Anda di halaman 1dari 15

( MUAMALAH )

Al Islam Dan Kemuhammadiyahan II

Dosen Pengampu:
Ahlun Nazi Siregar, M.H

Disusun Oleh :

Kelompok 10

Nurlaila Hanifah ( 220205108 )


Tiara Deby Shaliha ( 220205109 )
Zackyatul Ikhsan ( 220205110 )

KELAS C
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii

BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………........... 4

BAB II: PEMBAHASAN


2.1 Hakikat Muamalah………………….............................................................. 5
I. Kedudukan muamalah dalam Islam……………………………………… 7
II. Sumber hukum muamalah………………………………………………. 7
2.2 Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia…………………………..…… 8
2.3 Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup…………………………………. 11

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muamalah adalah sendi kehidupan dimana setiap muslim akan diuji nilai
keagamaan dan kehati-hatiannya, serta konsistensinya dalam ajaran-ajaran Allah SWT.
Sebagaimana diketahui harta adalah saudara kandung dari jiwa (roh), yang didalamnya
terdapat berbagai godaan dan rawan penyelewengan. Sehingga wajar apabila seorang
yang lemah agamanya akan sulit untuk berbuat adil kepada orang lain dalam masalah
meninggalkan harta yang bukan menjadi haknya (harta haram), selagi ia mampu
mendapatkannya walaupun dengan jalan tipu daya dan pemaksaan.
Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur aspek
kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah2 . Ibadah diperlukan
untuk menjaga ketaatan dan keharmonisaan hubungan manusia dengan Khaliq-Nya.
Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai
khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk sebagai rules of the
game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Di sisi lain, Islam menganut keadilan dan kejujuran di lapangan ekonomi.
Menurut Islam, manusia adalah khalifah atau wakil Tuhan dalam seluruh rencana Tuhan,
dan telah di beri hak pemilikan terbatas atas alat-alat produksi. Islam mengakui adanya
campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi demi menjamin kesejahteraan warganya.
Manusia harus mengetahui bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial dan ekonomi yang berbudaya. Ia membutuhkan orang lain, dan saling tukar
menukar manfaat di semua aspek kehidupan, baik bisnis atau jual beli, sewa menyewa,
bekerja dalam bidang pertanian, industri, jasa maupun bidang lainnya. Semua itu
membuat manusia berinteraksi, bersatu, berorganisasi, dan saling bantu membantu dalam
memenuhi kebutuan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

3
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa hakikat muamalah?
b. Seperti apa pandangan Islam tentang kehidupan dunia?
c. Apa makna spiritual muamalah tentang kejayaan hidup?
d. Apa saja ruang lingkup muamalah?
e. Apa saja prinsip-prinsip bermuamalah?
f. Seperti apa akhlak bermuamalah?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui hakikat muamalah.
b. Untuk memahami pandangan Islam tentang kehidupan dunia.
c. Untuk memahami makna spiritual muamalah tentang kejayaan hidup.
d. Untuk mengetahui ruang lingkup muamalah.
e. Untuk mengetahui prinsip-prinsip bermuamalah.
f. Untuk memahami akhlak bermuamalah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

Allah menciptakan manusia dan dunia ini bukan tanpa aturan. Ada hukum-hukum
yang harus dipatuhi dalam menjalani setiap aktivitas di dunia ini, mulai dari bangun tidur
sampai tidur lagi. Hukum-hukum Allah dalam muamalah pada hakikatnya adalah untuk
kemaslahatan kita dan menghilangkan segala kemudharatan.
Istilah muamalah biasanya juga dimaknai sebagai hubungan sosial antar sesama
manusia. Hidup seorang manusia akan dipandang lebih baik ketika bisa memberikan
manfaat bagi banyak orang. Untuk itu seseorang perlu meningkatkan kualitas
muamalahnya, yang dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi dan mengintrospeksi
diri sendiri sudah sejauh mana kita melakukan muamalah. Selanjutnya harus berniat
dan berjanji untuk lebih baik dalam melakukan muamalah dan dalam melakukan
muamalah hendaklah kita mempunyai pengetahuan atau ilmu tentang muamalah yang
sedang dilakukan tersebut. Dengan kita memahami dan berusaha untuk selalu
meningkatkan kualitas muamalah, maka selain mendapat pahala dan karunia dari Allah
SWT, juga akan bermanfaat dalam menjaga hubungan antar manusia yang lebih harmonis
serta menjaga ketertiban hidup bermasyarakat.

2.1 Hakikat Muamalah


Secara Etiomologi Muamalah dari kata ( ‫ )العمل‬yang merupakan istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf.
muamalah mengikuti pola ( ُ‫ف‬EEE‫ )ةَاعلم‬yang bermakna bergaul. Secara Terminologi
Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah. Ibadah ini
antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji. Sedangkan masalah muamalah
(hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti
makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi,
berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah
dan Rasul-Nya.
Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual
beli, sewa menyewa, upah mengupah, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam,
berserikat dan lain-lain.

5
Muamalah merupakan cabang dari  ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqih.
Secara garis besar kegiatan muamalah mencakup dua aspek, yaitu aspek adabiyah dan
madiyah.
 Aspek  adabiyah  mencakup kegiatan muamalah yang berkaitan dengan kegiatan
adab dan akhlak, misalnya menghargai sesama, saling meridhoi, hak dan
kewajiban, kejujuran, kesopanan, penipuan dan sebagainya.
 Aspek  madiyah adalah aspek yang berkaitan dengan kebendaan, misalnya benda
yang halal, haram dan subhat untuk dimiliki, diupayakan dan diperjualbelikan,
benda yang bisa mengakibatkan kemaslahatan, kemudharatan, dan lain
sebagainya.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata (‫)أمل‬, (‫)يواميلو‬, muamalat yang
artinya saling melakukan, saling bertindak atau saling mengamalkan. Dengan demikian
arti muamalah melibatkan lebih dari satu orang dalam prakteknya, sehingga akan timbul
adanya hak dan kewajiban. Sedangkan dari segi istilah, pengertian muamalah
berdasarkan fiqih mempunyai dua arti, yaitu pengertian dalam arti luas dan pengertian
dalam arti sempit.
Dalam arti luas, muamalah merupakan aturan Allah yang mengatur masalah
hubungan manusia dan usaha mereka dalam mendapatkan kebutuhan jasmani dengan
jalan yang terbaik. Sedangkan dalam arti sempit, muamalah merupakan kegiatan tukar
menukar suatu barang yang bermanfaat dengan menggunakan cara-cara yang sesuai
aturan Islam.
Muamalah dalam Islam merupakan aturan-aturan dan hukum yang mengatur tata
cara memenuhi kebutuhan dunia dengan cara yang benar menurut syariat Islam.
Muamalah ini akan membantu kita mengetahui mana yang haram dan mana yang halal.
Maka dari itu kita harus mempelajari apa saja syarat dan rukunnya, sehingga upaya kita
dalam memenuhi kebutuhan dunia tidak melanggar aturan dan hukum Islam.
Sedangkan pengertian fiqih muamalah adalah ilmu yang berkaitan dengan
muamalah, yaitu kegiatan atau transaksi yang berdasarkan aturan-aturan dan hukum-
hukum syariat, yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam kehidupannya dan didasari
oleh dalil-dalil Islam secara rinci. Ruang lingkup fiqh muamalah adalah meliputi seluruh
kegiatan muamalah manusia yang berupa perintah – perintah maupun larangan – larangan
dalam bermuamalah, berdasarkan hukum-hukum Islam seperti wajib, sunnah, halal,
haram, makruh dan mubah.

6
I. Kedudukan Muamalah dalam Islam.
o Islam menetapkan aturan-aturan yang fleksibel dalam bidang muamalah,
karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.
o Meskipun bersifat fleksibel, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan
di bidang muamalah tidak menimbulkan kemudharatan atau kerugian dalam
masyarakat.
o Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun
dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan ukhrawi,
sehingga dalam ketentuan-ketentuannya mengandung aspek halal, haram,
sah, batal, dsb.
II. Sumber Hukum Muamalah.
1) Al-Qur;an.
Ayat tentang muamalah antara lain :
QS An Nisa’ Ayat 58 yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”.

QS Al Muthaffifin ayat 1-6 yang artinya : “1). Celakalah bagi orang-orang


yang curang (dalam menakar dan menimbang), 2) (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3) dan
apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka
mengurangi, 4) Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan, 5) pada suatu hari yang besar, 6) (yaitu) pada
hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam“.

QS Ali Imran ayat 3 yang artinya : “Hai orang-orang yg beriman,


janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan”.

7
2) Hadits.
Hadits tentang muamalah antara lain :
“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan
sesuatu, maka Allah mengharamkan pula hasil penjualannya” (HR. Abu
Daud).

“Janganlah kalian berbuat zhalim, ingatlah tidak halal harta seorang


kecuali dengan keridhoan darinya” (HR al-Baihaqi).

Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu
terdiri 73 pintu. Yang paling ringan diantarannya adalah seperti seseorang
laki-laki yang berzina dengan ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah
merusak kehormatan seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).

3) Ijtihad.
Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah
ijtihad, yaitu proses menetapkan suatu perkara baru dengan akal sehat dan
pertimbangan yang matang,  dimana perkara tersebut tidak dibahas dalam Al
Qur’an dan hadits. Ijtihad merupakan sumber yang sering digunakan dalam
perkembangan fiqih muamalah sebagai solusi terhadap suatu permasalahan
yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak ditemukan dalam Al Qur’an
maupun Hadits.

2.2 Pandangan Islam Tentang Kehidupan Dunia


Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya dan terlepas dari itu semua, Allah
menciptakan dunia untuk tujuan tertentu. Kehidupan dunia seringkali membuat manusia
terlena dan tidak mengingat bahwa kehidupan tersebut tidaklah abadi. Dalam kehidupan
dunia, manusia melewati fase-fase tertentu dan dalam setiap fase kehidupan tersebut
manusia mengalami berbagai macam hal. Manusia sendiri tidak bisa mengatur apakah
dirinya akan lahir didunia dan dimana ia akan dilahirkan, semuanya sudah diatur oleh
Allah SWT.

8
a) Hakikat Dunia Dalam Islam.
Dunia menurut islam hakikatnya hanyalah permainan dan sifatnya fana
atau tidak abadi. Dunia adalah tempat dimana manusia hidup dan beraktifitas
serta menjalankan segala urusannya terutama untuk beribadah kepada Allah
SWT. Dunia diciptakan oleh Allah beserta isinya untuk mendukung kehidupan
manusia dan memenuhi segala kebutuhannya, meskipun demikian keindahan
dunia dan segala yang ada didalamnya justru membuat manusia lupa atas tujuan
penciptaannya dan melupakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat Al
hadid ayat 20 bahwa dunia ini sebenarnya hanya permainan belaka, sebagaimana
yang disebutkan berikut ini :

‫ث‬ٍ ‫ ِل َغ ْي‬Eَ‫ال َواَأْلوْ اَل ِد َك َمث‬ َ ‫اثُ ٌر فِي اَأْل ْم‬E‫ا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َك‬Eَ‫ةٌ َوتَف‬Eَ‫ ٌو َو ِزين‬Eْ‫ا ْعلَ ُموا َأنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَه‬
ِ ‫و‬E
َ ِ‫د َو َم ْغف‬Eٌ ‫ب ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَت ََراهُ ُمصْ فَ ًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي‬
ِ ‫رةٌ ِمنَ هَّللا‬EE َ ‫َأ ْع َج‬
ِ ‫ع ْال ُغر‬
‫ُور‬ ُ ‫ان َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َمتَا‬
ٌ ‫َو ِرضْ َو‬

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah


permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara
kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan
di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-
Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (Qs
Al Hadid ; 20).

b) Tipu daya Dunia.


Sungguh dunia ini penuh dengan tipu daya dan muslihat dan membuat
manusia terlena dibuatnya. Bahkan Rasulullah SAW juga merasa khawatir
apabila umatnya terpedaya oleh dunia dan melupakan kehidupan akhirat sebagai
tujuan hidupnya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut :

‫ِإ َّن ِم َّما َأخَافُ َعلَ ْي ُك ْم من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها‬

“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah


peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk
kalian”.

9
c) Keutamaan Akhirat Dibandingkan Dunia.
Saat ini manusia berlomba-lomba mengejar dunia dan berusaha untuk
mencari kesenangan dunia dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara yang
diharamkan. Banyak manusia yang terperdaya dunia dan tidak menganggap
bahwa dunia sebenarnya hanya tempat singgah saja dan akhirat adalah sesuatu
yang seharusnya dikejar. Terlalu larut dalam dunia justru akan membuat manusia
lupa dengan akhirat dan akhirnya melupakan kewajibannya kepada Allah SWT
termasuk meninggalkan shalat wajib dan ibadah lainnya.. Dibandingkan dengan
dunia, akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi jadi sudah selayaknya manusia
lebih mendahulukan kepentingan akhirat dibandingkan dengan kepentingan
duniawi. Allah SWT berfirman :

*‫ذ ُمو ًما َّم ْدحُورًا‬E ْ E‫اَل هَا َم‬E‫ص‬


ْ َ‫هُ َجهَنَّ َم ي‬Eَ‫َّمن َكانَ ي ُِري ُد ْال َعا ِجلَةَ َعج َّْلنَا لَهُ فِيهَا َما نَ َشا ُء لِ َمن نُّ ِري ُد ثُ َّم َج َع ْلنَا ل‬
‫َو َم ْن َأ َرا َد اآْل ِخ َرةَ َو َس َع ٰى لَهَا َس ْعيَهَا َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن فَُأو ٰلَِئكَ َكانَ َس ْعيُهُم َّم ْش ُكورًا‬

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami


segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya
dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki
kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia
adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi
dengan baik.” (QS Al-Isra’: 18-19).

d) Balasan Bagi Mereka Yang Mementingkan Dunia.


Seringkali manusia tidak sadar bahwa ia lebih mengutamakan dunia
dibandingkat akhirat dan manusia tersebut akhirnya melalaikan kewajiban kepada
Allah SWT sebagaimana orang-orang kafir. Orang-orang kafir didunia gemar
berfoya-foya dan bersenang-senang dengan harta yang mereka miliki dan
terkadang mereka juga menertawakan mereka yang berbuat amal shaleh dan
bersabar atas segala ujian yang diberikan Allah SWT. Allah sendiri menjamin
bahwa orang-orang mukmin yang bersabar didunia untuk kehidupan diakhirat,
mereka akan mendapat balasannya diakhirat kelak demikian juga para kaum
kafir. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT dalam ayat berikut :

10
‫وا ِإلَ ٰى‬EEُ‫ا َم ُزونَ * وَِإ َذا انقَلَب‬EE‫رُّوا بِ ِه ْم يَتَ َغ‬EE‫ َح ُكونَ * وَِإ َذا َم‬E‫ض‬ ْ َ‫وا ي‬EEُ‫انُوا ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمن‬EE‫وا َك‬EE‫ِإ َّن الَّ ِذينَ َأجْ َر ُم‬
ْ Eَ‫ افِ ِظينَ * ف‬E‫لُوا َعلَ ْي ِه ْم َح‬E‫ا ُأرْ ِس‬EE‫ضالُّونَ * َو َم‬
‫اليَوْ َم‬E َ َ‫َأ ْهلِ ِه ُم انقَلَبُوا فَ ِك ِهينَ * َوِإ َذا َرَأوْ هُ ْم قَالُوا ِإ َّن ٰهَُؤاَل ِء ل‬
َ‫ب ْال ُكفَّا ُر َما َكانُوا يَ ْف َعلُون‬ ِ ‫ار يَضْ َح ُكونَ * َعلَى اَأْل َراِئ‬
َ ‫ك يَنظُرُونَ * هَلْ ثُ ِّو‬ ِ َّ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِمنَ ْال ُكف‬

“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang


menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang
beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.
Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka
kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin,
mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang
sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi
orang-orang mukmin.Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman
menertawakan orang-orang kafir,mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil
memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa
yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al-Muthaffifin: 29-36).

e) Berlomba-lomba Dalam kebaikan.


Sesungguhnya Allah SWT menciptakan dunia beserta isinya untuk
manusia dan dengan tujuan agar manusia beribadah kepada Allah SWT. Oleh
sebab itu selama hidup di dunia selayaknya manusia berlomba-lomba dalam
kebaikan dan selalu menjalankan kewajiban dan menjauhi larangannya sebagai
bentuk rasa iman dan taqwa kepada Allah SWT (baca fungsi iman kepada Allah
dan manfaat beriman kepada Allah). Allah SWT berfirman :

ْ ‫ض ُأ ِع َّد‬
ۚ ‫ت لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه‬ ِ ْ‫ض ال َّس َما ِء َواَأْلر‬ ُ ْ‫َسابِقُوا ِإلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
ِ ْ‫ضهَا َك َعر‬
‫ك فَضْ ُل هَّللا ِ يُْؤ تِي ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهَّللا ُ ُذو ْالفَضْ ِل ْال َع ِظ ِيم‬َ ِ‫ٰ َذل‬

“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari


Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah
mempunyai karunia yang besar” (QS Al Hadid 21).

2.3 Makna Spiritual Tentang Kejayaan Hidup


Manusia memang memiliki ruh dalam arti nyawa. Namun pada faktanya, dalam
diri manusia tidak ada dua unsur pembentuk yang menarik manusia kepada dua
kecenderungan yang berbeda, yakni unsur jasad menarik kearah pemenuhan kepentingan
duniawi dan unsur jiwa/roh yang menarik kepada pemenuhan kepentingan ukhrowi
(moral dan ritual). Kenyataannya, semua perbuatan manusia dipengaruhi oleh dorongan
kebutuhan-kebutuhan fisik (al-hajatul ‘udlwiyah) dan naluriah (al-ghoro’iz). Kebutuhan

11
fisik contohnya adalah kebutuhan untuk makan, minum, buang hajat dan tidur; sedangkan
kebutuhan naluri contohnya adalah naluri untuk melestarikan jenis manusia (ghorizatun
nau’), naluri untuk mempertahankan diri (ghorizatul baqo’), dan kebutuhan untuk
mensucikan dan mengagungkan dzat yang lebih agung dan sempurna (ghorizatut
tadayyun).
Menurut Islam, kebutuhan-kebutuhan fisik dan naluriah tersebut merupakan
sesuatu yang alami dan netral, tidak bisa dengan sendirinya dikatakan bahwa kebutuhan
yang satu lebih tinggi derajatnya dari kebutuhan yang lain. Justru cara manusia dalam
mengatur dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan itulah yang dapat diberi predikat terpuji
atau tercela. Dalam pandangan Islam, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan
perbuatan yang dijalankan sesuai petunjuk Islam, maka ia akan menjadi perbuatan yang
terpuji. Sebaliknya, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang
melanggar tuntunan Islam maka ia menjadi perbuatan yang tercela. Kebutuhan akan seks,
misalnya, jika dipenuhi dengan berzina maka menjadi suatu hal yang tercela, namun jika
dipenuhi dalam bingkai pernikahan yang sah maka akan menjadi bagian dari ibadah yang
terpuji. Naluri alami untuk mensucikan dzat yang lebih agung yang mendorong aktivitas
ritual keagamaan yang sering dianggap sebagai aktivitas ruhaniyah itu jika dijalankan
tanpa petunjuk Islam maka akan menjadi bid’ah yang tercela, namun jika dijalankan
berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah maka akan menjadi ibadah yang terpuji,
berpahala dan diridhoi oleh Allah.
Eksistensi ruh dalam diri seorang muslim menuntutnya untuk selalu
mengendalikan seluruh perbuatan yang ia lakukan dengan hukum-hukum syara’. Maka
selama ruh itu ada dalam benaknya, seorang muslim kemanapun dia pergi akan selalu
berjalan di atas hukum syara’ laksana kereta api yang selalu berjalan di atas relnya.
Kehadiran ruh tersebut mendorong seorang muslim untuk melaksanakan sholat, haji,
puasa dan aktivitas ritual lain sesuai dengan hukum syara’. Hadirnya ruh juga mendorong
manusia untuk melaksanakan bisnis, jual-beli, hutang-piutang, bekerja, bergaul, berumah-
tangga, sampai menata pemerintahan menggunakan hukum syara’.
Dengan demikian, sebenarnya dalam Islam tidak ada dikotomi antara urusan
dunia dengan urusan akhirat. Pengawasan dan penilaian Allah atas seluruh amal
perbuatan manusia yang membawa konsekuensi pahala dan siksa merupakan benang
merah yang menghubungkan antara dunia dan akhirat. Semuanya adalah amalan dunia,
namun semuanya akan membawa dampak di akhirat. Dr. Abdul Qodir ‘Audah
menyatakan :

12
“hukum-hukum Islam dengan segala jenis dan macamnya diturunkan untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap aktivitas duniawi
selalu memiliki aspek ukhrowi. Maka aktivitas ibadah, sosial kemasyarakatan,
persanksian, perundang-undangan atau pun kenegaraan semuanya memiliki pengaruh
yang dapat dirasakan di dunia akan tetapi, perbuatan yang memiliki pengaruh di dunia ini
juga memiliki pengaruh lain di akhirat, yaitu pahala dan sanksi akhirat“.

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai