Anda di halaman 1dari 18

SYARI’AH, FIQIH DAN USHUL FIQIH

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengantar Studi Islam 1 Pada Program Studi Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam
Oleh:

KELOMPOK 3
SUSIYANTI
60302022023017

DIAN SYAHRENI
60302022023123

Dosen Pengajar :
BAHARUDDIN, S.Pd., M.Pd

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang Maha pengasih dan
Maha penyayang. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, utusan Allah yang membawa petunjuk bagi umat manusia
Dalam makalah ini, kami akan membahas pengertian mendasar dari ketiga
konsep tersebut. Kami juga akan mengeksplorasi perbedaan antara syari’ah, fiqih
serta bagaimana ushul fiqih menjadi landasan dalam penentuan hukum-hukum
islam
Kami berharap bahwa makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih
mendalam tentang Syari’ah, Fiqih dan Ushul Fiqih kepada pembaca. Semoga
makalah ini bermanfaat sebagai referensi ilmiah dan menginspirasi pembaca untuk
terus menjelajahi dan memahami ajaran islam yang kaya dan mendalam
Dengan penuh kerendahan hati kami menanti tegur sapa serta kritik yang
positif demi kesempurnaan makalah ini, bahkan demi kesucian ilmu itu sendiri,
Akhirnya kepada Allah juga lah kita memohon taufiq dan hidayah-Nya. Dan
mudah-mudahan makalah ini bermanfaat untuk kita semua, Aamiin.

Watampone, 19 Oktober 2023

penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................... 3
BAB I .................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar belakang ......................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II ................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 6
A. Syari’ah ....................................................................................................................... 6
B. Fiqih............................................................................................................................. 7
C. Ushul Fiqih............................................................................................................... 8
D. Ruang lingkup kajian ushul fiqih ............................................................................. 9
E. Al- ahkam al- khamzah .......................................................................................... 10
1. Wajib dan Pembagiannya ......................................................................................... 11
2. Mandub Atau Sunnah dan Pembagiannya................................................................ 12
3. Haram dan Pembagiannya ........................................................................................ 13
BAB III ................................................................................................................................ 17
PENUTUP ........................................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 17
B. Saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam, sebagai salah satu agama terbesar di dunia dengan lebih dari satu miliar
pengikut, memiliki kerangka hukum yang sangat terperinci dan beragam. Konsep
syari’ah, fiqih dan ushul fiqih menjadi kunci dalam membentuk hukum islam dan
membimbing praktek keagamaan. Pemahaman yang benar tentang konsep-konsep
ini sangat penting bagi para pengikut Islam, ulama serta mereka yang ingin
memahami agama ini lebih dalam.
Syari’ah adalah ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT yang dijelaskan
oleh rasul-Nya, tentang pengaturan semua aspek kehidupan manusia, dalam
mencapai kehidupan manusia yang baik, di dunia dan di akhirat kelak. Ketentuan
syariat terdapat dalam firman
Allah dan sabda rasul-Nya. Agar segala ketentuan (hukum) yang terkandung
dalam syariat bisa diamalkan oleh manusia maka manusia harus bisa memahami
segala ketentuan yang dikehendaki oleh Allah SWT yang terdapat dalam syariat
tersebut.
Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling
dikenal oleh masyarakat. Hal ini antara lain karena Fiqih terkait langsung dengan
kehidupan masyarakat.
Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia manusia selalu berhubungan
dengan Fiqih. Fiqih adalah pengetahuan tentang hukum syara yang bersifat
amaliyah yang diperoleh dari dalildalil terperinci.
Ilmu ushul fiqih tumbuh pada abad kedua hijrah yang dilatarbelakangi oleh
perdebatan sengit antara ahlul hadis dan ahlu al-ra'yi. Penghujung abad kedua dan
awal abad ketiga hijrah muncul Muhammad bin Idris al-Syafi'I (150 H – 204 H),
yang membukukan ilmu ushul fiqih dengan karyanya yang bernama al-Risalah.

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Syari’ah, Fiqih Dan Ushul Fiqih ?

