Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fiqih muamalah merupakan hasil dari pengolahan potensi insani dalam meraih sebanyak
mungkin nilai-nilai ilahiyat, yang berkenaan dengan tata aturan hubungan antara manusia
(mahklu>qa>t), secara keseluruhan dapat dikatakan disiplin ilmu yang tidak mudah untuk
dipahami. Karenanya, diperlukan suatu kajian yang mendalam agar dapat memahami tata aturan
Islam tentang hubungan manusia yang sesungguhnya.

Hubungan manusia sebagai mahluk sosial ini dalam Islam di kenal dengan muamalat
yaitu yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan pengelolaan
harta. Di dalam hukum Islam menggambarkan bahwa Islam mengatur dan melindungi terhadap
masing-masing pihak yang melakukan akad kerjasama, agar tidak terjadi saling merugikan satu
sama lainnya sehingga dapat tercapai tujuan dari akad tersebut. Salah satu contoh bermuamalah
dalam Islam adalah musha>rakah (shirkah) yakni kerjasama antara dua orang atau lebih dalam
sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugian, ditanggung secara bersama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Fiqih Muamalah?


2. Pembagian Fiqih Muamalah?
3. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah?
4. Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi?
5. Hubungan Fiqih Muamalah dengan Hukum Perdata?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Fiqih Muamalah

1
2. Untuk mengetahui pembagian Fiqih Muamalah
3. Untuk mengetahui ruang lingkup Fiqih Muamalah
4. Untuk mengetahui hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi
5. Untuk mengetahui Fiqih Muamalah dengan Hukum Perdata

1.4. Manfaat Penulisan

Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, melatih untuk


menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan,
meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Fiqih Muamalah

A. Pengertian Fiqih

     Menurut etimologi (bahasa), fiqih artinya adalah paham. diriwayatkan oleh Imam Bukhari :

"Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan
kepad-Nya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama".

     Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagmaan yang mencakup seluruh
ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti syariah
Islamiyah. Namun perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan sebagai bagian dari Syariah Islamiyah, yaitu
pengetahuan tentang hukum syariah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah
dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.

B. Pengertian Muamalah

     Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan
atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif
yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara
aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.

     Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara yang berkaitan dengan
urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.

    Sedangkan menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-peraturan mengenai
tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan,
perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik
umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci
untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.

3
C. Pengertian Fiqih Muamalah

     Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua.

1. Dalam arti luas 


Fiqih muamalah adalah aturan-aturan (hukum) Allah SWT., yang ditujukan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan dengan urusan duniawi
dan sosial kemasyarakatan.
Menurut pengertian ini, manusia, kapanpun dan di mana pun, harus senantiasa mengikuti aturan
yang telah ditetapkan Allah SWT., sekalipun dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala
aktivitas manusia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Dengan kata lain, dalam Islam, tidak ada pemisahan antara amal dunia dan amal akhirat, sebab
sekecil apapun aktivitas manusia di dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah SWT. agar
kelak selamat di akhirat.

2. Dalam arti sempit


Fiqih muamalah dalam arti sempit menekankan keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah
yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperolaeh ,
mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda).

  Namun, menurut pengertian muamalah diatas, fiqih muamalah tidak mencakup berbagai hal yang
berkaitan dengan harta, seperti cara mengatur tirkah (harta waris), sebab masalah ini telah diatur dalam
disiplin lmu itu sendiri, yaitu dalam Fiqih Mawaris.

2.2 Pembagian Fiqih Muamalah

a. Pembagian fiqih muamalah dibagi menjadi lima bagian: . Muwadhah Madiyah (hukum
kebendaan): muamalah yang mengkaji segi objeknya, yaitu benda. Sebagian ulama
berpendapat bahwa muamalah al-madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal,
haram, dan syubhat untuk dimiliki, diperjualbelikan atau diusahakan, benda yang
menimbulkan kemadaratan dan mendatngkan kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain.

4
b. Munakahat (hukum perkawinan): ini Adalah salah satu bagian dari fiqih muamalah yang
mana hubungan seseorang dengan lawan jenisnya dalam satu ikatan yang sah untuk
menjalin keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.
c. Amanat dan ‘Ariyah (pinjaman): berasal dari kata “’ara” yang berarti datang dan pergi
atau berasal dari kata “attanawulu-wittanawubu”
d. Tirkah (harta peninggalan): ini sama halnya dengan fiqih mawaris. Bahwasanya adalah
pembahasan ini membahas tentang harta yang ditinggalkan mayat kepada si ahli waris
yang mana harta yang harus dibagikan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

2.3 Ruang Lingkup Fiqih Muamalah

Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Dalam ruang lingkupnya Fiqh Muamalah dibagi menjadi 2 yaitu
AlMuamalah Al-Adabiyah dan Al-Muamalah Al-Madiniyah.

