Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Positivisme (Filsafat Berbasis Ilmu
Pengetahuan” guna memenuhi tugas Filsafat Umum.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun, kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua serta dosen pembimbing,
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa IAIN
Pekalongan. Kami sadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami meminta masukannya
demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca.

Pekalongan, 29 April 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

A. Latar Belakang................................................................................................ 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 3

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

A. Pengertian Positivisme...................................................................................4

B. Tokoh-Tokoh Yang Menganut Paham Positivisme ......................................5

C. Teori Perkembangan Positivisme...................................................................7

D. Ilmu Pengetahuan pada Era Positivisme.......................................................9

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 11

A. Simpulan .......................................................................................................11

B. Saran .............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan kita sekarangini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam, yang
digantikan oleh hukum-hukum buatan manusia sendiri yang sangat egoistis dan
mengandung nilai hedonis yang sangat besar, sehingga kita pun
merasakannbetapa banyaknya bencana yang melanda diri kita. Etika hubungan
kita yang humanis dengan tiga komponen relasional hidup kita sudah terabaikan
begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa mendatang akan tetap lestari
dan berlangsuung harmonis dengan alam.
Makalah ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum, dengan
pembahasan “Filsafat Potivisme”. Makalah ini dititikberatkan pada pemikiran-
pemikiran para filosof aliran positivisme.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian positivisme?
2. Apa saja tokoh-tokoh filsafat positivisme ?
3. Bagaimanakah teori perkembangan dan Ilmu Pengetahuan pada era
positivisme?

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pengertian positivisme.
2. Mendeskripsikan tokoh-tokoh filsafat positivisme.
3. Mendeskripsikan teori perkembangan dan Ilmu pengetahuan pada era
positivisme.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Positivisme
Positivisme (disebut juga sebagai empirisme logis, empirisme rasional,
dan juga neo-positivisme) adalah sebuah filsafat yang berasal dari Lingkaran
Wina pada tahun 1920-an. Positivisme Logis berpendapat bahwa filsafat harus
mengikuti rigoritas yang sama dengan sains. Filsafat harus dapat memberikan
kriteria yang ketat untuk menetapkan apakah sebuah pernyataan adalah benar,
salah atau tidak memiliki arti sama sekali.

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam


sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisika. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua
didasarkan pada data empiris. Positivismemerupakan empirisme, yang dalam segi-
segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja
merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada
spekulasi dapat menjadi pengetahuan.

Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme logis ini antara


lain Moritz Schlick, Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan A.J. Ayer. Karl Popper,
meski awalnya tergabung dalam kelompok Lingkaran Wina, adalah salah satu
kritikus utama terhadap pendekatan neo-positivis ini.

Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat


terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal
yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan
haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga,

4
penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme, materialisme ,
naturalisme, filsafat dan empirisme.1

B. Tokoh-Tokoh Yang Menganut Paham Positivisme

1. Auguste Comte ( 1798 – 1857 )


Bernama lengkap Isidore Marrie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di
Montepellier, Perancis (1798). Filsafat positivisme Comte tampil dalam studinya
tentang sejarah perkembangan alam fikir manusia. August Comte terkenal dengan
penjenjangan sejarah perkembangan alam fikiran manusia, yaitu: teologik,
metaphisik, dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang bahwa segala
sesuatu itu hidup dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya. Jenjang teologik
ini dibedakan menjadi tiga tahap, yaitu: tahap animisme atau fetisisme, yang
memandang bahwa pada setiap benda itu memiliki kemauannya sendiri; kedua,
tahap polytheisme, yang memandang sejumlah dewa menampilkan kemauannya
pada sejumlah objek; dan ketiga tahap monotheisme yang memandang bahwa ada
satu Tuhan yang menampilkan kemauannya pada beragam obyek.
Pada jenjang positif, alam fikiran manusia mengadakan pencarian pada
ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab pertama. Ilmu yang pertama
menurut Comte adalah astronomi, lalu phisika, lalu kimia, dan akhirnya phisiologi
(biologi).
Ada sifat dependennya ilmu yang lebih kemudian dari yang lebih dahulu.
Belajar ilmu phisika tidak akan efektif tanpa mempelajari lebih dahulu astronomi.
Tidak akan efektif belajar phisiologi (biologi) tanpa belajar lebih dahulu kimia,
dan seterusnya. Mengapa? Karena phenomena biologi lebih kompleks daripada
phenomena astronomi. Meskipun Comte sendiri seorang ahli matematika, tetapi
Comte memandang bahwa matematika bukan ilmu, hanya alat berfikir logika, dan
matematika memang dapat digunakan untuk menjelaskan phenomena; tetapi
dalam praktik, phenomena memang lebih kompleks.

