Anda di halaman 1dari 14

DEFINISI DAN PRINSIP MUAMALAH,

MUDHARABAH, MURABAHAH, DAN MUZARAAH

DISUSUN OLEH KELOMPOK VI:


ERIKA RAMADANI SARAGIH (1012023069)
REFRINA AINUN HANANI (1012023059)
SYIFA NABILA PUTRI (1012023047)

DOSEN PENGAMPU:
MUHAMMAD IHSAN, SHI, M. Ag

PRODI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEMESTER/UNIT: I/II (DUA)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) LANGSA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji beserta syukur atas rahmat Allah yang Maha Kuasa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini dengan semaksimal mungkin. Shalawat beserta salam tak lupa kepada
pejuang umat yang telah berjuang menegakkan agama Islam dari masa kebodohan
sampai pada masa yang penuh dengan ilmu pengetahuan, yaitu Rasulullah saw.
Makalah ini penulis buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Fiqh Muamalah. Harapan penulis semoga makalah ini dapat berguna bagi
pembaca, sehingga dapat memberikan berbagai masukan untuk perubahan di masa
yang akan datang. Penulis akui dalam pembuatan makalah ini masih banyak
mengandung kesalahan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
harapkan pembaca dapat memberikan berbagai masukan tentang makalah ini.

Langsa, 13 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan Masalah....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
A. Pengertian Muamalah ............................................................................... 3
B. Pengertian Mudharabah ............................................................................ 5
C. Pengerian Murabahah ............................................................................... 7
D. Pengertian Muzaraah ................................................................................ 8
BAB III PENUTUPAN ...................................................................................... 10
A. KESIMPULAN ..................................................................................... 10
B. SARAN ................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama islam sebagai agama yang sempurana telah mengatur segala
segi dan aspek kehidupan pemeluknya. Mulai hubungan antar manusia
dengan sang penciptanya-Nya, hbungan manusia dengan sesama manusia,
sampai hubungannya dengan alam sekitarnya telah diatur dan diajarkan.
Hubungan antar manusia melahirkan banyak cabang ilmu islam, yang salah
satunya adalah fikih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang
berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan
umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan
lain-lain.
Untuk memenihi kebutuhannya sehari-hari setiap manusia pasti
akan melakukan suatu transaksi jual beli. Jual beli Adalah proses
pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli
adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual
beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah. Sebelum
melakukan jual beli ini telah ada ulat tukar yang telah disepakati oleh semua
orang tidak hanya yang melakukan jual beli tetapi masyarakat umum.
Bukan hanya itu karna mengingat beragam macam proses
bermu’amalah seperti mudharabah, muzara’ah, murabahah. Itu menjadi
tolak ukur hal yang penting masayarakat pada umumnya untuk memahami
lebih baik agar tidak salah dalam mengartikan dan menerapkannya dalam
kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan beberapa rumusan
masala, sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan muamalah
2. Apa saja prinsip dalam muamalah
3. Apa yang dimaksud dengan mudharabah
4. Apa yang dimaksud dengan murabahah

1
5. Apa yang dimaksud dengan Muzaraah
C. Tujuan Masalah
Dari rumusan masalah diatas dapat disimpulkan beberapa tujuan
masalah, sebagai berikut:
1. Memahami definisi Muamalah
2. Mengetahui Prinsip-prinsip Muamalah
3. Memahami definisi mudharabah
4. Memahami definisi murabahah
5. Memahami definisi Muzaraah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Muamalah
Kata Muamalat )‫ (المعامالت‬yang kata tunggalnya muamalah )‫(المعاملة‬
yang berakar pada kata )‫ (فاعل‬secara arti kata mengandung arti “saling
berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti
“hubungan antara orang dan orang”1. Muamalah secaraetimologi sama dan
semakna dengan al-mufa'alah (‫ )المفاعلة‬yaitu saling berbuat. Kata ini,
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan olehseseorang dengan
seseorang atau beberapa orang dalam memenuhikebutuhan masing-
masing.2 Atau muamalah secara etimologi ituartinya saling bertindak, atau
saling mengamalkan.
Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit. Pengertian
muamalah dalam arti luas yaitu “menghasilkan duniawi supaya menjadi
sebab suksesnya masalah ukhrawy”.3 Menurut Muhammad Yusuf Musa
yang dikutip Abdul Madjid: “Muamalah adalah peraturan-peraturan Allah
yang harus diikutidan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
kepentinganmanusia”.4“Muamalah adalah segala peraturan yang
diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
hidup dankehidupan”.5
Jadi, pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan(hukum-
hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannyadengan urusan
duniawi dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), di-definisikan oleh
para ulama sebagai berikut:

1
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet.ke-1, hlm.175.
2 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), cet. ke-2, hlm. vii.
3
Al-Dimyati, ľ'anah al-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, t.th), hlm.2.
4
Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, (Bandung:
IAIN Sunan Gunung Jati, 1986), hlm.1.
5
lbid

3
Fiqh Muamalah Menurut Hudhari Byk yang dikutip oleh Hendi Suhendi,
“muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia salingmenukar
saling berbuat. Kata”.
Menurut Rasyid Ridha, “muamalah adalah tukar menuka rbarang
atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan”.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti
sempit (khas) yaitu semua akad yang membolehkan manusia saling
menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yangtelah
ditentukan Allah dan manusia wajib mentaati-Nya.
Adapun pengertian fiqh Muamalah, sebagaimana dikemukakan oleh
Abdullah al-Sattar Fathullah Sa'id yang dikutip oleh Nasrun Haroen yaitu
“hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakanmanusia dalam persoalan-
persoalan keduniaan, misalnya dalampersoalan jual-beli, utang-piutang,
kerja sama dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan
sewa-menyewa”.6 Manusia dalam definisi di atas maksudnya ialah
seseorang yang telah mukalaf, yang telah dikenai beban taklif, yaitu yang
telah berakal, balig dan cerdas.
A. Prinsip-Prinsip Muamalah
Kata prinsip, diartikan sebagai asas, pokok, penting, permulaan,
fundamental, dan aturan pokok. Sedangkan kata muamalah berarti hukum
yang mengatur hubungan antara manusia dengan.
Fikih muamalah menjelaskan dengan sangat jelas mengenai prinsip-
prinsip muamalah. ada beberapa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
dalam bermuamalah. Misalnya saja dalam memberikan hak atau melakukan
segala sesuatu hal. Dianjurkan tindakan yang dilakukan tidak boleh
menimbulkan kerugian terhadap orang lain. Setiap tindakan yang dapat
merugikan orang lain, sekalipun tidak sengaja, maka akan dimintai
pertanggungjawabannya.
Dalam fikih muamalah juga dijelaskan mengenai prinsip-prinsip
muamalah dengan jelas, yaitu:

6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah...hlm.vii.

4
1. Pada asalnya muamalah itu boleh sampai ada dalil yang menunjukkan
pada keharamannya. Kaidah ini disampaikan oleh Ulama Syafi’i,
Maliki, dan Imam Ahmad.
2. Muamalah itu mesti dilakukan atas dasar suka sama suka;
3. Muamalah yang dilakukan itu mesti mendatangkan maslahat dan
menolak madarat bagi manusia;
4. Muamalah itu terhindar dari kezaliman, penipuan, manipulasi,
spekulasi, dan hal-hal lain yang tidak dibenarkan oleh syariat.
Ada juga Prinsip-prinsip muamalah juga mengenal adanya
keterbukaan dalam transaksi (aqad), dan prinsip itu diantaranya:
1. Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan
transaksi itu sendiri, kecuali transaksi yang dilakukan jelas-jelas telah
melanggar aturan syariat.
2. Syarat-syarat transaksi itu dirancang dan dilaksanakan secara bebas
tetapi penuh dengan tanggungjawab, selama tidak bertentangan dengan
syariat.
3. Setiap transaksi dilakukan dengan cara suka rela, dengan tanpa adanya
paksaan dari pihak manapun.
4. Syari (hukum) mewajibkan agar setiap perencanaan transaksi dan
pelaksanaannya didasarkan atas niat yang baik, sehingga segala bentuk
penipuan, kecurangan dan penyelewengan dapat dihindari.
5. Setiap transaksi dan hak yang muncul dari satu transaksi, diberikan
penentuannya pada urf atau adat yang menentukan kriteria dan batas-
batasnya.
B. Pengertian Mudharabah
Mudharabah merupakan salah satu dari bentuk kontrak yang
lahir sejak zaman Rasulullah SAW. Dalam bahasa Arab ada
beberapa istilah yang digunakan untuk bentuk bisnis ini yaitu qiradh,
dan mudharabah. Kedua istilah ini tidak ada perbedaan secara prinsip.
Perbedaan dalam istilah penggunaan dalam sebuah transaksi
tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor geografis. Imam Abu
Hanifah dan Ahmad min Hanbal di Irak menggunakan istilah

5
mudharabah, sedangkan Imam Malik dan Syafi’i menggunakan
istilah qiradh atau muqaradhah, mengikuti kebiasaan di hijaz
Hisranuddin, 2008:14).
Secara etimologis, mudharabah berasal dari kata ‫ الضرب‬yang
berarti bepergian atau berjalan. Selain ‫ الضرب‬disebut juga ‫ القراض‬dari
‫ القرض‬berarti ‫ القطع‬yang artinya potongan, (Hendi, 2008:135). Menurut
pendudukhijaz mudharabah disebut juga dengan muqaradah
(qiradh). Seperti dikemukakan oleh Muhammad bin Ismail “Qirad
dengan kasroh qof adalah kerja sama pemilik modal dengan amil
dengan pembagian laba, dalam istilah ahli hijaz disebut
mudharabah diambil dari kata (berjalan di muka bumi) karena
menurut kebiasaan laba itu diperoleh dengan berjalan-jalan atau
mendistribusikan harta” (Hendi, 2008:135).7
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, mudharabah juga disebut qiradh,
yang mana kata qiradh berasal dari kata alqardh yang artinya a-qat’u
yakni pemotongan, hal ini karena orang yang memiliki harta
memotong(mengambil) sebagian dari hartanya untuk
diperdagangkan dan mengambil sebagian untuk keuntungannya.
Selain itu mudharabah juga disebut muamalah, yang maksudnya
adalah akad antara dua belah pihak yang mengharuskan salah satu
dari keduanya untuk menyerahkan sejumlah uang kepada pihak
lain untuk diperniagakan, dengan ketentuan keuntungannya dibagi
sesuai dengan kesepakatan di antara keduanya (Sabiq, 2009: 276).8
Mudharabah menurut ahli fiqh merupakan suatu perjanjian
di manapemilik modal menyerahkan modalnya kepada pekerja
(pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang
itu dibagi menurut kesepakatan bersama. Apabila terjadi kerugian

7
Fadhilah mursid, “Kajian Fatwa Dewam Syariah Nasional Tentang Mudharabah”, Tawazun:
Journal of Sharia Economic Law Vol. 3 No. 1 2020. Hlm. 109
8
Ibid…109

6
dalam perdagangan tersebut, kerugian ini ditanggung sepenuhnya
oleh pemilik modal. Definisi ini menunjukkan bahwa yang
diserahkan oleh pekerja (ahli dagang) tersebut adalah berbentuk
modal, bukan manfaat seperti penyewaan rumah (Dahlan, 1996:
1196).
C. Pengerian Murabahah
Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu
(‫ )الربح‬yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan).9
Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati.10 Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara
tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan Murabahah
dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan
kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah
keuntungan yang diperoleh.11
Prinsip dasar Murabahah adalah keadilan dan transparansi.
Dalam transaksi Murabahah, penjual harus mengungkapkan harga
beli dan harga jual barang dengan jelas kepada pembeli. Hal ini
menghindari adanya unsur riba (bunga) yang dilarang dalam
hukum Islam. Prinsip transparansi ini sangat penting dalam
menjaga integritas dan etika dalam keuangan Islam.
Menurut Dr. Munawar Iqbal dan Philip Molyneux dalam
buku berjudul Thirty Years of Islamic Banking: History,

9
Al-Qaamus al-Muhith. h. 279.
10
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Cet. I: Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h. 101.
11
.http://fileperbankansyariah.blogspot.com/2011/03/pengertianmurabahah. html, diakses pada
tanggal, 20 September 2013

7
Performance, and Prospects (2015), prinsip dasar Murabahah adalah
memastikan bahwa pembeli tahu dengan jelas berapa harga yang dia
bayarkan dan berapa keuntungan yang diperoleh penjual.
D. Pengertian Muzaraah
Menurut bahasa, kata muzara’ah adalah kerjasana mengelola tanah
dengan mendapatkan sebagian hasilnya. Sedangkan menurut istilah Fiqh
ialah pemilik tanah memberi hak mengelola tanah kepada seorang petani
dengan syarat bagi hasil atau semisalnya. Menurut Hanafiyah muzara’ah
adalah akad untuk bercocok tanam pada sebagian yang keluar dari bumi.
Sementara menurut Hanabilah, muzara’ah adalah pemilik tanah yang
sebenarnya menyerahkan tanahnya untuk ditanami dan yang bekerja diberi
bibit.12 Dalam pengertian lain ada yang menyebutkan, muzara’ah yaitu
paroan sawah atau ladang, seperdua, sepertiga, atau lebih atau kurang,
sedangkan benihnya dari petani (orang yang menggarap).13
Dalam mukhabarah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh
penggarap tanah, sedangkan dalam al-muzara’ah, bibit yang akan ditanam
boleh dari pemilik. Kerjasama dalam bentuk muzara’ah ini merupakan
kehendak dan keinginan kedua belah pihak, oleh karena itu harus terjadi
dalam suatu akad atau perjanjian, baik secara formal dengan ucapan ijab
dan qabul, maupun dengan cara lain yang menunjukkan bahwa keduanya
telah melakukan kerja sama secara rela sama rela.
Dapat dijelaskan bahwa muzara’ah merupakan kerjasama antara
pemilik tanah dan penggarap tanah dengan perjanjian bagi hasil yang
jumlahnya menurut kesepakatan bersama, sedangkan benih (bibit) tanaman
berasal dari pemilik tanah. Bila bibit disediakan si pekerja, maka kerjasama
ini disebut mukhabarah.
Dasar hukum yang digunakan para ulama’ dalam menetapkan
hukum hukum muzara’ah adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas ra. 14

12
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,2012).h.161.
13
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 1994), 301.
14
Sohari Sahrani, Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 215.

8
ْ ‫ض حه ْم بِبم ْعض بم مقولِ ِه مم ْن كامنم‬
‫ت لمهح‬ ‫َِّب صلى وسلم مَلْ حُيم ِرحم ال حْم مزمر معةح مولمكِ ْن أ ممم مرا من يم ْرفح مق بم ْع ح‬
َّ ِ‫إِ َّن الن‬

)‫ضهح (رواه البجاري‬ ْ ‫مىب فم لْييح ْم ِس‬


‫ك ام ْر م‬ ِ ِ
‫أ ْمرض فم لْيم ْزمر مع مها أمو ليم ْمنمحهام امخام حه فما ْن أ م‬
Artinya:” Sesungguhnya Nabi saw. Menyatakan, tidak mengharamkan
bermuzarara’ah bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian
menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barang siapa yang
memiliki tana, maka hendaklah ditanaminya atau memberikan faedahnya
kepada saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”

9
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Muamalah adalah akad yang membolehkan manusia saling menukar
manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yangtelah ditentukan Allah dan
manusia wajib mentaati-Nya. Adapun muzara'ah, mudharabah, dan murabahah itu
semua merupakan bagian dari muamalah, dimana Ketiga tersebut mempunyai
konsep-konsep dalam keuangan Islam yang digunakan untuk mengatur transaksi
dan investasi. Ketiga konsep ini berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Mereka
diarahkan untuk memastikan bahwa transaksi keuangan mematuhi hukum Islam
dan prinsip keadilan. Dan ketiganya melibatkan melibatkan setidaknya dua pihak:
pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola modal atau pelaksana proyek
(mudharib atau muzara'i atau pihak yang menjual barang dalam murabahah)
B. SARAN
Harus kita sadari bahwa peran guru sangat berarti untuk kehidpan kita
semua. Maka, diharapkan setiap guru dapat berperan efektif sebagai pengajardan
pendidik untuk menciptakan peserta didik yang baik pula. Sehingga dunia
pendidikan di dunia khususnya di Indonesia dapat berkembang secarabaik pula.

10
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dimyati, ľ'anah al-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, t.th), hlm.2.
Al-Qaamus al-Muhith. h. 279.
Syarifuddin Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet.ke-1,
hlm.175.
Haroen Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), cet. ke-2,
hlm. vii.
Madjid Abdul, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam,
(Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986), hlm.1.
Mursid Fadhilah, “Kajian Fatwa Dewam Syariah Nasional Tentang Mudharabah”,
Tawazun: Journal of Sharia Economic Law Vol. 3 No. 1 2020. Hlm. 109
Nawawi Ismail, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2012), h.161.
Syafi’i Antonio Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Cet. I: Jakarta:
Gema Insani Press, 2001), h. 101.
Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 1994), hlm.
301.
Sahrani Sohari, Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2011), 215.

11

Anda mungkin juga menyukai