1. Al-Muamalah Al-Adabiyah Yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar menukar benda
yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat Adabiyah mencangkup
beberapa hal berikut ini:
a. Ijab Qabul
b. Saling meridhai
c. Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
d. Hak dan kewajiban
e. Kejujuran pedagang
f. Penipuan
g. Pemalsuan
h. Penimbunan
2. Al-Muamalah Al-Madiyah Yaitu muamalah yang mengkaji objeknya sehingga sebagian para
ulama berpendapat bahwa muamalahal-madiyah adalah muamalah yang bersifat kebendaan
karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjual
belikan. benda-benda yang 19 memadharatkan, benda-benda yang mendatangkan kemaslahatan
bagi manusia, dan beberapa segi lainnya. Beberapa hal yang termasuk ke dalam ruang lingkup
muamalah yang bersifat Madiyah adalah sebagai berikut:
a. Jual beli (al-Bai’ al-Tijarah) merupakan tindakan atau transaksi yang telah
disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam islam.

5
b. Gadai (al-Rahn) yaitu menjadikan suatu benda yang mempunyai nilai harta
dalam pandangan syara’ untuk kepercayaan suatu utang, sehingga
memungkinkan mengambil seluruh atau sebagaian utang dari benda itu.
c. Jaminan dan tanggungan (Kafalan dan Dhaman) diartikan menanggung atau
penanggungan terhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari
seseorang di mana padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan
berserikat bersama orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut
dalam menghadapi penagih (utang). Sedangkan dhaman berarti menanggung
hutang orang yang berhutang.
d. Pemindahan hutang (Hiwalah) berarti pengalihan, pemindahan. Pemindahan hak
atau kewajiban yang dilakukan seseorang (pihak pertama) kepada pihak kedua
untuk menuntut pembayaran hutang dari atau membayar hutang kepada pihak
ketiga. Karena pihak ketiga 20 berhutang kepada pihak pertama. Baik
pemindahan (pengalihan) itu dimaksudkan sebagai ganti pembayaran maupun
tidak.

2.4 Hubungan Hukum Islam dengan Hukum Romawi

Hubungan antara hukum Islam dengan hukum Romawi, adalah suatu masalah yang akut. Para
ahli berbeda-beda pendapat dalam masalah ini. Diantaranya ada yang mengatakan bahwa hukum Islam,
seedikit banyak dimasuki hukum Romawi. Yang lain berpendapat sebaliknya, menolak pendapat yang
pertama, dan pendapat yang lain bersikap tengah-tengah antara pendapat yang pertama dengan yang
kedua, mengambil sikap yang moderat.

Pandangan yang sangat ekstrim ini, menimbulkan anggapan yang enteng sekali kepadanya,
memang sangat keterlaluan. Dan ia memberikan pernyataan itu tanpa memberikan bukti-bukti ilmiah
yang diperlukan menurut kelaziman dalam pembahasan soal seperti ini, secara historis.

Pandangan Orientalis Mengenai Hubungan Syari’at Islam dengan Hukum Romawi

Para orientalis yang berpendapat bahwa syari’at Islam terpengaruh oleh hukum Romawi menggunakan
sejumlah argumen-argumen sebagai berikut: Pertama, mereka mengatakan bahwa Nabi memiliki
pengetahuan luas mengenai hukum Romawi Bizantium yang diterapkan di Imperium Romawi Timur.
Melalui pengetahuan ini, hukum-hukum itu terserap ke dalam syari’at Islam, dan ikut mewarnai syari’at
Islam yang ada sekarang.

6
Kedua, mereka berpendapat bahwa di Caesarea, Beirut, Konstantinopel dan Iskandaria telah ada
sejumlah institute hukum Romawi. Begitu juga telah ada sejumlah mahkamah di kawasan Romawi dan
penerapan hukumnya berjalan selaras dengan hukum Romawi. Hal ini dikarenakan berbagai institusi
pendidikan dan mahkamah tersebut masih tetap setelah pembebasan kawasan itu oleh Islam. Sehingga
para ahli fiqh kaum Muslimin mempelajari hukum-hukum yang ada di mahkamah-mahkamah itu dan
mengenal pendapat-pendapat ahli hukum institusi pendidikan tersebut, kemudian mereka menukil
berbagai pendapat hukum tersebut ke dalam hukum fiqh Islam.

Ketiga, mereka mengatakan bahwa setelah Imperium Romawi ditaklukkan oleh umat Islam, para
ulama syari’at menyebar di Imperium Romawi. Penyebaran ini sangat memungkinkan mereka bergaul
dengan para ahli hukum Romawi dan mempelajari hukum-hukumnya, di samping penduduk negeri yang
ditaklukkan juga sudah terbiasa dengan hukum tersebut. Dengan demikian, para fuqaha’ itu mengadopsi
kaidah-kaidahnya pada berbagai hubungan hukum tersebut di negeri-negeri itu, demi menjaga tradisi
masyarakat setempat.

Keempat, para orientalis berpendapat bahwa hukum Romawi secara tidak langsung


mempengaruhi syari’at Islam melalui hukum Jahiliyah dan kitab Talmud Yahudi, yaitu kitab syari’at
agama Yahudi. Karena hukum Jahiliyah terpengaruh oleh ukum Romawi maka sebagian kaidahnya
terserap ke dalam hukum Jahiliyah sebagaimana telah terserap ke dalam Talmud. Karena syari’at Islam
mengakui sebagian undang-undang bangsa Arab Jahiliyah maka berarti sebagian kaidah hukum Romawi
telah terserap ke dalam hukum-hukum syari’at Islam.

Kelima, mereka mengatakan bahwa di antara bukti nyata terpengaruhnya syari’at Islam oleh
hukum Romawi adalah kemiripan yang kita amati dalam system undang-undang, hukum dan kaidah yang
ada di dalam syari’at Islam dan hukum Romawi. Hal ini berarti bahwa syari’at yang muncul kemudian
(syari’at Islam) itulah yang menukil berbagai aturan dan hukum dari undang-undang terdahulu (hukum
Romawi) karena yang datang kemudian itulah yang mencontoh kepada yang pertama, bukan sebaliknya.

2.5 Hubungan Fiqih Muamalah dengan Hukum Perdata

a. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum Dalam masalah Muamalat, adat kebiasaan bisa dijadikan
dasar hukum, dengan syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan dengan
ketentuanketentuan umum yang ada dalam syara'. Sesuatu yang oleh orang muslim dipandang
baik maka di sisi Allah juga dianggap baik.

7
b. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain Setiap transaksi dan hubungan perdata
(muamalat) dalam Islam tidak boleh menimbulkan kerugian kepada diri sendiri dan orang lain hal
ini didasarkan pada hadis Nabi Shallallahu alaihi wasallam
c. Asas kemaslahatan hidup Kemaslahatan hidup adalah segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan, berguna dan berfaedah bagi kehidupan. Asas kemaslahatan hidup adalah suatu asas
yang mengandung makna bahwa hubungan perdata apapun dapat dilakukan, asal hubungan itu
mendatangkan kebaikan, berguna dan berfaedah bagi kehidupan pribadi dan masyarakat,
meskipun tidak ada ketentuannya dalam Alquran dan as-sunnah. Asas ini sangat berguna untuk
mengembangkan berbagai lembaga hubungan perdata, dan dalam menilai lembaga-lembaga
hukum non Islam yang ada dalam suatu masyarakat.

d. Asas kebebasan dan kesukarelaan Asas ini mengandung makna bahwa setiap hubungan perdata
harus dilakukan secara bebas dan sukarela. Kebebasan kehendak para pihak yang melahirkan
kesukarelaan dalam persetujuan harus selalu diperhatikan. Asas ini juga mengandung arti bahwa
selama Alquran dan as-sunnah tidak mengatur secara rinci suatu hubungan perdata, maka selama
itu pula para pihak yang bertransaksi mempunyai kebebasan untuk mengaturnya atas dasar
kesukarelaan masing-masing.

8
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Fiqih Muamalah merupakan
ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan
memperoleh falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat), sedang adat kebiasaan yang diambil oleh
para ahli hukum Islam di negeri-negeri yang semula tunduk kepada kekuasaan Romawi, itu bisa masuk
kedalam hukum Islam asal saja tidak bertentangan dengan nasnasnya yang ada atau dengan dasar asasi
dari hukum Islam itu sendiri, dan dalam hukum perdata semua sama karena semua hal yang dilakukan itu
masuk selalu berkaitan dengan perilaku perilaku manusia tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.uinsby.ac.id/16658/46/Bab%201.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/8823/5/BAB%20II.pdf

http://repo.iain-tulungagung.ac.id/9425/5/BAB%20II.pdf

https://inpasonline.com/hubungan-antara-syariat-islam-dengan-hukum-romawi/

10

Anda mungkin juga menyukai