Anda di halaman 1dari 10

Pengantar Fiqh Muamalah

Menurut Dr. Wahbah Zuhaili (dalam Fiqh Muamalah Perbankan syariah, Team Counterpart
Bank Muamalat Indonesia ,1999).

Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang
lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum
jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum
pemerintahan.

Semua bentuk persoalan yang dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang
dipertanyakan masyarakat atau persoalan yang muncul ditengah-tengah masyarakat.
Kemudian para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan
kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa fatwanya.

Secara bahasa ( etimologi ) Fiqih (‫ ) ﻓﻘﮫ‬berasal dari kata faqiha (‫ )ﻓﻘﮫ‬yang berarti Paham
dan muamalah berasal dari kata ’amila (‫ﻋﺎﻣﻞ‬- ‫ ) ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ – ﯾﻌﺎﻣﻞ‬yang berarti berbuat atau
bertindak.

Muamalah adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia (Hablun minannas).


Muamalah tersebut meliputi transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan,
dan hal-hal yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan ( gugatan, peradilan, dan
sebaginya ) dan pembagian warisan.

Fiqih muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti khusus dan lebih
sempit apabila dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian dari pengelompokan hukum
Islam oleh ulama klasik (Ibadah dan muamalah). Fiqih muamalah merupakan peraturan
yang menyangkut hubungan kebendaan atau yang biasa disebut dikalangan ahli
hukum positif dengan nama hukum Private (hal qanun al madani). Hukum private dalam
pengertian tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak manusia dalam
hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima uang dari pembeli dan
pembeli menerima barang dari penjual.

Dan menurut Dr. H. Hendi Suhendi, (dalam Fiqh Muamalah 2002, hal. 1 ).
Pengertian muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi bahasa dan kedua dari
segi istilah. Menurut bahasa, muamalah berasal dari kata :
(‫ﻋﺎﻣﻞ‬- ‫ )ﻣﻌﺎﻣﻠﺔ – ﯾﻌﺎﻣﻞ‬sama dengan wazan : (‫ )ﻣﻔﺎﻋﻠﺔ – ﯾﻔﺎﻋﻞ – ﻓﺎﻋﻞ‬, artinya saling bertindak,
saling berbuat, dan saling mengamalkan.

Sedangkan menurut istilah pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam arti
sempit.

Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut :

Al Dimyati berpendapat bahwa muamalah adalah :

”Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi”.


Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah
yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan
manusia”.

Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia
dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.

Dari pengertian dalam arti luas di atas, kiranya dapat diketahui bahwa muamalah adalah
aturan-aturan hukum Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan
duniawi dalam pergaulan sosial.

Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit (khas) didefinisikan oleh para ulama
sebagai berikut :
1. Menurut Hudlari Byk.” Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaatnya”.
2. Menurut Idris Ahmad ”Muamalah adalah aturan aturan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaniyah
dengan cara yang paling baik”.
3. Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar menukar barang atau suatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.

Dari pandangan di atas, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan fiqih
muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda.

Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit dan muamalah dalam arti luas
adalah sama-sama mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya
dengan pemutaran harta.

FIQIH MUAMALAH
January 6th, 2009 by hadypradipta and tagged Fiqih Ekonomi

Fiqih Mumalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan
hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang
diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci.

Ruang lingkup fiqih muamalah adalh seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hokum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan
seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-
hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Ruang lingkup fiqih muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti
social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering
disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana
manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai
pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak
terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Sumber-sumber fiqih secara umum berasal dari dua sumber utama, yaitu dalil naqly yang
berupa Al-Quran dan Al-Hadits, dan dalil Aqly yang berupa akal (ijtihad). Penerapan sumber
fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.

Al-Quran
Al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dengan bahasa
arab yang memiliki tujuan kebaikan dan perbaikan manusia, yang berlaku di dunia dan
akhirat. Al-Quran merupakan referensi utama umat islam, termasuk di dalamnya masalah
hokum dan perundang-undangan.sebagai sumber hukum yang utama,Al-Quran dijadikan
patokan pertama oleh umat islam dalam menemukan dan menarik hukum suatu perkara
dalam kehidupan.

Al-Hadits
Al-Hadits adalah segala yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa
perkataan,perbuatan,maupun ketetapan. Al-Hadits merupakan sumber fiqih kedua setelah Al-
Quran yang berlaku dan mengikat bagi umat islam.

