Anda di halaman 1dari 13

FORMULASI DAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

“Bencana Banjir”

PAPER
Ditujukan untuk memenuhi tugas UAS Mata Kuliah Formulasi dan Analisis
Kebijakan Publik yang diampu oleh Bpk. Drs. H. Isa Anshori, M. Si

Oleh :

Viqi Al Wahyuddin
B94217071

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
BAB I

PERUMUSAN MASALAH

A. Analisis Situasi

Bencana merupakan suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak bisa
diprediksi pasti kapan akan terjadi. Bencana dibedakan menjadi dua, yakni bencana
alam yang disebabkan oleh kondisi alam dan bencana alam karena ulah manusia.
Bencana alam yang disebabkan oleh kondisi alam ini terjadi karena murni kondisi
alam misalnya, gempa bumi yang disebabkan pergeseran lempeng bumi, tsunami
yang disebabkan gelombang air laut, gunung meletus yang disebabkan aktivitas
magma didalam perut bumi, dan lain-lain. Sedangkan bencana alam yang disebabkan
oleh ulah manusia merupakan bencana alam yang dipicu oleh perbuatan manusia
misalnya, banjir yang disebabkan ulah manusia memuang sampah sembarangan,
kebakaran hutan yang disebabkan ulah manusia membuka lahan untuk usaha, dan
lain-lain.

Banjir merupakan salah satu bencana yang menjadi langganan di Indonesia.


hampir setiap musim penghujan tiba, bencana banjir selalu hadir menghiasi di
sebagian wilayah. Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering
seperti pada lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga terjadi karena
debit atau volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi
atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air biasanya tidak menjadi persoalan bila
tidak menimbulkan kerugian, korban meninggal atau luka-luka, tidak merendam
permukiman dalam waktu lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan
sehari-hari. Bila genangan air terjadi cukup tinggi dalam waktu lama dan sering,
maka hal tersebut akan mengganggu kegiatan manusia. Dalam sepuluh tahun terakhir
ini, luas area dan frekuensi banjir semakin bertambah dengan kerugian yang makin
besar (BNPB, 2013). Di Indonesia banjir sudah lama terjadi. Di Jakarta, misalnya,
banjir sudah terjadi sejak 1959, ketika jumlah penduduk masih relative sedikit. Banjir
Jakarta terjadi sejak 1621, kemudian disusul banjir 1878, 1918, 1909, 1918, 1923,
1932 yang menggenangi permukiman warga karena meluapnya air dari sungai
Ciliwung, Cisadane, Angke. Setelah Indonesia merdeka, banjir masih terus terjadi di
Jakarta a.l pada 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (kompasiana, 2012;
Fitriindrawardhono, 2012). Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, selama musim
hujan seperti bulan Januari-Februari, semua pihak (baik pemerintah maupun
masyarakat) biasanya khawatir datangnya bencana banjir. Curah hujan pada periode
tersebut biasanya lebih tinggi dari bulan lainnya (BMKG, 2013). Oleh karena itu
masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan rawan banjir (bantaran sungai, dataran
banjir, pantai, dll) atau yang rutin mengalami banjir, biasanya sudah siap dengan
kemungkinan terburuk mengalami banjir, apalagi bila tempat tinggalnya berada dekat
tubuh perairan khususnya sungai. Hujan yang turun di sebagian besar wilayah
Indonesia sejak Desember 2012 sampai Februari 2013 telah menimbulkan kejadian
banjir di banyak tempat seperti di kota Bandung, Jakarta, Semarang, Manado,
Lamongan, Serang, dan beberapa kota/daerah lain baik di pulau Jawa maupun luar
Jawa (tvone, 20 Februari 2013).

