Anda di halaman 1dari 15

POSITIVISME AUGUSTE COMTE

MAKALAH
untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat

Disusun Oleh:
Fahmi Sam Zariulhaq (005)

Refany Puspitaning Luhpratiwi (026)

Faruq Basuki (028)

Harlina Tridinda Gentar (039)

Shindy Paulina (054)

Universitas Muhammadiyah Malang


2016

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah,
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat memenuhi kewajiban sebagai
anak didik untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Filsafat yaitu membuat
makalah yang membahas tentang Positivisme.

Tujuan dari pembuatan makalah ini tentunya untuk menyelesaikan tugas


yang telah diberikan Bapak Haeri Fadli selaku dosen Filsafat kepada penulis.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Namun,
penulis menyadari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan informasi yang
dimiliki menjadi suatu kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen, teman-teman
penulis ataupun para pembaca yang harapannya dapat membangun kearah
penyempurnaan penyusunan makalah agar lebih baik lagi.

Malang, 26 September 2016

Penulis
Daftar Isi

Kata pengantar ............................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................ii

Sekilas Tentang Auguste Comte...................................................................1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................2
B. Rumusan Masalah............................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Positivisme.............................................................3


B. Pengertian Filsafat Positivisme........................................................4
C. Tahapan Pada Filsafat Positivisme...................................................4
D. Perkembangan Filsafat Positivisme.................................................7

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................11
B. Saran.................................................................................................11

Daftar Pustaka..............................................................................................12
Sekilas Tentang Auguste Comte

Isidore Marie Auguste Francois


Xavier Comte, atau yang lebih dikenal
dengan nama Auguste Comte, lahir
di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798.

Auguste Comte adalah seorang filsuf


Perancis, ia pendiri dari disiplin sosiologi
dan doktrin positivisme.

Dalam pemikirannya mengenai


diskursus keagamaan, ia melihat sebuah perbedaan yang mencolok antara
agama Katolik yang ia anut dengan pemikiran keluarga monarki yang berkuasa
sehingga ia terpaksa meninggalkan Paris. Hal-hal yang sebenarnya menarik
perhatiannya bukanlah yang berbau matematika tetapi masalah-masalah sosial dan
kemanusiaan. Berangkat dari hal inilah yang kemudian pada
bulan Agustus 1817 Comte bersedia menjadi murid sekaligus sekertaris
dariClaude Henri de Rouvroy, Comte de Saint-Simon, yang kemudian membawa
Comte masuk ke dalam lingkungan intelek. Pada tahun 1824, Comte
meninggalkan Saint-Simon karena lagi-lagi ia merasa ada ketidakcocokan dalam
hubungannya.
Saat itu, Comte mengetahui apa yang ia harus lakukan selanjutnya dia
mulai meneliti tentang filosofi positivisme. Rencananya ini kemudian
dipublikasikan dengan nama Plan de travaux scientifiques ncessaires pour
rorganiser la socit (1822) (Indonesia: Rencana studi ilmiah untuk pengaturan
kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga
menghambat penelitiannya. Kehidupan dan penelitiannya kemudian mulai
bergantung pada sponsor dan bantuan finansial dari beberapa temannya. Comte
akhirnya meninggal di Paris pada tanggal 5 September 1857.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran


manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar dengan
menggunakan logika. Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok
orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam
memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas
dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Filsafat memiliki banyak aliran dimana salah satunya adalah aliran


positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat yang berkaitan erat dengan
naturalisme yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah filsafat positivisme?
2. Apa yang dimaksud dengan filsafat positivisme?
3. Apa saja tahapan filsafat positivisme?
4. Bagaimana perkembangan filsafat positivisme?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Filsafat Positivisme

Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Istilah Positivisme


sendiri pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik
tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof
berkebangsaan Inggeris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad
ke-17 (Muhadjir, 2001). Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi,
komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik
kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas
hukum alam.

Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi


peringatan kepada para ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada
perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase
metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis (tahapan agama dan
ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak
dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode:
animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini untuk menjelaskan
fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau
Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa
adikodrati tersebut telah digantikan oleh konsep-konsep abstrak, seperti kodrat
dan penyebab. Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena dengan
pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden,
esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada masa positif (tahap positivisme)
manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan
antar fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio. Pada tahap ini
manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan filsafat serta hanya
mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.
B. Pengertian Filsafat Positivisme

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisika. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua
didasarkan pada data empiris. Positivismemerupakan empirisme, yang dalam segi-
segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada
spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat


terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal
yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan
haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga,
penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme, materealisme,
naturalisme, filsafat dan empirisme.