Ijma’ dan Qiyas


Ijma’ adalah kesepakatan mujtahid terhadap suatu hukum syar’i dalam suatu masa setelah
wafatnya Rasulullah SAW. Suatu hukum syar’i agar bisa dikatakan sebagai ijma’, maka
penetapan kesepakatan tersebut harus dilakukan oleh semua mujtahid, walau ada pendapat
lain yang menyatakan bahwa ijma’ bisa dibentuk hanya dengan kesepakatan mayoritas
mujtahid saja. Sedangkan qiyas adalah kiat untuk menetapkan hukum pada kasus baru yang
tidak terdapat dalam nash (Al-Qur’an maupun Al-Hadist), dengan cara menyamakan pada
kasus baru yang sudah terdapat dalam nash.

PRINSIP DASAR FIQIH MUAMALAH

Sebagai sistem kehidupan, Islam memberikan warna dalam setiap dimensi kehidupan
manusia, tak terkecuali dunia ekonomi. Sistem Islam ini berusaha mendialektikkan nilai-
nilai ekonomi dengan nilai akidah atau pun etika. Artinya, kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan spiritualisme.

Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya berbasis nilai materi, akan tetapi
terdapat sandaran transendental di dalamnya, sehingga akan bernilai ibadah. Selain itu,
konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah (ekonomi) juga sangat konsen terhadap nilai-
nilai humanisme. Di antara kaidah dasar fiqh muamalah adalah sebagai berikut :

¬ Hukum asal dalam muamalat adalah mubah


¬ Konsentrasi Fiqih Muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
¬ Menetapkan harga yang kompetitif
¬ Meninggalkan intervensi yang dilarang
¬ Menghindari eksploitasi
¬ Memberikan toleransi
¬ Tabligh, siddhiq, fathonah amanah sesuai sifat Rasulullah (kepemimpinan)
KAIDAH FIQIH DALAM TRANSAKSI EKONOMI (MUAMALAH)

Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek muamalah dari sistem Islam, sehingga
kaidah fiqih yang digunakan dalam mengidentifikasi transaksi-transaksi ekonomi juga
menggunakan kaidah fiqih muamalah.

Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu ala
tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang berhubungan dengan muamalah
yang tidak ada ketentuan baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-
Qur’an maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.

Kaidah fiqih dalam muamalah di atas memberikan arti bahwa dalam kegiatan muamalah yang
notabene urusan ke-dunia-an, manusia diberikan kebebasan sebebas-bebasnya untuk
melakukan apa saja yang bisa memberikan manfaat kepada dirinya sendiri, sesamanya
dan lingkungannya, selama hal tersebut tidak ada ketentuan yang melarangnya. Kaidah
ini didasarkan pada Hadist Rasulullah yang berbunyi: “antum a’alamu bi ‘umurid dunyakum”
(kamu lebih tahu atas urusan duniamu). Bahwa dalam urusan kehidupan dunia yang
penuh dengan perubahan atas ruang dan waktu, Islam memberikan kebebasan mutlak
kepada manusia untuk menentukan jalan hidupnya, tanpa memberikan aturan-aturan
kaku yang bersifat dogmatis. Hal ini memberikan dampak bahwa Islam menjunjung tinggi
asas kreativitas pada umatnya untuk bisa mengembangkan potensinya dalam mengelola
kehidupan ini, khususnya berkenaan dengan fungsi manusia sebagai khalifatul-Llah fil
‘ardlh (wakil Allah di bumi).

Efek yang timbul dari kaidah fiqih muamalah di atas adalah adanya ruang lingkup yang
sangat luas dalam penetapan hukum-hukum muamalah, termasuk juga hukum ekonomi. Ini
berarti suatu transaksi baru yang muncul dalam fenomena kontemporer yang dalam sejarah
Islam belum ada/dikenal, maka transaksi tersebut “dianggap” diperbolehkan, selama transaksi
tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip yang dilarang dalam Islam. Sedangkan transaksi-
transaksi yang dilarang dalam Islam adalah transaksi yang disebabkan oleh faktor:

¬ Haram zatnya
Di dalam Fiqih Muamalah, terdapat aturan yang jelas dan tegas mengenai obyek transaksi
yang diharamkan, seperti minuman keras, daging babi, dan sebagainya. Oleh karena itu
melakukan transaksi yang berhubungan dengan obyek yang diharamkan tersebut juga
diharamkan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih: “ma haruma fi’luhu haruma tholabuhu”
(setiap apa yang diharamkan atas obyeknya, maka diharamkan pula atas usaha dalam
mendapatkannya). Kaidah ini juga memberikan dampak bahwa setiap obyek haram yang
didapatkan dengan cara yang baik/halal, maka tidak akan merubah obyek haram tersebut
menjadi halal.

¬ Haram selain zatnya


Beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yang disebabkan oleh cara bertransaksi-nya
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah, yaitu: tadlis (penipuan), ikhtikar
(rekayasa pasar dalam supply), bai’ najasy (rekayasa pasar dalam demand), taghrir
(ketidakpastian), dan riba (tambahan).

¬ Tidak sah
Segala macam transaksi yang tidak sah/lengkap akadnya, maka transaksi itu dilarang
dalam Islam. Ketidaksah/lengkapan suatu transaksi bisa disebabkan oleh: rukun (terdiri dari
pelaku, objek, dan ijab kabul) dan syaratnya tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq (dua akad yang
saling berkaitan), atau terjadi two in one (dua akad sekaligus). Ta’alluq terjadi bila kita
dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan, di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kedua. Yang seperti ini, terjadi bila suatu transaksi diwadahi oleh dua
akad sekaligus sehingga terjadi ketidakpastian (grarar) akad mana yang harus
digunakan.maka transaksi ini dianggap tidak sah.

KONSEP AQAD FIQIH EKONOMI (MUAMALAH)

Setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia pada hakekatnya adalah kumpulan transaksi-
transaksi ekonomi yang mengikuti suatu tatanan tertentu. Dalam Islam, transaksi utama
dalam kegiatan usaha adalah transaksi riil yang menyangkut suatu obyek tertentu, baik
obyek berupa barang ataupun jasa. kegiatan usaha jasa yang timbul karena manusia
menginginkan sesuatu yang tidak bisa atau tidak mau dilakukannya sesuai dengan fitrahnya
manusia harus berusaha mengadakan kerjasama di antara mereka. Kerjasama dalam usaha
yang sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke
dalam :

¬ Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu pihak dapat menjadi
pemberi pembiayaan dimana atas manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan
tersebut dapat dilakukan bagi hasil. Kerjasama ini dapat berupa pembiayaan usaha 100%
melalui akad mudharaba maupun pembiayaan usaha bersama melalui akad musyaraka.

¬ Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan perdagangan dapat


diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam pembayaran maupun penyerahan obyek. Karena
pihak yang mendapat fasilitas akan memperoleh manfaat, maka pihak pemberi fasilitas
berhak untuk mendapatjan bagi hasil (keuntungan) yang dapat berbentuk harga yang berbeda
dengan harga tunai.

¬ Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi adalah manfaat dari
penggunaan asset.

Kegiatan hubungan manusia dengan manusia (muamalah) dalam bidang ekonomi menurut
Syariah harus memenuhi rukun dan syarat tertentu. Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dan
menjadi dasar terjadinya sesuatu, yang secara bersama-sama akan mengakibatkan keabsahan.
Rukun transaksi ekonomi Syariah adalah:

1. Adanya pihak-pihak yang melakukan transaksi, misalnya penjual dan pembeli,


penyewa dan pemberi sewa, pemberi jasa dan penerima jasa.

2. Adanya barang (maal) atau jasa (amal) yang menjadi obyek transaksi.

3. Adanya kesepakatan bersama dalam bentuk kesepakatan menyerahkan (ijab)


bersama dengan kesepakatan menerima (kabul).

Disamping itu harus pula dipenuhi syarat atau segala sesuatu yang keberadaannya menjadi
pelengkap dari rukun yang bersangkutan. Contohnya syarat pihak yang melakukan transaksi
adalah cakap hukum, syarat obyek transaksi adalah spesifik atau tertentu, jelas sifat-sifatnya,
jelas ukurannya, bermanfaat dan jelas nilainya.

Obyek transaksi menurut Syariah dapat meliputi barang (maal) atau jasa, bahkan jasa dapat
juga termasuk jasa dari pemanfaatan binatang. Pada prinsipnya obyek transaksi dapat
dibedakan kedalam:

1. obyek yang sudah pasti (ayn), yaitu obyek yang sudah jelas keberadaannya atau
segera dapat diperoleh manfaatnya.

2. obyek yang masih merupakan kewajiban (dayn), yaitu obyek yang timbul akibat
suatu transaksi yang tidak tunai.

Secara garis besar aqad dalam fiqih muamalah adalah sebagai berikut :

1. aqad mudharaba
Ikatan atau aqad Mudharaba pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
berupa hubungan kerjasama antara Pemilik Usaha dengan Pemilik Harta

2. aqad musyarakah
Ikatan atau aqad Musyaraka pada hakekatnya adalah ikatan penggabungan atau pencampuran
antara para pihak yang bersama-sama menjadi Pemilik Usaha,

3. aqad perdagangan
Aqad Fasilitas Perdagangan, perjanjian pertukaran yang bersifat keuangan atas suatu
transaksi jual-beli dimana salah satu pihak memberikan fasilitas penundaan pembayaran atau
penyerahan obyek sehingga pembayaran atau penyerahan tersebut tidak dilakukan secara
tunai atau seketika pada saat transaksi.

