Disusun oleh :
Kelompok 10
Dosen Pembimbing:
USHUL FIQH
2022
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun berdasarkan informasi dari maeri dan internet yang berhungan
dengan “Kaidah Fiqh Muamalah Dan Penerapannya”. Kami menyadari penyusunan makalah ini
tidak sempurna dan banyak kekurangan disebabkan terbatasnya kemampuan kami. Oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran kepada seluruh pihak yang sifatnya membangun guna
memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Fiqh muamalah yaitu syariat (ajaran) Islam yang mengatur cara manjalin hubungan
manusia dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhan lahiriyah yang dijalankan
berdasarkan prinsip din al-Islam.
Muamalah yaitu segala aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia,
dan antara manusia dan alam sekitarnya tanpa melihat perbedaan. Hukum asal mumalah ialah
boleh (ibahah).
Qowaid Fikhiyyah (Kaidah fikih) adalah kaidah fikih yang sifatnya umum untuk
mencakup hukum syara' secara menyeluruh. Kaidah fiqh lahir dari al-quran, al-hadis, dan ijma’.
Salah satu manfaat kaidah fikih untuk menjawab berbagai permasalahan yang rumit dalam waktu
singkat, hingga dapat menyelesaikan berbagai permasalahan yang diinginkan.
Kaidah fikih di bidang muamalah bermula dari kaidah asasi dan cabangnya, kaidah
umum dan kaidah khusus yang kemudian dihimpun oleh ulama-ulama Turki zaman kekhalifahan
Turki Utsmani tidak kurang dari 99 kaidah, yang terdapat dalam majalah al-ahkam al-adliyah.
Kesembilan puluh sembilan kaidah tadi menjadi acuan dan menjadi jiwa dari 1851 pasal tentang
transaksi yang tercantum dalam majalah al-ahkam al-adliyah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Dalam hukum Islam, akad yang batal dianggap tidak pernah terjadi. Maka, tidak
sah akad yang batal walaupun diterima oleh salah satu pihak. Contohnya, Bank syariah
tidak boleh membuat akad dengan lembaga keuangan konvensional lainnya yang memakai
sistem bunga, karena sistem bunga dinyatakan haram oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN). Akad baru sah apabila lembaga keuangan lain itu bersedia memakai akad-akad
yang berlaku pada perbankan syariah, yaitu transaksi tanpa menerapkan sistem bunga.
3
hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”
Maksudnya adalah, Prinsip dalam transaksi adalah keridhaan manusia. Maka,
transaksi akan sah apabila berdasarkan kepada keridhaan kedua belah pihak yang
bermuamalah. Itu berarti, apabila salah satu pihak merasa terpaksa atau dipakasa
ataupun tertipu maka suatu akad tidak sah. Bisa jadi saat akad sudah saling meridhai,
tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya keridhaannya hilang, maka
akad tersebut bisa batal. Contohnya adalah pembeli yang tertipu karena merasa
mengalami kerugian oleh penjual karena terdapat barang yang cacat.
“Apabila sesuatu akad batal, maka batal pula yang ada dalam tanggungannya”
Contohnya, penjual dan pembeli telah melakukan akad jual beli. Si pembeli
telah menerima barang dan si penjual telah menerima uang. Jika kedua belah pihak
sama-sama membatalkan jual beli tersebut maka, hak pembeli terhadap barang menjadi
4
batal dan hak penjual terhadap harga barang menjadi batal. Ini berarti si pembeli harus
mengembalikan barangnya dan si penjual juga harus mengembalikan harga barangnya.
اْلراج ابلضمان. ٨
الغرم ابلغمن. ٩
“Setiap perintah untuk bertindak hukum terhadap hak milik orang lain adalah
batal”
“Akad yang objeknya suatu benda tertentu adalah seperti akad terhadap manfaat
benda tersebut”
5
Objek akad dapat berupa barang tertentu, misalnya jual beli, ataupun berupa
manfaat suatu barang seperti sewa menyewa. Bahkan, objeknya dapat berupa jasa.
Maka, pengaruh hukum dari akad yang objeknya barang atau manfaat dari barang
adalah rukun dan syaratnya sama.