Bencana banjir pada umumnya disebabkan oleh manusia baik itu secara
sengaja atau tidak. Penyebab banjir yang disebabkan oleh manusia dapat dirinci
sebagai berikut:

1. Membuang sampah sembarangan : sampah yang dibuang secara sembarangan


dapat membuat aliran air tersumbat yang mengakibatkan saat musim hujan
menyumbat aliran air, sehingga aliran air meluap dan terjadi banjir.
2. Penebangan pohon : penebangan pohon secara skala besar dan sembarangan bisa
menyebabkan banjir karena membuat air yang tadinya bisa diserap oleh pohon
mnejadi langsung mengalir.
3. Penyempitan sungai untuk jalan : untuk kebutuhan jalan umum, terkadang sungai
menjadi korban penyemptan untuk pelebaran jalan, hal ini tentu memprihatinkan
karena membuat daerah tamping air berkurang.
4. Kurangnya lahan hijau : kurangnya lahan hijau juga bisa menyebabkan bencana
banjir karena tidak ada yang menghalau laju air hujan, sehingga air langsung
mengalir begitu saja tanpa ada yang menghalau (akar pohon).

Bencana banjir secara nyata menyebabkan degradasi lingkungan atau


kerusakan lingkungan, gangguan terhadap kesehatan manusia, serta
ketidakseimbangan perekonomian masyarakat. Dampak genangan air menyebabkan
penyakit seperti gatal-gatal, malaria, alergi, dan lain-lain.

B. Konseptualisasi Masalah

Menjaga kelestarian lingkungan merupakan kewajiban bagi seluruh warga


masyarakat. Pencegahan bencana banjir merupakan salah satu komponen dalam
pengendalian bencana banjir. Pencegahan bencana banjir bisa dilakukan apabila
semua elemen masyarakat diikutsertakan dalam penanganannya. Akan tetapi, pada
kenyataanya elemen yang menangani bencana banjir hanya elemen tertentu tidak
melibatkan masyarakat. Akibatnya, tidak ada perubahan signifikan terhadap bencana
banjir yang ada di Indonesia yang akhirnya akan tetap terulang sama seperti
sebelumnya.

Pada dasarnya, masyarakat hanya mementingkan kegiatan ekonominya saja


tanpa mempedulikan lingkungan disekitarnya. Masyarakat hanya memikirkan cara
merusak lingkungan tanpa melihat dampak yang akan terjadi. Membuang sampah
sembarangan merupakan salah satu pola pikir manusia sebagai cara cepat untuk
membuang sampah tanpa memikirkan dampak kedepannya. Akhirnya, bencana banjir
terjadi karena kelalaian tersebut.

Selain itu, penebangan pohon secara liar menyebabkan banjir terutama di


daerah lereng gunung karena tidak ada yang menghalau laju air hujan. Hal ini terjadi
kerana kurangnya pengawasan pemerintah terhadap penebangan pohon dan
kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pohon bagi lingkungan.

C. Perumusan Masalah

Mengacu pada konseptualisasi masalah yang telah dipaparkan pada tugas


sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah formal kebijakan adalah kurangnya
kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Penyebab bencana banjir ada dua
yakni, alam dan manusia. Manusia menjadi faktor terbesar dalam terjadinya bencana
banjir baik dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Disengaja dalam bentuk
membuang sampah sembarangan, penyempitan sungai untuk jalan, penebangan
pohon secara liar, dan lain-lain. Tidak disengaja dikarenakan keteledoran yang
dilakukan masyarakat. Sedangkan faktor alam terjadi karena curah hujan yang sangat
tinggi sehingga sungai-sungai tidak mampu menampung air.
BAB II

IDENTIFIKASI ALTERNATIF KEBIJAKAN

A. Alternatif Kebijakan dan Analisis Proyeksi

Pada tugas sebelumnya, sudah dijelaskan terkait masalah formal. Untuk


menangani masalah formal yang terjadi, yaitu kurangya kesadaran masyarakat dalam
menjaga lingkungan. Dalam alternatif kebijakan yang sudah terangkum sebelumnya,
ada empat kebijakan alternatif yang dapat digunakan dalam menangani bencana
banjir. Alternatif kebijakan tersebut terangkum sebagai berikut:

1. Menegakkan sanksi terhadap pembuang sampah dan penebang pohon secara liar
Pemerintah perlu menindaklanjuti bagi pembuang sampah dan penebang
pohon secara liar dengan adil. Sebab, mereka seakan-akan acuh dengan apa yang
mereka lakukan dengan dampak yang diakibatkan. Hal ini karena kurangnya
pemerintah dalam memberikan kebijakan pada permasalahan ini. Di DKI Jakarta,
telah dibuat perda tentang pembuang sampah akan kena pasal dan di denda.
Akan tetapi, hal ini tidak membuat masyarakat menjadi sadar dan takut. Mereka
merasa biasa dengan peraturan tersebut dan terus melakukan kebodohan tersebut.
Oleh karena itu, pemerintah perlu lebih tegas dalam menindak pelaku
pembuang sampah dan penebang pohon secara liar agar bencana banjir ini bisa
terminimalisir terjadinya. Selain itu, warga masyarakat juga perlu andil untuk
menghakimi siapa saja yang melakukan hal tersebut. Karena lingkungan ini
adalah tanggung jawab warga masyarakat semua, bukan hanya satu elemen saja.
Dengan adanya pemberian sanksi yang tegas diharapkan para pelaku kapok dan
jerah, sehingga menimbulkan ligkungan yang bersih dan aman.
2. Sosialisasi pengolahan sampah yang baik dengan program 3R ( reduce, reuse,
recycle)

Sosialisasi merupakan proses penanaman atau transfer kebiasaan dan aturan


dari satu generasi lainnya dalam suatu kelompok atau masyarakat. Sosialisasi
merupakan sebuah proses penanaman kepada diri seseorang untuk memperoleh
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan norma.

Dengan adanya kegiatan sosialisasi memberikan wawasan dan pemahaman


kepada masyarakat akan pentingnya pengolahan sampah yang baik dengan
program 3R. Dengan demikian, masyarakat menjadi lebih respek terhadap
sampah atau limbah untuk diolah kembali menjadi barang yag tepat guna.

Program 3R (reduce, reuse, recycle) merupakan salah satu program dalam


menangani banjir dengan mengolah sampah menjadi barang tepat guna. Program
3R ini merupakan salah satu program yang baik dalam pengolahan sampah yang
sudah terlalu banyak di negeri ini. Reduce merupakan mengurangi segala sesuatu
yang mengakibatkan sampah, misalnya menggunakan barang refiil atau dapat
diisi kembali, mengurangi penggunaan produk sekali pakai, memilih produk
yang kemasannya dapat didaur ulang, dan lain-lain. Reuse merupakan
menggunakan kembali barang bekas yang massih dapat digunakan misalnya
menggunakan wadah atau kantong yang dapat digunakan beberapa kali,
mengirim surat melalui email, dan lain-lain. Recycle merupakan mengolah
kembali sampah menjadi barang yang bermanfaat misalnya mengolah sampah
kertas menjadi kertas baru lagi, mengolah sampah organic menjadi pupuk
kompos, dan lain-lain.

Sosialisasi ini tidak hanya dilakukan satu kali saja, karena butuh proses untuk
menanamkan betul kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya pengolahan
sampah yang baik. Banyak sekali manfaat dari sosialisaso ini, salah satunya
meningkatkan kesadaran masayarakat akan kelestarian lingkungan. Selain itu,
sosialisasi dilakukan setidaknya tiga kali atau lebih untuk mendapatkan hasil
yang maksimal.

