Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH FILSAFAT:POSITIVISME

KATA PENGENTAR

Puji syukur yang dalam kami ucapkan ke hadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-Nyalah tugasini
dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.Tidak lupa kamimengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengajar yang telah memberikan banyak
masukkan. Dalam bidang ilmu filsafat, sosiologi, antropologi, dan bidang ilmu sosiallainnya, istilah
positivisme sangat berkaitan erat dengan istilah naturalisme dan dapat dirunutasalnya ke pemikiran
Auguste Comte pada abad ke-19. Comte berpendapat, positivisme adalahcara pandang dalam
memahami dunia dengan berdasarkan sains.

Tokoh aliran ini adalah August Comte (1798-1857). Pada dasarnya positivisme bukanlah suatualiran
yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengankata lain,
ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunyaeksperimen
dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris
yang terukur Terukur inilah sumbangan penting positivisme. Misalnya, hal panas. Positivisme
mengatakan bahwa air mendidih adalah 100 derajat celcius, besi mendidih1000 derajat celcius, dan
yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton, dan seterusnya.Akhirnya, ucapan terima kasih
kami sampaikan kepada semua pihak yan telah membantu dalam pembuatan makalah ini, kami
harapkan makalah ini dapat bermanfaat dan mampu menambah wawasan bagi semua orang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan kita sekarang ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam, yang digantikan oleh
hukum-hukum buatan manusia sendiri yang sangat egoistis dan mengandung nilai hedonis yang
sangat besar, sehingga kita pun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda diri kita. Etika
hubungan kita yang humanis dengan tiga kompenen relasional hidup kita sudah terabaikan begitu
jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa mendatang akan tetap lestari dan berlangsung harmonis
dengan alam.

Makalah ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Filsafat, dengan bahasan “Filsafat Potivisme”
Makalah ini dititikberatkan pada pemikiran-pemikiran para filosof aliran positivisme.

B. Rumusan Masalah

a. Bagaimana sejarah dan siapa saja tokoh filsafat positivisme?

b. Apa yang di maksud positivisme dan apa fungsinya?

c. Bagaimana tahap perkembangan positivisme

C. Tujuan Penulisan

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pemahaman kita mengenai filsafat
pada umumnya, dan filsafat positivisme pada khususnya. Pada filsafat ini nanti akan kita bahas
mengenai sejarah dari positivisme, dan tokoh-tokoh penganutnya. Selain itu juga akan kita bahas
berbagai sub bab/pokok yang berkaitan dengan positivisme. Sehingga diharapkan setelah membaca
makalah yang kami susun ini,kita semua bisa mengetahui tentang positivisme itu sendiri dan dapat
juga dapat mengambil hal positif untuk di aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah filsafat positivisme

Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa akar
sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776) dan Kant (1724-
1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui
percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan pendapat Hume ini
dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain
itu Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk
menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya. Istilah
Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang
positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama
Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17 .

Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal
tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas
hukum alam. Pada paruh kedua abad XIX munculah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial
berkebangsaan Perancis, yang menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak
sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya
yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang
diterbitkan dalam enam jilid.

Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan
akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari
fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan
ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang
mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme.
Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada
kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa
adikodrati tersebut telah digantikan oleh konsep-konsep abstrak, seperti kodrat‘ dan penyebab‘.
Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman
metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada masa
positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan
hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia
menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode
empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

B. Pengertian positivisme

Positivisme diturunkan dari kata positif, dalam hal ini positivisme dapat diartikan sebagai suatu
pandangan yang sejalan dengan empirisme, menempatkan penghayatan yang penting serta
mendalam yang bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan yang nyata, karena
harus didasarkan kepada hal-hal yang positivisme. Dimana positivisme itu sendiri hanya membatasi
diri kepada pengalaman-pengalaman yang hanya bersifat objektif saja. Hal ini berbeda dengan
empirisme yang bersifat lebih lunak karena empirisme juga mau menerima pengalaman-pengalaman
yang bersifat batiniah atau pengalaman-pengalaman yang bersifat subjektif juga.

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur.
“Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme.

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya
spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh
kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis
ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk,
maka tidak ada spekulasi yang dapat menjadi pengetahuan.

C. Tahap-tahap perkembangan positivisme

Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang
dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.

2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme (empirio-positivisme) berawal pada tahun 1870-
1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal
tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme,
masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung
dengan subjektivisme.

3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-
tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh
pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini
menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok
bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

D. Ide-ide pokok positivisme

Ide-ide pokok positivisme, antara lain :

1. Bahwa ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya, dan
karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah .

2. Bahwa hanya ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum, untuk segala bidang atau
disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam ilmu alam.

3. Bahwa pandangan-pandangan metafisik tidak dapat diterima sebagai ilmu, tetapi "sekadar"
merupakan pseudoscientific.

Jadi, kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori korespondensi.Teori
korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat fakta-fakta empiris
yang mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap benar
apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebut bersesuaian (korespodensi) dengan
obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.

E. Ciri-Ciri Positivisme

Ciri-ciri positivisme antara lain:

a) Objektif/bebas nilai: dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti
mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati-
terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari realitas (korespondensi).

b) Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya
berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan
berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika).

c) Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang nyata.
Contoh: logam dipanaskan memuai, konsep logam dalam pernyataan itu mengatasi semua bentuk
particular logam: besi, kuningan, timah dan lain-lain.

d) Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.

e) Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang meniadakan


penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memilii strukturnya sendiri dan mengasalkan
strukturnya sendiri.

f) Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta diibaratkan
sebagai a giant clock work.
F. Tokoh-tokoh filsafat positivisme

a) Auguste Comte

Philosophe Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan Auguste Comte,
adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin sosiologi dan doktrin positivisme.
Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis. Meninggal: 5 September 1857, Paris, Prancis. Nama
lengkap: Isidore Auguste Marie François Xavier Comte. Pendidikan: Universitas Montpellier, École
Polytechnique

b) John Stuart Mill

Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang
kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik. Lahir: 20 Mei 1806,
Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon, Prancis. Pasangan: Harriet Taylor Mill. (M
1851-1858). Pendidikan: University College London. Orangtua: James Mill, Harriet Burrow

c) Hippolyte Taine Adolphe

Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh teoritis kepala naturalisme
Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan salah satu praktisi pertama kritik historis.
Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis. Meninggal: 5 Maret 1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École
Normale Supérieure

d) Émile Durkheim

Sosiolog David Émile Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis, psikolog sosial dan filsuf. Ia secara
resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan Max Weber, yang sering dikutip
sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal, Prancis. Meninggal: 15 November 1917, Paris,
Prancis. Pendidikan: Lycée Louis-le-Grand, École Normale Supérieure,Universitas Leipzig.

G. METODE POSITIVISME

Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/ persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia
menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala.
Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang
gejala-gejala saja.

Menurut Agus Comte(1798 - 1857 M), bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran
yang jelas. Misal panas diukur dengan derajat panas, jauh di ukur dengan ukuran meteran. berat
dengan kiloan, dan sebagainya.Jadi, kita tidak cukup hanya dengan mengatakan api itu panas,
matahari panas, kopi panas, ketika panasa, juga kita tidak cukup mengatakan panas sekali, panas,
tidak panas. Namun kita memerlukan ukuran yang teliti (secara ilmiah). Dari sinilah kemajuan sains
benar-benar dimulai.

Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis,
metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat
pernyataan kehendak khusus.

Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian
dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan dipandangnya sebagai
asal dari segala gejala.

Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun
metafisi dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir
seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan
hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan
penggunaan akal.

Positivisme ini sebagai perkembangan yang ekstrem, yakni pandangan yang menganggap bahwa
yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empiric”, atau yang mereka
namakan positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut positivism dapat digeneralisasikan berdasarkan
fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.

Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan perubahan
historis atas dasar cara berpikir induktif, Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan berkembang dalam
suatu proses kehidupan dari suatu masyarakat itu sendiri.

Jadi, penganut faham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara
ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-
aturan, demikian juga alam.

Dan bahasa adalah gambar dari kenyataan, karena bahasa sehari-hari tidak bisa menggambarkan
kenyataan secara benar maka dikembangkanlah bahasa logis dengan kecermatan matematis yg
akurat. Positif berarti, “apa yg berdasarkan pada fakta objektif”.Asumsi dasar positivisme tentang
realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat
oleh tertib hukum.Fokus kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-akibat (kausalitas).

Dalam hal itu aliran positivisme ini menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk mengetahui :

(1) Verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal).

(2) Penemuan lewat logika (rasional).

H. Kelebihan dan Kelemahan Filsafat Positivisme

a. Kelebihan Positivisme

1. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh lebih
tinggi dari pada kedua faham tersebut.
2. Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu pengetahuan
yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak secara spekulatif, arbitrary,
melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid.

3. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak aktif
dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapijuga meramalkan masa
depannya.

4. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.

5. Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun


keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

b. Kelemahan Positivisme

1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar terpuruknya
nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan manusia tereduksi ke
dalam pengertian fisik-biologik.

2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya, maka
faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya kepada Tuhan,
Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam ajaran Agama adalah benar
kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat paham positivistik berkembang pada
abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada agama semakin meningkat.

3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa
bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikan.

4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.

5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat
dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera. Padahal
perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Sehingga
kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak nampak dapat
dijadikan bahan kajian.

6. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis,
tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu pijakan untuk
mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang digambarkan sebagai
masyarakat positivistic.
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika. Positivisme
merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka
tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya pengetahuan
yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya
bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya
spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah
dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh
salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran
manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metafisik, dan ilmiah.

Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme : Auguste Comte (1798–1857), John Stuart Mill
( 1806 – 1873 ), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).

B. Saran

Penulis menyadari lemahnya pemahaman akan materi yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan kami untuk lebih maksimal dalam mengolah dan
memperkaya isi makalah kami ini. Oleh sebab itu kami meminta dengan setulus hati kepada para
pembaca yang budiman agar memberikan kirtik saran yang membangun supaya dengan kritik
tersebut dapat membuat kami menyadari kesalahan dan dapat memeprbaiki kesalahan itu di
makalah-makalah selanjutnya. Saran penulis agar lebih memahami isi makalah kami. Kami minta
pembaca yang budiman membaca dengan seksama isi makalah kami ini. Salam dan Hormat dari
penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, beni saebani, filsafat ilmu, pustaka setia, 2009

Adian, Donni Gahral, Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer, Jalasutra, 2002

Bagus, Lorens, Kamus filsafat, Gramedia Pustaka Utama, 2005

Baqir, muhammad, falsafatuna, mizan, 2014

Tafsir, ahmad, filsafat ilmu, rosda karya, 2013


Sofyan, ayi, kapita selekta filsafat, pustaka setia, 2010

Anda mungkin juga menyukai