1
Zainal Abidin,Filsafat Manusia.Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 129

5
Metodologi August Comte
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi. Kita
mengobservasi fakta; dan kalimat yang penuh tautologi hanyalah pekerjaan sia-
sia. Tindak mengamati sekaligus menghubungkan dengan suatu hukum yang
hipotethik, diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi
dengan hukum, dan merupakan lingkaran tak berujung. Eksperimentasi menjadi
metode yang kedua menurut Comte. Suatu proses reguler phenomena dapat
diintervensi dengan sesuatu lain tertentu. Komparasi adalah metode penelitian
yang terbaik untuk hal-hal yang lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.
Sosiologi August Comte

Comte adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi


untuk menggantikan istilah phisique sociale dari Quetelet. Comte membedakan
antara social statics dan social dynamics. Pembedaan tersebut hanyalah untuk
tujuan analisis. Keduanya menganalisis fakta sosial yang sama, hanya dengan
tujuan berbeda; yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban, yang
kedua menelaah perubahan-perubahan jenjang tersebut.

Comte juga membedakan antara konsep order dan progress. Order terjadi
bila masyarakatnya stabil berpegang pada prinsip dasar yang sama, dan terdapat
persamaan pendapat. Disebut ada progress, dengan dicontohkan ketika muncul
ide Protestantisme dan revolusi Perancis.2

2. John Stuart Mill ( 1806 – 1873 )


Ia adalah seorang filosof Inggris yang menggunakan sistem positivisme
pada ilmu jiwa, logika, dan kesusilaan. John Stuart Mill memberikan landasan
psikologis terhadap filsafat positivisme. Karena psikologi merupakan pengetahuan
dasar bagi filsafat. Seperti halnya dengan kaum positif, Mill mengakui bahwa
satu-satunya yang menjadi sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu
induksi merupakan metode yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.

2
Prof.Dr.H.Noeng Muhadjir.Filsafat Ilmu.Yogyakarta : Rake Sarasin. Hlm. 61

6
3. H. Taine ( 1828 – 1893 )
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan
kesastraan.
4. Emile Durkheim (1852 – 1917 )
Ia menganggap positivisme sebagai asas sosiologi.

C. Teori Perkembangan Positivisme

Secara umum, para penganut paham positivisme memiliki minat kuat


terhadap sains dan mempunyai sikap skeptis terhadap ilmu agama dan hal-hal
yang berbau metafisika. Mereka meyakini bahwa semua ilmu pengetahuan
haruslah berdasarkan inferensi logis yang berdasarkan fakta yang jelas. Sehingga,
penganut paham ini mendukung teori-teori paham realisme, materialisme
naturalisme filsafat dan empirisme.

Salah satu teori Positivisme Logis yang paling dikenal antara lain teori
tentang makna yang dapat dibuktikan, yang menyatakan bahwa sebuah pernyataan
dapat disebut sebagai bermakna jika dan hanya jika pernyataan tersebut dapat
diverifikasi secara empiris. Konsekuensi dari pendapat ini adalah, semua bentuk
diskursus yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, termasuk di antaranya
adalah etika dan masalah keindahan, tidak memiliki makna apa-apa, sehingga
tergolong ke dalam bidang metafisika.3

Konsep-konsep yang berkembang dari aliran positivisme antara lain:

a. Falibilisme

Falibilisme (falibilism) diartikan sebagai bentuk relativisme internal


bahwa setiap orang membawa kenisbian, tidak mutlak, dan tidak menang sendiri.
Falibilisme ilmu pengetahuan berasal dari dua sumber yaitu sebagai konsekuensi
dari metode ilmu pengetahuan, dan dari objek ilmu pengetahuan yaitu universum

3
Op.cit hlm.136.

7
alam. Beberapa indikasi metodologis dapat dilihat sebagai alasan dari falibilisme
moderat.

Pertama, peneliti sendiri tidak pernah merasa pasti dengan apa yang
dicapainya sendiri. Inilah ciri dasar dari setiap penelitian ilmiah yang selalu
diawali dengan keraguan dan setiap pendapat yang mantap tidak akan membuat
pikirannya tenang. Sehingga hasil penelitiannya sekalipun secara bertahap
mengkonvergensi kebenaran, tidak pernah dilihat sebagai tempat terakhir bagi
penilitiannya.

Kedua, fokus utama dari penelitian ilmiah adalah verifikasi atau hipotesis.
Metode ilmiah dibangun agar sebuah hipotesis, setelah dirumuskan dapat diuji
dengan melihat bagaimana prediksi diverifikasi.

Ketiga, metode yang digunakan adalah metode induksi sehingga kita


membutuhkan fakta-fakta yang luas untuk merumuskan hipotesis. Dengan
keterbatasan fakta maka hanya satu hipotesis yang disusun dan fakta yang lain
adalah faktor pendukung.

Keempat, setiap hipotesis pada dasarnya tidak pasti. Hipotesis dirumuskan


sebagai jawaban sementara atas problem, meskipun hipotesis itu merupakan suatu
titik tolak yang harus dipegang untuk diuji, pada dirinya sendiri sudah terbuka
untuk dievaluasidan dikoreksi.

Dari keempat alasan tersebut dapat dikatakan bahwa pengetahuan ilmiah


itu tidak luput dari kekeliruan dan selalu terbuka pada kritik dan perbaikan.
Dengan demikian, pengetahuan yang paling baik yang kita miliki adalah
penyatuan yang tidak pasti. Apa yang kita terima sekarang pada suatu ketika di
masa depan akan dilihat sebagai suatu kekeliruan.

b. Renaisans

Zaman Renaisans ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yang


bebas dari dogma-dogma agama. Renaisans merupakan zaman peralihan ketika
kebudayaan abad tengah mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.

8
Manusia pada zaman Renaisans adalah mereka yang merindukan pemikiran yang
bebas seperti pada zaman Yunani kuno. Pada zaman ini manusia disebut sebagai
animal rasionale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan
berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan (progres) atas hasil usaha sendiri,
tidak didasarkan atas campur tangan ilahi.

D. Ilmu Pengetahuan Pada Era Filsafat Positivisme

Mulai abad ke-14 orang-orang Eropa merindukan kebudayaan klasik


Yunani dan Romawi yang memungkin orang berpikir bebas. Zaman ini
berlangsung hingga abad ke-16. pikiran orang lebih tertuju kepada manusia
sendiri (antroposentris) tidak kepada kosmos atau Tuhan. Manusia menjadi animal
rationale, yang kesemuanya ini merintis pengetahuan modern. Pada masa ini juga
terjadi reformasi (31 Oktober 1517) yang dipelopori oleh Marthin Luther.

Jika sebelumnya hasil pemikiran oleh filsafat dan ilmu pengetahuan ditulis
dengan tangan pada tahun 1440-an Johann Gutenberg (1396-1468) di Jerman
menemukan mesin cetak, sehingga penyebaran ilmu pengetahuan menjadi cepat.
Mesin cetak ini sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman
modern.

Ilmuwan yang berpengaruh besar pada waktu itu adalah Nicolaus


Copernicus (1473-1543) di Polandia, seorang ahli astronomi yang mengemukan
teori heliosentris, bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumi, tetapi bumi dan
bulanlah yang mengelilingi matahari. Pendapat ini didukung oleh Tycho Brahe
(1546-1601) di Denmark, ahli astronomi yang dnegan memakai alat-alat besar
mengamati dnegan teliti benda-bemda di langit dan mengatakan bahwa bumi
mengelilingi matahari dengan orbit berbentuk lingkaran. 4

Johannes Kepler (1571-1630) juga mendukung teori heliosentris tetapi


mengatakan bahwa orbit berbentuk elips.

4
Ilham Nugroho. Positivisme Auguste Comte : Analisa Epistemologis Dan Nilai Etisnya Terhadap Sains.Vol.11
No.2. Jurnal UM Magelang. Hlm.142

9
Galileo Galilei (1546-1642) di Italia dengan memakai teropong yang lebih
sempurna mendukiung teori heliosentris, bahkan dapat melihat adanya gunung-
gunung di bulan. Galileo banyak melakukan percobaan dalam mekanika dan
fisika, sehingga dia dianggap sebagai pelopor dalam metode ekperimental. Gereja
Katolik Roma beranggapan bahwa heliosentrisme bertentangan dengan apa yang
tertulis dalam Alkitab, sehingga memaksa Galileo untuk menarik pendapatnya.

Andreas Vesalius (1514-1564) di Italia meneliti anatomi manusia, banyak


memberi koreksi pada pendapat Galen yang telah dipakai sejak abad ke-1. Ahli
filsafat yang berpengaruh besar pada saat itu adalah Francis Bacon (1561-1626) di
Inggris yang dalam bukunya Novum Organum menyatakan bahwa dengan
pemikiran rasional dedukitif seperti yang ditulis Aristoteles dalam Organom orang
tidak akan menemukan hal yang baru. Oleh karena itu harus memakai cara-cara
empiris, dengan penalaran deduktif. Bacon dianggap sebagai “Knowledge is
power”, pengetahu8an adalah kekuasaan sehingga pengetahuan harus
disebarluaskan kepada masyarakat.

Ahli filsafat lain adalah Rene Descrates (1596-1650) di Perancis, seorang


ahli matematika yang mengatakan bahwa manusia harus memakai rasionya,
berpikir kritis dan meragukan segala hal. Agar mudah memecahkannya masalah
yang komplek dipecah menjadi masalah kecil-kecil, dan diselelsaikan mulai dari
yang paling mudah. Dia terkenal dengan pernyataannya “Cogito ergo sum”, saya
berpikir karena itu saya ada.

Untuk mendorong kemajuan dalam ilmu pengetahuan di banyak negara


didirikan Akademi Ilmu Pengetahuan. Akademi-akademi ini mengatur
penyelenggaraan pertemuan-pertemuan untuk membahas ilmu pengetahuan,
seperti yang didirikan di Roma (1603), Florence (1657), London (1662), Paris
(1666), Berlin (1700), dan St. Petersburg (1724).5

5
Ibid. Hlm 154

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam
segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan
apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak
ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa
satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman
aktualfisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan
teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah
dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada
pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste
Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan
historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai media untuk memahami
diantara sumber aliran filsafat modern yang biasa memberikan kekuasaan bagi
adanya bahan-bahan yang bersifat pengalaman, dan sebagai pedoman yang
bersifat untuk menambah wawasan pengetahuan, jadikan acuan pemahaman yang
lebih dalam sebagai wadah untuk menampung ilmu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu (Telaah Sistematis Fungsional Kompratif).


Yogyakarta : Rake Sarasin.

Abidin, Zainal. 2006 Filsafat Manusia (Memahami Manusia Melalui Filsafat) .Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.

Nugroho, Ilham. 2016. Positivisme Auguste Comte : Analisa Epistemologis Dan


Nilai Etisnya Terhadap Sains.Vol.11 No.2. Jurnal UM Magelang

12

Anda mungkin juga menyukai