2. Apa Saja Ruang Lingkup Kajian Ushul Fiqih ?

3. Apa Yang Dimaksud Dengan Al-Khamzah (wajib, Sunnah, Halal,

Haram Dan Mubah )

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Syari’ah, Fiqih Dan Ushul Fiqih

2. Untuk Mengetahui Apa Saja Yang Termasuk Kedalam Ruang Lingkup

Ushul Fiqih

3. Untuk Mengetahui Tentang Al-Khamzah (Wajib, Sunnah, Makruh,

Haram Dan Mubah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Syari’ah
• Pengertian
Pengertian syariah yang dimaksudkan dibagi menjadi 2, yaitu pengertian secara
bahasa dan istilah, antara lain sebagai berikut:
a. Bahasa
Syariah secara bahasa berarti jalan jelas yang membawa manusia pada
kemenangan.
b. Istilah
Pengertian syariah secara istilah dibedakan menjadi 2, yaitu secara umum dan
khusus, antara lain sebagai berikut :
1). Secara umum Syari`ah Islam berarti ketentuan ajaran agama Islam yang
bersumber pada al-Qurân dan sunnah Rasulullah saw. Dari pengertian ini
menunjukkan bahwa Syari`ah mencakup seluruh ajaran agama Islam yang meliputi
bidang aqidah, akhlaq dan `amaliyyah (perbuatan nyata).
2). Sedangkan secara khusus syari`ah berarti ketentuan-ketentuan atau peraturan-
peraturan agama Islam yang hanya mencakup bidang amaliyyah (perbuatan nyata)
dari umat Islam. Dalam pengertian khusus tersebut, syari`ah adalah ketentuan-
ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang mengatur segala perbuatan serta
tingkah laku orang-orang islam.1
Pengertian syari’ah dapat bervariasi tergantung pada konteks, dan para ahli
hukum Islam memiliki berbagai pandangan tentang apa yang dimaksud dengan
syariah. Di bawah ini, saya akan memberikan beberapa pengertian syariah
menurut para ahli:
- Syariah sebagai Hukum Allah:

1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, cet.4 (Jakarta: Percetakan Prenda Media Group, 2009), Hlm. 1.

6
Banyak ahli hukum Islam memandang syariah sebagai hukum yang ditetapkan oleh
Allah untuk mengatur kehidupan manusia. Syariah mencakup aturan-aturan yang
terdapat dalam Al-Qur'an (kitab suci Islam) dan Hadis (tradisi Nabi Muhammad),
yang mencakup aspek moral, etika, ritual, hukum pidana, dan hukum perdata.
Syariah adalah panduan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari
mereka.
- Syariah sebagai Jalan atau Ajaran Hidup:
Beberapa ahli mungkin melihat syariah sebagai panduan atau ajaran hidup yang
meliputi aspek moral dan etika, bersikap adil, tolong-menolong, dan menjalani
hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam konteks ini, syariah
mencerminkan cara hidup yang benar sesuai dengan ajaran Islam.
- Syariah sebagai Hukum Islam:
Syariah sering kali dianggap sebagai hukum Islam dalam arti sempit. Ini mencakup
peraturan-peraturan yang digunakan dalam pengadilan untuk menyelesaikan
masalah hukum perdata dan pidana dalam masyarakat Islam. Ini mencakup aspek-
aspek seperti warisan, pernikahan, perceraian, kontrak, dan hukum pidana.
- Syariah sebagai Konsep yang Fleksibel:
Beberapa ahli mungkin menganggap syariah sebagai konsep yang fleksibel yang
dapat diinterpretasikan dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan konteks
zaman. Mereka berpendapat bahwa syariah dapat disesuaikan dengan
perkembangan sosial, ekonomi, dan politik agar tetap relevan.2
B. Fiqih
• Pengertian
a. bahasa
Fiqih ‫ فقه‬secara bahasa artinya pemahaman yang benar tentang apa yang diharapkan.
Hadis berikut menggunakan kata fiqih sesuai makna bahasanya
“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia
terhadap agama. Aku hanyalah yang membagi-bagikan sedang Allah yang

2
Sumber : https://chat.openai.com/c/d21f5a01-08b8-476a-afb0-a8573bb08d13

7
memberi. Dan senantiasa umat ini akan tegak di atas perintah Allah, mereka tidak
akan celaka karena adanya orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang
keputusan Allah.”
Fiqih adalah mashdar dari bab ‫ ف ِقهَ يفقَه‬faqiha - yafqahu, yang berarti "paham". َ‫فقه‬
faquha (dengan qaf berharakat dhammah) artinya fiqh menjadi sifat alaminya. َ‫فقَه‬
faqaha (dengan fathah) artinya lebih dulu paham dari yang lain.
b. istilah
Secara istilah, fiqih artinya
‫معرفة باألحكام الشرعية العملية بأدلتها التفصيلية‬
“pengetahuan tentang hukum-hukum syariat praktis berdasarkan sebuah dalil-dalil
secara rincinya.”
Yang dimaksud ‫“ معرفة‬pengetahuan” mencakup ilmu pasti dan dugaan. Hukum-
hukum syariat ada yang diketahui secara pasti dari dalil yang meyakinkan dan ada
yang diketahui secara dugaan. Masalah-masalah ijtihad yang menjadi bahan
perbedaan pendapat di kalangan ulama adalah masalah dugaan karena jika
diketahui secara yakin, maka pasti tidak ada perbedaan pendapat.3

C. Ushul Fiqih
Ushul Fiqih adalah istilah dalam bahasa Arab yang memiliki dua pengertian, yaitu
dalam istilah (terminologi) ilmu keislaman dan dalam bahasa Arab itu sendiri.
1. Ushul Fiqih dalam Istilah Ilmu Keislaman
Dalam konteks ilmu keislaman, Ushul Fiqih adalah ilmu yang mempelajari prinsip-
prinsip dan metodologi yang digunakan untuk mengekstraksi hukum-hukum Islam
dari sumber-sumber utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Ilmu ini membantu para
fuqaha (ahli hukum Islam) untuk memahami, menginterpretasi,
dan merumuskan hukum-hukum Islam berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Prinsip-prinsip ini meliputi qiyas (analogi), ijma (konsensus), istihsan (analogi
dengan pertimbangan baik), istislah (kepentingan umum), dan beberapa metode
lainnya. Ushul Fiqih juga membahas masalah-masalah seperti tajwid (kaidah-

3
Sumber : https://chat.openai.com/c/d21f5a01-08b8-476a-afb0-a8573bb08d13

8
kaidah bacaan Al-Qur'an) dan nahu (tata bahasa Arab), yang penting untuk
pemahaman yang benar terhadap teks-teks sumber.
2. Ushul Fiqih dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab, "ushul" berarti dasar atau prinsip, dan "fiqih" berarti
pemahaman atau pemahaman mendalam. Jadi, jika diterjemahkan secara harfiah,
ushul fiqih berarti dasar pemahaman. Dalam konteks bahasa Arab, istilah ini dapat
merujuk pada dasar-dasar pemahaman yang mendalam tentang hukum dan prinsip-
prinsip yang digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat.

D. Ruang lingkup kajian ushul fiqih


Ushul Fiqih adalah cabang ilmu dalam studi hukum Islam yang fokus pada prinsip-
prinsip, metodologi, dan teori yang digunakan untuk menghasilkan hukum Islam
dari sumber-sumber utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Ruang lingkup kajian Ushul
Fiqih mencakup beberapa aspek utama sebagai berikut:
• Sumber Hukum Islam (Adillah): Ushul Fiqih mempelajari sumber-sumber
hukum Islam. Ini termasuk Al-Qur'an sebagai sumber utama hukum Islam,
Hadis (tradisi Nabi Muhammad), ijma (konsensus ulama), dan qiyas (analogi).
Ushul Fiqih juga membahas konsep istihsan (analogi dengan pertimbangan
baik), istislah (kepentingan umum), dan maslahah mursalah (kepentingan
umum yang belum ditetapkan hukumnya).
• Bahasa Arab dan Tata Bahasa: Ushul Fiqih memerlukan pemahaman yang kuat
tentang bahasa Arab dan tata bahasa Arab karena banyak teks sumber hukum
Islam dalam bahasa Arab. Ini mencakup kaidah-kaidah tajwid (bacaan Al-
Qur'an) dan nahu (tata bahasa).
• Qawa'id al-Fiqhiyyah (Prinsip-Prinsip Hukum): Ilmu Ushul Fiqih mempelajari
prinsip-prinsip hukum Islam yang digunakan dalam proses penarikan hukum
dari sumber-sumber. Ini meliputi prinsip-prinsip seperti 'urf (kebiasaan),
istihsan (analogi), maslahah mursalah (kepentingan umum yang belum
ditetapkan hukumnya), maqasid al-shariah (tujuan hukum Islam), dan banyak
lagi.

9
• Istilah dan Definisi Hukum: Ushul Fiqih juga mencakup studi tentang
terminologi dan definisi hukum. Para ahli Ushul Fiqih memahami cara
mendefinisikan, mengelompokkan, dan mengkategorikan hukum-hukum Islam.
• Proses Penarikan Hukum (Ijtihad): Ushul Fiqih mempelajari proses ijtihad,
yaitu upaya untuk mengambil hukum dari sumber-sumber hukum dengan
memanfaatkan prinsip-prinsip dan metode tertentu. Ini mencakup pemahaman
tentang bagaimana ulama melakukan ijtihad dan menghasilkan fatwa (pendapat
hukum).
• Perbedaan Mazhab dan Perselisihan Hukum: Ushul Fiqih juga mencakup
pemahaman tentang bagaimana perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab
hukum Islam dan cara menangani perselisihan hukum.
• Kaitan dengan Fiqih: Meskipun Ushul Fiqih fokus pada prinsip-prinsip dan
metodologi, ada keterkaitan yang erat antara Ushul Fiqih dan Fiqih (cabang
hukum Islam yang mengkaji hukum-hukum praktis). Kajian Ushul Fiqih
membantu ulama dan fuqaha dalam mengambil keputusan hukum yang lebih
tepat.4

E. Al- ahkam al- khamzah


Ahkam berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata hukum dan
khamsah artinya lima. Oleh karena itu, gabungan kedua kata dimaksud al-ahkam
al-khamsah (baca: ahkamul khamsah) atau biasa juga disebut hukum taklifi.5
Hukum taklifi adalah ketentuan hukum yang menuntut para mukallaf (aqil-baligh)
atau orang yang dipandang oleh hukum cakap melakukan perbuatan hukum baik
dalam bentuk hak, kewajiban, maupun dalam bentuk larangan. Hukum taklifi
dimaksud mencakup lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai
benda dan tingkah laku manusia dalam hukum Islam, yaitu jaiz, sunnah, makruh,
wajib dan haram. Kadar kualitasnya mungkin naik dan mungkin pula menurun.

4
https://kumparan.com/pengertian%20ushlfiqh-ruang-lingkupnya-20xP0V8LolH/full
5
Zainuddin Ali. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Sinar
Grafika, 2010, hlm. 54.

10
Dikatakan naik, apabila suatu perbuatan dikaitkan dengan sunnah dan wajib,
Dikatakan menurun, apabila suatu perbuatan dikaitkan dengan makruh dan haram.
Semuanya tergantung pada bagaimana ‘illat (rasio) atau penyebabnya.6

1. Wajib dan Pembagiannya


a. Pengertian Wajib
Secara sederhana “wajib” didefinisikan oleh ahli usul adalah sesuatu perbuatan
yang dituntut Allah untuk dilakukan secara tuntutan pasti, yang diberi ganjaran
dengan pahala orang yang melakukannya karena perbuatannya itu telah sesuai
dengan kehendak yang menuntut dan diancam dosa orang yang meninggalkannya
karena bertentangan dengan kehendak yang menuntut. Wajib adalah suatu perintah
yang harus dikerjakan, dimana orang yang meninggalkannya adalah tercela.7
b. Pembagian Wajib
1) Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya
a) Wajib Muthlaq atau bebas, yaitu kewajiban yang tidak ditentukan waktu
pelaksanaanya, dengan arti tidak salah bila waktu pelaksanaannya ditangguhkan
sampai waktu yang ia sanggup melaksanakannya. Contoh : mengqadha puasa
Ramadhan yang tertinggal karena uzur. Ia wajib melakukannya dan dapat dilakukan
kapan saja ia mempunyai kesanggupan.
b) Wajib Muaqqad, kewajiban yang pelaksanaanya ditentukan dalam waktu tertentu
dan tidak sah dilakukan diluar waktu yang telah ditentukan itu. Contoh: sholat
subuh dan zuhur.
2) Ditinjau dari segi pelaksana
a). Wajib ‘Aini, yaitu kewajiban secara pribadi. Sesuatu yang dituntut oleh syar’i
(pembuat hukum) untukmelaksanakannya dari setiap pribadi dari pribadi mukallaf.
Kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin dilakukan oleh orang
lain atau karena perbuatan orang lain. Contoh: shalat dan puasa.

6
M. Tahir Azhary. Bunga Rampai Hukum Islam : Sebuah Tulisan. Jakarta : Ind HillCo, 2003, hlm. 106.
7
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh (diterjemahkan dari Ushul al-Fiqh, oleh Saefullah Ma’shum, dkk). Jakarta : Pustaka
Firdaus, 2008, hlm. 30.

11
b) Wajib Kifa’i/Kifayah, yaitu kewajiban bersifat kelompok. Sesuatu yang dituntut
oelh pembuat hukum melakukannya dari sejumlah mukallaf dan tidak dari setiap
pribadi mukallaf. Hal ini berarti bila sebagian atau beberapa orang mukallaf telah
tampil melaksanakan kewajiban itu dan telah terlaksana apa yang dituntut, maka
lepaslah orang lain dari tuntutan itu. Tetapi bila tidak seorangpun
melakukannya hingga apa yang dituntut itu terlantar, maka berdosa semuanya.
Contoh: shalat jenazah.
3) Ditinjau dari segi tuntutannya
a). Wajib Mu’ayyan, ialah suatu kewajiban (obligation)
yang hanya mempunyai satu tuntutan. Contoh: membayar hutang, memenuhi akad,
membayar zakat.
b) Wajib Mukhayyar, ialah suatu kewajiban yang tidak hanya mempunyai satu
macam tuntutan, tetapi mempunyai dua atau tiga alternatif yang dapat dipilih.
Contoh : Penguasa
diperbolehkan memilih antara membebaskan tawanan perang atau menerima
tebusan mereka.8
2. Mandub Atau Sunnah dan Pembagiannya
a. Pengertian Mandub
dalam arti bahasa adalah seruan untuk sesuatu yang penting. Adapun dalam artian
istilah adalah sesuatu yang dituntut untuk memperbuatnya secara hukum syar’i
tanpa ada celaan terhadap orang yang meninggalkan secara mutlak. Tidak adanya
celaan terhadap orang yang meninggalkan tuntutan itu adalah karena tuntutan itu
tidaklah secara pasti. Artinya, tuntutan itu tidak diiringi oleh suatu sanksi terhadap
yang meninggalkannya. Mandub juga dinamakan nafilah, sunnah, tathawwu’,
mustahab dan ihsan, yang semua sebutan ini mengacu pada pengertian mandub
yaitu perbuatan yang dianjurkan oleh syar’i untuk dikerjakan, atau suatu perintah
yang apabila dilaksanakan maka akan diberi pahala, sedang jika ditinggalkan akan
tidak disiksa.

8
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 296.

12
b. Pembagian Mandub
1) Dari segi selalu dan tidak selalunya Nabi melakukan perbuatan sunnah.
a) Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), yaitu perbuatan yang
selalu dilakukan oleh Nabi disamping ada keterangan yang menunjukkan bahwa
perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardu. Contoh : shalat witir
b) Sunnah Ghair Muakkad (sunnah biasa), yaitu perbuatan yang pernah dilakukan
oleh Nabi, tetapi Nabi tidak melazimkan dirinya untuk berbuat demikian. Contoh :
shalat sunnah 4 rakaat sebelum zuhur dan sebelum ashar.
2) Dari segi kemungkinan meninggalkan perbuatan.
a) Sunnah Hadyu, perbuatan yang dituntut untuk melakukannya karena begitu besar
faidah yang didapat darinya dan orang yang meninggalkannya dinyatakan sesat dan
tercela, bahkan bila satu kelompok kaum sengaja meninggalkannya secara terus
menerus, maka kelompok ini harus diperangi. Contoh : shalat hari raya.
b) Sunnah Zaidah, yaitu sunah yang bila dilakukan oleh mukallaf dinyatakan baik
tetapi bila ditinggalkan, yang meninggalkannya tidak diberi sanksi apa-apa.
Contoh: caracara yang biasa dilakukan oleh Nabi dalam kehidupan sehari-harinya.
c) Sunnah Nafal, yaitu suatu perbuatan yang dituntut sebagai tambahan bagi
perbuatan wajib. Contoh: shalat tahajud9
3. Haram dan Pembagiannya
a. Pengertian Haram
Haram (hurmah=prohibition) secara bahasa berarti sesuatu yang lebih banyak
kerusakannya. Dalam istilah hukum, haram ialah sesuatu yang dituntut syari’
(pembuat hukum) untuk tidak memperbuatnya secara tuntutan yang pasti. Beberapa
ahli ushul mengartikan haram itu dengan sesuatu yang diberi pahala orang yang
meninggalkannya dan dikenai dosa dan ancaman orang yang memperbuatnya.
Haram ialah larangan Allah yang pasti terhadap suatu perbuatan, baik ditetapkan
dengan dalil yang qath’i maupun dalil zhanni.10

9
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh (diterjemahkan dari Ushul al-Fiqh, oleh Saefullah
Ma’shum, dkk). Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008, hlm. 46.
10
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh Jilid 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 309.

13
b. Pembagian Haram
1) Dari segi pengaruhnya terhadap hukum wadh’i
a) Haram zati, bila berkaitan dengan rukun akad mengakibatkan batalnya akad
tersebut. Muharram ashalah lidzatihi (haram secara asli menurut zatnya).
Contoh: larangan memakan babi atau bangkai dan meminum khamar, membunuh
dan mencuri.
b) Haram Ghairu Zati, bila berkaitan dengan akad tidak menyebabkan batalnya
akad tersebut. Muharram li’Aridhi (haram karena sesuatu yang baru).
Contoh: larangan jual beli dalam waktu khutbah jumat, menjual sesuatu dengan
mengandung penipuan.
2) Dari segi pengecualian terhadap hukum larangan
a) Sesuatu yang terlarang secara zati adalah haram dan berdosa melakukannya.
Yang dikecualikan dari hukum dosa itu hanyalah terhadap orang-orang yang
melanggar larangan karena darurat, dalam arti akan merusak salah satu unsur daruri
yang lima bila tidak dilakukan. Lima hal yang harus dijaga (ad-dharuriyat al-
khams), yakni badan, keturunan, harta benda, akal dan agama. Contoh: haram
meminum khamar termasuk haram zati yang berdosa orang yang melakukannya
karena akan merusak akal. Tetapi bila ia melakukannya karena memelihara
jiwanya, maka boleh ia minum khamar tersebut.
b) Sesuatu yang dilarang karena bukan zatnya atau hanya pada hal-hal sampingan,
diperkenankan penyimpangan atas larangan karena hajat atau keperluan dan tidak
harus sampai darurat. Contoh: larangan melihat aurat yang
dilakukan dokter terhadap pasiennya.11

11
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh (diterjemahkan dari Ushul al-Fiqh, oleh Saefullah
Ma’shum, dkk). Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008, hlm. 51.

14
4. Karahah dan Pembagiannya
a. Pengertian Karahah
Karahah (disapproval) secara bahasa adalah sesuatu yang tidak disenangi atau
sesuatu yang dijauhi.90 Dalam istilah ulama ushul, karahah adalah sesuatu yang
dituntut oleh pembuat hukum untuk ditinggalkan dalam bentuk tuntutan yang tidak
pasti. Pengaruh tuntutan ini terhadap perbuatan yang dilarang disebut karahah dan
perbuatan yang dilarang secara tidak pasti itu disebut dengan makruh. Pada
dasarnya makruh itu adalah sesuatu yang dilarang, tetapi larangan itu disertai oleh
sesuatu yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan larangan itu bukanlah
“haram” tetapi sebagai “sesuatu yang dibenci”.
Menurut para jumhur fuqaha’, makruh adalah suatu larangan syara’ terhadap suatu
perbuatan, tetapi larangan tersebut tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang
menunjukkan atas haramnya perbuatan tersebut.
b. Pembagian Karahah
1). Makruh Tahrim, yaitu tuntutan meninggalkan suatu perbuatan secara pasti tetapi
dalil yang menunjukkannya bersifat zhanni. Makruh tahrim ini kebalikan dari wajib
sekaligus juga kebalikan arti fardhu dikalangan jumhur ulama.
2). Makruh Tanzih, yaitu pengertian makruh menurut istilah jumhur ulama.
Makruh tanzih ini kebalikan dari hukum mandub. Orang yang melanggar larangan
makruh tahrim diancam dengan dosa, sedangkan orang yang melanggar larangan
makruh tanzih tidak mendapat ancaman dosa.12
5. Mubah dan Pembagiannya
a. Pengertian Mubah
Mubah berasal dari fi’il madhi ”Ibah”, dengan arti menjelaskan dan
memberitahukan.Kadang-kadang muncul dengan arti melepaskan dan mengizinkan
(permission).

12
Muhammad Abu Zahrah. Ushul Fiqh (diterjemahkan dari Ushul al-Fiqh, oleh Saefullah
Ma’shum, dkk). Jakarta : Pustaka Firdaus, 2008, hlm. 54.

15
Mubah adalah hukum asal dari segala sesuatu yang berhubungan dengan
muamalah. Terlarangnya suatu perbuatan muamalah hanyalah jika ada dalil yang
melarangnya dengan jelas dan tegas. Dalam istilah hukum, mubah berarti sesuatu
yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum untuk memilih antara memperbuat
dan meninggalkan. Ia boleh melakukan atau tidak. Mubah ialah suatu hukum
dimana Allah SWT memberikan kebebasan kepada orang mukallaf untuk memilih
antara mengerjakan suatu perbuatan atau meninggalkannya, sesuatu yang
dibolehkan atau diizinkan.
b. Pembagian Mubah
1). Mubah yang mengikuti suruhan untuk berbuat. Mubah dalam bentuk ini disebut
mubah dalam bentuk bagian, tetapi dituntut berbuat secara keseluruhan. Contoh :
makan-minum
2). Mubah yang mengikuti tuntutan untuk meninggalkan. Mubah bentuk ini disebut
mubah secara juz’i tetapi dilarang secara keseluruhan. Contoh: bermain
3). Mubah yang tidak mengikuti sesuatu. Mubah bentuk ini dituntut juga untuk
meninggalkan karena berarti ia mengikuti sesuatu yang menghabiskan waktu tanpa
manfaat agama maupun dunia.
4). Mubah yang tunduk kepada mubah itu sendiri. Keadaannya adalah
sebagaimana yang tersebut diatas, juga dituntut untukmeninggalkannya.13

13
Satria Effendi. Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana, 2015, hlm 60.

16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum Syari`ah Islam berarti ketentuan ajaran agama Islam yang bersumber
pada al-Qurân dan sunnah Rasulullah saw. Dari pengertian ini menunjukkan bahwa
Syari`ah mencakup seluruh ajaran agama Islam yang meliputi bidang aqidah,
akhlaq dan `amaliyyah (perbuatan nyata).
Fiqih ‫ فقه‬secara bahasa artinya pemahaman yang benar tentang apa yang diharapkan.
Ushul Fiqih adalah istilah dalam bahasa Arab yang memiliki dua pengertian, yaitu
dalam istilah (terminologi) ilmu keislaman dan dalam bahasa Arab itu sendiri.
1. Ushul Fiqih dalam Istilah Ilmu Keislaman
Dalam konteks ilmu keislaman, Ushul Fiqih adalah ilmu yang mempelajari prinsip-
prinsip dan metodologi yang digunakan untuk mengekstraksi hukum-hukum Islam
dari sumber-sumber utama, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Ilmu ini membantu para
fuqaha (ahli hukum Islam) untuk memahami, menginterpretasi,
dan merumuskan hukum-hukum Islam berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
lainnya.
2. Ushul Fiqih dalam Bahasa Arab
Dalam bahasa Arab, "ushul" berarti dasar atau prinsip, dan "fiqih" berarti
pemahaman atau pemahaman mendalam. Jadi, jika diterjemahkan secara harfiah,
ushul fiqih berarti dasar pemahaman. Dalam konteks bahasa Arab, istilah ini dapat
merujuk pada dasar-dasar pemahaman yang mendalam tentang hukum dan prinsip-
prinsip yang digunakan untuk mengambil keputusan yang tepat.

B. Saran
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan
senantiasamengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih
bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat bagi kita semua

17
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin Amir, 2009 Ushul Fiqih, Cet. 4, Percetakan Prenda Media Group, Jakarta
Sumber : https://chat.openai.com/c/d21f5a01-08b8-476a-afb0-a8573bb08d13
Sumber:https://kumparan.com/pengertian%20ushlfiqh-ruang-lingkupnya
20xP0V8LolH/full
Ali Zainuddin, 2010, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia.
Sinar Grafika, Jakarta
Azhary Tahir M, 2003, Hukum Islam : Sebuah Tulisan, Ind HillCo, Jakarta
Zahrah Abu Muhammad, Saefullah Ma’shum 2008 : Pustaka Firdaus, Jakarta
Syarifuddin Amir, 1997, Ushul Fiqh Jilid 1. Logos Wacana Ilmu, Jakarta
Zahra Abu Muhammad, 2008, Ushul Fiqih: Pustaka Firdaus, Jakarta
Zahra Abu Muhammad., (diterjemahkan dari Ushul al-Fiqh, oleh Saefullah Ma’shum, dkk).
2008 Pustaka Firdaus, Jakarta
Effend Satria, 2015 Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai