net/publication/336225554
CITATIONS READS
0 12,242
3 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by M. ALI Rusdi Bedong on 03 October 2019.
MEGAWATI, ARLIANAH
IAIN Parepare
I PENDAHULUAN
Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamiin yang mengatur hubungan antara
Sang Khaliq (Allah SWT) dengan makhluk, melalui ibadah untuk membersihkan
jiwa dan mensucikan hati. Islam pun datang dengan mengatur hubungan antar
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya
berdasarkan kesepakatan. Aturan tersebut salah satunya yakni terdapat dalam kajian
tentang fikih muamalah yang mana dalamnya mencakup seluruh aturan sisi
Fikih muamalah adalah cabang ilmu fikih yang pokok bahasannya meliputi
harta benda, hak-hak kebendaan dan distribusinya. Disamping itu, fikih muamalah
juga sebagai sebuah disiplin ilmu akan terus berkembang dan harus berkembang.
1
1.2 Rumusan Masalah
perubahan sosial ?
ekonomi syariah ?
hukum Islam
2
II PEMBAHASAN
Perubahan Sosial
manusia. Dalam pengertian harfiah yang bersifat umum ini, muamalah berarti
yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit.
adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup
1
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Pesada,
2002) h. 1.
3
“Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur
hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi
Menurut Hudhari Beik yang dikutip oleh Hendi Suhendi, “muamalah adalah
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti
sempit yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya
dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah dan manusia wajib
mentaati-Nya.
Abdullah al-Sattar Fathullah Said yang dikutip oleh Nasrun Haroen yaitu“hukum-
2
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shiddiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Prenada Media Group, 2010), h. 3-4.
4
Prinsip dalam muamalah adalah setiap muslim bebas melakukan apa saja
dan As-Sunnah.
Dalam fikih muamalah, terdapat beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan,
yaitu:
segala bentuk muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
Ini mengandung arti, bahwa hukum Islam memberi kesempatan luas bagi
sering disebut maslahah (kemaslahatan). Konsekuensi dari prinsip ini adalah bahwa
sebagainya.
berbagai segi, antara lain meliputi keseimbangan antara pembangunan material dan
spiritual; pengembangan sektor keuangan dan sektor riil; dan pemanfaatan serta
5
Keadilan adalah menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan
memberikan sesuatu hanya pada yang berhak, serta memperlakukan sesuatu sesuai
posisinya.
Secara khusus prinsip dalam muamalah ini dapat dikategorikan pada dua
hal, yaitu hal-hal yang dilarang untuk dilakukan dalam kegiatan muamalah dan
tersebut.
Prinsip dalam muamalah adalah mesti halal dan bukan berbisnis barang-
Dasar asas ini adalah kalimat “antaradhin minkum” (saling rela diantara
kalian) sebagaimana terdapat dalam Alquran surah Annisa ayat 29. Asas ini
6
menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar
dalam transaksi tidak terpenuhi asa ini, maka itu sama artinya dengan
merupakan ciri yang mesti ditunjukkan karena merupakan sifat Nabi dan
satu dengan yang lain saling memperkuat. Nilai-nilai amanah ini, banyak
berupa kegiatan transaksi yang didasarkan pada riba, gharar atau taghrir,
Suatu hal yang membuat persoalan muamalah dalam hal-hal yang tidak
secara jelas ditentukan oleh Nash-nash sangat luas disebabkan bentuk dan jenis
tempat dan kondisi sosial. Para pakar ilmu sosial menyebutkan bahwa perubahan
3
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 152-159.
7
sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam
masyarakat.
Terjemahnya:
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
Islam. Disinilah letaknya bahwa hukum Islam itu sangat elastis dan fleksibel. Tapi
jika perubahan tempat dan masa juga amat berpengaruh terhadap perkembangan
peranan sosial karena suatu tempat dan masa bisa terjadi perbedaan nilai-nilai
struktur sosialnya.4
4
Nur Mardhiah, http://dhiahpotter.blogspot.co.id/2014/09/makalah-fiqh-muamalah.html,
di akses pada tanggal 17 Maret 2017.
8
Untuk mengantisipasi nilai-nilai negatif yang terkandung dan dibawa oleh
perubahan sosial dalam perubahan sosial dalam persoalan muamalah inilah, syariat
untuk keabhsahan suatu bentuk muamalah yang tercipta akibat perubahan sosial
tersebut. Bentuk muamalah yang didasarkan atas kreasi manusia yang diciptakan
Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menilai
terjadinya perubahan, yaitu faktor tempat, faktor zaman, faktor kondisi sosial,
faktor niat, dan faktor adat kebiasaan. Faktor-faktor ini amat berpengaruh dalam
muamalah. Dalam menghadapi perubahan sosial yang disebabkan kelima faktor ini,
yang akan di jadikan acuan dalam menetapkan hukum suatu persoalan muamalah
mensyariatkan suatu hukum, sesuai dengan kehendak syara`). Atas dasar itu,
muamalah.5
2.2 Hak Dalam Pandangan Islam, Pengertian Hak Paksa (hak syuf’ah) dan
Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq, yang secara etimologi
kebenaran.
5
Musli Afrizona Rahmad, http://afrizona.blogspot.co.id/2012/05/pengertian-
muamalah.html, di akses pada tanggal 17 Maret 2017.
9
Dalam terminologi fiqh terdapat bebrapa pengertian al-haqq yang
menyatakan bahwa:” hakadalah suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara”.
Dalam fikih (hukum Islam) hak secara garis besarnya dibedakan menjadi:
(1) Hak maliy, yakni hak yang berkaitan dengan harta benda, seperti milkiyah (hak
milik), dan (2) hak ghairu maliy, yakni hak yang tidak berkaitan dengan harta
benda, seperti hak seorang wali terhadap pemeliharaan anak kecil. Yang menjadi
obyek pembahasan fikih muamalah adalah hak yang berkaitan dengan harta benda.
Dari segi pemiliknya hak atau dari segi sifatnya pemanfaatannya, hak
dibedakan menjadi Hak Allah dan Hak manusia. Hak Allah adalah hak yang
‘ammah). Hak ini dihubungkan dengan Asma Allah karena kemanfaatannya yang
sangat besar untuk melindungi ketertiban umum seperti aturan sanksi pidana
manusia secara pribadi-pribadi sebagai pemilik. Contoh hak manusia yang paling
penting adalah milkiyah (hak milik). Hak manusia inilah yang menjadi obyek
Dari segi substansinya hak dibedakan menjadi hak syahsi (hak atas orang)
dan hak ‘ainiy (hak atas benda). Pembagian hak dari sisi substansinya ini tersirat
10
Pertama, adalah pihak yang mempunyai kewajiban (multazim), dan dalam akad
mu’awwadhah ia sekaligus mempunyai hak atas pihak lain sebagai imbangan atas
Kedua, adalah pihak yang mempunyai hak (multazamlah atau disebut juga syahibu
haq), dan dalam akad mu’awwadhah ia sekaligus terbebani suatu kewajiban sebagai
ihtishab) yang timbul karena hubungan antara seseorang dengan benda tertentu
secara langsung.
Dari segi sifat kewenangan hakim, hak dibedakan menjadi haqqul diyaniy
(hak keagamaan) dan haqqul qadla’iy (hak kehakiman). haqqul diyaniy adalah hak-
hak yang pelaksanaannya tidak dapat dicampuri atau diinterfensi oleh kekuasaan
negara (atau kekuasaan kehakiman). Misalnya dalam hal utang atau transaksi
Sedang haqqul qadla’iy adalah seluruh hak yang tunduk di bawah aturan
6
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, h. 44-52.
11
Menurut Syeikh Ibrahim al-Bajuri, bahwa yang dimaksud dengan al-
syuf’ah ialah hak memiliki sesuatu secara paksa ditetapkan untuk syarik terlebih
dahulu atau syarik yang baru disebabkan adanya syirkah dengan penggantian
oleh syafi’i sebagai pengganti dari pembeli dengan membayar harga barang kepada
pemiliknya sesuai dengan nilai yang biasa dibayar oleh pembeli lain.
Berikut ini syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh benda-benda yang dijadikan
benda syuf’ah.
a. Barang yang disyuf’ah kan berbentuk barang tetap (‘Uqar), seperti tanah,
bangunan, pintu-pintu, pagar, atap rumah, dan semua yang termasuk dalam
2. Syafi’ yaitu orang yang akan mengambil atau menerima Syuf’ah. Syarat-
a. Orang yang membeli secara Syuf’ah adalah partner dalam benda atau barang
12
Maksudnya, Syafi’i jika telah mengetahui penjualan, ia wajib meminta dengan
ialah jika Syafi’i memperlambat permintaannya niscaya hal ini berbahaya buat
pembeli, karena pemilikannya terhadap barang yang dibeli tidak mantap (labil) dan
haknya gugur. Apabila syuf’ah terjadi antara dua Syafi’i atau lebih, sebagian Syafi’i
melepaskannya, maka Syafi’i yang lain harus menerima semuanya. Hal ini
Disyaratkan pada masyfu ‘min hu bahwa ia memiliki benda terlebih dahulu secara
syarikat, contohnya ialah Umur dan Rahmat memiliki sebuah rumah secara
syarikat. Umar menjual miliknya kepada Zakaria, waktu khiarnya hingga tanggal
20 Januari 1992. Kemudian Rahmat menjual pula haknya kepada Fatimah. Maka
Ketika membicarakan tentang kepemilikan maka pada saat yang sama juga
diperoleh oleh seseorang atas sesuatu. Secara bahasa, dalam Alquran, kata hak
7
Hendi Suhendi, Fiqh muamalah, 2005, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada), h. 161-167.
13
memiliki pengertian, yaitu milik, ketetapan, kepastian, dan kebenaran. Secara
terminologi, hak adalah suatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara’ suatu
kekuasaan.
Kepemilikan individu adalah ketetapan hukum syara’ yang berlaku bagi zat
itu setiap orang memiliki kekayaan dengan sebab-sebab ( dengan cara cara)
kepemilikan tertentu.
umum adalah benda benda yang telah di nyatakan oleh Allah dan Saw bawah
saling membutuhkan.
14
c. Kepemilikan negara (State property)
Harta-harta yang termasuk milik negara adalah harta yang merupatkan hak
kebijakannya . makna pengelolaan oleh negara ini adalah adanya kekuasan yang di
Secara etimologi kata Ihya artinya menjadikan sesuatu menjadi hidup, dan
al-Mawat ialah sesuatu yang tidak bernyawa, dalam konteks ini ialah tanah yang
berikut:
menghidupkan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak ada yang
memanfaatkan tanah kosong untuk dijadikan kebun, sawah, dan yang lainnya.9
8
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam(Sejarah , Teori dan Konsep), h. 195-208.
9
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shiddiq, Fiqh Muamalat, h. 291.
15
Adapun yang mendasari konsep Ihya al-Mawat adalah hadis-hadis
membangun sebidang tanah yang bukan hak seseorang, maka dialah yang berhak
tanah yang kosong, maka tanah itu menjadi miliknya”. (HR. Ahmad dan Imam at-
Tirmidzi).10
Membuka tanah mati hukumnya ja’iz (boleh) ddengan syarat bahwa tanah
tersebut masih bebas, belum dimiliki oleh siapapun. Sifat pembukaan tanah mati
ialah menurut tradisi yang berlaku, yakni berupa pemakmuran bagi tanah yang
dibuka. Jika dalam membuka tanah itu terdapat air yang melebihi, maka wajib bagi
orang yang membuka tanah itu menyerahkan air tersebut bagi siapa saja yang
memerlukan dengan syarat orang lain juga membutuhkan dan air tersebut
Para ulama berbeda pendapat tentang cara mengolah lahan yang menjadi
membuat saluran irigasinya, baik dengan menggali sumur, maupun dengan mencari
10
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shiddiq, Fiqh Muamalat, h. 292.
11
A. Zainuddin, Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 (Muamalah dan Akhlaq), 1999,
(Bandung: CV Pustaka Setia), h. 27.
16
untuk mengolah lahan kosong, dikembalikan kepada adat-istiadat yang berlaku di
daerah itu. Jika lahan ini dimaksudkan untuk lahan tempat tinggal, maka lahan itu
perlu dipagar dan dibangun rumah di atasnya. Jika dimaksudkan untuk pertanian
maka lahannya diolah, irigasinya dibuat, dan menanaminya dengan tanaman yang
dilakukan dengan memagar lahan yang digarap, baik untuk lahan pertanian, tempat
untuk membuka lahan baru dan memfungsikan lahan yang gersang. Pendapat
mereka terbagi dua golongan besar yakni Ulama Hanafiyah dan Malikiyah.
Saw. Ketika itu selain berfungsi sebagai Rasulullah juga sebagai penguasa. Oleh
penguasa/pemerintah.
membuka lahan baru atau memfungsikan lahan mati atau gersang, tidak
17
Saw. Berbicara seperti yang termuat dalam hadis di atas tadi, Nabi Muhammad
Harta dalam bahasa Arab disebut, al-mal yang berarti condong, cenderung
dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan
Menurut para ulama, terdapat empat ciri harta, yaitu (1) harus memiliki
nilai; (2) harus merupakan barang yang boleh dimanfaatkan; (3) harus dimiliki, dan
yaitu, segala sesuatu yang dapat menjadi hak milik seseorang dan dapat diambil
manfaatnya.
Oleh karena itu, dalam draft Kompilasi Hukum Ekonomi Islam (KHEI)
tentang harta (amwal) diartikan sebagai sesuatu benda yang dapat dimiliki,
dikuasai, diusahakan, dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud,
baik benda yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak
maupun benda yang tidak bergerak, dan hak mempunyai nilai ekonomis.
12
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shiddiq, Fiqh Muamalat, h. 292-295.
13
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 9-11.
18
Benda berwujud adalah segala sesuatu yang dapat diindera. Benda tidak
berwujud adalah segala sesuatu yang tidak dapat diindera. Benda bergerak adalah
segala sesuatu yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ketempat lain. Benda tidak
bergerak adalah segala sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat
yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Benda tiak terdaftar adalah segala
seseorang, kelompok orang, atau badan usaha yang berbadan hukum atau tidak
14
Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islami, h. 173-175.
19
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
manusia. Dalam pengertian harfiah yang bersifat umum ini, muamalah berarti
mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
Muamalah dalam arti sempit yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling
Allah dan manusia wajib mentaati-Nya. Fiqh muamalah yaitu “hukum-hukum yang
3.1.2 Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
menilai terjadinya perubahan, yaitu faktor tempat, faktor zaman, faktor kondisi
sosial, faktor niat, dan faktor adat kebiasaan. Faktor-faktor ini amat berpengaruh
dalam menetapkan hukum bagi para mujtahid dalam menetapkan hukum bidang
muamalah.
20
3.1.3 Dalam fikih (hukum Islam) hak secara garis besarnya dibedakan
pengganti dari pembeli dengan membayar harga barang kepada pemiliknya sesuai
3.1.6 Secara etimologi kata Ihya artinya menjadikan sesuatu menjadi hidup,
dan al-Mawat ialah sesuatu yang tidak bernyawa, dalam konteks ini ialah tanah
yang tidak dimiliki seseorang dan belum digarap. Secara terminologi Ihya al-
(amwal) diartikan sebagai sesuatu benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan,
dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik benda yang
terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda yang bergerak maupun benda
21
REFERENCES
DAFTAR PUSTAKA
Media Group.
Grafindo Persada.
6. Nurdiah, http://dhiahpotter.blogspot.co.id/2014/09/makalah-fiqh-
muamalah.html
muamalah.html
8. Rusdi, M. A. (2017). Maslahat Sebagai Metode Ijtihad Dan Tujuan Utama Hukum
22
9. Rusdi, M. A. (2016). Status Hukum Pernikahan Kontroversial Di Indonesia (Telaah
Terhadap Nikah Siri, Usia Dini dan Mut'ah). Al-'Adl, 9(1), 37-56.
10. Haq, I., Bedong, M. A. R., & Syatar, A. (2018). Effect Of Young Age in Murder
11. Bedong, M. A. R., & Ahmad, F. (2018). Kepemimpinan Wanita di Dunia Publik
Tafsere, 2(1).
23