2 Dimi : 2020504052
TAHUN AJARAN2021/2022
Page | 1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah telah mencurah limpahkan rahmat dan inayah-Nya kepada saya
sehingga saya biasa menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa, sholawat serta salam
semoga selalu terlimpah curah kepada junjunan Nabi besar Muhammad SAW. Saya
bersyukur akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun saya mengetahui
pasti banyak kekurangan di dalamnya.
Makalah saya kali ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur dari mata kuliah Fiqih
Muamalah yang diampu oleh bapak Ahmad Nizam, S.Ag, M.H.I berkat beliau kami bisa
menggali lebih dalam mengenai materi konsep dasar fiqih muamalahselesainya makalah saya
kali ini tidak lepas dari berbagai bantuan makalah-makalah yang ada di internet dan berbagai
patokan yang telah disampaikan oleh dosen saya.
Dibalik itu semua, saya menyadari bahwa banyak kesalahan yang terdapat dalam
makalah ini, baik itu dari segi materi tata bahasa, maupun struktur kepenulisan. Oleh Karena
itu, saya sangat menerima berbagai saran maupun pendapat dari pembaca semua agar saya
bias membuat makalah yang lebih baik lagi kedepanya.
Akhir kata, saya berharap semoga makalah ini dapat menginspirasi dan juga
bermanfaat bagi pembaca semua, dan khususnya dapat bermanfaat bagi penulis pula. Aamiin
yaa robbal alamiin.
Palembang, 28 Agustus
Penulis
Page | 2
A. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar kehidupan manusia diisi dengan aktivitas muamalah (ibadah dalam
arti luas), dan selebihnya sebagian kecil waktunya diisi dengan aktivitas ibadah (ibadah
dalam arti sempit yaitu ibadah ritual, seperti : shalat, puasa, zakat, haji). Tidaklah mungkin
Allah SWT Yang Maha Tahu melepaskan kendali aspek muamalah begitu saja tanpa ada
aturan dari-Nya. Dengan demikian ajaran Islam yang lengkap dan menyeluruh ini sebagian
besar mengatur tentang muamalah. Para Sahabat dan para Ulama menegaskan pentingnya
memahami muamalah atau mempelajari fiqh muamalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fiqih muamalah?
2. Bagaimana pembagian fiqih muamalah?
3. Apa saja ruang lingkup fiqih muamalah?
4. Bagaimana fiqih muamalah dan sistem ekonomi Islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa pengertian atau analisa fiqih muamalah
2. Untuk mengetahui bagaimana pembagian dari fiqih muamalah
3. Untuk mengetahui apa ruang lingkup fiqih muamalah
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan fiqih muamalah dan sistem ekonomi Islam
Page | 3
PEMBAHASAN
Istilah Fiqh Muamalat ini, terangkai dari dua kata yanki Fiqh dan Muamalat.
1
Kata Fiqh berasal dari ( )فقه>ا – يفق>ه – فقهyang artinya pengetahuan dan pemahaman
tentang sesuatu. 2Makna ini dipertegas oleh Abi al-Husan Ahmad, bahwa kata fiqh
menunjuk pada maksud sesuatu atau ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, setiap ilmu
yang berkaitan dengan sesuatu disebut fiqh. 3Secara etimologis, kata fiqh juga
berarti “kecenderungan dalam memahami sesuatu secara mutlak”‖ atau” mengetahui
sesuatu, memahami, dan menanggapi secara sempurna”.
4
Begitu juga Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan kata fiqh secara bahasa
adalah al-fahmnu (pemahaman), baik pemahaman secara holistik maupun parsial.
5
Kata Fiqh pada mulanya digunakan oleh orang Arab untuk menyebutkan seseorang
yang ahli dalam mengawinkan unta, dan yang mampu membedakan unta betina
yang sedang birahi dengan unta betina yang sedang bunting. Ungkapan fahlun
faqihan, sebagai julukan bagi seseorang yang ahli dalam masalah unta, merupakan
kata umum yang digunakan di kalangan mereka. Dari ungkapan ini dapat diyakini
bahwa Fiqh berarti pengetahuan dan pemahamn yang mendalam tentang sesuatu.6
Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu, yaitu
pengertian muamalah Dalam arti luas dan dalam arti sempit.
1
Dedi Supriyadi, M.Ag., Sejarah Hukum Islam, Dari Kawasan Jazirah Arab Sampai Indonesia,
(Bandung:CV. Puataka Setia, 2007), h.20-21.
2
Sya’ban Muhammad Isma’il, al-Tasyri’ al- islamiy mashadihuru wa athwaru, (Kairo al-Nahdah
al-Misriyah, 1985), h.10.
3
Abi al-Husan Ahmad, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Juz IV, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997), h.442.
4
Umar Shihab, al-Qur’an dan Kekenyalan Hukum, (Semarang: Dina Utama, 1993), h.28., Lihat
juga, Abu Bakar Aceh, Ilmu Fiqih Islam Dalam Lima Madzhab, (Jakarta: Islamic Reseach Institute,
1997), h.11.
5
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, Juz 1. h. 33.
6
Ahmad Hasan, Pintu Itjihad Tertutup, (Bandung: slaman, 1994), h.1.
7
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Bogor: Kencana, 2003), cet. Ke-1, hlm.175.
8
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), cet.ke-2, hlm.vii
Page | 4
Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu”menghasilkan duniawi supaya
menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawary”.9
a. Menurut Hudhari Byk uang dikutip oleh Hendi Suhendi, “muamalah adalah
semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”.12
b. Menurut Rasyid Ridha, “muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu
yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan”.13
9
Lihat al-Dimyati, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, t.th), hlm.2.
10
Lihat Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam,
(Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986),hlm.1.
11
Ibid.
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 2.
13
Ibid
14
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah,...hlm, vii.
Page | 5
B. Pembagian Fiqih Muamalah
Menurut Ibn Abidin yang dikutip oleh Hendi Suhendi, Fiqih muamalah terbagi
menjadi lima bagian15, yaitu:
Ibn Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas
sehingga masalah munakahat termasuk salah satu bagaun fiqih muamalah, padahal
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yitu fiqih munakahat. Demikian
pula tirkah, (harta peninggalan atau warisan) juga termasuk bagian fiqih muamalah,
padahal tirkah telah dijelaskan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqih mawaris.
Pendapat al-Fikri yang juga dikutip oleh Hendi Suhendi16 menyatakan bahwa
muamalah dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut:
15
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,... hlm.3.
16
Ibid, hlm.3. Lihat pula Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,
2006), cet. Ke-3, hlm.17.
Page | 6
Muamalah al-adabiayah adalah aturan-aturan Allah yang berkaitan dengan
aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat dilihat dari segi subjeknya, yaitu
manusia sebagai pelakunya. Dengan demikian, maksud muamalah adabiyah itu
antara Kain berkisar dalam kerelaan Sari kedua bela piham yang melangsungkan
akad, dan ijab kabul.
Page | 7
Sesuai dengan pembagiam muamalah, sebagaimana telah dijelaskan di atas,
maka ruang lingkup fiqih muamalah juga terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup
muamalah madiyah dan adabiyah.
Page | 8
1) Ijab kabul
2) Saling meridhai
3) Tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak
4) Hak dan kewajiban
5) Kejujuran pedagang
6) Penipuan
7) Pemalsuan
8) Penimbunan
Dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitanya
dengan peredara harta dalam hidup bermasyarakat.17
17
Lihat Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, hlm. 5. Lihat pula Rahmat, Fiqh Muamalah, hlm. 17 –
18.
Page | 9
Diskursus relasi antara Fiqh Muamalah dengan ekonomi Islam berkutat
diantara perdebatan apakah Fiqh Muamalah lebih awal dari pada Ekonomi Islam
perspektif science (sebagai Ilmu)? Apakah ekonomi Islam lahir setelah para sarjana
Muslim membukukan pembahasan Fiqh Muamalah? Ataukah pembahasan ekonomi
Islam lebih besar cakupannya dengan Fiqh Muamalah karena bukan hanya
membahas sisi hukum dan etika? Dan masak banya lagi perdebatan lainnya. Di sini,
menarik untuk mengutip analisis Dr. H. Abbas Arfan, Lc., M.H.,18perihal hubungan
antara Fiqh Muamalah dengan ekonomi Islam sebagaimana berikut:
18
Dr. H. Abbas Arfan, Lc., M.H., 99 Kaidah Fiqih Muamalah Kuliyah, (Malang: UIN Maliki
Press, 2013), 99-102.
Page | 10
menetapkan kriteria kebolehan dan larangan tergantung fenomena dan fakta yang
dihadapi.
Menurut Monzer Khaf, suatu perbedaan harus ditarik antara berbagai bagian
dari hukum Islam yang memahami fiqh muamalah dengan ekonomi Islam. Bagian
yang disebut pertama (Fiqh Muamalah) menetapkan kerangka di bidang hukum
untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan (ekonomi Islam), sedangkan
yang disebut belakangan (ekonomi Islam) mengkaji proses dan pengulangan
kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam
masyarakat muslim. Menurutnya, ekonomi Islam dibatasi oleh hukum dagang Islam,
tetapi itu bukan satu-satunya pembatas mengenai kajian mengenai ekonomi tersebut.
Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai pengaruh, atau
bahkan lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem
hukum sendiri. Tidak adanya pembedaan fiqh muamalah dengan ekonomi Islam
seperti itu merupakan sumber lain dari kesalahan konsep dalam literatur mengenai
Ekonomi Islam. Beberapa buku menggunakan alat-alat analisis fiqh dalam ekonomi,
sedangkan buku-buku yang lain mengkaji ekonomi Islam dari perspektif fiqh.
Sebagai contoh, teori konsumsi kadang-kadang berubah pernyataan kembali ke
hukum Islam mengenai beberapa jenis makanan dan minuman, bukan kajian
mengenai perilaku konsumen terhadap sejumlah barang konsumsi yang tersedia, dan
teori produksi diperkecil maknanya sebagai kajian tentang hak pemilik dalam Islam
yang tidak difokuskan pada perilaku perusahaan sebagai unit produksi. Hal ini yang
tidak menguntungkan dalam membahas ekonomi Islam dalam peristilahan fiqh
muamalah adalah bahwa rancangan seperti itu, pada dasarnya terpecah-pecah,
parsial dan kehilangan keterkaitan secara menyeluruh dengan teori ekonomi yang
menjadi mainstream.
“pada tiga dasawarsa terakhir ini fiqh muamalah mendapat arti penting yang
lebih besar dengan lahirnya ilmu ekonomi Islam dengan institusi perbankan dan
asuransi Islam. Ilmu ekonomi Islam terkait dengan fiqh muamalah secara erat.
Bukan pada fase dalam perjalanan ilmu ini mencari bentuk dimana ia dianggap
sebagai cabang fiqh muamalat. Walaupun kemudian pandangan itu tidak dapat
dibenarkan. Namun hal ini menunjukan betapa pentingnya fiqh muamalah bagi
Ekonomi Islam, khususnya menyangkut perbankan dan asuransi Islam.
Page | 11
Kedua, join fungsi antara fiqh muamalah dengan ekonomi Islam. Dalam hal
ini, adalah formulasi terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi dan ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan kesejahteraan publik. Contoh yang sangat baik
untuk dikemukakan dalam hal ini adalah kebijakan fiskal dan perbendaharaan
negara (bayt al-mal). Secara historis kebijakan fiskal dan perbedaan negara dalam
Islam mengalami evolusi sejak masa Rosulullah SAW sampai beberapa generasi
berikutnya dan hingga sekarang kajian di bidang ini tetap mendapat perhatian yang
sangat signifikan. Sumbangan teoritas dalam bidang ini sangat berarti bagi
penguatan baik fiqh muamalah maupun ekonomi Islam. Meskipun kedua disiplin
keilmuan tersebut akan melihat dari sudut kajian yang berbeda, tetapi dapat dilihat
dengan adanya joint function keduanya dalam bidang ini. Dengan melihat joint
function antara fiqh muamalah dengan ekonomi islam yang begitu akomodatif,
sehingga ada beberapa penulis menyamakan fiqh muamalah dengan ekonomi Islam.
Qodri Azizy misalnya, menyatakan bahwa yang benar adalah bahwa ekonomi Islam
merupakan fiqh muamalah atau cabang dari ilmu fiqh atau ilmu keIslaman, bukan
cabang dari ilmu ekonomi sekuler. Oleh karena itu, masalah keterkaitan antara fiqh
muamalah dengan ekonomi Islam muncul bagi orang yang berpandangan bahwa
antara fiqh muamalah dengan ekonomi Islam adalah tidak sama dan tidak muncul
bagi mereka yang berpendapat sebaliknya (yaitu menyamakan antara antara fiqh
muamalah engan ekonomi Islam), sebab tidak ada perbedaan dari segi objek
material.
Ketiga, fungsi yang mendukung fiqh,dalam hal ini, adalah suatu fungsi
dalam rangka membentuk faqih (pakar fiqh) sampai pada pemahaman terhadap
peraturan syariah yang semestinya dalam khasus-khasus tertentu, dimana faktor-
faktor ekonomi dapat berperan dalam menentukan diantara beberapa aturan yang
mungkin lebih relevan untuk diterapkan dari pada yang lain. Sebagaimana dipahami
bahwa ketentuan-ketentuan syariah adalah dalam rangka merealisasikan
kemaslahatan (istislah atau consideration of public interest). Ekonomi Islam
diharapkan dapat memainkan peran penting dalam merealisasikan kemaslahatan
tersebut dalam konteks istihsan. Operasionalisasinya dapat dilihat apabila dalam
kasus perdagangan internasional, misalnya GATT, AFTA, WTO, ekonomi Islam
dalam kerangka istihsan dapat memberikan pandangan yang berguna bagi faqih
untuk menentukan sikap antara meratifikasi atau tidak perjanjian dagang
internasional tersebut.
Page | 12
KESIMPULAN
Page | 13
DAFTAR PUSTAKA
1. Dedi Supriyadi, M.Ag., Sejarah Hukum Islam, Dari Kawasan Jazirah Arab Sampai
Indonesia, Bandung:CV. Puataka Setia, 2007.
2. Sya’ban Muhammad Isma’il, al-Tasyri’ al- islamiy mashadihuru wa athwaru, Kairo
al-Nahdah al-Misriyah, 1985.
3. Abi al-Husan Ahmad, Mu’jam Maqayis al-Lughah, Beirut: Dar al-Fikr, 1997.
4. Umar Shihab, al-Qur’an dan Kekenyalan Hukum, Semarang: Dina Utama, 1993,
Abu Bakar Aceh, Ilmu Fiqih Islam Dalam Lima Madzhab, Jakarta: Islamic Reseach
Institute, 1997.
5. Ahmad Hasan, Pintu Itjihad Tertutup, Bandung: slaman, 1994.
6. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, Bogor: Kencana, 2003.
7. Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
8. al-Dimyati, I’anah al-Thalibin, Semarang: Toha Putra, t.th.
9. Abdul Madjid, Pokok-Pokok Fiqih Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam,
Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986.
10. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
11. Ibid, Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
12. Abbas Arfan, Lc., M.H., 99 Kaidah Fiqih Muamalah Kuliyah, Malang: UIN Maliki
Press, 2013.
13. Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, Kencana, Jakarta, 2010.
Page | 14