“Setiap akad mu’awadhah yang sah diberlakukan selamanya, maka tidak sah
diberlakukan sementara”
Akad mu’awadhah yaitu akad yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
masing-masing mepunyai hak dan kewajiban, seperti jual beli. Si penjual berkewajiban
memberikan barang dan memiliki hak terhadap harga barang. Si pembeli berkewajiban
memberikan harga barang dan berhak terhadap barang yang telah dibelinya. Apabila
waktunya dibatasi, maka akad tidak sah karena akad jual beli tidak dibatasi waktunya.
Apabila waktuya dibatasi, maka sewa menyewa.
Berdasarkan kaidah di atas, dalam akad jual beli, sewa menyewa dan lain-lainnya
sah, akad untuk menyebut “qabiltu” (saya telah terima) dengan tidak mengulangi
penjelasan dari ijab. Penjelasan ijab itu, seperti saya jual barang ini dengan harga sekian
dibayar tunai, cukup dijawab dengan “saya terima”.
“Suatu hal yang dibolehkan oleh syara’ tidak dapat dijadikan objek tuntutan
ganti rugi”
Maksud kaidah ini adalah hal-hal yang diperbolehkan oleh syariah baik
melakukan maupun tidak melakukannya, tidak bisa dijadikan keharusan ganti rugi.
Contohnya, Pak Ahmad menggali sumur di tempatnya sendiri. Lalu, binatang
tetangganya tidak sengaja jatuh kedalam sumur tersebut dan mati. Maka, tetangga
tersebut tidak bisa meminta ganti rugi kepada Pak Ahmad karena menggali sumur
ditempatnya sendiri diperbolehkan oleh syariah. Contoh lainnya dapat dilihat MAA
pasal 605 dan 882.
6
ال يتم الَّتبع إال ابلقبض. ١٦
Akad tabarru adalah akad yang dilakukan hanya demi melakukan kebajikan
seperti hibah atau hadiah. Hibah atau hadiah tersebut sifatnya belum terikat sampai
dilakukan penyerahan barang.
“Sesuatu benda tidak bisa dicabut dari tangan seseorang kecuali atas dasar
ketentuan hukum yang telah tetap.”
“Setiap pinjaman dengan menarik manfaat (oleh kreditor) adalah sama dengan
riba”
كل شرط كان من مضلحة العقد أو من مقتضاه فهو جائز. ١٩
“Setiap syarat untuk kemaslahatan akad atau diperlukan oleh akad tersebut,
maka syarat tersebut dibolehkan”
Contohnya adalah menggadai emas kemudian ada syarat bahwa jika barang
gadai tidak ditebus dalam waktu beberapa bulan, maka penerima gadai berhak untuk
menjualnya.
Manfaat barang boleh disewakan tetapi dilarang digadaikan karena tidak dapat
diserah terimakan.
Kaidah no. 19 dan 20 ini sering pula disebut dhabith karena merupakan bab
tertentu dari satu bidang hukum. Tetapi ada pula yang menyebutnya kaidah seperti dalam
al-Subki. Akan lebih tepat disebut dengan kaidah tafshiliyah yaitu kaidah yang detail.
7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum Islam seperti yang
lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum peradilan, hukum perdata, hukum
jihad, hukum perang, hukum damai, hukum politik, hukum penggunaan harta, dan hukum
pemerintahan
Kaidah fiqih muamalah adalah “al ashlu fil mua’malati al ibahah hatta yadullu ad daliilu ala
tahrimiha” (hukum asal dalam urusan muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya). Ini berarti bahwa segala hal yang berhubungan dengan muamalah yang
tidak ada ketentuannya baik larangan maupun anjuran yang ada di dalam dalil Islam (Al-Qur’an
maupun Al-Hadist), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar para pembaca yang ingin mendalami Kaidah Fiqh
Muamalah, agar setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih
komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.
8
DAFTAR PUSTAKA
http://trainingictsusilawati.blogspot.com/2016/05/kaidah-fiqih-muamalah.html?m=1
https://www.gustani.id/2020/05/5-kaidah-fikih-pokok-dan-contoh.html
https://www.ilmuips.my.id/2020/01/makalah-tentang-fiqih-muamalah.html