C. Tahapan Pada Filsafat Positivisme

Dalam karyanya Auguste Comte yang berjudul Cours de Philosphie


Possitive dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah yang paling
pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga dikatakan sebagai representasi
bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan
perkembangan manusia. Hukum tiga tahap merupakan usaha Comte untuk
menjelaskan kemajuan evolusioner umat manusia dan masa primitif sampai
peradaban Perancis abad kesembilan belas yang sangat maju.
Singkatnya, hukum itu menyatakan bahwa masyarakat berkembang melalui
tiga tahap utama. Tahap-tahap ini ditentukan menurut cara berpikir yang dominan,
yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Teologis
Manusia percaya bahwa dibelakang gejala-gejala alam terdapat kuasa-
kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut.
Kuasa-kuasa ini dianggap sebagai makhluk yang memiliki rasio dan
kehendak seperti manusia. Tetapi orang percaya bahwa mereka berada
pada tingkatan lebih tinggi dari pada makhluk-makhluk selain insani.
Pada taraf pemikiran ini terdapat lagi tiga tahap, yaitu :
a. Fetichisme: tahap yang paling bersahaja atau primitif, dimana orang
menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme).
b. Polytheisme: tahap ketika orang menurunkan kelompok hal-hal
tertentu, dimana seluruhnya diturunkan dari suatu kekuatan
adikodrati yang melatarbelakanginya sedemikian rupa hingga tiap
tahapan gejala-gejala memiliki dewa sendiri-sendiri. Gejala-gejala
suci dapat disebut dewa-dewa, dan dewa-dewa ini dapat diatur
dalam suatu sistem, sehingga menjadi politeisme dengan spesialisasi.
c. Monotheisme: tahapan tertinggi, dimana pada tahap ini orang
mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh
tertinggi (esa). Singkatnya, pada tahap ini manusia mengarahkan
pandangannya kepada hakekat yang batiniah (sebab pertama). Disini,
manusia percaya kepada kemungkinan adanya sesuatu yang mutlak.
Artinya di balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.

2. Tahap Metafisik (Transisi)


Tahapan ini sebenarnya hanya merupakan varian dari cara berpikir
teologis, karena di dalam tahap ini dewa-dewa hanya diganti dengan
kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian atau dengan benda-benda
lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum,
yang disebut dengan alam. Terjemahan metafisis dari monoteisme itu
misalnya terdapat dalam pendapat bahwa semua kekuatan kosmis dapat
disimpulkan dalam konsep alam, sebagai asal mula semua gejala.
3. Tahap Positif
Pada tahap positif, orang tahu bahwa tiada gunanya lagi untuk berusaha
mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan
teologis maupun metafisik. Ia tidak lagi mau mencari asal dan tujuan
terakhir seluruh alam semesta ini, atau melacak hakekat yang sejati dari
segala sesuatu yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang
berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat
pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan
dan dengan memakai akalnya. Pada tahap ini pengertian
menerangkan berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan
suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif
ini adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta
yang umum.
Bagi Comte, ketiga tahapan tersebut tidak hanya berlaku bagi
perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi di bidang
ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Comte menerangkan bahwa segala ilmu
pengetahuan semula dikuasai oleh pengertian-pengertian teologis, sesudah itu
dikacaukan dengan pemikiran metafisis dan akhirnya dipengaruhi hukum positif.
Jelasnya, ketiga tahapan perkembangan umat manusia itu tidak saja berlaku bagi
suatu bangsa atau suku tertentu, akan tetapi juga individu dan ilmu pengetahuan.
Meskipun seluruh ilmu pengetahuan tersebut dalam perkembangannya
melalui ketiga macam tahapan tersebut, namun bukan berarti dalam waktu yang
bersamaan. Hal demikian dikarenakan segalanya tergantung pada kompleksitas
susunan suatu bidang ilmu pengetahuan. Semakin kompleks susunan suatu bidang
ilmu pengetahuan tertentu, maka semakin lambat mencapai tahap ketiga.
Lebih jauh Comte berpendapat bahwa pengetahuan positif merupakan
puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai pengetahuan ilmiah. Di
sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila ilmu pengetahuan
tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata dan kongkrit.
Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap
berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukur isinya yang positif,
serta sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan
kebenaran yang positif. Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik
yang diperoleh dalam metafisika ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan
dalam kenyataan.
Demikianlah pandangan Auguste Comte tentang hukum tiga tahapnya, yang
pada intinya menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu dan suku
bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah. Dalam hal ini
Auguste Comte memberikan analog: manusia muda atau suku-suku primitif pada
tahap teologis sehingga dibutuhkan figur dewa-dewa untuk menerangkan
kenyataan. Meningkat remaja dan mulai dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak
dan metafisis. Pada tahap dewasa dan matang digunakan metode-metode positif
dan ilmiah.

D. Perkembangan Filsafat Positivisme


Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,


walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang
diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh
Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan
Spencer.
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme empirio-positivisme
berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan
Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan formal tentang
obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme
awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari
sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan
subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran
Wina dengan tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan
lain-lain. Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan
tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua
kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap
ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis, struktur
penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

Filsafat positivisme merupakan salah satu aliran filsafat modern yang lahir
pada abad ke-19. Dasar-dasar filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan
dikembangkan oleh Auguste Comte. Adapun yang menjadi tititk tolak dari
pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan
positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan positif
adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-
pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur
sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa
depan.

Sebenarnya, tokoh-tokoh aliran ini sangat banyak. Namun begitu, Auguste


Comte dapat dikatakan merupakan tokoh terpenting dari aliran filsafat
Positivisme. Menurut Comte, dan juga para penganut aliran positivisme, ilmu
pengetahuan tidak boleh melebihi fakta-fakta karena positivisme menolak
metafisisme. Bagi Comte, menanyakan hakekat benda-benda atau penyebab yang
sebenarnya tidaklah mempunyai arti apapun. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan
dan juga filsafat hanya menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara
fakta-fakta. Dengan demikian, kaum positivis membatasi dunia pada hal-hal yang
bisa dilihat, diukur, dianalisa dan yang dapat dibuktikan kebenarannya.

Dengan model pemikiran seperti ini, kemudian Auguste Comte mencoba


mengembangkan Positivisme ke dalam agama atau sebagai pengganti agama. Hal
ini terbukti dengan didirikannya Positive Societies di berbagai tempat yang
memuja kemanusiaan sebagai ganti memuja Tuhan. Perkembangan selanjutnya
dari aliran ini melahirkan aliran yang bertumpu kepada isi dan fakta-fakta yang
bersifat materi, yang dikenal dengan Materialisme.

Selanjutnya, karena agama (Tuhan) tidak bisa dilihat, diukur dan dianalisa
serta dibuktikan, maka agama tidak mempunyai arti dan faedah. Comte
berpendapat bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan itu sesuai
dengan fakta. Sebaliknya, sebuah pernyataan akan dianggap salah apabila tidak
sesuai dengan data empiris. Contoh misalnya pernyataan bahwa api tidak
membakar.

Model pemikiran ini dalam epistemologi disebut dengan teori


Korespondensi. Keberadaan (existence) sebagai masalah sentral bagi perolehan
pengetahuan, mendapat bentuk khusus bagi Positivisme Comte, yakni sebagai
suatu yang jelas dan pasti sesuai dengan makna yang terkandung di dalam kata
positif. Kata nyata (riil) dalam kaitannya dengan positif bagi suatu objek
pengetahuan, menunjuk kepada hal yang dapat dijangkau atau tidak dapat
dijangkau oleh akal. Adapun yang dapat dijangkau oleh akal dapat dijadikan
sebagai objek ilmiah, sedangkan sebaliknya yang tidak dapat dijangkau oleh akal,
maka tidak dapat dijadikan sebagai objek ilmiah. Kebenaran bagi Positivisme
Comte selalu bersifat riil dan pragmatik artinya nyata dan dikaitkan dengan
kemanfaatan, dan nantinya berujung kepada penataan atau penertiban. Oleh
karenanya, selanjutnya Comte beranggapan bahwa pengetahuan yang demikian itu
tidak bersumber dari otoritas misalnya bersumber dari kitab suci, atau penalaran
metafisik (sumber tidak langsung), melainkan bersumber dari pengetahuan
langsung terhadap suatu objek secara indrawi.

Dari model pemikiran tersebut, akhirnya Comte menganggap bahwa


garis demarkasi antara sesuatu yang ilmiah dan tidak
ilmiah (pseudoscience) adalah veriviable, dimana Comte untuk mengklarifikasi
suatu pernyataan itu bermakna atau tidak (meaningful dan meaningless), ia
melakukan verifikasi terhadap suatu gejala dengan gejala-gejala yang lain untuk
sampai kepada kebenaran yang dimaksud. Dan sebagai konsekwensinya, Comte
menggunakan metode ilmiah Induktif-Verivikatif, yakni sebuah metode menarik
kesimpulan dari sesuatu yang bersifat khusus ke umum, kemudian melakukan
verifikasi. Selanjutnya Comte juga menggunakan pola operasional metodologis
dalam bentuk observasi, eksperimentasi, komparasi, dan generalisasi-induktif.

