Dosen Pengampu:
Ahlun Nazi Siregar, M.H
Disusun Oleh :
Kelompok 10
KELAS C
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MIPA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………….. 3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………........... 4
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
2
BAB I
PENDAHULUAN
Muamalah adalah sendi kehidupan dimana setiap muslim akan diuji nilai
keagamaan dan kehati-hatiannya, serta konsistensinya dalam ajaran-ajaran Allah SWT.
Sebagaimana diketahui harta adalah saudara kandung dari jiwa (roh), yang didalamnya
terdapat berbagai godaan dan rawan penyelewengan. Sehingga wajar apabila seorang
yang lemah agamanya akan sulit untuk berbuat adil kepada orang lain dalam masalah
meninggalkan harta yang bukan menjadi haknya (harta haram), selagi ia mampu
mendapatkannya walaupun dengan jalan tipu daya dan pemaksaan.
Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur aspek
kehidupan manusia, baik akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah2 . Ibadah diperlukan
untuk menjaga ketaatan dan keharmonisaan hubungan manusia dengan Khaliq-Nya.
Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai
khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk sebagai rules of the
game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial.
Di sisi lain, Islam menganut keadilan dan kejujuran di lapangan ekonomi.
Menurut Islam, manusia adalah khalifah atau wakil Tuhan dalam seluruh rencana Tuhan,
dan telah di beri hak pemilikan terbatas atas alat-alat produksi. Islam mengakui adanya
campur tangan negara dalam kegiatan ekonomi demi menjamin kesejahteraan warganya.
Manusia harus mengetahui bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk
sosial dan ekonomi yang berbudaya. Ia membutuhkan orang lain, dan saling tukar
menukar manfaat di semua aspek kehidupan, baik bisnis atau jual beli, sewa menyewa,
bekerja dalam bidang pertanian, industri, jasa maupun bidang lainnya. Semua itu
membuat manusia berinteraksi, bersatu, berorganisasi, dan saling bantu membantu dalam
memenuhi kebutuan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
3
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa hakikat muamalah?
b. Seperti apa pandangan Islam tentang kehidupan dunia?
c. Apa makna spiritual muamalah tentang kejayaan hidup?
d. Apa saja ruang lingkup muamalah?
e. Apa saja prinsip-prinsip bermuamalah?
f. Seperti apa akhlak bermuamalah?
4
BAB II
PEMBAHASAN
Allah menciptakan manusia dan dunia ini bukan tanpa aturan. Ada hukum-hukum
yang harus dipatuhi dalam menjalani setiap aktivitas di dunia ini, mulai dari bangun tidur
sampai tidur lagi. Hukum-hukum Allah dalam muamalah pada hakikatnya adalah untuk
kemaslahatan kita dan menghilangkan segala kemudharatan.
Istilah muamalah biasanya juga dimaknai sebagai hubungan sosial antar sesama
manusia. Hidup seorang manusia akan dipandang lebih baik ketika bisa memberikan
manfaat bagi banyak orang. Untuk itu seseorang perlu meningkatkan kualitas
muamalahnya, yang dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi dan mengintrospeksi
diri sendiri sudah sejauh mana kita melakukan muamalah. Selanjutnya harus berniat
dan berjanji untuk lebih baik dalam melakukan muamalah dan dalam melakukan
muamalah hendaklah kita mempunyai pengetahuan atau ilmu tentang muamalah yang
sedang dilakukan tersebut. Dengan kita memahami dan berusaha untuk selalu
meningkatkan kualitas muamalah, maka selain mendapat pahala dan karunia dari Allah
SWT, juga akan bermanfaat dalam menjaga hubungan antar manusia yang lebih harmonis
serta menjaga ketertiban hidup bermasyarakat.
5
Muamalah merupakan cabang dari ilmu syariah dalam cakupan ilmu fiqih.
Secara garis besar kegiatan muamalah mencakup dua aspek, yaitu aspek adabiyah dan
madiyah.
Aspek adabiyah mencakup kegiatan muamalah yang berkaitan dengan kegiatan
adab dan akhlak, misalnya menghargai sesama, saling meridhoi, hak dan
kewajiban, kejujuran, kesopanan, penipuan dan sebagainya.
Aspek madiyah adalah aspek yang berkaitan dengan kebendaan, misalnya benda
yang halal, haram dan subhat untuk dimiliki, diupayakan dan diperjualbelikan,
benda yang bisa mengakibatkan kemaslahatan, kemudharatan, dan lain
sebagainya.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata ()أمل, ()يواميلو, muamalat yang
artinya saling melakukan, saling bertindak atau saling mengamalkan. Dengan demikian
arti muamalah melibatkan lebih dari satu orang dalam prakteknya, sehingga akan timbul
adanya hak dan kewajiban. Sedangkan dari segi istilah, pengertian muamalah
berdasarkan fiqih mempunyai dua arti, yaitu pengertian dalam arti luas dan pengertian
dalam arti sempit.
Dalam arti luas, muamalah merupakan aturan Allah yang mengatur masalah
hubungan manusia dan usaha mereka dalam mendapatkan kebutuhan jasmani dengan
jalan yang terbaik. Sedangkan dalam arti sempit, muamalah merupakan kegiatan tukar
menukar suatu barang yang bermanfaat dengan menggunakan cara-cara yang sesuai
aturan Islam.
Muamalah dalam Islam merupakan aturan-aturan dan hukum yang mengatur tata
cara memenuhi kebutuhan dunia dengan cara yang benar menurut syariat Islam.
Muamalah ini akan membantu kita mengetahui mana yang haram dan mana yang halal.
Maka dari itu kita harus mempelajari apa saja syarat dan rukunnya, sehingga upaya kita
dalam memenuhi kebutuhan dunia tidak melanggar aturan dan hukum Islam.
Sedangkan pengertian fiqih muamalah adalah ilmu yang berkaitan dengan
muamalah, yaitu kegiatan atau transaksi yang berdasarkan aturan-aturan dan hukum-
hukum syariat, yang berkaitan dengan perilaku manusia dalam kehidupannya dan didasari
oleh dalil-dalil Islam secara rinci. Ruang lingkup fiqh muamalah adalah meliputi seluruh
kegiatan muamalah manusia yang berupa perintah – perintah maupun larangan – larangan
dalam bermuamalah, berdasarkan hukum-hukum Islam seperti wajib, sunnah, halal,
haram, makruh dan mubah.
6
I. Kedudukan Muamalah dalam Islam.
o Islam menetapkan aturan-aturan yang fleksibel dalam bidang muamalah,
karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.
o Meskipun bersifat fleksibel, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan
di bidang muamalah tidak menimbulkan kemudharatan atau kerugian dalam
masyarakat.
o Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun
dalam prakteknya tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan ukhrawi,
sehingga dalam ketentuan-ketentuannya mengandung aspek halal, haram,
sah, batal, dsb.
II. Sumber Hukum Muamalah.
1) Al-Qur;an.
Ayat tentang muamalah antara lain :
QS An Nisa’ Ayat 58 yang artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”.
7
2) Hadits.
Hadits tentang muamalah antara lain :
“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan
sesuatu, maka Allah mengharamkan pula hasil penjualannya” (HR. Abu
Daud).
Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu
terdiri 73 pintu. Yang paling ringan diantarannya adalah seperti seseorang
laki-laki yang berzina dengan ibunya, dan sehebat-hebattnya riba adalah
merusak kehormatan seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).
3) Ijtihad.
Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah
ijtihad, yaitu proses menetapkan suatu perkara baru dengan akal sehat dan
pertimbangan yang matang, dimana perkara tersebut tidak dibahas dalam Al
Qur’an dan hadits. Ijtihad merupakan sumber yang sering digunakan dalam
perkembangan fiqih muamalah sebagai solusi terhadap suatu permasalahan
yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak ditemukan dalam Al Qur’an
maupun Hadits.
8
a) Hakikat Dunia Dalam Islam.
Dunia menurut islam hakikatnya hanyalah permainan dan sifatnya fana
atau tidak abadi. Dunia adalah tempat dimana manusia hidup dan beraktifitas
serta menjalankan segala urusannya terutama untuk beribadah kepada Allah
SWT. Dunia diciptakan oleh Allah beserta isinya untuk mendukung kehidupan
manusia dan memenuhi segala kebutuhannya, meskipun demikian keindahan
dunia dan segala yang ada didalamnya justru membuat manusia lupa atas tujuan
penciptaannya dan melupakan Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam surat Al
hadid ayat 20 bahwa dunia ini sebenarnya hanya permainan belaka, sebagaimana
yang disebutkan berikut ini :
ثٍ ِل َغ ْيEَال َواَأْلوْ اَل ِد َك َمث َ اثُ ٌر فِي اَأْل ْمEا ُخ ٌر بَ ْينَ ُك ْم َوتَ َكEَةٌ َوتَفEَ ٌو َو ِزينEْا ْعلَ ُموا َأنَّ َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا لَ ِعبٌ َولَه
ِ وE
َ ِد َو َم ْغفEٌ ب ْال ُكفَّا َر نَبَاتُهُ ثُ َّم يَ ِهي ُج فَت ََراهُ ُمصْ فَ ًّرا ثُ َّم يَ ُكونُ ُحطَا ًما َوفِي اآْل ِخ َر ِة َع َذابٌ َش ِدي
ِ رةٌ ِمنَ هَّللاEE َ َأ ْع َج
ِ ع ْال ُغر
ُور ُ ان َو َما ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا ِإاَّل َمتَا
ٌ َو ِرضْ َو
ِإ َّن ِم َّما َأخَافُ َعلَ ْي ُك ْم من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها
9
c) Keutamaan Akhirat Dibandingkan Dunia.
Saat ini manusia berlomba-lomba mengejar dunia dan berusaha untuk
mencari kesenangan dunia dengan berbagai cara termasuk dengan cara-cara yang
diharamkan. Banyak manusia yang terperdaya dunia dan tidak menganggap
bahwa dunia sebenarnya hanya tempat singgah saja dan akhirat adalah sesuatu
yang seharusnya dikejar. Terlalu larut dalam dunia justru akan membuat manusia
lupa dengan akhirat dan akhirnya melupakan kewajibannya kepada Allah SWT
termasuk meninggalkan shalat wajib dan ibadah lainnya.. Dibandingkan dengan
dunia, akhirat adalah tempat yang kekal dan abadi jadi sudah selayaknya manusia
lebih mendahulukan kepentingan akhirat dibandingkan dengan kepentingan
duniawi. Allah SWT berfirman :
10
وا ِإلَ ٰىEEُا َم ُزونَ * وَِإ َذا انقَلَبEEرُّوا بِ ِه ْم يَتَ َغEE َح ُكونَ * وَِإ َذا َمEض ْ َوا يEEُانُوا ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمنEEوا َكEEِإ َّن الَّ ِذينَ َأجْ َر ُم
ْ Eَ افِ ِظينَ * فEلُوا َعلَ ْي ِه ْم َحEا ُأرْ ِسEEضالُّونَ * َو َم
اليَوْ َمE َ ََأ ْهلِ ِه ُم انقَلَبُوا فَ ِك ِهينَ * َوِإ َذا َرَأوْ هُ ْم قَالُوا ِإ َّن ٰهَُؤاَل ِء ل
َب ْال ُكفَّا ُر َما َكانُوا يَ ْف َعلُون ِ ار يَضْ َح ُكونَ * َعلَى اَأْل َراِئ
َ ك يَنظُرُونَ * هَلْ ثُ ِّو ِ َّالَّ ِذينَ آ َمنُوا ِمنَ ْال ُكف
ْ ض ُأ ِع َّد
ۚ ت لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه ِ ْض ال َّس َما ِء َواَأْلر ُ َْسابِقُوا ِإلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر
ِ ْضهَا َك َعر
ك فَضْ ُل هَّللا ِ يُْؤ تِي ِه َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهَّللا ُ ُذو ْالفَضْ ِل ْال َع ِظ ِيمَ ِٰ َذل
11
fisik contohnya adalah kebutuhan untuk makan, minum, buang hajat dan tidur; sedangkan
kebutuhan naluri contohnya adalah naluri untuk melestarikan jenis manusia (ghorizatun
nau’), naluri untuk mempertahankan diri (ghorizatul baqo’), dan kebutuhan untuk
mensucikan dan mengagungkan dzat yang lebih agung dan sempurna (ghorizatut
tadayyun).
Menurut Islam, kebutuhan-kebutuhan fisik dan naluriah tersebut merupakan
sesuatu yang alami dan netral, tidak bisa dengan sendirinya dikatakan bahwa kebutuhan
yang satu lebih tinggi derajatnya dari kebutuhan yang lain. Justru cara manusia dalam
mengatur dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan itulah yang dapat diberi predikat terpuji
atau tercela. Dalam pandangan Islam, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan
perbuatan yang dijalankan sesuai petunjuk Islam, maka ia akan menjadi perbuatan yang
terpuji. Sebaliknya, jika kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi dengan perbuatan yang
melanggar tuntunan Islam maka ia menjadi perbuatan yang tercela. Kebutuhan akan seks,
misalnya, jika dipenuhi dengan berzina maka menjadi suatu hal yang tercela, namun jika
dipenuhi dalam bingkai pernikahan yang sah maka akan menjadi bagian dari ibadah yang
terpuji. Naluri alami untuk mensucikan dzat yang lebih agung yang mendorong aktivitas
ritual keagamaan yang sering dianggap sebagai aktivitas ruhaniyah itu jika dijalankan
tanpa petunjuk Islam maka akan menjadi bid’ah yang tercela, namun jika dijalankan
berdasarkan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah maka akan menjadi ibadah yang terpuji,
berpahala dan diridhoi oleh Allah.
Eksistensi ruh dalam diri seorang muslim menuntutnya untuk selalu
mengendalikan seluruh perbuatan yang ia lakukan dengan hukum-hukum syara’. Maka
selama ruh itu ada dalam benaknya, seorang muslim kemanapun dia pergi akan selalu
berjalan di atas hukum syara’ laksana kereta api yang selalu berjalan di atas relnya.
Kehadiran ruh tersebut mendorong seorang muslim untuk melaksanakan sholat, haji,
puasa dan aktivitas ritual lain sesuai dengan hukum syara’. Hadirnya ruh juga mendorong
manusia untuk melaksanakan bisnis, jual-beli, hutang-piutang, bekerja, bergaul, berumah-
tangga, sampai menata pemerintahan menggunakan hukum syara’.
Dengan demikian, sebenarnya dalam Islam tidak ada dikotomi antara urusan
dunia dengan urusan akhirat. Pengawasan dan penilaian Allah atas seluruh amal
perbuatan manusia yang membawa konsekuensi pahala dan siksa merupakan benang
merah yang menghubungkan antara dunia dan akhirat. Semuanya adalah amalan dunia,
namun semuanya akan membawa dampak di akhirat. Dr. Abdul Qodir ‘Audah
menyatakan :
12
“hukum-hukum Islam dengan segala jenis dan macamnya diturunkan untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap aktivitas duniawi
selalu memiliki aspek ukhrowi. Maka aktivitas ibadah, sosial kemasyarakatan,
persanksian, perundang-undangan atau pun kenegaraan semuanya memiliki pengaruh
yang dapat dirasakan di dunia akan tetapi, perbuatan yang memiliki pengaruh di dunia ini
juga memiliki pengaruh lain di akhirat, yaitu pahala dan sanksi akhirat“.
13
14
15