MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Fiqih”
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Rijalul Faqih, M. Si.
0
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Fiqih muamalah adalah suatu disiplin ilmu yang diawali dengan memahami
karakteristik setiap kata, fiqih dan mualamah. Dua kata ini wajib dibedakan asal
sisi etimologi serta terminologi sebelum masuk ke dalam pengertiannya secara
menyeluruh.
Fiqih berasal dari kata فقها-يفقه- فقهyang artinya pemahaman dan pengetahuan
(Al-Qahirah, 2004). Fiqih juga berarti memahami ‘illah hukum, maqashid
hukum, sumber-sumber hukum dan hal-hal yang membantu mujtahid dalam
merumuskan hukum (Syabir, 2010). Dalam terminologi fuqaha, yang
diungkapkan oleh jumhur ulama, fiqih berarti ilmu perihal aturan-hukum syara’,
yang berkaitan dengan amal perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalil jelas (Al-
Jarzani, 1983). Ibnu Khaldun menambahkan penjelasan dengan mengatakan
bahwa fiqih artinya mengetahui aturan-aturan Allah perihal amal perbuatan
manusia dalam kewajiban, larangan, anjuran, makruh serta mubah. Ini
menunjukkan bahsawanya fiqih secara garis besar berkonten di sikap dan tindak-
tanduk manusia secara kasat mata. Baik pada konteks hubungan dengan sang
pencipta maupun pada konteks hubungan sesama manusia.
Muamalah dari kata معاملة-يعامل- عاملyang wazannya مفاعلة-يفاعل- فاعلartinya
berinteraksi dalam jual beli atau hal lainnya. Muamalah hanya berlaku bagi
manusia serta tidak bagi makhluk lain seperti hewan (Syabir, 2010). Dari sisi
istilah, muamalah memiliki beberapa definisi yang dipengaruhi dari persepsi
pembagian hukum syara’ antara lain:
a. Definisi pertama
Muamalah merupakan aturan syariat yang mengajar hubungan antar sesama
manusia di dunia, baik hukum-hukum yang berkaitan menggunakan harta,
wanita dari sisi pernikahan dan perceraian, pertikaian, perkara-perkara, harta
warisan dan hal-hal lainnya. Pengertian ini didasari dari pembagian fiqih ada
dua bagian, yaitu ibadah dan muamalah. Ibnu Abidin menyatakan bahwa
muamalah terbagi ke dalam 5 bagian, yaitu: transaksi keuangan, pernikahan,
pertikaian, Amanah dan warisan (Abidin, 1992). Selaras dengan pembagian
ini, Muhammad Ruwas Qal’ah Ji mengutarakan bahwa muamalah adalah
2
perkara-perkara syariah yang berkaitan dengan perkara-perkara duniawi.
Dengan Bahasa lain, muamalah berarti hukum-hukum syara’ yang mengatur
hubungan antar manusia di dunia (Qal'ah, 1988).
b. Definisi kedua
Muamalah adalah hukum aturan syariah yang mengatur hubungan antar
manusia pada aspek harta dan korelasi pada hubungan rumah tangga, baik
pernikahan, perceraian, nafkah dan lain-lain. Definisi ini sering dijumpai
dalam Mazhab Hanafiyah didasari dari persepsi bahwa pernikahan termasuk
dari hubungan antarmanusia.
c. Definisi ketiga
Muamalah merupakan aturan-aturan syariah yang mengatur korelasi
antarmanusia pada urusan harta. Definisi ini berasal dari pembagian fiqih
kepada beberapa bagian, yaitu ibadah, muamalah Maliyah, munakahat
(pernikahan), jinayah, ‘alaqah dauliyah (korelasi internasional), dan lain-lain.
Saat fiqih dibagi ke bagian yang lebih besar dimana hukum pernikahan,
hukum warisan, aturan pidana islam berdiri sendiri maka muamalah
menyempit hanya sebatas perihal harta dan keuangan. Prof. Ali Fikri
mengatakan muamalah artinya ilmu yang mengatur pertukaran harta dengan
harta atau manfaat menggunakan manfaat pada antara manusia dengan cara
transaksi atau hal yang mengikat (Fikri, 1998).
