana tujuannya. Filsafat mempertanyakan segala seusatu khususnya yang
menyangkut “nasib” diri manusia, lebih jauh dan lebih dalam dibandingkan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh ilmu pengetahuan.
Dalam bukunya metafisika, Aristoteles menyebut Thales sebagai filsuf
perdana yang secara rasional mengajukan pertanyaan mengenai kakikat alam
semesta. Sementara itu menurut Betrand Russell, Thales adalah pemula filsafat
barat. Thales berusaha menerangkan fenomena alam tanpa merujuk pada mitologi.
Dalam hal ini, ia mempunyai pengaruh yang sangat besar. Hampir semua filsuf pra-
Sokrates mengikuti pandangan Thales dalam usaha memberi suatu penjelasan ultima
tentang substansi, perubahan, dan eksistensi dunia ini tanpa merujuk pada mitologi.
Semua filsuf lain itu memang mempunyai pengaruh juga, tetapi penolakan Thales
terhadap penjelasan-penjelasan mitologis menjadi tonggak sejarah penting bagi
revolusi ilmu pengetahuan atau sains.
Konsep logos dalam bahasa Yunani memiliki beberapa arti, antara lain’akal
budi’, yakni pengetahuan tentang prinsip dasar atau hukum universal yang
menguasai seluruh kenyataan. Dengan akal budi, manusia mencari tahu apa yang
menjadi hakikat (Yunani : arkhe) kenyataan. Setiap kenyataan memiliki unsur hakiki
yang menunjukkan kesamaan dengan kenyataan sejenis.
Logos adalah pengetahuan rasional tentang apa yang sesungguhnya menjadi
kakikat kenyatan. Dalam alam pemikiran Yunani, ber-logka adalah mempraktikkan
kemampuan kal budi. Melalui refleksi, akal budi mencari secara dialektik hakikat
kenyataan dari apa yang secara konkret dialami.
Aristoteles merupakan murid yang menerima pelajaran filsafat dari plato di
akademia Yunani. Minat Aristoteles kepada realitas (alam) sebagai titik tolak filsafat
ditunjukkan dalam usahanya mempelajari botani dan mengklasifikasikan akhluk
hidup menurut genus, species dan differentia specifica. Dengan memanfaatkan,
klasifikasi, Aristoteles mematangkan penggunaan logika dalam menganalisis alam
material (fisika) yang sudah dirintis oleh para pemikir Yunani kuno sejak Thales.
Mulai dari Thales, objek material dalam studi filsafat adalah kenyataan yang
direfleksikan dari sudut hakikatnya. Maka, objek formal dalam studi filsafat adalah
hakikat atau asal usul yang melampaui (metafisika) kenyataan yang tampak (fisika).
Dengan memahami kakikat kenyataan (ontologi), kegiatan filsafat dapat
dikembangkan menjadi pertanyaan mengenai kemungkinan pengetahuan manusia
epistimologi) dan bagaimana seharusnya perilaku manusia (etika).
2. Pertanyaan ilmu pengetahuan
Ilmu merupakan kegiatan akal budi untuk menjelaskan kenyataan empiris
secara spesifik menurut tiga kriteria utama: rasional, metodis, dan sistematis.
Dengan istilah “rasional”, mau dikatakan bahwa apa yang diklaim oleh suatu ilmu
sebagai kebenaran dapat diterima karena masuk akal, yaki logis, kritis dan terbuka
untuk perbaikan. Jadi, apa yang rasional tidak kebal kritik. Derhubungan dengan
istilah “metodis”, dikatakan bahwa cara kerja suatu ilmu harus mengikuti suatu
prosedur yang dapat diterima oleh anggota komunitas ilmuwan karena prosedur
yang diikuti dengan baik mengantar si ilmuwan sampai pada suatu kesimpulan atau
klaim, yang secara argumentatif bisa dibuktikan.
3. Kekhasan metode filsafat
sebagai metode, filsafat cenderung memiliki tiga ciri di bawah ini, yang dimiliki
ilmu pengetahuan.
a. Filsafat sebagian besar dihubungkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum
pernah bisa dijawab secara memuaskan dengan satu cara yang sistematis.
b. Pertanyaan-pertanyaan filsafat cenderung mengenai apa yang dinamakan
pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan fenomena-fenomena dalam
garis besar daripada pertanyaan-pertanyaan yang spesifik mengenai kenyataan.
c. Pertanyaan-pertanyaan filsafat yang secara khusus berhubungan dengan
masalah-masalah konseptual, yakni pemahaman kita dari hubungan anatara
pemahaman tentang realitas dan realitas itu sendiri.
B. Positivisme logis
Positivisme adalah pandangan bahwa ilmu alam merupakan satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar. Aktivitas akal budi yang bersifat spekulatif menghasilkan
pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, dan karena itu tidak
bersifat ilmiah karena tidak bisa dibuktikan secara empiris, benar atau salah. Jadi,
positivisme menekankan pengalaman dan kehedak bebas. Pengalaman merupakan data
indrawi yang bisa dibuktikan, jika bukan data indrawi, maka tidak bisa dibuktikan
sebagai fakta. Melalui penekanan terhadap pengalaman dan kehendak bebas, positivisme
menolak teologi dan metafisika sebagai pengetahuan ilmiah karena keduanya bersifat
spekulatif dan preskriptif.
1. Positivisme dan perkembangannya
a. Tahap 1 positivisme klasik
Positivisme merupakan empirisme yang menekankan hanya pengalaman empiris
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan ilmiah karena dapat diuji kebenarannya
secara faktual. Positivisme klasik dikembangkan oleh A. Comte, terutama dalam
bidang sosiologi dengan tujuan untuk menemukan hukum-hukum sosial
kemasyarakatan secara empiris. Dalam positivisme klasik tersebut, comte
menjelaskan masyarakat dalam tiga tahap perubahan (teologis, metafisis, dan
positif). Menurut comte, analisis perubahan sosial mengharuskan penggunaan
metode yang menkankan fakta sebagai titik tolak, karena syarat perbaikan sosial
adalah pengalaman empiris yang menjamin kepastian dalam pelaksanaannya
secara cermat. Untuk itu, comte mendorong positivisme dapat dijalankan dalam
dua metode, yaitu metode positif dan metode historis, untuk mewujudkan
perubahan sosial yang adil. Positivisme klasik comte ini dikembangkan secara
terpisah dan menghasilkan dua aliran positivisme yang bersebaranagan satu sama
lain, yakni positivisme yang menekankan hanya metode positif, dan positivisme
yang menekankan metode historis.
b. Tahap II: positivisme Empiris
Positivsme secara umum merupakan empirisme yang menekankan pengalaman
empiris sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Karena itu, positivisme
sesungguhnya sama dengan empirisme keduanya saling melengkapi membentuk
sebuah aliran yang disebut positivisme empiris. E. Mach dan R. Avenarius
mengembangkan positivisme sebagai sebuah metode positif yang semakin
meninggalkan ciri positivisme klasisk yang secara formal menekankan objek-
objek nyata objektif. Sebelum positivisme mencapai taraf kematangannya sebagai
positivisme logis, muncul aliran dalam positivismeyang memberi perhatian
khusus pada masalah hubungan antara bahasa dan kenyataan, yang dikenal
sebagai aliran atomisme logis. Menurut atomisme logis, tugas logika adalah
menganalisis realitas kedalam kalimat-kalimat yang merefleksikan pengertian
paling elemneter dari kenyataan.
c. Tahap III : Positivisme logis
Positivisme logis dikaitkan dengan tokoh-tokoh lingkaran Wina seperti O.
Neurath, R.Carnap, M. Schlick, dan R. Frank. Positivisme logis adalah pandanga
mengenai ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan dua tradisi filsafat, yakni
empirisme-positivisme dan logika.
Empirisme adalah aliran filsafat yang menekankan bahwa pengalaman inderawi
merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Pandangan ini sama dengan
positivisme yang menekankan aspek kebebasan manusia untuk memperlakukan
apa yang diinderainya sebagai kenyataan dan sumber satu-satunya dari
pengetahuan ilmiah. Logika adalah bahasa formal yang dapat digunakan untuk
menjelaskan kenyataan menurut model-model matematis sehingga menjai
pengetahuan yang jelas, pasti dan benar.
2. Kekhususan positivisme logis
a. Aposteriorisme
Aposteriorisme atau posteriorisme adalah pandangan yang mengatakan bahwa
pengetahuan berasal dari pengalaman tentang sesuatu yang sudah terjadi (fakta).
