Anda di halaman 1dari 4

KESIAP SIAGAAN MASYARAKAT DALAM MITIGASI BENCANA BANJIR DI

KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

Fetri Elfada

Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan Geografi UNP


Fertielfada19@gmail.com
Abstrak

Akhir-akhir ini di Indonesia menunjukkan gejala semakin meningkatnya gejala bencana


hidrometeorologi yaitu bencana yang diakibatkan oleh kondisi meteorologi dan kondisi
hidrologi seperti angin puting beliung, badai, banjir, hujan ekstrim atau hujan dengan
intensitas tinggi. Secara umum banjir adalah suatu kejadian dimana air didalam saluran
meningkat dan melampaui kapasitas daya tampungnya. Di seluruh Indonesia, tercatat 5.590
sungai induk dan 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan banjir yang
dicakup sungai-sungai induk ini mencapai 1,4 juta hektar. Dari berbagai kajian yang telah
dilakukan, banjir yang melanda daerah-daerah rawan, pada dasarnya disebabkan tiga hal.
Pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan
berdampak pada perubahan alam. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi,
kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti
hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat
sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya .

Dalam lima tahun belakangan, Selama kurun waktu 2016-2020, lebih dari empat ribu jumlah
kejadian banjir di Indonesia. Bencana ini menyebabkan meningkatnya kerugian masyarakat
baik dari segi ekonomi, maupun perubahan penggunaan lahan baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Berikut pada Gambar 1 menunjukkan jumlah kejadian bencana banjir dari tahun
ke tahun yang terjadi di Indonesia.
Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu daerah yang menjadi langganan bencana
saat terjadi hujan deras dan cuaca ekstrim saat melanda sumbar. Beberapa waktu lalu, 13
kecamatan yang ada di limapuluh Kota tidak luput dari banjir dan longsor yang terjadi.
Bencana ini dikarenakan topografi wilayah Limapuluh Kota adalah Perbukitan. Untuk banjir,
daerah yang sering dilanda bencana tersebut adalah Kecamatan pangkalan, Kecamatan Kapur
IX, Kecamatan Harau, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kecamatan Mungka, Kecamatan
Payakumbuh, dan Kecamatan Suliki.(Kalaksa BPBD Limapuluh Kota, klikpositif.com)

Kabupaten Lima Puluh Kota menurut (Data Dinas Pekerjaan Umum tahun 2015), terdapat
sungai Batang Sinamar. Batang Sinamar ini merupakan salah satu diantara sungai-sungai
yang terdapat di kabupaten Limapuluh Kota. Sungai ini memiliki panjang lebih dari 75 Km
dan Lebar 30 M, lebar muara 50 M. Sungai Batang Sinamar ini memiliki hulu yang terletak
di Koto Tinggi Kecamatan Gunuang Omeh Kabupaten Limapuluh Kota, Bagian tengah
sungai terletak di jorong Koto Tuo Nagari Koto Tuo kecamatan Harau dan bagian hilir
terletak di kecamatan Lareh Sago Halaban. Sungai Batang Sinamar ini di gunakan
masyarakat untuk menambang pasir dan juga digunakan untuk irigasi persawahan.

Kerusakan yang terjadi pada sungai Batang Sinamar adalah air sungai menjadi keruh hal ini
terjadi pada musim hujan, mungkin disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak baik atau
alih fungsi lahan dan penggundulan hutan di sekitar daerah hulu sungai, atau disebabkan
oleh aktifitas manusia, serta pada musim kemarau debit air sungai tidak normal. Hal ini di
sebabkan oleh Peningkatan muatan sedimen di permukaan sungai yang mempengaruhi debit
sungai dan berpotensi mengurangi kapasitas tampung sungai terhadap air hujan sehingga
dapat menyebabkan banjir pada musim hujan. Jadi pada tulisan ini penulis berfokus pada
bagaimana kesiapsiagaan masyarakat yang terkena dampak banjir dari batang sinamar di
kecamatan lareh Sago halaban yang terletak di bahian hilir sungai Batang Sinamar.

Metode

Penelitian berbasis masyarakat difokuskan pada identifikasi tingkat pengetahuan masyarakat,


kesiapsiagaan, dan tindakan masyarakat dalam menghadapi banjir. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap
utama: (1) Persiapan, (2) Kerja Lapangan dan (3) Tahap Akhir. Pada fase persiapan, tinjauan
pustaka dilakukan untuk memperkuat konsep penelitian. Kegiatan literatur terdiri dari definisi
masalah, tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian, daerah penelitian didelineasi, serta
identifikasi ketersediaan data yang diperlukan. Pada fase kerja lapangan dilakukan dua
kegiatan utama, yaitu pengumpulan data data primer dan data sekunder tambahan. Kegiatan
lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara dengan
masyarakat dan untuk memverifikasi data sekunder yang digunakan pada tahap pra lapangan.

Hasil dan pembahasan

Penelitian ini mengamati jenis banjir di Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabuoaten
Limapuluh Kota, kesiapsiagaan dan tanggapan terhadap banjir masyarakat. Ada beberapa
Nagari yang terkena banjir bila terjadinya intensitas hujan yng cukup tinggi karena
meluapnya sungai Batang Sinamar. Banjir ini terjadi akibat adanya penambangan pasir liar di
daerah Hulu sungai kemudian pembuangan sampah msyarakat yang juga di buang kesungai.
Padahal pemerintah telah membuat larangan untuk membuang sampah kesungai namun
kejadian ini tetap saja dilakukan. Bagi masyarakat tempat yang langsung untuk membuang
sampah di sungai. Mereka beranggapan sampah yang dibuang tersebut akan hanyut dan tidak
akan membuat banjir. Seperti terlihat pada foto berikut

Pada gambar diatas terlihat pada sungai ada tumpukan sampah yang menyebabkan
meluapnya air sungai bila intensitas hujan yang tinggi dan aliran sungai yang deras dari
daerah hulu sungai sehingga meluap ke pemukiman masyarakat. Gambar yang selanjutya
merupakan tumpukan sampah ssetelah dikeruk pada saat setelah terjadinya banjir. Sampah
tersebut menurut orang sekitar merupakan kiriman dari daerah hulu sungai.

A. Pengetahuan Masyarakat tentang Banjir


Berdasarkan kuesioner, kita dapat melihat bahwa 66% dari responden memiliki persepsi
yang tinggi tentang bencana banjir diikuti oleh media 18% dan rendah 16% (angka 4,25).
Bagi orang-orang yang tinggal di sekitaran sungai batang sinamar mereka sudah lebih
tinggi tingkat kewaspadaannya terhadap banjir yang akan datang, karena mereka
memiliki lebih banyak pengalaman tentang banjir. Di sisi lain, orang-orang yang berada
agak jauh dari sungai batang sinamar, mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang banjir sejak terjadinya banjir mereka baru mulai mencari pengetahuan pa yang
harus dilakukan bila nanti suatu saat terjadi kembali banjir tersebut. Faktor lain adalah
bahwa orang-orang lokal tidak bisa memprediksi kapan banjir terjadi.
B. Kesiapsagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Banjir
Berdasaarkan data kuesionar terdapat 43% dari responden memiliki tingkat rendah dari
kesiapan banjir diikuti oleh tingkat menengah (31%) dan tingkat tinggi (24%). Upaya
kesiapsiagaan ini sebagian besar terkait dengan tingkat ekonomi responden karena untuk
melakukan kesiapan misalnya untuk meningkatkan tingkat lantai mereka harus
menyediakan sejumlah uang dari pendapatan mereka sedangkan sebagian besar
responden berada di tingkat pendapatan rendah.
C. Action Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir
Berdasarkan analisis kuesioner, 71%responden memiliki tindakan tingkat tinggi terhadap
banjir. Ini berarti bahwa orang dapat bertindak cepat dan baik dengan banjir. Tindakan
yang baik untuk banjir menunjukkan bahwa mereka memiliki kesiapan yang baik
sehingga mereka dapat meminimalkan dampak dari banjir. Peran serta masyarakat
diperlukan dalam meminimalisir bencana banjir. Oleh karena itu diperlukan beberapa
pendekatan, antara lain 1). Peringatan bahaya banjir disebarkan di tingkat
desa/kelurahan. 2). Kerja bakti untuk memperbaiki dasar dan tebing sungai,
membersihkan kotoran sampah yang menyumbat saluran ar, membangun tanggul dan
karung-karung pasir atau bebatuan, menanami kembali di kawasan bantaran sungai
(reboisasi), 3). Rencana pemulihan pertanian pasca bajir, antara lain dengan menyimpan
benih dan persediaa lain di tempat yang aling aman dan ini di jadikan suatu tradisi atau
kebiasaan di daerah tersebut, 4). Perencanaan pasokan air bersih dan pangan seandainya
bencana memaksa pengungsian.
Program-program untuk mengguah kesadaran masyarakat tentang bahaya banjir,
meliputi: 1). Penjelasan tentang fungsi-fungsi bantaran sungai dan jalur banjir, lokasinya
serta pola-pola siklus hidrologi, 2). Identifikasi bahaya rawan banjir, 3). Mendorong
perorangan untuk memperbaiki daya tahan bangunan dan harta mereka agar potensi
kerusakan/kehancuran dapat ditekan, 4). Menggugah kesadaran masyarakat tentang arti
penting rencana-rencana dan latihan-latihan penanggulangan serta pengungsian, 5).
Mendorong tanggung jawab perorangan atas pencegahan dan penanggualangan banjir
dalam kehidupan sehari-hari, 6). Pada praktik bertani harus memperhatikan dampak
lingkungan, jangan mengunduli hutan dan hulu sungai saluran air harus dipelihara dan
sebagainya.

Kesimpulan

Referensi

Anda mungkin juga menyukai