Melihat dari 3 jenis definisi muamalah diatas, maka dapat diartikan bahwa
muamalah adalah hukum-hukum syariah yang mengatur hubungan antar manusia
dalam perkara harta. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqih
muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan
antarsesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam
bentuk perikatan perjanjian.
Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah meliputi tentang al-mal
(harta), al-huquq (hak-hak kebendaan), dan al-aqad (hukum perikatan).
1. Al-mal (harta)
Harta merupakan keperluan hidup yang sangat penting dan merupakan salah
satu perhiasan dari kehidupan dunia. Karena ia (harta) sangat penting maka
3
manusia di perintahkan bertebaran di muka bumi ini untuk mendapatkan
karunia Allah melalui bekerja. Dalam kitab-kitab fiqih, harta digunakan
dengan istilah al-mal yang bentuk jamak nya al-amwal. Secara literal al-mal
berarti “condong” atau “berpaling” dari satu posisi ke posisi lainnya. Dalam
terminologi fiqih muamalah terdapat beberapa variasi pengertian dari harta
atau al-mal. Adapun definisi harta yang berkembang di kalangan Fuqaha’
Hanafiyah’ sebagai berikut.
“segala sesuatu yang naluri manusia cenderung kepadanya dan dapat
disimpan sampai batas waktu yang diperlukan.”
Dari pengertian di atas, Fuqaha’ Hanafiyah’ menekankan batasan harta pada
iddiikhar (dapat disimpan) yang mengecualikan aspek manfaat karena menurut
mereka “manfaat” tidak termasuk dari konsep harta, melainkan konsep
milkiyah. Dari ta’rif tersebut dapat disimpulkan bahwa harta ialah sesuatu
selain manusia yang mana manusia mempunyai hajat (keperluan) terhadapnya
dapat disimpan untuk di tasharufkan.
Adapun pembagian jenis harta sebagai berikut.
1) Mal Mutaqawwin dan Ghairu Mutaqawwin
Dari segi pemanfaatannya, menurut Syara' harta dibedakan menjadi Mal
Mutaqawwin (halal di manfaatkan) dan Mal Ghairul Mutaqawwin (harta
yang tidak halal dimanfaatkan).
2) Mal Al-’Uqar dan Mal Ghairul- ‘Uqar
Dari segi perkiraan, harta di bedakan menjadi Mal Al-’Uqar (harta tidak
bergerak atau harta tetap), yaitu harta benda yang tidak mungkin di pindah
dari tempat asalnya ke tempat lain seperti tanah dan rumah, sedangkan Mal
Ghairul ‘Uqar (harta bergerak atau harta tidak tetap), yaitu harta benda
yang dapat di pindahkan dari tempat semula ke tempat lain seperti hewan
atau perhiasan.
3) Mal Misliy dan Qimiy
Dari sisi padan, harta dibedakan menjadi mal Misliy dan mal Qimiy. Mal
Misliy yaitu harta yang memiliki persamaan atau sepadan dengan tidak
mempertimbangkan adanya perbedaan antar satu dengan lainnya.
Umumnya berupa harta benda yang dapat ditimbang, ditakar, diukur atau
dihitung kuantitasnya. Sedangkan mal Qimiy ialah harta yang tak
mempunyai persamaan atau padan namun memiliki perbedaan kualitas
4
yang sangat diperhitungkan, seperti perhiasan, binatang piara, naskah kuno,
dan barang antik.
4) Mal Isti’mali dan Mal Istihlaki
Dari sisi pemanfaatan nya, harta dibedakan menjadi mal Isti'mali dan mal
Istihlaki. Mal Isti'mali adalah harta benda yang dapat di ambil manfaatnya
berkali-kali dengan tidak menimbulkan perubahan dan kerusakan zat nya
dan tidak pula berkurang nilainya. Sedangkan Mal Istihlaki ialah harta
benda yang kebiasaan nya hanya dipakai dengan menimbulkan kerusakan
zat atau pun berkurang nilainya. Seperti korek api, makanan, minuman,
kayu bakar, dan lain sebagainya.
