(CO2) ke udara jauh melebihi kecepatan dan kemampuan alam untuk menguranginya. Hal tersebut telah berkontribusi kepada perubahan iklim yang semakin tidak bersahabat terhadap manusia.Tingkah laku manusia yang mengesankan keegoisannya terhadap alam juga dapat dilihat dari persoalan sampah yang berada pada sungai-sungai. Perilaku manusia dalam sistem pembuangan sampah juga memiliki andil dalam kehadiran bencana banjir. Setidaknya Walhi mencatat bahwa pada tahun 2000, kota Jakarta menghasilkan 25.700 m3 sampah per hari. Sehingga volume sampah selama tahun 2000 dapat mencapai 170 kali besar Candi Borobudur (volume Candi Borobudur adalah 55.000 m3). Perilaku membuang sampah sembarangan telah berakibat pada terganggunya sistem pembuangan air dan pada gilirannya ketika musim hujan tiba akan mengakibatkan tergenangnya area di sekitar saluran air yang terhambat tersebut. Keegoisan tingkah laku manusia lainnya yang berkontribusi terhadap bencana banjir adalah pengrusakan alam secara membabi buta. Atas nama keuntungan pribadi seringkali hutan kita ditebang secara serampangan dan melupakan upaya penanaman kembali. Padahal pohon tersebut memiliki peran sebagai penyerap dan penahan air yang tidak dapat fungsinya digantikan oleh apapun. Selain itu pepohonan juga dapat berfungsi sebagai para-paru alam. Situasi yang cukup mengenaskan adalah adanya fakta tentang penggundulan hutan di sekitar daerah aliran sungai. Jadi sebenarnya penyebab kerusakan di bumi adalah ulah manusia dan yang akan merasakan dampaknya adalah manusia juga. Sebelum kepunahan ras manusia akibat dari perilaku manusia, terutama terkait dengan persahabatannya dengan alam, maka perlu langkah-langkah sistematis untuk menghadapi ketiga faktor penyebab utama bencana banjir. Persoalan tersulit sepertinya adalah bagaimana merubah tingkah laku manusia supaya dapat menciptakan keharmonian dengan alam. Merubah perilaku manusia secara keseluruhan sebenarnya dapat dimulai dengan mencobanya pada diri kita sendiri. Setelah itu, kita pun harus mulai bisa berperan memberikan penyadaran kepada masyarakat di sekitar kita. Sebagai mahluk sosial, tentunya manusia dapat mengupayakan sesuatu yang lebih besar lagi bagi kehidupan yang lebih baik. Manusia pun mampu untuk merencanakan sebuah sistem pengendalian banjir yang lebih terpadu dan memperhatikan keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam. Kita pun dapat berupaya untuk menghasilkan generasi yang ramah terhadap alam. Untuk menciptakan manusia yang bersahabat dengan alam, pastinya harus melibatkan alam dalam kegiatan belajar mengajar. Ilmu pengetahuan biologi, ekologi, geografi, fisika, kimia dan lain sebagainya dapat memberikan pemahaman kepada murid tentang banjir yang kerap terjadi ketika musim penghujan. Akan tetapi kebanyakan proses belajar hanya sebatas penyampaian informasi seperti di kelas. Padahal menurut penganut behaviourisme, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Bloom (1956) seperti memperkuat pendapat kaum behaviour melalui taksonomi tujuan pendidikan yang memandang belajar itu harus meliputi tiga aspek yaitu kognitif (intelektual), afektif (emosi) serta psikomotor (perilaku). Konklusi sederhananya jika manusia belum mampu bersahabat dengan alam lingkungannya bahkan perilakunya merusak dan menyebabkan bencana, dapat saya katakan bahwa proses belajar tesebut telah gagal. Mungkin selama ini metode yang dipergunakan hanya sebatas ceramah dan menghapal rumus semata. Perubahan perilaku hidup yang ramah lingkungan bukan dibuktikan dengan teori maupun rumus semata tetapi dengan tingkah laku. Pendekatan metode pembelajaran dengan mengedepankan ranah afektif dan psikomotor harus lebih diutamakan. Metode live in adalah cara mengajar dengan memperkenalkan siswa terhadap objek belajar seperti sungai kemudian mencoba mempraktekkan pola hidup yang ramah terhadap lingkungan. Siswa berproses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi dan pengalaman dengan dibantu oleh seorang guru (tutor). Pengajaran seperti ini mungkin dapat diterapkan pada berbagai kampung wisata atau pun sekolah alam. Penyadaran seperti ini yang akan mengubah perilaku manusia dalam memperlakukan alam dengan bijaksana sehingga bencana banjir dapat direduksi.