Anda di halaman 1dari 14

“FIQIH MUAMALAH”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

O
L
E
H
Kelompok I
Semester III A Perbankan Syariah

Noni
Helma Syifila Dharma Nst.
Nada Putri Ningsih

Syahril Bashrah, SH, MA


Dosen Pembimbing

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


JAM’IYAH MAHMUDIYAH TANJUNG
PURA-LANGKAT
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Fiqih
Muamalah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang fiqih muamalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Tanjung Pura, 17 Oktober 2016

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii

BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

A. Latar Belakang........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................................... 2

A. Pengertian Fiqih Muamalah.................................................................................... 2

B. Pembagian Fiqih Muamalah................................................................................... 4

C. Ruang Lingkup Fiqih Muamalah............................................................................ 5

D. Hubungan Fiqih Muamalah dengan Fiqih Lainnya................................................ 6

Prinsip dasar fiqih muamalah dalam


E. 7
Islam..............................................................
F. Perubahan sosial terhadap fiqih muamalah............................................................. 8

BAB III : PENUTUP............................................................................................................... 10

A. Kesimpulan............................................................................................................. 10

B. Saran........................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan
orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia
sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan,  harus terdapat
aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan
kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi
kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk berakad atau melakukan
kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah.
Is la m s eb ag ai ag am a y an g k om pr eh en s i f d an u ni ve rs al
memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikan
dalam setiap masa.  Kata Muamalah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi
sama dan semakna dengan “al-mufa’alah” saling berbuat. Kata ini menggambarkan
suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang ataau dengan
beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masaing-masing. Sedangkan Fiqih
Muamalah adalah dapat didefinisikan secara terminologi sebagai hukum yang
berkaitan dengan tindakan hukum manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan.
Misalnya, dalam persoalan jual beli, uttang piutang, kerjasama dagang, perserikatan,
kerjasama dalam penggarapan tanah, dan sewa menyewa. 
Namun demikian, sesuai dengan aktivitas seorang muslim, maka hubungan
yang bersifat muamalah ini tidak terlepas sama sekali dengan masalah-masalah
ketuhanan, karena apapaun aktivitas manusia didunia ini, harus senantiasa dalam
rangka pengabdian kepada Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian fiqih muamalah
2. Pembagian fiqih muamalah
3. Ruang lingkup fiqih muamalah
4. Hubungan fiqih muamalah dengan fiqih lainnya
5. Prinsip dasar fiqih muamalah dalam Islam
6. Perubahan sosial terhadap fiqih muamalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FIQIH MUAMALAH


Fiqih Muamalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqih dan muamalah. Berikut penjelasan
dari Fiqih, Muamalah, dan Fiqih Muamalah. 1
 Fiqih
Menurut etimologi, fiqih adalah paham, Arti ini sesuai dengan arti fiqih dalam
salah satu hadis riwayat Imam Bukhari yang artinya: “Barang siapa yang
dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan kepadaNya
pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”2
Secara  terminologi, fiqih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa aqidah, akhlak, maupun  ibadah sama
dengan arti syari’ah islamiyah.3 Namun, pada perkembangan selanjutnya, fiqih
diartikan sebagai bagian dari syariah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum
syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan
berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
 Muamalah
Secara etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata’amala  yang
artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal. 4
Secara terminology muamalah ialah segala aturan agama yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa
memandang agama atau asal usul kehidupannya. Aturan agama yang mengatur
hubungan antar sesama manusia,  dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang
perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian
dll. Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat
kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata
pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang
diharamkan.

1
Rachmad Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hlm. 13
2
Ibid, hlm. 14
3
Ibid
4
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Penerbit Karya Media Pratama, Jakarta, Februari 2000,  hlm. 5

2
 Fiqih Muamalah
Pengertian fiqih muamalah secara terminologi dapat dibagi menjadi dua:
a) Fiqih muamalah dalam arti luas
1. Menurut Ad-Dimyati, fiqih muamalah adalah aktifitas untuk
menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah ukhrawi. 5
2. Menurut pendapat Muhammad Yusuf Musa yaitu ketentuan-ketentuan
hukum mengenai kegiatan perekonomian, amanah dalam bentuk titipan
dan pinjaman, ikatan kekeluargaan, proses penyelesaian perkara lewat
pengadilan, bahkan soal distribusi harta waris.
3. Menurut pendapat Mahmud Syaltout yaitu ketentuan-ketentuan hukum
mengenai hubungan perekonomian yang dilakukan anggota
masyarakat, dan bertendensikan kepentingan material yang saling
menguntungkan satu sama lain.
Berdasarkan pemikiran diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh
muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-
usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan
jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan
mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci. 
b) Fiqih muamalah dalam arti sempit:
1. Menurut Hudhari Beik, muamalah adalah semua akad yang membolehkan
manusia saling menukar manfaat.6
2. Menurut Idris Ahmad adalah aturan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam usahanya mendapatkan alat-alat keperluan
jasmaninya dengan cara yang paling baik.
Jadi, pengertian fiqih muamalah dalam arti sempit lebih menekankan pada keharusan
untuk mentaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara
manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta
benda).
Ciri utama fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan material dalam
proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqih ibadah yang dilakukan semata-mata
dalam rangkaa mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan material.

5
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid III : Muamalah, (Jakarta : Rajawali, 1998), hlm. 4
6
Ibid, hlm.4-5

3
Tujuannya adalah dalam rangka menjaga kepentingan orang-orang mukallaf terhadap harta
mereka, sehingga tidak dirugikan oleh tindakan orang lain dan dapat meamnfaaatkan harta
miliknya itu untuk memenuhi kepentingan hidup mereka.
B. PEMBAGIAN FIQIH MUAMALAH
Menurut Ibn ‘Abidin fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian yaitu :7
a. Mu’awadlah Maliyah (Hukum kebendaan)
b. Munakahat (Hukum perkawinan)
c. Muhasanat (Hukum acara)
d. Amanat dan ‘Aryah (Pinjaman)
e. Tirkah (Harta peninggalan)

Ibn ‘Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas
sehingga munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal munakahat
diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat. Demikian pula tirkat, harta
peninggalan atau warisan, juga termasuk bagian fiqh muamalah, padahal tirkah sdah
dijelaskan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh mawaris.

Al-fikri dalam kitabnya, “AL-muamalah al-Madiyah wa al-Adabiyah”, menyatakan


bahwa muamalah dapat dibagi menjadi dua sebagai berikut :8
a. AL-muamalah al-Madiyah, yaitu suatu muamalah yang mengkaji objeknya
sehingga sebagian ulama bahwa muamalah al-madiyah adalah muamalah bersifat
kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram dan
syubhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memadartkan dan benda yang
mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, serta segi-segi lainnya.
b. AL-muamalah al-Adabiyah, ialah suatu muamalah yang dtinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indra manusia, yang unsur
penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasud,
dengki, dendam.
 
  Muamalah madiyah yang dimaksud Al-fikri ialah suatu aturan-aturan dari segi
objeknya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi kaum Muslim bukan hanya untuk sekedar
memperoleh untung atau laba yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal dapat

7
Rozalinda, Fiqih Muamalah, Penerbit Hayfa Press, Padang, Oktober 2010, hlm. 7
8
Ibid, hlm. 8-9

4
bertujuan untuk memperoleh dari ridha Allah dan secara horizontal bertujuan untuk
memperoleh keuntungan sehingga benda-benda yang diperjualbelikan akan senantiasa
dirujukan kepada aturan-aturan Allah. Benda-benda yang haram diperjualbelikan menurut
syara’ tidak akan diperjualbelikan, karena tujuan jual beli buakn semata ingin
memperoleh keuntungan, tetapi juga ridha Allah.
Muamalah Al-adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang wajib diikuti dari segi
subjeknya. Muamalah adabiyah ini berkisar pada keridhaan kedua belah pihak, ijab kabul,
dusta, menipu, dan yang lainnya. Pembagian muamalah di atas dilakukan atas dasar
kepentingan teoretis semata-mata sebab dalam praktiknya, kedua bagian muamalah
tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan.
C. RUANG LINGKUP FIQIH MUAMALAH
Ruang lingkup fiqih muamalah terbagi menjadi dua:
1. Al-Muamalah Al-Adabiyah.
Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai,
tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang,
penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia yang
ada kaitannya dengan peredaran harta.9
2. Al-Muamalah Al-Madiyah
1. Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
2. Gadai (rahn)
3. Jaminan/ tanggungan (kafalah)
4. Pemindahan utang (hiwalah)
5. Jatuh bangkit (tafjis)
6. Batas bertindak (al-hajru)
7. Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
8. Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
9. Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
10. Upah (ujral al-amah)
11. Gugatan (asy-syuf’ah)
12. Sayembara (al-ji’alah)
13. Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
14. Pemberian (al-hibbah)

9
Muslich Wardi Ahmad, Fiqh Muamalah, Penerbit Amzah, Jakarta, 2010, hlm. 21

5
15. Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
16. beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank,
asuransi, kredit, dan masalah lainnnya. 
17. Pembagian hasil pertanian (musaqah)
18. Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
19. pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
20. Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada nasabah/ Pembari modal
(qiradh)
21. Pinjaman barang (‘ariyah)
22. Sewa menyewa (al-ijarah)
23. Penitipan barang (wadi’ah)
D. HUBUNGAN FIQIH MUAMALAH DENGAN FIQIH LAINNYA
            Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa apapun aktivitas manusia muslim di
dunia ini tidak boleh terlepas dari nilai-nilai ketuhanan sebagaimana yang terkandung oleh
Firman Allah dalam surat diatas tadi. Alqur’an dan as-Sunnah yang menjadi sumber dan
pedoman bagi umat utnuk bertindak mengandung ajaran-ajaran yang oleh Mahmud Syaltout
dibagi kepada dua bagian yaitu ajaran tentang akidah dan ajaran tentang Syari’ah.
            Kemudian syari’ah itu sendiri terdiri atas Ibadah dan Muamalah. Ajaran
tentang akidah berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan seseorang terhadap
eksistensi Allah, para Malaikat, Kitab Suci yang diturunkan Allah.10
            Ajaran tentang ibadah berkaitan dengan persoalan-persolan pengabdian kepada allah
dalam bentuk-bentuk yang khusus seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan sebagainya. Ajaran
tentang Ibadah ini bersifat permanen dan ditetapkan secara rinci baik oleh Al-qur’an maupun
as-Sunnah. Sikap seorang muslim dalam persoalan Ibadah adalah melaksanakannya sesuai
dengan petunjuk dalil yang ada dalam al-Qur’an yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW
melalui Sunnahnya.
            Ajaran tentang Muamalah berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan
kemanusiawan, interaksi, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Itulah sebabnya
bahwa bidang muamalah tidak bisa dipisahkan sama sekali dengan nilai-nilai Ketuhanan. Dan
dalam buku fiqih lain menyatakan sesuai dengan arti fiqih muamalah dalam arti luas, maka
cakupan muamalah sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan manusia di dunia seperti
persoalan bisnis, keluarga, hukum, sangsi, kenegaraan, waris, dan lain sebagainya. Ini adalah

10
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiuddin Shidiq, Fiqh Muamalah, Penerbit Prenada Media Group,
Jakarta, November 2010, cet ke-1, hlm. 29

6
bahwasanya muamalah dalam kajian fiqih sangat erat dengan fiqih-fiqh yang lainnya.
Hubungan manusia dengan manusia lain dalam masalah bisnis disebut dengan fiqih
muamalah, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masalah hidup berumah
tangga disebut dengan fiqih mawaris,hubungan manusia dengan manusia lain dalam
masalah warisan disebut dengan fiqih mawaris, hubungan manusia dengan manusia lain
dalam masalah sangsi dan hukum disebut dengan fiqih jinayah, dan hubungan manusia
dengan manusia lain dalam masalah kenegaraan dan politik adalah fiqih siyasah.11 Tapi
semua itu masih dalam pembahasan yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Itu lah salah
satunya yang membuat Fiqih Muamalah yang sangat luas cakupannya.
E. PRINSIP-PRINSIP DASAR FIQIH MUAMALAH DALAM ISLAM
                        Dalam buku “Fiqih Muamalah”, karya DR. H. Nasron Haroen, MA dari
Induksi para ulama terhadap al-Qur’an dan As-Sunnah, ditemukan beberapa keistimewaan
ajaran muamalah di dalam kedua sumber hukum Islam, diantaranya :12
1. Dalam berabagi jenis muamalah, hukum dasarnya adalah boleh (Mubah) sampai
ditemukan dalil yang melarangnya. Artinya selama tidak ada yang melarang kreasi
jenis muamalah, maka muamalah itu dibolehkan. Inilah isi rahmat Allah terbesar yang
diberikan Allah kepada umat manusia.
2. Prinsip lainnya adalah : Kejujuran, kemaslahatan umat, menjunjung tinggi prinsip-
prinsip, saling tolong menolong, tidak mempersulit, dan suka sama suka.
3. Prinsip dasar dalam persoalan muamalah adalah “untuk mewujudkan kemaslahatan
umat manusia”, mereduksi permusuhan dan perselisihan di antara manusia dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari
manusia itu sendiri.  Dari prinsip pertama ini, terlihat perbedaan
persoalan muamalahdengan persoalan akidah, akhlak, dan ibadah. Allah tidak
menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup
hamba-Nya, tidak bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak
kehidupan manusia.
4. Dan dalam buku lain mengatakan bahwa Prinsip-prinsip Fiqih Muamalah adalah
“Halal”, maksudnya disini adalah benda yang akan di transaksikan itu harus bersih
dan halal. Yang mana terdapat dalam surat Al-Maidah ayat 88 : Artinya : “Makanlah
bagimu apa yang direzkikan Allah Halal dan Baik. Maka bertaqwa yang kamu
beriman kepadanya”.
11
Ibid, hlm. 31
12
Rozalinda,fiqih muamalah, Penerbit Hayfa Press, Padang, Oktober 2005, cet ke-1, hlm. 11

7
5. Azas Manfaat : Maksudnya adalah benda yang akan ditarnsaksikan itu adalah benda
yang bermanfaat, baik manfaat yang dapat diarasakan secara langsung maupun
manfaat yang tidak langsung, contohnya (buah-buahan atau bibit tanaman secara tidak
langsungnya).
6. Azaz Kerelaaan : dalam muamalah dimana saat bertransakisi harus adanya rasa saling
suka sama suka, supaya nantinya tidak ada rasa kekcewaan satu sama lainnya.13
7. Asas Kebjikan (Kebaikan) : maksudnya adalah setiap hubungan perdata sebagiannya
mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak dan pihak ketiga
dalam masyarakat. Kebajikan yang diperoleh seseorang haruslah didasarkan pada
kesadaran pengembangan kebaikan dalam rangka kekeluargaan.
8. Asas Mendahulukan kewajiban dari hak : bahwa dalam pelaksanannya hubungan
perdata para pihak harus mengutamakan penuaian kewajiban terlebih dahulu daripada
menurut hak.
9. Asas Adil dan berimbang.
10. Asas kemasaslahatan hidup.
11. Asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain : maksdunya adalah bahwasanya
para pihak yang mengadakan hubungan perdata tidak boleh merugikan didri sendir
dan orang lain dalam hubungan bertransaksi.
F. PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP FIQIH MUAMALAH
            Suatu hal yang membuat persoalan muamalah dalam hal-hal yang tidak secara jelas
ditentukan oleh Nash-nash sangat luas disebabkan bentuk dan jenis muamalah tersebut akan
berkembangnya sesuai dengan perkembangan zaman tempat dan kondisi sosial. Para pakar
ilmu sosial menyebutkan bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya,
termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola-pola prilaku diantara kelompok-kelompok
didalam masyarakat.14
            Diatas telah disinggung bahwasanya masalah Syari’at Muamalah banyak memberikan
pola-pola, prinsip, dan kaidah umum dibanding barang sedikit. Sesuai dengan
hukum supply and demand. Dalam kasus ihtikar (atau penimbunan barang secar disengaja,
dengan tujuan agar stok menipis di pasar dan harga melonjak naik, sehingga jika harga telah
naik barulah para pedagang mengeluarkan barangnya sedikit demi sedikit. Berdasarkan

13
Rozalinda, Fiqh Muamalah,  Penerbit Hayfa Press,  Padang, Oktober 2005, cet ke-1,  hlm. 13
14
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 63

8
contoh diatas terlihat peranan perubahan sosial mempengaruhi suatu fatwa dalam
persoalan muamalah.
                 Sehingga kandungan hadis yang menyatakan haram hukumnya ikut campur dalam
masalah harga ketika kenaikan harga itu disebabkan banyaknya permintaan konsumen
sedangkan stok barang sedikit. Dengan demikian pengaruh perubahan sosial amat
berpengaruh terhadap perkembangan bentuk suatu muamalah dalam Islam. Disinilah
letaknya bahwa hukum Islam itu sangat elastis dan fleksibel. Tapi jika perubahan tempat dan
masa juga amat berpengaruh terhadap perkembangan peranan sosial karena suatu tempat dan
masa bisa terjadi perbedaan nilai-nilai struktur sosialnya. Hal ini terkait dengan ‘urf dan
kemaslahatan.15
            Dari uaraian-uraian diatas terlihat bahwa selama bentuk-bentuk muamalah yang
direkayasa manusia di zaman kontemporer ini tidak bertentangan dengan nasah Al-Qur’an
dan As-Sunnah dalam persoalan muamalah, dapat diterima dengan syarat sejalan dengan
Maqshid asy-syari’ah, yaitu untuk kemaslahatan seluruh umat manusia. Maka itu boleh atau
mubah karna tidak ada Benda atau barang yang diinteraksikan itu yang mana tidak
bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Contohnya adalah : Berinteraksi dalam segi
makanan, yaitu memesan pizza lewat voice meil atau lewat ponsel saja. Itu adalah salahsatu
bukti bahwa muamalah yang mana mengikuti perubahan sosial yang berkembang dari zaman
ke zaman.
            Maka Fiqih Muamalah akan semakin banyak cara berinteraksinya, cara
berhubungannya, cara berdagangnya, dan benda serta barang pun mungkin sudah banyak
yang lebih baik, bagus dan bermutu, tapi itu harus sesuai dengan syari’ah islam yang telah
dicantumkan dalam aturan-aturan agama. Ini sesuai dengan perkembangan zaman atau waktu,
keadaan, dan tempatnya dimanapun kita berada.

15
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, penerbit Karya Media Pratama, Jakarta, Februari 2000, hlm. 37

9
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Fiqih Muamalah adah aktivitas atau transaksi yang dilakukan oleh seseorang dengan
orang lain dalam rangka memenuhi kehidupan, kebutuhan jasmani sehari-harinya. Prinsip-
prinsip muamalah dalam Islam sangatlah memenuhi syarat untuk bisa
dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat, diantara Prinsip-prinsip tersebut  adalah untuk
mewujudkan kemaslahatan umat manusia, Menjunjung tinggi nilai kejujuran, adil, serta tidak
meninggi-ninggikan harga (overhead), Eksploitasi dan Intervensi.
            Hubungan Fiqih Muamalah dengan fiqih yang lain adalah karena setiap Pembahasan
fiqih hukumnya selalu berlandaskan kepada Al-Qur’an dan As-Suunah. Dan begitu juga
dengan hubungan fiqih yang lainnya, seperti hubungan manusia dengan manusia lain yang
membahas masalah keluaraga, waris, hukum dan sangsi, kenegaraan, dan hubungan bisnis
adalah Fiqih Munakahat, fiqih Mawaris, Fiqih Jinayah, Fiqih siyasah, dan Fiqih Muamalah.
Dan itu semua sangat berhubungan dan itu membuktikan bahwasanya Fiqih Muamalah itu
sangatlah luas pembahasannya.
B. SARAN
            Oleh karena itu kami dari pemakalah memberikan saran kepada para pembaca
terutama kami sebagai penulis bahwasanya kita bisa mengetahui pengertian fiqih dan fiqih
muamalah, Hubungan Fiqih Muamalah dengan Fiqh-fiqh yang lain, serta Prinsip-prinsip
Fiqih Muamalah dalam Islam supaya kita bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
dan dengan begitu kita tidak akan melenceng dari Prinsip-prinsip syari’ah kita sebagai agama
islam dalam berinteraksi antar sesama. 

10
DAFTAR PUSTAKA

Syafe’i Racmat, “FIQIH MUAMALAH”, CV Pustaka Setia, Maret 2011 M, Bandung

Haroen Nasrun,”Fiqih Muamalah”, Penerbiat Karya Media Pratama, Februari 2000, Jakarta

Rozalinda,”Fiqh Muamalah”, Penerbit Hayfa Press, Oktober 2010, Padang

Muslich Wardi Ahmad,”Fiqh Muamalat”, Penerbit Amzah, 2010, Jakarta

Ghazaly Rahman, Ihsan Ghufron, Shiddiq Sapiuddin,”Fiqh Muamalat”, Penerbit Prenda

Media Group, 2010, Jakarta

Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993

Masjfuk Zuhdi, Studi Islam Jilid III : Muamalah, Jakarta : Rajawali, 1998

Sabiq, Sayyid. Fiqh al-Sunnah, Juz III, (Beirut: Dar al-fikr, 2006.

Ghazaly, Abdul Rahman dan Ihsan, Ghufron dan Shidiq, Sapiudin. Fiqh Muamalat. Edisi 1.

11

Anda mungkin juga menyukai