5) Mal Mamluk, Mahjur, dan Mubah
Dari sisi statusnya, mal Mamluk ialah harta benda yang statusnya berada
dalam pemilikan seseorang atau badan hukum seperti pemerintah atau
yayasan dan orang lain tak berhak menguasai kecuali melalui akad yang
dibenarkan oleh Syara'. Mal Mahjur ialah harta benda yang menurut Syara'
tak dapat dimiliki dan tak dapat di serahkan pada orang lain lantaran di
wakafkan atau di peruntukkan bagi kepentingan umum. Harta Mahjur ini
adakalanya di khususkan untuk kepentingan umum seperti jalan, pasar, dan
lain sebagainya. Apabila harta ini tidak lagi difungsikan untuk kepentingan
umum maka harta harus di serahkan kepada pihak lain melalui akad yang
sesuai dengan Syara'. adakalanya juga bahwa dalam prinsip Syara'
menetapkan tidak dapat di jual-belikan kecuali atas pertimbangan manfaat
yang lebih besar yang di benarkan Syara'. mal mubah (benda bebas) adalah
segala harta yang mana tiap orang dapat menguasai dan memiliki jenis
benda tersebut sesuai dengan kesanggupannya. Orang yang lebih dahulu
maka ia menjadi pemiliknya.
6) Mal Ashl dan Mal Tsamarah
Mal Ashl yaitu harta benda yang dapat menghasilkan harta lain. Sedangkan
Mal Tsamarah ialah harta benda yang tumbuh dari Mal Ashl tanpa adanya
kerugian atau kerusakan atasnya. Misalnya sebidang kebun yang
menghasilkan buah-buahan maka kebun sebagai mal Ashl dan buah-buahan
sebagai mal Tsamarah.
5
7) Malul Qismah dan Mal Ghairu Qismah
Malul Qismah adalah harta benda yang dapat dibagi menjadi beberapa
bagian dengan tidak menimbulkan kerusakan atau berkurangnya manfaat
masing-masing bagian di bandingkan sebelum di bagi. Sedangkan Mal
Ghairu Qismah ialah harta yang tidak dapat dibagikan sebagimana pada
malul qismah, seperti gelas, kursi, dan perhiasan.
8) Malul Khas dan Malul ‘Amm
Dari segi sifat peruntukkan nya, harta ada yang Malul Khas (harta pribadi)
dan Malul ‘Amm (harta masyarakat umum). Malul Khas ialah harta benda
yang di miliki pribadi seseorang dan orang lain tercegah menguasai atau
memanfaatkannya tanpa se izin pemiliknya. Sedangkan Malul ‘Amm ialah
harta benda yang di maksudkan untuk ke maslahatan dan kepentingan
umum dan milik masyarakat.
2. Al-huquq (hak-hak kebendaan)
Kata hak berasal dari bahasa Arab haqq, secara harfiah berarti “kepastian”
atau “ketetapan”. Selain dari itu, secara etimologi memiliki bermacam arti,
yaitu : milik, ketetapan, dan kepastian dalam surat yasin ayat 7. Al-haqq juga
berarti “menetapkan” atau “menjelaskan” pada surat al-Anfal ayat 8. Juga
berarti “kebenaran” pada surat Yunus ayat 35. Juga berarti “kewajiban yang
terbatas” pada surah al-Baqarah ayat 241.
Adapun secara terminologi, menurut Mustafa Ahmad az-Zarqa berupa
dua hal yaitu, kewenangan atas sesuatu dan keharusan atas seseorang. Kedua
keistimewaan tersebut bersumber pada syara’ (ketetapan Allah, yang dalam
bahasa sosiologis dapat berarti aturan hukum atas dasar kesepakatan bersama).
Adapun pembagian jenis-jenis hak antara lain:
1) Hak Allah dan Hak Manusia
Dari segi pemiliknya hak atau dari segi pemanfaatannya, hak dibedakan
menjadi hak Allah dan Hak Manusia. Hak Allah ialah hak yang
kemanfaatannya di tujukan untuk melindungi kepentingan umum (al-
mashlahah al-’ammah). Hak manusia ialah hak yang ditujukan untuk
melindungi kepentingan manusia secara pribadi-pribadi sebagai pemilik
hak. Contohnya hak milkiyah (hak milik).
6
2) Hak Syahsiy dan Hak ‘Ainiy
Dari segi substansinya, hak dibedakan menjadi Hak Syahsiy (hak atas
orang) dan Hak ‘Ainiy (hak atas benda). Hak Syahsiy adalah suatu
keharusan yang di tetapkan oleh syara' terhadap seseorang (pribadi) untuk
kepentingan orang (pribadi) lainnya. Hak ’Ainy adalah kewenangan (al-
syulthah) dan keistimewaan (al-istishash) yang timbul karena hubungan
antara seseorang dengan benda tertentu secara langsung. contohnya
Hak’Ainy yaitu hak milik atau milkiyah.
3) Hak Diyaniy dan Hak Qadla’iy
Dari segi kewenangan hakim, hak dibedakan menjadi Hak Diyaniy (hak
keagamaan) dan Hak Qadla’iy (hak kehakiman). Hak Diyaniy ialah hak-
hak yang pelaksanaannya tidak dapat dicampuri oleh kekuasaan negara
(atau kekuasaan kehakiman). Misalnya dalam utang atau transaksi lainnya
yang tidak dapat di buktikan di depan pengadilan. Sedangkan Hak Qadla’iy
ialah seluruh hak yang tunduk di bawah aturan kekuasaan kehakiman
sampai pemilik hak tersebut mampu menuntut dan membuktikan haknya di
depan pengadilan.
3. al-aqad (hukum perikatan)
Akad (al-’aqd, jamaknya al-’uqud) secara bahasa berarti al-rabth:”ikatan,
mengikat”. Dalam terminologi hukum islam akad di definisikan sebagai
berikut :
“Akad adalah pertalian ijab dan qabul yang di benarkan oleh syara’ yang
menimbulkan akibat hukum terhadap obyeknya.”
Yang dimaksud dengan ijab dalam akad ialah ungkapan atau pernyataan
hendak melakukan perikatan (akad) dari suatu pihak yang disebut sebagai
pihak pertama. Adapun qabul merupakan pernyataan atau ungkapan yang
menggambarkan kehendak pihak, yang dinamakan pihak kedua sebagai
penerima atau menyetujui pernyataan ijab.
Seperti yang disampaikan dari definisi di atas, akad merupakan salah satu
perbuatan atau tindakan hukum. Maksudnya akad (perikatan) menimbulkan
konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait
langsung ataupun tidak dalam berakad.
Adapun pembagian macam-macam Akad sebagai berikut.
a) Akad Shahih dan Ghairu Shahih
7
Dari segi pemenuhan akad dibedakan menjadi 2, yaitu Akad Shahih yang
memenuhi seluruh persyaratan yang berlaku dalam tiap unsur akad.
seperti hukum atas mal al-mutaqawwin, dengan tujuan memindahkan hak
kepemilikan secara sah setelah berlangsungnya ijab dan qabul. Adapun
Akad Ghairu Shahih yang sebagian unsur nya atau sebagian rukun nya
tidak terpenuhi. Seperti akad jual-beli bangkai dan daging babi atau jual-
beli yang tidak memenuhi syarat hukum.
b) Akad Musamma dan Akad Ghairu Musamma
Perbedaan jenis akad ini dari segi kenamaan yang dinyatakan oleh Syara'.
Akad yang sudah ditentukan namanya oleh pembuat hukum (Syara') dan
ditentukan pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya dan
tidak berlaku terhadap akad lain dinamakan Akad Musamma. Sedangkan
Akad Ghairu Musamma ialah Akad yang belum ditentukan namanya oleh
pembuat hukum (Syara'), belum ditentukan pula ketentuan-ketentuan
khusus yang berlaku dan belum pula diterangkan akibat hukum yang
ditimbulkannya.
c) Dari segi maksud dan tujuan
Dari segi maksud dan tujuan, akad dibedakan menjadi 7 sebagaimana
berikut ini.
1. Akad al-tamlikiyyah, akad ini sebagai proses pemilikan baik pemilikan
benda atau pun fungsi.
2. Akad al-isqoth, akad ini guna menggugurkan hak, disertai imbalan
atau tidak.