Kant melakukan sintesis atas empirisme dan rasionalisme sebagai langkah kritis
untuk mengatasi redupya metafisika berhadapan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan empiris. Pendirian Kant adalah mempertahankan metafisika agar
tetap eksis, tetapi untuk tetap eksis, metafisika harus dipraktikan sebagaimana
prosedur yang diberlakukan dalam ilmu pengetahuan. Sintesis yang dilakukan
oleh Kant memang dapat mengintegrasikan pengalaman (empirisme) dengan
refleksi kritis (rasionalisme) dan bahkan mengatasi keduanya dalam merumuskan
apa yang disebutnya pengetahuan rasional yang meliputi pengetahuan analitis,
sintesis a priori, dan sintesis a posteriori.
b. Eksplanasi deduktif-nomologis
Eksplanasi deduktif-nomologis merupakan metode positivisme logis yang
dikembangkan dalam penelitian ilmiah sebagai metode yang menjamin kesatuan
ilmu pengetahuan. Eksplanasi adalah pandangan bahwa pengalaman empiris atau
fakta merupakan data inderawi yang tidak bisa dipakai begitu saja. Melalui
observasi, data inderawi dihimpun, lalu diklasifikasikan menurut gejala-gejala
yang sama untuk merumuskan hukum. Dengan hukum, eksplanasi
memperlihatkan ciri inferensial, yakni penyimpulan sebuah pernyataan empiris
secara deduktif atau menurut hubungan sebab akibat. Prediksi dan hipotesis
membantu eksperimen selanjutnya yang menghasilka teori.
Secara singkat, eksplanasi ilmiah sesungguhnya adalah hipotesis karena
eksplanasi merupakan pernyataan yang dapat diterima jika didukung oleh evidensi
atau pembuktian empiris. Evidensi merupakan pengalaman empiris yang benar
dan dapat diulang degan kesimpulan yang sama oleh peneliti atau ilmuan yang
lain, metode eksplanas ini dalam positivisme logis disebut sebagai Eksplanasi
deduktif-nomologis atau covering law model, yakni penjelasan yang didasarkan
hubungan kausal yang memungkinkan prediksi dalam menguji apakah sebuah
teori benar atau salah.
3. Siklus empiris
Siklus empiris merupakan pendekatan ilmiah yang mengembangkan positivisme
logis. A.D. de Groot dalam methodologie (1961) menjelaskan bahwa penelitian ilmiah
memiliki lima komponen utama : waarnemen, vermoeden, verwachten, toetsen, dan
b
O
I
d
D
s
e
lT
a
v
E
g
n
tio
r
c
u
evalueren.
Wallace menjelaskan bahwa proses penelitian ilmiah memuat dua komponen utama,
yaitu informasi dan metodologi. Bagi Wallace komponen informasi memiliki lima
unsur hakiki, yakni (1) hipotesis (2) pengujian hipotesis (3) keputusan untuk
menerima atau menolak hipotesis (4) generalisasi empiris dan (5) logika penarikan
kesimpulan
Selanjutnya komponen metodologi memuat enam unsur hakiki yakni, (1) pengamatan,
(2) pengukuran-ringkasan sampel dan perkiraan parameter (3) pembentukan konsep
pembentukan proposisi dan penyusunan proposisi, (4) taori (5) deduksi nomologis (6)
penjabaran instrumentasi- pembentukan skala dan penentuan sampel. Pemikiran
positivisme logis menghasilkan empat metode empiris, masing-masing merupakan
cara para ahli menjelaskan proses ilmu pengetahuan.
4. Kritik terhadap siklus empiris
Metode empiris tidak baru sama sekali, Suatu empiris bukannlah sesuatu yang sama
sekali baru dalam khazanah ilmu pengetahuan empiris. Pemul metode ilmu
pengetahuan empiris adalah Aristoteles dan kemudian dikembangkan oleh para filsuf
islam (arab) dan kristen (eropa). Ilmuwan islam mengembangkan ilmu pengetahuan
empiris ini sepanjang abad X- XIV. Al-Haytham diakui sebagai perintis metode ilmu
pengetahuan empiris yang menekankan bahwa sebuah klaim ilmiah diperoleh melalui
tahap berikut :
Pengamatan gejala alam
Pernyataan masalah
Perumusan hipotesis
Asesmen dan analisis hasil
Interpretasi data dan menarik kesimpulan
Publikasi hasil penelitian
Pengamatan empiris
Percobaan-percobaan secara sistematis
Analisis bukti-bukti secara eksperimental
Penalaran induktif
Descartes memperkenalkan metode deduksi yang bertolak belakang dengan induksi,
yakni
Penentuan prinsip universal
Penalaran deduktif
Interpretasi
Anlisis matematis
5. Kelemahan-kelemahan siklus empiris
Siklus empiris dipahami sebagai cara menyimpulkan pengetahuan ilmiah menurut
penjelasan hubungan sebab akibat seakan-akan kemungkinan untuk menjelaskan
pengetahuan ilmiah sampai tingkat pemahaman masalah tidak penting. Akibat dari
penggunaan siklus empiris adalah mengganti hegemoni metode induktif sebagai satu-
satunya cara memperoleh pengetahuan ilmiah. Kontigensi, relatifitas dan historiritas
pengetahuan disingkirkan dari metode ilmiah karena tidak bisa dijelaskan menurut
hubungan sebab akibat.
C. Komentar dan kritik Karl Popper
Popper adalah salah satu filsuf Austria-Inggrs yang besar pengaruhnya dalam
pemikiran mengenai filsafat ilmu pengetahuan dalam abad XX. Ia menolak positivisme
logis, ia mengajukan metode falsifikasi empirik untuk menggantikan apa yang oleh
positivisme logis disebut metode ferifikasi empirik. Positivisme logis berpihak pada
rasionalisme justifikatoris, sedangkan Popper mengajukan tandingannya, yakni
kritisisme non-justifikatoris yang untuk pertama kalinya dalam sejarah filsafat
1. Apa itu imu pengetahuan
a. Dalam positivisme logis, metode ilmu pengetahuan empiris adalah metode
induksi yang mendefenisiskan penemuan ilmiah sebagai penerapan metode
induktif dalam menganalisis pengalaman secara logis.
b. Perlunya pengeliminasian psikologisme dari logika ilmu pengetahuan atau
masalah fakta dari masalah validitas.
c. Pengujian teori secara deduktif harus dilakukan sebagai metode pengujian
teori secara kritis
d. Masalah demarkasi antara ilmu pengethuan dan metafisika telah menimbulkan
masalah mengenai pemisahan antara yang empiris dan yang non empiris, yang
tidak berhasil dijelaskan secara memadai oleh Hume dan Kant.
e. Pengalaman sebagai metode memiliki kelemahan yang menekankan bahwa
ilmu empiris hanya dapat mengatakan satu dunia, yakni dunia rill sebagai
dunia pengalaman. Ilmu pengetahuan empiris dalam arti diatas mensyaratkan :
(1) sintesis pengalaman (2) prinsip demarkasi yang memisahkan ilmu
pengetahuan dari metafisika (3) sebagai sebuah sistem yang
mempresentasikan pengalaman.
f. Falsifiabilitas sebagai kriteria demarkasi harus menggantikan verifiabilitas
sebagai kriteria demarkasi untuk memperlihatkan bahwa pernyataan yang
meaninfull dapat dipilih karena benar dan dapat disanggah.
g. Masalah dasar empiris berkaitan denga pernyyatan singular yang berfungsi
sebagai premis, bagaimana menguji hubungan antara persepsi dan pernyataan
singular tetap kabur dan tidak menjelaskan
h. Objektivitas ilmiah dan subjektivitas konvensi merupakan dua konsep
berlawanan
i. Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan sebuah proses evolusi yang
ditandai dengan formula : SM (situasi masalah)1 – TT (Teori Tentatif)1 – EK
(Eliminasi Kesalahan)1 – SM (situasi masalah) 2. Artinya apabila berhadapan
dengan sebuah situasi masalah (SM), maka sejumlah prediksi atau teori
tentatif (TT) dilakukan sebagai falsifikasi untuk mengeliminasi kesalahan
(EK). Eliminasi kesalahan berlaku sama seperti seleksi natural yang berlaku
dalam evaluasi biologis. Teori yang bertahan terhadap penolakan bukan berarti
bahwa teori itu lebih benar, melahirkan teori itu lebih sesuai dengan kata lain
teori itu lebih bisa diterapkan untuk memecahkan masalah yang ada.
j. Popper menampilkan sebuah pandangan kritik sejarah dan pembelaannya
terhadap open society.
1. Posisi dasar
a. Teori bergerak dalam dinamika pembuktian dan penolakan
Penolakan terhadap klaim kebenaran universal dilakukan melalui metode
verfikasi maupun falsifikasi. Karya filosofis Lakatos dipengaruhi dialektika
Hegel dan Marx serta teori ilmu pengetahuan dari Popper dan ahli matematika
George Poyla. Buku Proofs and Revutation merupakan esai dalam bifang
logika matematika. Dalam buku ini, Lakatos membuktikan bahwa teorema
dalam ilmu matematika tidak memiliki kepastian mutlak sehingga sebagai
sebuah hukum, terema berlaku sejauh belum ada yang menentang dan
menggantikannya.
b. Heurisme
Kata Yunani eurike merupakan asal usul kata heuristic dalam bahasa Inggris
yang melukiskan bahwa ilmu pengetahuan muncul sebagai penemuan yang
melewati dinamika trial and error. Ilmu pengetahuan pertama-tama bukan
masalah pembuktian benar atau salah, melainkan insight yang ditemukan
sebagai pemecahan masalah. Bagi Lakatos, matematika hanya membantu
sebagai sarana untuk memahami sesuatu, tetapi matematika tidak memberi
jaminan 100% kepastian ilmu pengetahuan. Lebih jauh Lakatos mengatakan
bahwa matematikawan dapat memutuskan suatu bukti valid secara matematis,
tetapi tidak secara dialektis, maka harus diterima bahwa validitas matematis
bukanlah bukti empiris, kecuali itu merupakan usaha untuk memprediksi suatu
kenyataan.
Falsifikasi dan perubahan paradigma masing-masing tidak cukup untuk
menjelaskan kebenaran ilmiah kecuali keduanya diintegrasikan dalam sebuah
program riset yang progresif.
1) Teori Popper sering secara keliru dkutip untuk menjelaskan bahwa ilmuan
berhenti menggunakan sebuah teori segera setelah ditemukan bukti yang
mempersalahkan sebuah teori, dan segera menggantikannya dengan teori
baru yang lebih baik.
2) Khun menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan itu terdiri dari periode-periode
ilmu pengetahuan normal dan berhadapan dengan anomali-anomali yang
berbaur sampai terjadi suatu perubahan baru.
Ilmu pengetahuan adalah teori, tetapi teori tidak sama dengan ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adalah teori khusus yang digunakan untuk menjelaskan aspek tertentu dari
realitas sosial secara ilmiah. Teori adalah bahasa yang membedakan ilmu pengetahuan dari
teologi dan ideologi. Bahasa teologi merupakan konstruksi rasional atas sistem kepercayaan,
sedangkan bahasa ideologi didasrkan pada kepercayaan doktrinal atau dogmatik tentang
bagaimana masyarakat itu diatur.
Ilmu pengetahuan adalah teori spesifik yang membedakan tiga jenis tiga bahasa yang
digunakan untuk merumuskan teori sebagai konsep mengenai realitas menurut tiga aspek
yang berbeda. Akibatnya, ilmu-ilmu sosial budaya membedakan tiga jenis teori, yang
membedakan tiga jenis kelompok ilmu pengetahuan yakni, metateori, teori empiris, dan teori
normatif. Ilmu-ilmu alam hanya menekankan satu apek dari teori, yakni pandangan mengenai
kenyataan sebagai fakta yang bisa diverifikasi.
a. Ilmu alam sebagai teori
Teori ilmu alam adalah positivisme atau empirisme, yakni hanya pengalaman empiris
dapat dijelaskan dan dibuktikan benar atau salah. Pembuktian teori dapat dlakukan
melalui metode yang lazim disebut sebagai siklus empiris, yakni cara kerja ilmu
pengetahuan yang didasarkan pada metode induksi.
b. Ilmu sosial budaya sebagai teori
Sebagai teori kritik sosial, ilmu-ilmu sosial budaya memainkan peran penting dalam
pembentukan masyarakat modern dan demokrasi liberal. Ilmu-ilmu sosial budaya
bertujuan merekonstruksi sebuah metode ilmu pengetahuan sosial budaya yang
memainkan peranan penting dalam menginterpretasi krisis budaya dan krisis sosial
ekonomi di era postmodernisme