Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang berkodrat hidup dalam


bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial dalam hidupnya manusia memerlukan
manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup bermasyarakat, manusia selalu
berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-
kebutuhan hidup.

Untuk itu perlu kita ketahui juga bahwasanya dalam islam segala hal yang
berkaitan dengan manusia semuanya sudah diatur secara jelas. Aturan tersebut
salah satunya yakni terdapat dalam kajian tentang fiqh muamalah yang mana
didalamnya mencakup seluruh aturan sisi kehidupan individu dan masyarakat,
baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya.

Para ulama mujtahid dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan yang setelah
mereka tidak henti-hentinya mempelajari semua fenomena dan permasalahan
manusia atas dasar ushul syariat dan kaidah-kaidahnya. Yang bertujuan untuk
menjelaskan dan menjawab hukum-hukum permasalahan tersebut supaya dapat
dimanfaatkan pada masa-masanya dan setelahnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya


dapat disusun sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Fiqih Muamalah ?


2. Bagaimana Pembagian Fiqih Muamalah ?
3. Apa Saja Ruang Lingkup Fiqih Muamalah ?
4. Bagaimana Hubungan Fiqih Muamalah dengan Fiqih Lainnya

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui apa pengertian Fiqih Muamalah.


2. Untuk mengetahui Pembagian Fiqih Muamalah.

1
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Ruang Lingkup Fiqih Muamalah.
4. Untuk Mengetahui Hubungan Fiqih Muamalah.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqh Muamalah


Fiqih muamalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqih dan muamalah. Agar
definisi fiqih muamalah lebih jelas, terlebih dahulu akan diuraikan sekilas
tentang fiqih.
1. Fiqih
Menurut etimologi (bahasa), fiqih adalah (al-fahm) (paham).
Seperti pernyataan : (faqahtu Ad-darsa) (saya paham pelajaran itu). Arti
ini, antara lain, sesuai dengan arti fiqih dalam salah satu hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari :
Artinya
“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisi-
Nya, niscaya diberikan kepada-Nya pemehaman (yang mendalam) dalam
pengetahuan agama.”
Menurut terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan
keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah,
akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syari’ah
Islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih diartikan
sebagai bagian dari Syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum
Syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah
dewasa dan berakal sehatyang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Masih banyak definisi fiqih lainnya yang dikemukakan para ulama.
Ada yang mendefinisikan sebagai himpunan dalil yang mendasari
ketentuan hukum Islam. Ada pula yang menekankan bahwa fikih adalah
hukum Syari’ah yang diambil dari dalilnya. Namun demikian, pendapat
yang menarik untuk dikaji adalah pernyataan Imam Haramain bahwa fiqih
merupakan pengetahuan hukum Syara’ dengan jalan Ijtihad. Demikian
pula pendapat Al-Amidi bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan
hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan
istidhah). Pengetahuan hukum yang tidak melalui ijtihad (kajian), tetapi

3
bersifat dharuri, seperti sholat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-
masalah qath’i lainnya tidak termasuk fiqih.
Hal itu menunjukan bahwa fikih bersifat Ijtihadi atau zhanni. Pada
perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan dengan kata
Al-Islami sehingga terangkai Al-Fiqh Al-Islami, yang sering diterjemahkan
dengan hukum Islam yang memiliki cakupan sangat luas. Pada
perkembangan selanjutnya, ulama fiqih membagi fiqih menjadi beberapa
bidang, salah satunya adlah fiqih muamalah.

2. Muamalah
Menurut etimologi, kata muamalah adalh bentuk masdar dari kata
‘amala wajarnya adalah Fa’ala, yufa’ilu, Mufa’latan yang artinya
saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal.

3. Fiqih Muamalah
Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi 2,
yaitu:
a. Pengertian Muamalah dalam arti luas
Diantara definisi yang dikemukakan oleh para ulama tentang
definisi fiqih muamalah adalah:

1. Menurut Ad-Dimyati:
“ aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan
masalah ukhrawi.”
2. Menurut Muhammad Yusuf Musa:
“peraturan-peraturan Allah yang diikuti dan ditaati dalam hidup
bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.”
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa fiqih muamalah
adalah aturan-aturan (hukum) Allah swt yang ditujukan untuk mengatur
kehidupan manusia dalam urusan keduniaan atau urusan yang berkaitan
dengan urusan duniawi dan sosial kemasyarakatan.

4
Menurut pengertian pengertian ini, manusia, kapanpun dan di mana
pun, harus senantiasa mengikuti aturan yang telah ditetapkan Allah swt.
Sekalipun dalam dalam perkara yang bersifat duniawi sebab segala
aktivitas manusia akan diminta pertanggung jawabannya kelak di akhirat.
Dengan kata lain, dalam Islam, tidak ada pemisahan antara amal
dunia dan amal akhirat, sebab sekecil apapun aktivitas antara amal
dunia harus didasarkan pada ketetapan Allah swt agar kelak selamay di
akhirat.

b. Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit (khas)


Beberapa definisi fiqih muamalah oleh para ulama sebagai
berikut :
1. Menurut hudlari beik:
muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaatnya
2. Menurut Idris Ahmad, muamalah adalah aturan-aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk
mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling
baik
3. Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar-menukar barang atau
sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.

Dari pandangan diatas, kiranya dipahami bahwa yang dimaksud dengan


fiqh muamalah dalam arti sempit adalah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati
yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara
memperoleh dan mengembangkan harta benda.

Perbedaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan pengertian


dalam arti luas adalah dalam cakupannya. Muamalah alam arti luas mencakup
masalah waris, misalnya padahal masalah waris dewasa ini telah diatur dalam
disiplin ilmu tersendiri, yaitu dalam fiqh mewaris (tirkah), karena masalah waris
telah diatur dalam disiplin ilmu terdiri, maka dalam muamalah pengertian sempit
tidak termasuk di dalamnya.

5
Persamaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan muamalah
dalam arti luas ialah sama sama mengatur hubungan manuia dengan manusia
dalam kaitan dengan pemutaran harta.

2.2 Pembagian Fiqh Muamalah


Penetapan pembagian Fiqih muamalah yang dikemukakan ulama
fiqih sangat berkaitan dengan definisi fiqih muamalah yang mereka buat,
yaitu dalam arti luas atau dalam arti sempit. Ibn Abidin, salah seorang yang
mendefinisikan fiqih muamalah dalam arti luas, membaginya menjadi lima
bagian:
1. Muawadhah Maliyah (Hukum Kebendaan)
2. Munakahat (Hukum Pernikahan)
3. Muhasanat (Hukum Acara)
4. Amanat dan ‘Aryah (Pinjaman)
5. Tirkah (Harta Peninggalan)

Pada pembagian di atas, ada dua bagian yang merupakan disiplin ilmu
tersendiri, yaitu Munakahat dan Tirkah. Hal ini bisa dimaklumi, sebab
sebagaimana penulis kemukakan di atas, Ibn Abidin menetapkan pembagian
di atas dari sudut fiqih muamalah dalam pengertian luas.

Sedangkan Al-Fikri, dalam kita Al-Muamalah Al-Madiyah, wa Al-


Adabiyah, membagi fiqih muamalah menjadi dua bagian:

1. Al-muamalah Al-Madiyah
Al-muamalah Al-Madiyah adalah mauamalah yang mengkaji segi
objeknya, yaitu benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-
madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, dipeerjualbelikan atau diusahakan, benda yang menimbulkan
kemadaratan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain.
Dengan kata lain, al-muamalah al-madiyah adalah aturan-aturan yang
telah ditetapkan syara’ dari segi objek benda. Oleh karena itu, berbagai
aktivitas muslim yang berkaitan dengan benda seperti al-bai’ (jual-beli) tidak
hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi lebih jauh dari

6
itu, yakni untuk memperoleh rida Allah. Konsekuensinya, harus menuruti tata
cara jual-beli yang telah ditetapkan syara’.
2. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah maksudnya, muamalah ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindera manusia, sedangkan
unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur, hasud, iri,
dendam, dan lain-lain.
Dalam bahasa yang lebih sederhana, Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah
aturan-aturan Allah yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup
bermasyarakat yang ditinjau dari segi subjeknya, yaitu manusia sebagai
pelakunya. Dengan demikian, maksud adabiyah antara lain berkisar dalam
keridaan dari kedua belah pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul, dusta,
dan lain-lain.