3. Akad al-ithlaq, Akad yang menyerahkan suatu tanggungjawab orang
lain seperti wakalah (perwakilan) dan tawliyah (penyerahan kuasa).
4. Akad al-Taqyid, Akad yang bertujuan mencegah seseorang
bertasharruf, seperti pencabutan wewenang, wasiat, dan pengampuan
atas seseorang lantaran gila atau cacat mental.
5. Akad al-Tawtsiq, Akad untuk menanggung piutang seseorang, atau
menjamin.
6. Akad Al-Istyirak, Akad guna bekerja sama dan berbagi hasil. Seperti
Mudharabah.
7. Akad Al-Hifdh, Akad yang menjaga harta benda. Seperti Akad Wadi'ah
(penitipan barang).
8
d) Akad 'Ainiyah dan Ghairu 'Ainiyah
Pembedaan ini berdasarkan sisi penyempurnaan akad. Akad 'Ainiyah ialah
akad yang harus disempurnakan dengan penyerahan harta benda obyek
akad. Sedangkan Ghairu 'Ainiyah adalah akad yang kesempurnaannya
hanya di dasarkan pada kesempurnaan bentuk akad nya saja dan tidak
mengharuskan adanya penyerahan (Mas'adi, 2002).
C. Urgensi Mempelajari dan Tantangan Fiqih Muamalah di Era Modern
9
Barat yang sekuler. Selain itu, melemahnya loyalitas dan kebanggaan umat
muslim terhadap ajaran Islam itu sendiri. Adanya ghazwul fikri (perang
pemikiran) yang berhasil merasuki cara berpikir umat muslim sehingga merasa
bahwa pandangan hidup Barat lebih baik. Penyesatan opini oleh kaum orientalis
dan moderis secara gencar dilakukan sehingga umat Islam merasa ajaran Islam
sudah kuno dan tidak tepat lagi dengan perkembangan zaman sementara
pandangan hidup yang berdasarkan sekulerisme, matrealisme, liberalism dan
faham lainnya dianggap lebih kekinian dengan tuntutan zaman. Masalah lain
yang sedang dihadapi oleh kaum muslim yaitu kemerosotan moral, kekendoran
ibadah, ketaatan yang berlebihan, diabaikannya praktek-praktek keagamaan dan
peniruan kebudayaan asing (Selviyana, 2019).
D. Reformulasi Fiqih Muamalah di Era Modern
10
Reformulasi fiqih muamalah untuk menjawab tantangan modernitas yang
sangat kompleks ini harus dengan memperhatikan beberapa poin penting antara
lain:
1. Menggunakan ilmu ushul fiqih, qawaidh fiqh, ilmu Tarikh tasyri ekonomi,
serta maqashid syariah. Disiplin-disiplin ilmu ini mesti dikuasai oleh ahli
ekonomi Islam. Sebagaimana penjelasan Agustianto seorang pakar ekonomi
Islam tentang disiplin-disiplin ilmu tersebut adalah sebagai berikut.
a. Ilmu ushul fiqih
Ilmu ushul fiqih mempunyai fungsi yang sangat penting dalam
pengembangan hukum ekonomi syariah dan fiqih muamalah kontemporer.
Ilmu ushul fiqih merupakan sebuah metodologi penetapan dan perumusan
hukum Islam (syariah) berdasarkan dalil-dalil syariah, Al-Qur’an, hadis,
ijma, qiyas, maslahah, istihsan, ‘irf, sadd al-zariah, dan lain-lain. Imam
Asy-Syatibi (w. 790 H), dalam Al-Muwafaqat, mengatakan bahwa
mempelajari ilmu ushul fiqih merupakan sesuatu yang dharuri (sangat
penting dan mutlak diperlukan), karena melalui ilmu inilah dapat
diketahui kandungan dan maksud setiap dalil. Ulama ekonomi syariah
sesungguhnya adalah bagian dari ulama mujtahid, karena ekonom syariah
harus berijtihad memecahkan berbagai persoalan ekonomi, menjawab
pertanyaan-pertanyaan boleh tidaknya berbagai transaksi bisnis modern,
halal haramnya bentuk bisnis akad yang relevan bagi Lembaga keuangan
syariah. Memberikan fatwa ekonomi syariah, jika diminta oleh
masyarakat ekonomi syariah. Untuk mengatasi semua itu, seorang ahli
syariah harus menguasai ilmu ushul fiqih secara mendalam karena ilmu
ini diperlukan untuk berijtihad.
b. Qawaidh fiqih
Qawaidh fiqih adalah kaidah dalam hukum Islam yang berfungsi sebagai
petunjuk dalam perumusan fiqih muamalah. Perbedaan utama antara ushul
fiqih dan qawaid ialah bahwa objek kajian qawaidh fiqih adalah praktik
atau perilaku manusia, sedangkan objek kajian ushul fiqih adalah dalil-
dalil.
c. Tarikh tasyri
Tarikh tasyri’ (sejarah penerapan syariah) adalah perkembangan dan
penerapan hukum Islam dalam sejarah sejak masa Nabi Muhammad Saw.
11
sampai saat ini. Melalui Tarikh tasryi’ dapat diketahui tahapan-tahapan
penerapan syariah sepanjang sejarah. Melalui Tarikh tasryi’ juga dapat
diketahui sejarah ijtihad dan bagaimana ulama menerapkannya dalam
menjawab persoalan yang muncul di zamannya. Melalui Tarikh tasryi’
dapat diketahui sejarah munculnya kaidah-kaidah fiqih dari zaman ke
zaman. Pengetahuan ini akan mendorong ulama saat ini untuk
mereformulasi kaidah-kaidah baru ekonomi, baik mikro maupun makro,
khususnya kaidah fiqih moneter. Melalui Tarikh tasryi’ dapat diketahui
metode-metode ulama dalam menetapkan hukum Islam termasuk hukum
ekonomi Islam.
d. Maqashid syariah
Maqashid syariah meskipun sebenarnya bagian dari ushul fiqih, namun
disini sengaja dipisahkan untuk menunjukkan betapa pentingnya ilmu
maqashid syariah. Kalau ushul fiqih lebih dominan bersifat tekstual
karena berdasarkan kaidah-kaidah kebahasaan dan literal, maka maqashid
syariah bersifat kontekstual dan berdasarkan pendekatan kemaslahatan
(Aryanti, 2017).
2. Dalam reformulasi fiqh muamalah kontemporer, mashalah menjadi pedoman
dan acuan, sesuai dengan kaidah رع هللاSSلحة فثم شSSدت المصSSتى وجSS مyang artinya
“dimana ada kemaslahatan disitu ada syariah”.
3. Khazanah pemikiran muamalah klasik masih banyak yang relevan diterapkan
untuk zaman modern ini, maka produk pemikiran fiqih tersebut perlu
dipelihara dan dipertahankan, sesuai dengan kaidahnya. Maksudnya adalah
memelihara konsep lama yang mengandung kemaslahatan (masih relevan) dan
mengambil sesuatu baru yang lebih maslahah.
4. Berijtihad secara kolektif (ijtihad jama’iy). Saat ini bukan zamannya lagi
beijtihad secara individu, untuk memecahkan dan menjawab persoalan
ekonomi keuangan kontemporer, para ahli harus berijtihad secara kolektif
(kolektif). Ijtihad berjamaah (jama’iy) dilakukan oleh parah ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Dalam kondisi sekarang bentuk ijtihad semakin dibutuhkan,
mengingat terpisahkannya disiplin keilmuwan parah ahli. Ada ulama ahli
syariah (Agustianto,2015).
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, I. (1992). Radd Al-Muhtar 'Ala Al-Darr Al-Mukhtar, Jilid 1. Beirut: Darul
Fikr.
https://www.iqtishadconsulting.com/content/read/blog/reformulasi-fikih-
muamalah-di-era-modern
Syuruq Al-Dauliyah.
Al-Bab Al-Halabi.
Qal'ah, R. M. (1988). Mu'jam Lughah Al-Fuqaha Li Qal'ah Ji. Beirut: Dar-Al Nafais.
https://www.indonesiana.id/read/126378/kemajuan-fiqh-muamalah-dalam-
perkembangan zaman
Nafa'is.
15