3. Pemerintah membuat peraturan setiap daerah memiliki Tempat Pembuangan


Akhir (TPA)

Pembuatan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ini sangat diperlukan disetiap


daerah bahkan desa. Hal ini dikarenakan sampah tidak bisa lepas dari kehidupan
sehari-hari, sehingga diperlukan lahan yang cukup untuk pembuangannya
terutama di daerah padat penduduk. Pembuatan peraturan ini sangat penting
melihat sampah-sampah yang sudah tidak beraturan tempatnya, sehingga
membuat pemandangan yang kurang enak dipandang mata.

Selain itu, pebuatan TPA juga bisa memudahkan pemilahan antara sampah
organic dan anorganik yang nanti akan dipisahkan mana yang bisa didaur ulang
untuk dijadikan barang yang bermanfaat dan tepat guna. Oleh karena itu,
peraturan ini cukup efisien untuk menangani bencana banjir dalam mengurangi
sampah-sampah yang berserakan.

4. Melakukan pembuatan sumur buatan untuk penampungan air lebih cepat


Pembuatan sumur buatan merupakan suatu hal yang baik dalam
menanggulangi bencana banjir. Sumur buatan ini berfungsi sebagai daerah
resapan air yang nantinya akan ditampung di dalamnya. Selain itu, sumur ini
juga bisa berfungsi sebagai pengairan dikala musim kemarau tiba.
Pembuatan sumur buatan sumur ini cukup efisien da;am menanggulangi
bencana banjir ini, karena sumur ini tidak hanya memiliki satu fungsi untuk
menyimpan air hujan. Akan tetapi, bisa digunakan sebagai pengairan dikala
musim kemarau tiba.
BAB III
PERANKINGAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

A. Kriteria Efektivitas

Kriteria efektifitas merupakan suatu kriteria yang menjadi acuan dalam


penilaian suatu kebijakan efektif atau tidak dalam penerapannya. Efektifnya
kebijakan merupakan ketepatan kebijakan yang diambil untuk menangani suatu
kondisi permasalahan yang sedang terjadi. Kriteria efektifitas memiliki dua sub
kriteria, yaitu efektivitas dan kecukupan. Efektivitas mencakup apakah alternatif yang
dipilih dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan kecukupan merupakan hal
yang menyangkut seberapa jauh alternatif yang dipilih mampu mengatasi
permasalahan yang terjadi.

B. Kriteria Efisiensi

Kriteria Efisiensi merupakan kriteria yang menjadi tolak ukur sejauh mana
efisiensi suatu kebijakan yang telah diambil dalam mengatasi permasalahan yang
terjadi. Jadi, sebuah kebijakan yaag baik merupakan suatu kebijakan yang memiliki
efisiensi tinggi dalam penerapannya. Sehingga, kebijakan tersebut menjadi prioritas
dalam penggunaannya.

C. Kriteria Politik

Kriteria politik ini merupakan kriteria yang dapat melihat bagaimana efek atau
dampak politik yang muncul terhadap para pembuat kebijakan atau keputusan,
legislator, pejabat, kelompok politik, serta kelompok aliansi. Kriteria politik ini
mencakup tingkat penerimaan, kepantasan, daya tanggap dan aspek keadilan. Kriteria
ini harus dimiliki suatu kebijakan agar bisa diterima di semua kalangan dan memiliki
daya tanggap serta keadilan yang cukup pantas untuk dijalankan.
D. Kriteria Kelayakan Ekonomi / Anggaran

Kriteria kelayakan ekonomi merupakan kriteria yang melihat seberapa besar


biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan kebijakan yang diambil dan keuntungan
ekonomi dari alternatif kebijakan yang diambil. Keuntungan ini mempersoalkan
perbandingan antara input dan output kebijakan. Biaya yang dikeluarkan dalam
pengambilan kebijakan harus efisien atau seminimal mungkin.

E. Kriteria Administrasi

Kriteria administrasi merupakan kriteria yang mengukur seberapa besar


kemungkinan keberhasilan dari suatu alternatif kebijakan yang akan diambil dalam
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Kriteria ini mencakup sub kriteria otoritas,
komitmen institusi, kapasitas kemampuan aparatur baik secara konseptual maupu
ketrampilan dan dukungan organisasi dalam melaksanakan kebijakan.

F. Rangkuman Perangkingan Alternatif Kebijakan

NILAI
NO. KEBIJAKAN JUMLAH RANKING
1 2 3 4

1. Sanksi 4 3 2 3 12 III

2. Program 3R 4 4 3 4 15 I

3. Tempat Pembuangan Akhir 4 3 3 4 14 II

4. Sumur buatan 3 2 3 3 11 IV
Dengan mengacu pada analisis penilaian dengan menggunakan kriteria yang
telah ditentukan, maka diperoleh alternatif kebijakan yang memenuhi kriteria paling
tinggi yaitu sosialisasi pengolahan sampah yang baik melalui program 3R (reduce,
reuse, recycle). Alternatif kebijakan ini memiliki potensi keberhasilan dan keefektifan
lebih besar daripada alternatif kebijakan yang lain. hal ini dikarenakan program 3R
ini sangat murah dan mudah dilakukan dan dipahami oleh masyarakat sekitar,
sehingga sangat efektif dalam menjalankannya.

Apabila masyarakat diberikan sosialisasi ini, maka akan terjadi keseimbangan


antara lingkungan dan manusia. Selain itu, program 3R ini juga dapat meningkatkan
perekonomian warga masyarakat dengan recycle atau mengolah sampah menjadi
barang yang bermanfaat dan tepat guna. Kemudian, program ini juga dapat
meminimalisir penggunaan barang sekali pakai yang mengakiabatkan sampah.

Sosialisasi ini sebaiknya tidak hanya disampaikan melalui teori saja, akan
tetapi praltek lapangan juga mencotohkan langsung kepada warga masyarakat apa
dan bagaimana program 3R ini, kemudian memberikan penjelasan manfaat program
ini dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jika antara pemberi sosialisasi dan
warga saling bekerja sama, maka kedepannya akan tercipta lingkungan yang bersih,
aman, dan tentunya bebas banjir.
BAB IV
PENUTUP

Dari hasil analisis masalah, perumusan alternatif kebijakan, perampingan


alternatif kebijakan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, maka didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, hasil perangkingan alternatif kebijakan yang berdasarkan kriteria


efektivitas, efisiensi, kelayakan politik, kelayakan ekonomi/anggaran, dan kelayakan
administratif maka dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa alternatif kebijakan yang
menjadi rangking pertama adalah alternative kebijakan yang kedua, yakni sosialisasi
pengolahan sampah yang baik dengan program 3R (reduce, reuse, recycle).
Kebijakan ini dinilai cukup efisien dalam penanganan bencana banjir ini. Hal ini
karena kebijakan 3R ini sangat mudah dan murah untuk dilakukan oleh semua
kalangan masyarakat.

Kedua, Kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah atau pihak yang
bersangkutan dalam menangani permasalahan yang terjadi adalah dengan mengajak
masyarakat ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan. Hal ini dikarenakan
kelestraian alam bukan hanya tanggung jawab satu elemen saja. Akan tetapi, semua
elemen yang ada warga dan pemerintah harus ikut andil dalam pelestarian
lingkungan.

Ketiga, alternatif yang direkomendasikan merupakan alternatif yang terbaik


dari alternatif lainnya. Hal ini dikarenakan, program 3R ini sangat mudah dan murah
untuk dilakukan semua kalangan. Sehingga, cukup memungkinkan hal ini dapat
efisien dalam menangani kasus bencana banjir ini. Akan tetapi, sukses tidaknya
alternative ini tergantung pemerintah dan warga bagaimana saling bekerjasama dan
saling menegrti akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan untuk kehidupan
yang bersih, aman, dan tentunya bebas banjir. Hal ini dapat meningkatkan kualitas
hidup seseorang apabila tercipta lingkungan hidup sedemikian rupa.

Anda mungkin juga menyukai