Singkatnya, filsafat Comte merupakan filsafat yang anti-metafisis, dimana


dia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah, dan
menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif.
Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir(mengetahui supaya
siap untuk bertindak), artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan
hubungan-hubungan antara gejala-gejala, agar supaya dia dapat meramalkan apa
yang akan terjadi.

Filsafat positivisme Comte juga disebut sebagai faham empirisme-kritis,


bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak
mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan
pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara terisolasi, dalam arti harus
dikaitkan dengan suatu teori.
Dengan demikian positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau
subjek diluar fakta, menolak segala penggunaan metoda di luar yang digunakan
untuk menelaah fakta. Atas kesuksesan teknologi industri abad XVIII, positivisme
mengembangkan pemikiran tentang ilmu pengetahuan universal bagi kehidupan
manusia, sehingga berkembang etika, politik, dan lain-lain sebagai disiplin ilmu,
yang tentu saja positivistik. Positivisme mengakui eksistensi dan menolak esensi.
Ia menolak setiap definisi yang tidak bisa digapai oleh pengetahuan manusia.
Bahkan ia juga menolak nilai (value).

Apabila dikaitkan dengan ilmu sosial budaya, positivisme Auguste Comte


berpendapat bahwa (a) gejala sosial budaya merupakan bagian dari gejala alami,
(b) ilmu sosial budaya juga harus dapat merumuskan hukum-hukum atau
generalisasi-generalisasi yang mirip dalil hukum alam, (c) berbagai prosedur serta
metode penelitian dan analisis yang ada dan telah berkembang dalam ilmu-ilmu
alam dapat dan perlu diterapkan dalam ilmu-ilmu sosial budaya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Positivisme adalah aliran filsafat yang lahir pada abad ke-19. Dasar-dasar
filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai
satu satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam
segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan
apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak
ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Dalam positivisme ini Auguste Comte menyatakan bahwa masyarakat
berkembang melalui tiga tahap utama yaitu: tahap teologis, tahap metafisik, dan
tahap positif.
Dalam perkembangannya, positivisme juga mengalami tiga tahapan
perkembangan yang melibatkan banyak tokoh-tokoh baru penganut positivisme
ataupun tokoh-tokoh baru yang mengkaji ulang mengenai paham positivisme ini.
B. Saran
Penulis mengharapkan makalah ini dapat menjadi energi positif dalam dunia
pendidikan dan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran guna membantu
menambah pemahaman dalam materi filsafat hususnya filsafat dalam aliran
positivisme. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangannya baik dalam
hal bahan materi ataupun penyusunannya dikarenakan keterbatasan penulis. Oleh
karenanya, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
penyusunan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://walidrahmanto.blogspot.co.id/2011/06/sejarah-filsafat-positivisme.html

http://aishkhuw.blogspot.co.id/2009/11/sejarah-positivisme.html

http://endro.staff.umy.ac.id/?p=87

http://ciputrauceo.net/blog/2015/2/5/contoh-makalah-mahasiswa-yang-benar-
beserta-pedoman-pembuatan-makalah

http://contohmakalahdocx.blogspot.com/2015/02/contoh-susunan-makalah-
lengkap-yang-baik-dan-benar.html

https://www.scribd.com/doc/192558547/Makalah-Filsafat-Ilmu-Positivisme

https://siboang.blogspot.co.id/2015/09/makalah-aliran-aliran-dalam-ilmu.html

https://rifkaputrika.wordpress.com/2013/03/29/iad/

https://www.scribd.com/doc/192558547/Makalah-Filsafat-Ilmu-Positivisme

http://malahayati.ac.id/?p=15827

http://pemudamasalalu.blogspot.co.id/2012/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html

http://dhanalana11.blogspot.co.id/2013/06/positivisme.html

http://abdullahqiso.blogspot.co.id/2013/12/positivisme-august-comte.html

http://banyubeningku.blogspot.co.id/2011/03/auguste-comte-dan-aliran-
positivisme.html
rvandrian.weblog.esaunggul.ac.id/2014/06/15/hakekat-manusia-august-comte/

Anda mungkin juga menyukai