4. aqad ijarah
Aqad Ijara, adalah aqad pemberian hak untuk memanfaatkan Obyek melalui penguasaan
sementara atau peminjaman Obyek dgn Manfaat tertentu dengan membayar imbalan kepada
pemilik Obyek. Ijara mirip dengan leasing namun tidak sepenuhnya sama dengan leasing,
karena Ijara dilandasi adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan
kepemilikan.

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa :

Fiqih Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian dan
kesejahteraan dunia akhirat) dan Perilaku manusia di sini berkaitan dengan landasan-
landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-kecenderungan dari
fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga
terbentuk sebuah mekanisme ekonomi (muamalah) yang khas dengan dasar-dasar nilai
ilahiyah.
Kewajiban Mempelajari Fikih Muamalah
(Fikih Ekonomi)
Ditulis oleh Agustianto

Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur seluruh aspek
kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran
yang sangat penting adalah bidang muamalah/ iqtishadiyah (Ekonomi Islam). Kitab-kitab
Islam tentang muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan berlimpah, Jumlahnya lebih dari
seribuan judul buku. Para ulama tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-
kitab fikih mereka dan dalam halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka. Seluruh
Kitab Fiqh membahas fiqh ekonomi. Bahkan cukup banyak para ulama yang secara khusus
membahas ekonomi Islam, seperti kitab Al-Amwal oleh Abu Ubaid, Kitab Al-Kharaj
karangan Abu Yusuf, Al-Iktisab fi Rizqi al-Mustathab oleh Hasan Asy-Syaibani, Al-
Hisbah oleh Ibnu Taymiyah, dan banyak lagi yang tersebar di buku-buku Ibnu
Khaldun, Al-Maqrizi, Al-Ghazali, dan sebagainya.

Namun dalam waktu yang panjang, materi muamalah (ekonomi Islam) cenderung diabaikan
kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dari ajaran Islam, akibatnya,
terjadilah kajian Islam parsial (sepotong-sepotong). Padahal orang-orang beriman
diperintahkan untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh).

”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh (kaffah)
. Jangan ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.
(QS.Al-Baqarah 208).

Akibat lainnya, ialah ummat Islam tertinggal dalam ekonomi dan banyak kaum muslimin
yang melanggar prinsip ekonomi Islam dalam mencari nafkah hidupnya, seperti riba, maysir,
gharar, haram, batil, dsb.

Ajaran muamalah adalah bagian paling penting (dharuriyat) dalam ajaran Islam. Dalam kitab
Al-Mu’amalah fil Islam, Dr. Abdul Sattar Fathullah Sa’id mengatakan :

Di antara unsur dharurat (masalah paling penting) dalam masyarakat manusia adalah
“Muamalah”, yang mengatur hubungan antara individu dan masyarakat dalam kegaiatan
ekonomi. Karena itu syariah ilahiyah datang untuk mengatur muamalah di antara manusia
dalam rangka mewujudkan tujuan syariah dan menjelaskan hukumnya kepada mereka

Menurut ulama Abdul Sattar di atas, para ulama sepakat tentang mutlaknya ummat Islam
memahami dan mengetahui hukum muamalah maliyah (ekonomi syariah)

Ulama sepakat bahwa muamalat itu sendiri adalah masalah kemanusiaan yang maha penting
(dharuriyah basyariyah)

Fardhu ‘Ain.
Husein Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-Azhar Cairo) dalam buku Al-Iltizam bi
Dhawabith asy-Syar’iyah fil Muamalat Maliyah (2002) mengatakan, “Fiqh muamalah
ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak
terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum mempelajarinya wajib ‘ain (fardhu) bagi
setiap muslim.
Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, “Dalam bidang muamalah maliyah ini, seorang
muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah sebagai kepatuhan kepada
syari’ah Allah. Jika ia tidak memahami muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok
kepada sesuatu yang diharamkan atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang
bertaqwa dan takut kepada Allah swt, Harus berupaya keras menjadikan muamalahnya
sebagai amal shaleh dan ikhlas untuk Allah semata” Memahami/mengetahui hukum
muamalah maliyah wajib bagi setiap muslim, namun untuk menjadi expert (ahli) dalam
bidang ini hukumnya fardhu kifayah

Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata : “Tidak boleh
berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah mengerti fiqh (muamalah)
dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)

Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa umat Islam
:
Tidak boleh beraktifitas bisnis, kecuali faham tentang fikih muamalah
Tidak boleh berdagang, kecuali faham fikih muamalah
Tidak boleh beraktivitas perbankan, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas asuransi, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas pasar modal, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas koperasi, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas pegadaian, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas reksadana, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas bisnis MLM,kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh beraktifitas jual-beli, kecuali faham fiqh muamalah
Tidak boleh bergiatan ekonomi apapun, kecuali faham fiqh muamalah

Sehubungan dengan itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan :

Artinya : Dari sini jelaslah bahwa “Muamalat” adalah inti terdalam dari tujuan agama Islam
untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia. Karena itu para Rasul terdahulu
mengajak umat (berdakwah) untuk mengamalkan muamalah, karena memandangnya sebagai
ajaran agama yang mesti dilaksanakan, Tidak ada pilihan bagi seseorang untuk tidak
mengamalkannya.(Hlm.16)

Dalam konteks ini Allah berfirman :

‘Dan kepada penduduk Madyan, Kamin utus saudara mereka, Syu’aib. Ia berkata, “Hai
Kaumku sembahlah Allah, sekali-kali Tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan Janganlah kamu
kurangi takaran dan timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik.
Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)”.
Dan Syu’aib berkata,”Hai kaumku sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
Janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat
kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Hud : 84,85)

Dua ayat di atas mengisahkan perdebatan kaum Nabi Syu’aib dengan umatnya yang
mengingkari agama yang dibawanya. Nabi Syu’aib mengajarkan I’tiqad dan iqtishad (aqidah
dan ekonomi). Nabi Syu’aib mengingatkan mereka tentang kekacauan transaksi muamalah
(ekonomi) yang mereka lakukan selama ini.
Al-Quran lebih lanjut mengisahkan ungkapan umatnya yang merasa keberatan diatur
transaksi ekonominya.

Mereka berkata, “Hai Syu’aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kamu
meninggalkan apa yang disembah oleh nenek moyangmu atau melarang kami memperbuat
apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang
penyantun lagi cerdas”.

Ayat ini berisi dua peringatan penting, yaitu aqidah dan muamalah. Ayat ini juga
menjelaskan bahwa pencarian dan pengelolaan rezeki (harta) tidak boleh sekehendak hati,
melainkan mesti sesuai dengan kehendak dan tuntunan Allah, yang disebut dengan syari’ah.

Aturan Allah tentang ekonomi disebut dengan ekonomi syariah. Umat manusia tidak boleh
sekehendak hati mengelola hartanya, tanpa aturan syari’ah. Syariah misalnya secara tegas
mengharamkan bunga bank. Semua ulama dunia yang ahli ekonomi Islam (para professor dan
Doktor) telah ijma’ mengharamkan bunga bank. (Baca tulisan Prof.Yusuf Qardhawi, Prof
Umar Chapra, Prof.Ali Ash-Sjabuni, Prof Muhammad Akram Khan). Tidak ada perbedaan
pendapat pakar ekonomi Islam tentang bunga bank. Untuk itulah lahir bank-bank Islam dan
lembaga-lembaga keuangan Islam lainnya. Jika banyak umat Islam yang belum faham
tentang bank syariah atau secara dangkal memandang bank Islam sama dengan bank
konvensianal, maka perlu edukasi pembelajaran atau pengajian muamalah, agar tak muncul
salah faham tentang syariah.

Muamalah adalah Sunnah Para Nabi


Berdasarkan ayat-ayat di atas, Syekh Abdul Sattar menyimpulkan bahwa hukum
muamalah adalah sunnah para Nabi sepanjang sejarah.

Artinya : Muamalah ini adalah sunnah yang terus-menerus dilaksanakan para Nabi AS,
(hlm.16), sebagaimana firman Allah

Artinya :
Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti yang nyata dan
telah kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca keadilan supaya manusia dapat
menegakkan keadilan itu.
Pengertian Muamalah
Pengertian muamalah pada mulanya memiliki cakupan yang luas, sebagaimana dirumuskan
oleh Muhammad Yusuf Musa, yaitu Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan dita’ati
dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”. Namun belakangan ini
pengertian muamalah lebih banyak dipahami sebagai“Aturan-aturan Allah yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh dan mengembangkan harta
benda”atau lebih tepatnya “aturan Islam tentang kegiatan ekonomi manusia”
Ruang Lingkup Muamalah :
buatlah dalam bentuk :
a. paper word minimal 5 halaman (dikumpulkan maksimal 7 hari)
b. powerpoint (dikumpulkan by email maksimal 2 hari di SIM
c. hari rabu malam tanggal 3 november 2021 jam 20.00 akan saya beri materi lagi

Anda mungkin juga menyukai