Pada prakteknya al-muamalah al-madiyah dan al-adabiyah tidak dapat


dipisahkan. Dengan demikian, pembagian di atas sebatas teoritis saja.

2.3 Ruang Lingkup Fiqh Muamalah


Sesuai dengan pembagian fiqh muamalah, maka ruang lingkup fiqh
muamalah pun terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Ruang Lingkup Muamalah Adabiyah
Hal-hal yang termasuk ruang lingkup muamalah adabiyah ialah ijab dan
kabul, saling meridhai, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak
dan kewajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan,
dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya
dengan peredaran harta dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Ruang Lingkup Muamalah Madiyah
Ruang lingkup muamalah madiyah ialah:
1) Jual beli (al-bai’ at-tijarah)
2) Gadai (rahm)
3) Jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman)
4) Pemindahan utang (hiwalah)
5) Jatuh bangkit (tafjis)
6) Batas bertindak (al-hajru)

7
7) Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
8) Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
9) Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukharabah)
10) Upah (ujral al-amah)
11) Gugatan (asy-syuf’ah)
12) Sayembara (al-ji’alah)
13) Pembagian kekayaan bersama (al-qismah)
14) Pemberian (al-hibbah)
15) Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
16) Beberapa masalah mu’ashirah (muhaditsah), seperti masalah
bunga bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnya.

4.4 Hubungan Fiqh Muamalah Dengan Fiqh Lainnya


para alim ulama fiqih telah membuat beberapa pembidangan di dalam
cakupan ilmu fiqih.Tapi beberapa ulama telah membagi dengan berbagai
alasan,sehingga terjadi perbedaan pendapat dalam pendapatnya.

1. Ulama yang membagi ke dalam dua bagian,yaitu ;

a. Ibadah

b. Muamalah

2. Ulama yang membagi ke dalam tiga bagian,yaitu;

a . Ibadah

b. Muamalah

c. Uqubah(pidana islam)

3. Ulama yang membagi ke dalam empat bagian,yaitu;

a. Ibadah

b. Muamalah

c. Munakahat

d. Uqubah

8
Diantara beberapa pembagian ilmu fiqih tersebut, yang banyak menjadi
rujukan para ulama adalah yang pertama. Tapi muamalah disini dimaknai
secara arti umum, artinya ada pembagian secara spesifik dengan istilah sama
dengan arti yang berbeda. Hal ini akan menjadi keanehan manakala muamalah
dimaknai sebagai arti umum yang mencakup beberapa hal di dalam ilmu fiqih
secara general dengan pemaknaan ilmu fiqih secara khusus. Hal ini berbeda
konteks dalam hubungan nya dengan pembagian secara umum dengaan istilah
muamalah secara khusus.

BAB III

9
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa sesuai dengan judul makalah “Definisi dan Ruang
Lingkup Fiqih Muamalah”. Penulis menyimpulkan bahwa fiqih muamalah
dalam arti luas merupakan bagian dari fiqih secara umum, disamping fiqih
ibadah yang mencakup bidang-bidang fiqih lainnya, seperti fiqih
munakahat, fiqih muamalah dalam arti sempit, dan lain-lain. Adapun, fiqih
muamalah dalam arti sempit merupakan bagian dari fiqih muamalah dalam
arti luas yang setara dengan bidang fiqih di bawah cangkupan arti fiqih
secara luas

3.2 Saran
Untuk penulisan makalah ini, penulis merasa masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu penulis meminta kepada pembaca memberikan
saran terhadap makalah ini agar menjadi acuan ataupun pembelajaran
untuk kedepannya dalam melakukan penulisan-penulisan makalah
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

10
Syafe’i, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah. CV PUSTAKA SETIA: Bandung.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai