Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SIYASAH DUSTURIYAH
Mata Kuliah “Fiqih Siyasah”
Dosen Pengampu : Nurush Shobahah, S.H.I, M.H.I

Di susun oleh :

1. Muhammad Fadhillah Anjana (1860103222136)


2. Silva Tria Candaningsih (1860103222146)
3. Violita Juan Swastika Suparman (1860103221049)
4. Sukma Ayu Rahmawati (1860103221004)

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM


PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas
segala karunia-nya sehingga penulis makalah ini dapat terselesaikan.
Shalawat dan salam semoga senantiasa abadi tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulis makalah ini maka kami
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. Selaku Rektor UIN SATU
Tulungagung.
2. Bapak Nur Effendi, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum UIN SATU Tulungagung.
3. Bapak Ahmad Gelora Mahardika, M.H. Selaku Kepala Program
Studi Hukum Tata Negara UIN SATU Tulungagung.
4. Ibu Nurush Shobahah, S.H.I, M.H.I. Selaku dosen mata kuliah Fiqih
Siyasah, yang memberikan bimbingan dan arahannya selama proses
pembuatan makalah.
5. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan
makalah ini.
Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima oleh
Allah SWT, dan tercatat sebagai amal salih. Akhirnya, penulisan makalah
ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya
kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi perbaikan.

Tulungagung, 27 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

C. Tujuan Makalah ................................................................................ 3

II. PEMBAHASAN

A. Imamah, Hak, dan Kewajiban ......................................................... 4

B. Persoalan Bai’at ............................................................................... 7

C. Islam dan Negara ............................................................................. 8

D. Struktur Umum Negara .................................................................... 9

III. PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1
Fiqh atau fikih berasal dari faqaha-yafquhu-fiqhan, dengan
arti bahasa bahwa fiqh adalah paham yang mendalam. Secara istilah
fiqh ialah pengetahuan tentang hukum-hukum yang sesuai dengan
syara mengenal perbuatan yang diperoleh dari dalil-dalil yang fashil
(terinci dari al-Quran dan Sunnah). 2Siyasah berasal dari kata sasa,
yang artinya mengatur, mengurus, memerintah atau pemerintahan.
Secara bahasa artinya bahwa tujuan siyasah adalah mengatur,
mengurus, dan membuat kebijaksanaan pada sesuatu yang bersifat
politis.
Siyasah Dusturiyah merupakan bagian daripada fikih siyasah
yang membahas secara khusus terkait perundang-undangan negara
dan juga membahas kajian mengenai konsep negara hukum dalam
siyasah dan hubungan symbiotic antara pemerintah dan rakyat serta
hak-hak warga negara yang wajib dilindungi. 3
4
Permasalahan di dalam fiqih siyasah dusturiyah adalah
hubungan antara pemimpin disatu pihak dan rakyatnya dipihak lain
serta kelembagaan-kelembagaan yang ada didalam masyarakatnya.
Oleh karena itu, di dalam fiqih siyasah dusturiyah itu biasanya
dibatasi hanya membahas pengaturan dan perundang undangan yang
dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan

1
Amir Syarifuddin, Pembaruan Pemikiran dalam Islam (Jakarta, Bulan Bintang : 2003)
hlm. 591
2
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah : Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:
Kencana, 2014) hlm.3
3
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam…… hlm. 178
4
H.A.Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu
Syari’ah, (Jakarta: Kencana,2013)

1
prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan
manusia serta memenuhi kebutuhannya.
5
Dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luar
dan kompleks. Sekalipun demikian secara umum, disiplin ini
meliputi:
1. Persoalan dan ruang lingkup pembahasan.
2. Persoalan imamah, hak dan kewajiban.
3. Persoalan rakyat, statusnya dan hak-haknya.
4. Persoalan bai'at.
5. Persoalan waliyul ahdi.
6. Persoalan perwakilan.
7. Persoalan ahlul alli wal aqdi.
8. Persoalan wazarah dan perbandingannya
Keseluruhan persoalan tersebut, dan fiqh dusturiyah
umumnya tidak dapat dilepaskan dari dua hal pokok:
1. Dalil kulliy, baik ayat-ayat Al-qur’an maupun Hadist, maqasidu
syariah, dan manfaat ajaran islam didalam mengatur masyarakat,
tidak akan berubah bagaimanapun perubahan masyarakat.
Karena dalil-dalil kulliy menjadi unsur dinamisator di dalam
mengubah masyarakat.
2. Aturan-aturan yang dapat berubah karena situasi dan kondisi,
termasuk didalam hasil istihat para ulama, meskipun tidak
seluruhnya.
6
Menurut paparan diatas fiqh siyasah dusturiyah adalah
hukum yang mengatur hubungan antara warga Negara dengan
lembaga Negara yang satu dengan warga Negara yang lain dalam
batas-batas administrasi suatu Negara. Didalamnya mencakup
pengangkatan imam,hukum pengangkatan imam, syarat

5
H.A.Djazuli, Fiqih Siyasah Implementasi…. hlm.47
6
Ibid, hlm. 47-48

2
ahluahlwalahli, syarat imam pemberhentian imam, persoalan bai'at
persoalan hujaroh (kementrian).

A. Rumusan Masalah
1. Apa imamah, hak dan kewajiban dalam siyasah dusturiyah?
2. Apa yang dimaksud persoalan bai’at ?
3. Apa islam dan negara dalam siyasah dusturiyah?
4. Apa saja struktur umum dari negara dalam siyasah dusturiyah?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa imamah, hak dan kewajiban di dalam
siyasah dusturiyah.
2. Untuk mengetahui persoalan bai’at.
3. Untuk mengetahui apa islam dan negara dalam siyasah
dusturiyah.
4. Untuk mengetahui struktur umum dari negara dalam siyasah
dusturiyah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Imamah, Hak, dan Kewajiban


a. Imamah

7
Kata kata imam didalam Al-Qur’an, baik dalam bentuk mufrad/
tunggal maupun dalam bentuk jama’ atau yang diidhofahkan tidak
kurang dari 12 kali disebutkan. Pada umumnya, kata-kata imam
menujukkan kepada bimbingan kepada kebaikan, meskipun kadang
kadang dipakai untuk seseorang pemimpin suatu kaum dalam arti
yang tidak baik.

b. Hak imam

8
Al-Mawardi menyebut dua hak imam, yaitu hak untuk ditaati
dan hak untuk dibantu. Akan tetapi, apabila kita pelajari sejarah,
ternyata ada hak lain bagi imam, yaitu hak untuk mendapatkan
imbalan dari harta baitul-mal untuk keperluan hidupnya dan
keluarganya secara patut, sesuai dengan kedudukannya sebagai
imam. Hak yang ketiga ini pada masa Abu Bakar, diceritakan bahwa
6 bulan setelah diangkat jadi khalifah, Abu Bakar masih pergi ke
pasar untuk ber- dagang dan dari hasil dagangannya itulah beliau
memberi nafkah keluarganya. Kemudian para sahabat
bermusyawarah, karena tidak mungkin seorang khalifah dengan
tugas yang banyak dan berat masih harus berdagang untuk
memenuhi nafkah keluarganya.

7
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hlm.84
8
Al-Mawardi. Ahkam Sulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah Islam ( Jakarta: Qisthi
Press, 2014) hlm.269

4
Maka akhirnya diberi gaji 6.000 dirham setahun, 23 dan menurut
riwayat lain digaji 2.000 sampai 2.500 dirham. Bagaimanapun
perbedaan-perbedaan pendapat di dalam jumlah yang diberikan
kepada Abu Bakar satu hal adalah pasti bahwa kaum muslimin pada
waktu itu telah meletakkan satu prinsip penggajian (memberi gaji)
ke- pada khalifah. Hak-hak imam ini erat sekali kaitannya dengan
kewajiban rakyat. Hak untuk ditaati dan dibantu misalnya adalah
kewajiban rakyat untuk menaati dan membantu, seperti tersurat di
dalam Al-Qur'an.

c. Kewajiban imam

9
Islam sebagai agama amal adalah sangat wajar apabila
meletakkan focus of interest-nya pada kewajiban. Hak itu sendiri
datang apabila ke- wajiban telah dilaksanakan secara baik. Bahwa
kebahagiaan hidup di akhirat akan diperoleh apabila kewajiban-
kewajiban sebagai manifestasi dari ke- takwaan telah dilaksanakan
dengan baik waktu hidup di dunia. Demikian pula halnya dengan
kewajiban-kewajiban imam. Ternyata tidak ada kesepakatan di
antara ulama terutama dalam perinciannya sebagai contoh akan
dikemukakan, kewajiban imam menurut al-Mawardi adalah:
1. Memelihara agama sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang kokoh
dan segala sesuatu yang menjadi kesepakatan ulama salaf.
2. Mentafidzkan hukum-hukum di antara orang-orang yang
bersengketa dan menyelesaikan perselisihan, sehingga keadilan
terlaksana secara umum.
3. Memelihara dan menjaga keamanan agar manusia dapat dengan
tentram dan tenang berusaha mencari kehidupan, serta dapat
berpergian dengan aman, tanpa adanya gangguan terhadap
jiwanya atau hartanya.

9
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hlm.95

5
10
4. Menegakkan hukum-hukum Allah, agar orang tidak berani
melanggar hukum dan memelihara hak-hak hamba dari
kebinasaan dan kerusakan.
5. Menjaga tapal batas dengan kekuatan yang cukup, agar musuh
tidak berani menyerang dan menumpahkan darah muslim atau
non muslim yang mengadakan perjanjian damai dengan muslim
(mu’ahid).
6. Memerangi orang yang menentang Islam setelah dilakukan
dakwah dengan baik-baik, tapi mereka tidak mau masuk Islam
dan tidak pula jadi kafir dzimi.
7. Memungut Fay dan shadaqah-shadaqah sesuai dengan ketentuan
syara atas dasar nash atau ijtihad tanpa ragu.
8. Menetapkan kadar-kadar tertentu pemberian untuk orang-orang
yang berhak menerimanya dari Baitul Mal dengan wajar serta
membayarkannya pada waktunya.
9. Menggunakan orang-orang yang dapat dipercaya dan jujur di
dalam menyelesaikan tugas-tugas serta menyerahkan pengurusan
kekayaan negara kepada mereka. Agar pekerjaan dapat
dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli, dan harta negara di urus
oleh orang yang jujur.
10. Melaksanakan sendiri tugas-tugasnya yang langsung di dalam
membina umat dan menjaga agama.

10
Al-Mawardi. Op.Cit. hlm. 15-16

6
B. Persoalan Bai’at
11
Bai'at (Mubaya'ah), pengakuan mematuhi dan menaati
imam yang di- lakukan oleh ahl al-hall wa al-'aqd dan dilaksanakan
sesudah permusyawarat- an. Diaud-din Rais mengutip pendapat Ibnu
Khaldun tentang bai'at ini, dan menjelaskan: adalah mereka apabila
mem-bai'at-kan seseorang amir dan mengikatkan perjanjian, mereka
meletakkan tangan-tangan mereka di tangannya untuk menguatkan
perjanjian. Hal itu serupa dengan perbuatan si penjual dan si
pembeli. Karena itu dinamakanlah dia bai'at. Dari uraian di atas
tampak bahwa yang mem-bai'at itu adalah ahl al- hall wa al-'aqd
dan kemudian dapat diikuti oleh rakyat pada umumnya seperti pada
kasus pem-bai'at-an Usman. Akan tetapi, pada umumnya pem-
bai'at-an itu dianggap sah apabila dilakukan oleh anggota-anggota
ahl al- hall wa al-'aqd sebagai wakil rakyat, sebagaimana terjadi
pada kasus Abu Bakar. Di samping itu, kata-kata (lafal) bai'at pun
ternyata tidak selamanya sama. Oleh karena itu, lafal bai'at dapat
dibuat sesuai dengan kebutuhan dan sesuai lingkungannya asal tidak
bertentangan dengan semangat dan prinsip-prinsip Al-Qur'an dan
Sunnah Rasulullah. Di dalam sejarah kita kenal bai'at aqobah yang
pertama dan bai'at aqobah yang kedua. Bai'at aqobah yang pertama
terjadi tahun 621 M di suatu bukit yang bernama Aqobah. Bai'at
aqobah pertama ini antara Nabi dengan 12 (dua belas) orang dari
Kabilah Khajraj dan Aus dari Yastrib (Madinah) yang isinya:
"Mereka berjanji setia (mem-bai'at) kepada Nabi untuk tidak
menserikatkan Allah, tidak akan mencuri, berzina, membunuh anak-
anak, menuduh dengan tuduhan palsu, tidak akan mendurhakai Nabi
di dalam kebaikan. Adapun bai'at aqobah kedua terjadi tahun 622 M
antara Nabi dengan 75 orang Yastrib, 73 orang laki-laki dan 2 orang
wanita, bai'at aqobah kedua ini pula disebut dengan bai’at kubra.

11
H.A.Djazuli, Fiqih Siyasah Implementasi….. hlm. 100

7
Didalam bai’at ini terjadi dialog antara Rasulullah dengan orang-
orang Yastrib.

C. Islam dan Negara


a) Negara dan pemerintahan.
Di antara para orientalis ada beberapa sarjana yang
meyakini bahwa ajaran Islam bukan semata-mata agama, tetapi
juga mengatur masalah-ma salah negara. Di kalangan jumhur
ulama berpendapat bahwa Islam m haruskan adanya negara dan
pemerintahan, di samping itu meskipun jumlah nya kecil ada
pula yang hanya membolehkan saja. Dalam pada itu ada pula
putra-putra Islam pada zaman mutakhirin ini yang berpendapat
bahwa tidak perlu ada campur tangan agama dalam kehidupan
negara. 12
Orientalis yang mengakui kenyataan sebagaimana
tersebut di atas antara lain C. A. Nollino yang berkata,
"Muhammad telah meletakkan dasar agama dan negara pada
waktu yang sama." Mac Donald mengatakan, "Di sana di
Madinah, telah terbentuk negara Islam yang pertama, diletakkan
pula prinsip prinsip yang asasi di dalam aturan-aturan Islam."
Dan H. R. Gibb, menyatakan "Pada waktu itu menjadi jelas
bahwa Islam bukanlah semata akidah agama yang individual
sifatnya, tetapi juga mewajibkan mendirikan masyarakat yang
mempunyai uslub-uslub tertentu di dalam pemerintahan dan
mempunyai undang-undang dan aturan-aturan yang khusus.

12
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hal 123

8
13
b) Alasan Golongan yang tidak mewajibkan adanya imam.
Yang berpendapat bahwa imâm itu tidak wajib yang
konsekuensinya membawa kepada kesimpulan bahwa
pemerintahan itu tidak wajib adalah Abu Bakar al-Sham,
Hisyam ibnu Aus al-Fauthy dari golongan Mu'tazilah sebagian
dari golongan Khawarij, golongan Najdah pengikut Athiyah ibn
Amir.

c) Alasan dari sarjana yang mengatakan bahwa sesungguhnya


agama islam terpisah dari negara.
Dengan kata lain, agama Islam tidak memberikan ketentuan-
ketentuan mengenai masalah-masalah politik, tidak menyuruh
dan tidak memerintah masalah tersebut kembali kepada soal
pengalaman-pengalaman umat dan prinsip-prinsip politik.

D. Struktur Umum Negara


1. Dasar Negara
Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
dicantumkan kata-kata: maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh Hikmat Kebijak-sanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan Serta dengan Mewujudkan Suatu Keadilan Sosial
bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dari pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 ini kita melihat dasar negara kita Republik

13
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hal 134

9
Indonesia adalah Pancasila yang susunannya sebagai-mana
tersebut di atas.

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

14
Di dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (Undang-
Undang No. 7/1950-Lembaran Negara No. 56/1950) Pancasila
ini mengalami perubahan kata-kata, yaitu di dalam Mukadimah
Undang-Undang Sementara 1950 dinyatakan:

Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam


suatu piagam negara yang berbentuk Republik Kesatuan
berdasarkan pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa, peri-
kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial,
untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian,
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum
Indonesia merdeka yang berdaulat sempurna. Dari pembukaan
tersebut jelas adanya perbedaan kata-kata dengan Pancasila
yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945

1. Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Perikemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan sosial.

14
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hal 155

10
Seperti kita ketahui dengan dekrit Presiden Republik Indonesia
tanggal 5 Juli 1959 kita kembali kepada Undang-Undang
Dasar 1945.

2. Wilayah Negara
Wilayah negara ini meliputi bumi, udara, lautan, dan
kapal kapal yang berbendera suatu negara yang berada diluar
negeri. Ajaran islam bersifat universal. Secara praktis bersifat
regional. Tidak semua orang percaya kepada syariat islam.
Pelaksanaannya tergantung kepada kaum muslimin, semakin
luas wilayah berlakunnya syariat islam. Fakta menunjukkan
bahwa wilayah yang dihuni oleh umat Islam dari Maroko
sampai Merauke memiliki bentuk negara dan pemerintahan
berbeda. Terlepas dari kejadian-kejadian insidental, setiap
negara memiliki yang suatu ikatan persahabatan. Abdul Qadir
Audah menanggapinya sebagai suatu hal yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam, selama berusaha mencapai
tujuan Islam: kesatuan arah dan kesatuan politik. Dalam
sejarah Islam, menurutnya, pernah terbentuk tiga kerajaan
Islam pada saat yang sama: Kerajaan Abbasiyah di Timur
(Baghdad), Kerajaan Ulawiyah di Bara (Mesir), dan Kerajaan
Umawiyah di Andalusia. Oleh karena itu, baginya, dar al-
Islam dicirikan oleh keamanan dan keselamatan muslim.
Adanya beberapa negara dalam dar al-Islam bukan persoalan.
Pada dasarnya, wilayah dar al-Islam mencakup bumi, udara,
dan lautan. Pada masa sekarang, dunia Islam, terdapat
perbedaan antara negara-negara Islam (Islamic state yaitu
negara-negara yang menjadikan Islam sebagai agama resmi,
dan negeri- negeri muslim (Islamic countries), yaitu negara-
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. 15

15
Abdul Qadir al-Audah, Al-Islam wa Audhauna al Siyasah, (Kairo : 1997) hlm. 196

11
3. Bentuk Negara
Kita mengenal tiga bentuk negara, yaitu:
1. Negara kesatuan.
2. Negara serikat.
3. Negara persatuan (serikat negara-negara).

16
Di samping itu, ada yang hanya membagi negara ke dalam
dua bentuk negara yaitu negara kesatuan dan negara federal.
Ciri khas dari negara kesatuan ialah:

a) Adanya supremasi dari Parlemen/Lembaga Perwakilan


Rakyat Pusat, dalam kasus Indonesia adalah MPR.
b) Tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai
kedaulatan. Contoh dari negara-negara kesatuan antara
lain Republik Indonesia, Jepang, Britania Raya, Perancis,
dan Belgia. Bukti bahwa Republik Indonesia adalah negara
kesatuan dapat dilihat dalam Pasal 18 UUD 1945, dan
dalam Pasal 18A dan 18B Amendemen UUD 1945.

Sedangkan ciri khas dari Negara Federal ialah:

1. Adanya supremasi dari konstitusi di mana federasi itu


terwujud.
2. Adanya pembagian kekuasaan negara-negara federal dan
negara-negara bagian.
3. Adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk
menyelesaikan satu perselisihan antara pemerintah federal
dan pemerintahan negara bagian.

16
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hal 158

12
4. Bentuk Pemerintahan.
Banyak orang yang mengira bahwa bentuk pemerintahan
di dalam islam adalah republik bukan kerajaan. Sesungguhnya
memang ada kesamaan antara republik dengan bentuk
pemerintahan di dalam sejarah Islam, yaitu dalam hal
dipilihnya kepala negara. Akan tetapi, Islam tidak menentukan
jangka waktu tertentu yang disebut masa jabatan untuk seorang
kepala negara. Ini tidak berarti bahwa seorang kepala negara
tidak dapat diganti, akan tetapi dasar penggantian seorang
kepala negara bukan habisnya masa jabatan. Seorang kepala
negara tetap di dalam jabatannya selama maslahat, selama
dipandang baik dan mampu menjalankan tugas-tugasnya.
Rakyat berhak untuk mengangkat kepala negara. Oleh karena
itu, rakyat juga berhak untuk memberhentikannya apabila ada
alasan-alasannya untuk itu. Oleh karena itu pula, terlalu
tergesa-gesa untuk mengangkat seorang kepala negara seumur
hidup, sebab oleh karena itu, kita telah memberikan nilai-nilai
baik kepada tugas-tugasnya yang belum dilakukan. Pada masa
sekarang, banyak negara yang memberikan batas waktu tertentu
untuk masa-masa jabatan kepala negara. Hal semacam ini
sesuai dengan tuntutan dan kemaslahatan rakyatnya. 17

17
H.A.Djazuli. Fiqih Siyasah Implementasi….. hal 160

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan materi diatas, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. a) Imamah.
Kata kata imam didalam Al-Qur’an, baik dalam
bentuk mufrad/ tunggal maupun dalam bentuk jama’
atau yang diidhofahkan tidak kurang dari 12 kali
disebutkan. Pada umumnya, kata-kata imam
menujukkan kepada bimbingan kepada kebaikan,
meskipun kadang kadang dipakai untuk seseorang
pemimpin suatu kaum dalam arti yang tidak baik.
b) Hak Imam.

Al-Mawardi menyebut dua hak imam, yaitu hak untuk


ditaati dan hak untuk dibantu. Akan tetapi, apabila
kita pelajari sejarah, ternyata ada hak lain bagi imam,
yaitu hak untuk mendapatkan imbalan dari harta
baitul-mal untuk keperluan hidupnya dan keluarganya
secara patut, sesuai dengan kedudukannya sebagai
imam.

c) Kewajiban Imam.

Islam sebagai agama amal adalah sangat wajar apabila


meletakkan focus of interest-nya pada kewajiban. Hak
itu sendiri datang apabila kewajiban telah
dilaksanakan secara baik.

14
2. Persoalan Bai’at.
Bai'at (Mubaya'ah), pengakuan mematuhi dan
menaati imam yang di- lakukan oleh ahl al-hall wa
al-'aqd dan dilaksanakan sesudah permusyawarat- an.
Diaud-din Rais mengutip pendapat Ibnu Khaldun
tentang bai'at ini, dan menjelaskan: adalah mereka
apabila mem-bai'at-kan seseorang amir dan
mengikatkan perjanjian, mereka meletakkan tangan-
tangan mereka di tangannya untuk menguatkan
perjanjian.

3. Islam dan Negara Siyasah Dusturiyah


a) Negara dan Pemerintahan.
Diantara para orientalis ada beberapa sarjana
yang meyakini bahwa ajaran Islam bukan semata-
mata agama, tetapi juga mengatur masalah-ma
salah negara.
b) Alasan Golongan Yang Tidak Mewajibkan
Adanya Imam.
Yang berpendapat bahwa imam itu tidak wajib
yang konsekuensinya membawa kepada
kesimpulan bahwa pemerintahan itu tidak wajib
adalah Abu Bakar al-Sham, Hisyam ibnu Aus al-
Fauthy dari golongan Mu'tazilah sebagian dari
golongan Khawarij, golongan Najdah pengikut
Athiyah ibn Amir.
c) Alasan Dari Sarjana Yang Mengatakan Bahwa
Sesungguhnya Agama Islam Terpisah dari
Negara.
Dengan kata lain, agama Islam tidak memberikan
ketentuan-ketentuan mengenai masalah-masalah
politik, tidak menyuruh dan tidak memerintah

15
masalah tersebut kembali kepada soal
pengalaman-pengalaman umat dan prinsip-prinsip
politik.

4. Struktur Umum Negara dalam Siyasah Dusturiyah


a) Dasar Negara
Dasar Negara merupakan salah satu hal penting
dalam struktur umum negara. Alasannya karena
dasar negara merupakan salah satu tonggak
penting berdirinya suatu negara. Contohnya
Indonesia yang memiliki dasar negara yaitu
Pancasila.
b) Wilayah Negara
Wilayah negara ini meliputi bumi, udara, lautan,
dan kapal kapal yang berbendera suatu negara
yang berada diluar negeri. Ajaran islam bersifat
universal. Secara praktis bersifat regional. Tidak
semua orang percaya kepada syariat islam.
Pelaksanaannya tergantung kepada kaum
muslimin, semakin luas wilayah berlakunya
syariat islam.
c) Bentuk Negara
Kita mengenal tiga bentuk negara, yaitu:
1. Negara kesatuan.
2. Negara serikat.
3. Negara persatuan (serikat negara-negara).

d) Bentuk Pemerintahan
Banyak orang yang mengira bahwa bentuk
pemerintahan didalam islam adalah republik
bukan kerajaan. Sesungguhnya memang ada
kesamaan antara republik dengan bentuk

16
pemerintahan di dalam sejarah Islam, yaitu
dalam hal dipilihnya kepala negara. Akan tetapi,
Islam tidak menentukan jangka waktu tertentu
yang disebut masa jabatan untuk seorang kepala
negara. Ini tidak berarti bahwa seorang kepala
negara tidak dapat diganti, akan tetapi dasar
penggantian seorang kepala negara bukan
habisnya masa jabatan.

B. Saran
Demikan makalah yang dapat kami berikan, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.Makalah kami ini juga masih
jauh dari kata sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sekalian sangat kami harapkan demi
tercapainya kesempurnaan dalam makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Audah, Abdul Qadir. (1997). Al-islam wa Audhauna al-Siyasah, Dar al-


Kitab al-Arabi. Kairo : Muassasah Ar-Risalah

Al-Mawardi. (2014). Ahkam Sulthaniyah: Sistem Pemerintahan Khilafah


Islam. Jakarta: Qithi Press

Djazuli, H.A. (2013). Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat


Dalam Rambu-Rambu Syariah. Jakarta : Kencana

Iqbal, Muhammad. (2014). Fikih Siyasah : Kontekstualisasi Doktrin Politik


Islam. Jakarta : Prenada Media Group

Syarifuddin, Amir. (2003). Pembaruan Pemikiran dalam Islam. Jakarta :


Bulan Bintang

18

Anda mungkin juga menyukai