Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

PENGERTIAN FIQH, IBADAH, MUAMALAH, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN


FIQH IBADAH DAN MUAMALAH, DASAR HUKUM FIQH IBADAH DAN
MUAMALAH SERTA KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Ibadah dan Muamalah pada
Program Studi Pendidikan agama Islam

Dosen Pengampu :

Husnan Sulaiman, S. Ag, M. Pd


NIDN : 2123077101

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Ira Fadhillah Rahma 22210032
Nur Sukma 22210005
Pitri Rahmawati 22210006
Risma Nopia 22210015
Siti Nurjamilah 22210030
Syifa Azzahra 22210039
Wilsya Warisa Sa’diah 22210009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MUSADDADIYAH GARUT
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan hidayah-Nya
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “PENGERTIAN
FIQH, IBADAH, MUAMALAH, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FIQH
IBADAH DAN MUAMALAH, DASAR HUKUM FIQH IBADAH DAN
MUAMALAH SERTA KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM” dengan baik.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber informasi

bagi pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata

kuliah Fiqh Ibadah dan Muamalah Bapak Husnan Sulaiman, S. Ag, M. Pd yang

telah membantu memfasilitasi, memberi masukan dan mendukung penyusunan

makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat dengan semaksimal mungkin, tidak menutup

kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik

dan saran yang konstruktif dari pembaca sekalian. Semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Garut, 8 Oktober 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................7

C. Tujuan Penulisan .........................................................................................7

D. Manfaat Penulisan .......................................................................................7

E. Sistematika Penulisan ..................................................................................8

F. Metode Penulisan ........................................................................................8

BAB II KAJIAN TEORITIS ..............................................................................10

A. Pengertian Fiqh, Ibadah, dan Muamalah ...................................................10

B. Persamaan dan Perbedaam Fiqh Ibadah dan Muamalah ...........................20

C. Dasar Hukum Fiqh Ibadah dan Muamalah ...............................................26

D. Tujuan dan Urgensi Fiqh Ibadah dan Muamalah dalam Syari’at Islam ....32

E. Kedudukan Fiqh Ibadah dan Muamalah dalam Islam ...............................39

BAB III KESIMPULAN .....................................................................................43

A. Kesimpulan ...............................................................................................43

B. Saran ..........................................................................................................45

C. Rekomendasi .............................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................47

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang
paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini antara lain karena Fiqih terkait langsung
dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan meninggal dunia
manusia selalu berhubungan dengan Fiqih. Fiqih adalah pengetahuan tentang
hukum syara yang bersifat amaliyah yang diperoleh dari dalil- dalil terperinci.1

Demikian besar fungsi yang dimainkan oleh Fiqih, maka tidak


mengherankan jika di perguruan tinggi atau Universitas terdapat Fakultas Hukum
yang didukung oleh para ahli bidang Hukum yang amat banyak jumlahnya.
Keadaan Fiqih yang demikian itu nampak inheren atau menyatu dengan misi agama
Islam yang kehadirannya untuk mengatur kehidupan manusia agar tercapai
ketertiban dan keteraturan, dengan Rasulullah SAW. sebagai aktor utamanya yang
melaksanakan aturan-aturan hukum tersebut. Karena wahyu, yaitu cara
memperoleh dan mengetahui kehendak Tuhan secara langsung, terhenti semenjak
meninggalnya Nabi Muhammad SAW. syariah yang terungkap secara sempurna
pada prinsipnya lantas menjadi statis dan bersifat kekal.

Mengapung sebagai tanda jasad awang-awang masyarakat Muslim, serta


terpisah dari arus dan pergantian wahyu, ia pun tampil sebagai cita-cita (Idealisme)
yang keabsahannya berlaku abadi, dan masyarakat harus mengejar cita-cita itu.2

Zainuddin Ali mengemukakan bahwa kata Fikih (Fikih dalam bahasa


Indonesia) secara etimologis artinya paham, pengertian dan pengetahuan. Fikih
secara terminologis adalah hukum-hukum syara' yang bersifat praktis (Amanah)
yangdiperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.3

1
Abdullah Jarir, Ushul Fiqh Perbandingan, (Serang: Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018), h.13.
2
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 295-297.
3
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah, (Serang: Media Madani, 2018), h.

1
JIka fikih dihubungkan dengan perkataan ilmu, maka disebutlah ilmu Fikih.
Ilmu Fikih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma
dasar dan ketentuan- ketentuan yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang direkam di dalam kitab-kitab hadis. Pengertian ini
menunjukkan, bahwa antara Syariah dan Fikih, mempunyai hubungan yang sangat
erat, yaitu dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Kedua istilah dimaksud yaitu Syariat Islam dan Fikih Islam. Di dalam
kepustakaan Hukum Islam berbahasa Inggris, Syariat Islam diterjemahkan dengan
Islamic Law, sedangkan Fikih Islam diterjemahkan dengan Islamic Jurisprudence.

Muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama segi bahasa dan kedua dari segi
istilah, secara bahasa, Muamalah berasal dari kata: “Yuaamilu-Muamalatan” sama
dengan wazan “Faa'ala- Yufaa'ilu”, artinya saling berbuat, dan saling
mengamalkan. Menurut istilah Syara', Muamalah ialah kegiatan yang mengatur hal-
hal yang berhubungan dengam tata cara hidup sesama manusia untuk memahami
kebutuhan sehari-hari. Kemudian muamalah dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu pengertian Muamalah dalam arti luas dan muamalah dalam arti sempit.
Definisi Muamalah dalam arti luas, dijelaskan oleh para ulama sebagai
berikut:
1. Al-Dimyati seperti dikutip oleh Hendi Suhendi berpendapat, bahwa Muamalah
adalah menghasilakan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawi.
2. Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa Muamalah adalah peraturan-
peraturan Allah SWT. yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat
untuk menjaga kepentingan manusia.4
Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit didefinisikan oleh para
ulama antara lain sebagai berikut:
1. Hudhori Beyk mengatakan bahwa “Muamalah adalah semua akad yang
membolehkan manusia saling menukar manfaatnya".
2. Menurut Idrus Ahmad, bahwa muamalah adalah aturan- aturan Allah SWT. yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan

4
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 3.

2
alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang baik.
3. Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara yang telah ditentukan.5
Dengan demikian, jelas bahwa Fikih Muamalah adalah Fikih yang
membahas masalah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan cara yang ditentukan, seperti jual beli, sewa menyewa, upah mengupah,
pinjammeminjam, bagi hasil dalam bercocok tanam.
Dalam pandangan ilmuan muslim. Hukum Islam bukanlah sebuah
pengkajian yang berdiri sendiri atau empiris. Hukum Islam adalah aspek praktis
doktrin sosial dan keagamaan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW bagi
umat Islam generasi awal hampir-hampir tidak ada perbedaan antara sesuatu yang
bersifat legal dan sesuatu yang bersifat keagamaan. Dalam Al- qur'an dan Sunnah,
kedua hal ini saling berkait dan berhubungan. Namun dalam perkembangan
selanjutnya, kedua hal ini dibedakan menjadi pengkaljian keagamaan (Kalam,
Ushuludin, Teologi), dan pengkajian Hukum (Fikih secara literal berarti
pemahaman) Yurisprudensi (Ilmu Hukum).
Fikih Muamalah (Hukum Perdata Islam) merupakan salah satu dari
himpunan Hukum Islam. Fikih Islam terdiri atas6 :

1. Fikih Ibadah yang mengatur tentang peribadatan yaitu mengatur


hubungan antara manusia dengan Tuhannya.

2. Fikih Munakahat, mengatur hubungan kekeluargaan, seperti nikah,


talak, hak dan kewajiban suami istri, dan sebagainya.

3. Fikih Muamalah, mengatur hubungan manusia dengan manusia yang


menyangkut tentang benda, serta hak dan kewajiban manusia satu sama
lainnya.

4. Fikih Dauli, mengatur tentang cara hubungan negara atau dalam istilah
hukum positif disebut hukum internasional.

5. Fikih Mura'faat, mengatur tentang cara penyelesaian perkara di depan

5
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 9.
6
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 10.

3
pengadilan, yang disebut hukum positif dengan hukum acara.
Dalam arti umum, Fikih Muamalah mencakup segala hal yang berhubungan
antara manusia dengan sesamanya, baik Munakahat maupun Fikih Dauli, Murafaat,
Mawaris dan lain sebagainya. Fikih Muamalah yang dimaksud disini adalah
berkaitan antar manusia dengan manusia yang menyangkut tentang harta benda
serta hak dan kewajiban manusia antara satu dengan yang lainnya.7
Dalam KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah), Akad adalah
kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih untuk
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu. Akad dilakukan
berdasarkan asas sebagai berikut :
1. Ikhtiyari/sukarela, setiap akad dilakukan atas kehendakpara pihak, terhindar
dari keterpaksaan karena tekanansalah satu pihak atau pihak lain.
2. Amanah/menepati janji, setiap akad wajib dilaksanakan oleh para pihak sesuai
dengan kesepakatan yang ditetapkan oleh yang bersangkutan dan pada saat
yang sama terhindar dari cedera janji.
3. Ikhtiyati/kehati-hatian, setiap akad dilakukan dengan pertimbangan yang
matang dan dilaksankan secara tepat dan cermat.
4. Luzum/tidak berubah, setiap akad dilakukan dengan tujuan yang jelas dan
perhitungan yang cermat, sehingga terhindar dari praktik spekulasi atau maisir.
5. Saling menguntungkan, setiap akad diakukan untuk memenuhi kepentingan
para pihak sehingga tercegah dari praktik manipulasi dan merugikan salah satu
pihak.
6. Taswiyah/kesetaraan, para pihak dalam setiap akad memiliki kedudukan yang
setara, dan mempunyai hak dankewajiban yang seimbang.
7. Transparansi, setiap akad dilakukan dengan pertanggungjawaban para pihak
secara terbuka.
8. Kemampuan, setiap akad dilakukan sesuai dengan kemampuan para pihak,
sehingga tidak menjadi bebanyang berlebihan bagi yang bersangkutan.
9. Taisir/kemudahan, setiap akad dilakukan dengan cara saling memberi

7
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 10.

4
kemudahan pada masing-masing pihak untuk dapat melaksanakannya sesuai
dengan kesepakatan.
10. Iktikad baik, akad dilakukan dalam rangka menegakkan kemaslahtan, tidak
mengandung unsur jebakan dan perbuatan buruk lainnya.
11. Sebab yang halal, tidak bertentangan dengan hukum, tidakdilarang oleh hukum
dan tidak haram.
12. Al-hurriyah (kebebasan berkontrak).
13. Al-kitabah (tertulis).8
Akad dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang berarti: Janji; perjanjian;
kontrak; Misal akad jual beli, akad nikah. Akad juga bisa disebut dengan Kontrak
yang mempunyai makna : perjanjian, menyelenggarakan perjanjian (Dagang,
Bekerja, dan lain sebagainya). Misal, kontrak antara penulis dan penerbit”. Dalam
Kamus Lengkap Ekonomi ditetapkan bahwa : Contract (Kontrak) merupakan:
“suatu perjanjian legal yang bisa dikerjakan antara dua pihak atau lebih. Suatu
kontrak mencakup kewajiban untuk kontraktor yang bisa ditetapkan seteknik lisan
maupun tertulis. Sebagai contoh, perusahaan memiliki perjanjian guna memasok
produk ke perusahaan lain pada waktu tertentu dan ukuran tertentu. Kedua belah
pihak akan terikat untuk menepati perjanjian mereka dalam penjualan dan
pembelian dari barang.
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup secara timbal balik antar
sesama makhluk hidup dalam mencukupi kebutuhan hidup. Artinya, bahwa
manusia tersebut tidak akan dapat bertahan hidup tanpa adanya interaksi dengan
makhluklain. Manusia yang memiliki sifat ketergantungan antara sesama manusia
umumnya meliputi segala aspek kehidupan terutama dalam hal perjanjian dan
kontrak. Unsur ketergantungan itulah yang membuat manusia akan saling
membutuhkan antara satu dengan yang lain. Dalam hal ini contohnya adalah adanya
saling membutuhkan dalam bentuk perkongsian atau disebut juga dengan
kerjasama. Kerjasama yang dimaksud dapat meliputi beberapa hal bentuk sesuai
dengan yang dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan.

8
PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Depok: Kencana, 2017), h. 15-22.

5
Bagi hasil adalah merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Didalam usaha tersebut
diperjanjikan ada pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapatkan antara
kedua belah pihak atau lebih.
Bagi hasil dalam sistem syariah merupakan ciri khusus pada Ekonomi Islam,
dan didalam aturan Syariah yang berkaitan dengan pembagian bagi hasil usaha
ditentukan terlebuh dahulu pada awal terjadinya kontrak (Akad). Besarnya
penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan
bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An Taradhin)di masing-masing
pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Hal menarik dari adanya penelitian yang peneliti lakukan di komunitas tani
sabana mandiri di Kelurahan Sukatani Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang
adalah pada dasarnya tersusun atas sebab akibat bahwa terdapat banyak seluk-beluk
permasalahan yang timbul pada operasional kerjasamanya. Penyebab yang pertama
adalah adanya perbedaan wawasan dari latar belakang pendidikan dimana pemilik
dana modal memiliki latar pendidikan tinggi sedangkan untuk pekerja berlatar
belakang dari tingkat tamatan SD hingga SMP. Hal demikian memicu adanya
perilaku pemanfaatan tenaga kerja yang tidak sportif. Tidak sportifnya adalah
seorang mudharib atau pengelola (pekerja). yang memiliki pengetahuan yang
terbatas mudah untukdimanfaatkan oleh pemilik lahan. Kedua, adanya pemanfaatan
dari kerjasama itu mengakibatkan adanya kontrak kerjasama yangtidak jelas, dalam
artian tidak ada bentuk akad tertulis baik secara autentik ataupun akta dibawah
tangan.
Ketiga, mengapa seorang pengelola turut menanggung adanya kerugian hasil
pertanian, padahal tidak ada ketentuan atauaturan baku yang dapat digunakan untuk
membuktikan itu, sehubungan dengan itu tadi tidak ada kontrak tertulis baik dalam
menanggung kerugian ataupun pembagian hasil yang setimpal Inilah yang seakan
menimbulkan samar-samar dan tidak jelas dalam seluk-beluk dari operasional
ataupun mekanisme kerjanya.9

9
Ahmad Farroh Hasan, Fikih Muammalah dari Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN-Maliki
Malang Pers, 2018 ), h. 21

6
Untuk itu berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan diatas maka
makalah ini akan membahas mengenai “PENGERTIAN FIQH, IBADAH,
MUAMALAH, PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FIQH IBADAH DAN
MUAMALAH, DASAR HUKUM FIQH IBADAH DAN MUAMALAH
SERTA KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa pengertian fiqh, ibadah, dan muamalah ?
2. Apa persamaan dan perbedaan fiqh ibadah dan muamalah ?
3. Apa dasar hukum fiqh ibadah dan muamalah ?
4. Apa tujuan dan urgensi fiqh ibadah dan muamalah dalam Syariat Islam ?
5. Bagaimana kedudukan fiqh ibadah dan muamalah dalam islam ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penyusunan dalam pembahasan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian fiqh, ibadah, dan muamalah
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan fiqh ibadah dan muamalah
3. Untuk mengetahui dasar hukum fiqh ibadah dan muamalah
4. Untuk mengetahui tujuan dan urgensi fiqh ibadah dan muamalah dalam Syariat
Islam
5. Untuk mengetahui kedudukan fiqh ibadah dan muamalah dalam islam
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini ditinjau dari dua aspek yaitu
teoritis dan praktis. Dengan demikian diharapkan penelitian tersebut dapat
menghasilkan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
• Sebagai referensi bagi semua pihak khususnya Mahasiswa Sekolah Tinggi
Agama Islam Al-Musaddadiyah Garut untuk mengetahui pengertian fiqh,
ibadah, muamalah, persamaan dan perbedaan fiqh ibadah dan muamalah,

7
dasar hukum fiqh ibadah dan muamalah serta kedudukannya dalam islam.
• Sebagai sumber dan bahan masukan bagi penulis lain untuk menggali lebih
dalam tentang fiqh ibadah dan muamalah di Indonesia dan Dunia.
2. Manfaat Praktis
• Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum
pada umumnya dan Hukum Islam pada khususnya.
• Untuk mengetahui konsepsi korupsi dalam perspektif Hukum Islam.
• Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis di bidang
Hukum Islam.
E. Sistematika Pemulisan
Sistematika Penulisan Sitematika penulisan merupakan metode atau urutan
yang digunakan dalam menyusun sebuah tulisan. Berikut ini merupakan
sistematika penulisan dari penyusunan makalah ini.
BAB I PENDAHULUAN
Bab I membahas tentang latar belakang masalah dari
makalah yang dibuat, rumusan masalah, tujuan penulisan,
serta sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORITIK

Bab II menjelaskan tentang teori-teori yang berkaitan


dengan topik makalah yang dibuat.

BAB III ANALISIS ISI

Bab III menjelaskan tentang analisis isi yang berkaitan


dengan topik makalah yang dibuat.

BAB IV PENUTUP

Bab IV berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan


pembahasan topik makalah disertai dengan saran yang
membangun.

8
F. METODE PENULISAN
Penulisan ini adalah penulisan kualitatif yang termasuk ke dalam jenis
penulisan literatur (literature research). Dalam penulisan literatur penulis
mengkaji konsep yang terdapat dalam berbagai sumber tertulis sesuai
dengan pertanyaan penulisan. Dengan demikian, teknik pengumpulan data
dilakukan dengan cara membaca buku-buku atau referensi terkait. Metode
yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Dengan metode
analisis isi, setiap data tertulis akan di analisis dan dimasukan ke dalam
kategori- kategori yang penulis tetapkan. Dengan metode ini, “Ruang
Lingkup Fiqh Ibadah dan Muamalah, Fungsi dan Tujuan serta Prinsip-
prinsip Fiqh Ibadah dan Muamalah dalam Islam” akan dihimpun, dikaji,
dan dikategorisasikan sesuai dengan tujuan penulisan.

9
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Fiqh, Ibadah, dan Muamalah

❖ Pengertian Fiqh
Kata fikih merupakan kata serapan dari bahasa arab yang diambil
dari kata ‫ فقه‬-‫ يفقه‬-‫ فقه‬yang berarti faham dan mengerti, baik atas hal-hal
yang kelihatan maupun yang tersembunyi.10 Allah SWT berfirman dalam
surah Hud ayat 91,

ُ ‫ض ِع ْيفًا َۗولَ ْو ََل َر ْه‬


َ‫طك‬ َ ‫ْب َما نَ ْفقَهُ َكثِي ًْرا ِ ِّم َّما تَقُ ْو ُل َواِنَّا لَنَ ٰرىكَ فِ ْينَا‬
ُ ‫شعَي‬ ُ ‫قَالُ ْوا ٰي‬
]91[ : ‫علَ ْينَا ِبعَ ِزيْز هود‬ َ َ‫لَ َر َج ْم ٰنكَ َۖو َما ٓ اَ ْنت‬

Mereka berkata, "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa
yang kamu katakan”. [QS. Hud: 91] Allah SWT juga berfirman,
‫سبِِّ ُح بِ َح ْمدِه َو ٰل ِك ْن‬ ۗ
َ ُ‫ض َو َم ْن فِي ِْهنَّ َوا ِْن ِ ِّم ْن ش َْيء ا ََِّل ي‬ُ ‫س ْب ُع َو ْاَلَ ْر‬
َّ ‫سمٰ ٰوتُ ال‬ َّ ‫سبِِّ ُح لَهُ ال‬
َ ُ‫ت‬
َ ‫سبِ ْي َح ُه ۗ ْم اِنَّه كَانَ َح ِل ْي ًما‬
‫غفُ ْو ًرا‬ ْ َ‫ََّل تَ ْفقَ ُه ْونَ ت‬

“Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi
kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. [QS. Al-Isra’: 44]
Sebagian ulama juga menambahkan bahwa kata fikih secara bahasa
berarti memahami sesuatu secara mendalam dan tidak hanya sekedar tahu.
Jika seseorang mengatakan ‫( فقهت كالمك‬aku mengerti perkataanmu) maka
orang tersebut benar-benar memahami maksud dan tujuan perkataan lawan
bicaranya.11
Menurut terminologi, seperti mana yang diungkapkan oleh
mayoritas ulama, fikih adalah:

‫س َب ِة ِم ْن أَ ِدلَّ ِت َها الت َّ ْف ِص ِل َّية‬


َ َ‫اَ ْل ِع ْل ُم ِب ْاْلَحْ ك َِام الش َّْر ِع َّي ِة اَ ْل َع َم ِل َّي ِة اَ ْل ُم ْكت‬

10
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam al-Wasīṭ, jil. 2 (Kairo: Maktabah al-Syuruq al-
Daulīyah, 2004), h. 698.
11
Wizarah al-Awqaf wa al-Syu`un al-Islamīyah al-Kuwaitīyah, Al-Mausū’ah al-Fiqhīyah al-
Kuwaitīyah, jil. 1 (Kuwait: Dar Al-Salasil, 1427H), cet. 2, h. 12.

10
Ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan amal perbuatan
yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci.12

Ibnu khaldun menjelaskan bahwa pengetahuan tentang hukum-hukum


Allah swt. tentang amal perbuatan manusia dalam term kewajiban, larangan,
anjuran, makruh dan mubah yang didapatkan dari al-Qur`an dan hadis serta dalil-
dalil lainnya sehingga ketika lahir konklusi hukum atas sebuah perbuatan
berdasarkan dalil maka itulah fikih.13

Pengertian ini menunjukkan bahwa fikih secara garis besar bermuara pada
perilaku dan tindak-tanduk manusia yang dapat dilihat secara kasat mata. Baik
dalam konteks vertikal atau hubungan dengan Sang Pencipta maupun dalam
konteks horizontal atau hubungan sesama manusia.
Fikih yang diartikan dengan pemahaman ini tidak hanya terbatas pada
mengetahui hukum perbuatan, tetapi lebih dari itu, fikih juga berarti memahami
sumber-sumber hukum, pendeduksian dalil, ‘illah hukum, maqāṣid hukum,
sumber-sumber hukum dan hal-hal substantif lainnya yang berkaitan dengan
hukum.14

Pengertian dan definisi fiqh sendiri pada awalnya mencakup seluruh


dimensi hukum syariat Islam, baik yang berkenaan dengan, masalah akidah, akhlak,
ibadah, maupun yang berkenaan dengan masalah muamalah. Sebagaimana yang
ditunjukkan dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 122.

َ ‫َو َما كَانَ ا ْل ُمؤْ ِمنُ ْونَ ِليَ ْن ِف ُر ْوا ك َۤافَّ ۗةً فَلَ ْو ََل نَفَ َر ِم ْن ُك ِ ِّل فِ ْرقَة ِ ِّم ْن ُه ْم‬
‫ط ۤا ِٕىفَةٌ ِلِّيَتَفَقَّ ُه ْوا فِى‬
َ‫ال ِ ِّد ْي ِن َو ِليُ ْنذ ُِر ْوا قَ ْو َم ُه ْم اِذَا َر َجعُ ْٓوا اِلَي ِْه ْم لَعَلَّ ُه ْم يَحْ ذَ ُر ْون‬

“Tidak sepatutnya orang-orang mukmin pergi semuanya (ke medan perang).


Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi (tinggal
bersama Rasulullah) untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan memberi

12
Ali Bin Muhammad al-Jurzani, Kitāb al-Ta’rīfāt (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmīyah, 1983), cet.
1, h. 168.
13
Muhammad Ustman Syabir, Al-Madkhal Ilā Fiqh al-Mu’āmalāt al-Mālīyah (Oman: Dar al-
Nafa`is, 2010), cet. 2, h. 10.
14
Muhammad Ustman Syabir, Al-Madkhal, h. 10.

11
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya.”15

Dari beberapa definisi diatas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa fiqih
memiliki dua pengertian :

1. Pertama, dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan bahwa fiqih adalah
sebuah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat.

‫ش ْر ِع َّي ِة ا َ ْلعَ َم ِل َية‬


َّ ‫ا َ ْل ِع ْل ُم ِبااْألَحْ َك ِام ال‬
“Mengetahui hukum-hukum syara’ yang amaliyah”16

Definisi ini menggambarkan bahwa fikih adalah sebuah lapangan ilmu


pengetahuan yang kajiannya seputar permasalahan syariat yang bersifat furu’iyah
dan berdasarkan atas dalil-dalil tafsili (perinci). Karena ia merupakan pengetahuan
yang digali melalui penalaran dan istidlal (penggunaan dalil) oleh si mujtahid atau
para ulama (fuqoha), maka ia dapat saja menerima perubahan atau pembaruan,
karena tuntutan ruang dan waktu.

Contoh yang sangat jelas adalah bahwa al-Syafi’i memiliki qaul qodim
(pendapat terdahulu) dan qaul jadid (pendapat kemudian) akibat tuntutan ruang
yang berbeda, yaitu perpindahan beliau dari Baghdad ke Mesir. Dalam konteks
Islam Indonesia, hal ini akan tampak pada kajian tentang Hukum Islam Indonesia
yang merupakan penjabaran fiqih dalam konteks Indonesia.

2. Kedua, fiqih dilihat dari sebuah objek kajian pengetahuan, yakni hukum fiqih
itu sendiri, pengertian ini memandang bahwa fiqih adalah suatu rangkaian atau
himpunan hukum syariat yang memiliki dasar atau dalil yang terperinci,
pengertian ini adalah sebagaimana yang dipahami dalam istilah para ulama
ahli fiqih (fuqaha).

15
Departemen Agama RI, AlQuran dan Terjemahannya, Tim perbaikan dan Penyempurnaan
Alquran, Jakarta 1993. hlm. 301.
16
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra, 1997,
hlm. 4

12
‫عةُ اْألَحْ كا َ ِم ْال َم ْش ُر ْوع َّي ِة فِى اْ ِإل ْسالَ ِم‬
َ ‫َمجْ ُم ْو‬
“Himpunan hukum-hukum amaliyah yang disyariatkan dalam islam.”

Dilihat dari objek hukumnya, fiqih terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti : taharah,
sholat, puasa, haji, zakat, nazar dan sumpah, serta segala sesuatu
bentuk ibadah yang berkaitan langsung antara manusia dengan
tuhannya.
2. Hukum-hukum mu’amalah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan
dengan hubungan antarmanusia atau hubungan manusia dan
lingkungan sekitarnya baik yang bersifat kepentingan pribadi
maupun kepentingan umum, seperti hukum-hukum perjanjian
dagang, sewa menyewa, dan lain-lain.
Dengan demikian berdasarkan pengertian yang bermacam-macam
itu dapat dipahami bahwa Fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari
bermacam-macam syariat atau hukum islam dan berbagai macam aturan
hidup bagi manusia, baik yang bersifat individu maupun yang berbentuk
masyarakat sosial.
❖ Pengertian Ibadah

Ibadah berasal dari kata Arab ibadah (jamak: ibadat) yang


berarti pengabdian, penghambaan, ketundukkan, dan kepatuhan. Dari
akar kata yang sama kita mengenal istilah 'abd (hamba, budak) yang
menghimpun makna kekurangan, kehinaan, dan kerendahan. Karena
itu, inti ibadah ialah pengungkapan rasa kekurangan, kehinaan dan
kerendahan diri dalam bentuk pengagungan, penyucian dan syukur
atas segala nikmat. Kata 'abd diserap ke dalam bahasa Indonesia
menjadi abdi, seorang yang mengabdi dengan tunduk dan patuh kepada
orang lain. Dengan demikian, segala bentuk sikap pengabdian dan

13
kepatuhan merupakan ibadah walaupun tidak dilandasi suatu
keyakinan.17

Kata "Ibadah" menurut bahasa berarti "taat, tunduk,


merendahkan diri dan menghambakan diri". Adapun kata "Ibadah"
menurut istilah berarti penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya
untuk mencapai keridhoan Allah dan mengharap pahala-Nya di
akhirat.”18

Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukkan atau penghambaan


diri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk
kegiatan manusia di dunia ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan
menghamba hanya kepada Allah. Jadi, semua tindakan mukmin yang
dilandasi oleh niat tulus untuk mencapai ridha Allah dipandang sebagai
ibadah. Makna inilah yang terkandung dalam firman Allah :

‫س ِإالَّ ِل َي ْعبُدُ ْون‬ ِ ْ ‫لج َّن َو‬


َ ‫اإل ْن‬ ِ ْ‫َوما َ َخلَ ْقتُ ا‬

“Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-


Ku”. (Al-Dzariyat: 56).19

Dengan demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan


sepanjang hari dan malam tidak terlepas dari nilai ibadah, termasuk tindakan
yang dianggap sepele, seperti senyum kepada orang lain. Atau bahkan
tindakan yang dianggap kotor atau tabu jika dituturkan kepada orang lain,
seperti buang hajat, melakukan hubungan seks, dan lain-lain. Beberapa
sahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang pahala shalat, puasa, dan
sedekah. Rasulullah saw. juga bersabda, "Seseorang muslim yang menanam

17
Nurcholis Madjid, Islam: Doktrin dan peradaban (Jakarta: Yayasan wakaf Paramadina, 1992).
Hal. 63 dalam buku yunasril Ali. Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah, (Jakarta: Zaman, 2012).
Hal. 5.
18
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta:UII Press, 1998). Hal. 5.
19
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam.., Hal. 5.

14
pohon atau tumbuhan lain, kemudian buahnya dimakan burung, orang atau
binatang ternak, semua itu menjadi sedekah baginya.”20

Fikih ibadah mengkaji masalah hubungan hamba dan Allah, seperti


shalat, puasa, haji, zakat dan ibadah-ibadah lainnya. Tujuan dari ibadah ini
adalah mendekatkan diri kepada Allah, menjalankan perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya, mengharapkan ridha dari-Nya, dan dijauhkan dari
api neraka. Pada fikih ibadah ini ulama memposisikan akal tidak mampu
dengan sendiri memahami makna dan tujuan hakiki disyariatkannya ibadah,
karena ibadah merupakan kategori ghair ma'qul al-ma'na (tidak bisa dicerna
oleh akal). Pada bagian ini, ulama tidak dapat melakukan ijtihad, meskipun
mereka memahami tujuan dan ilat suatu ibadah tidak bisa dijadikan analogi
untuk proses ijtihad Allah menurunkan kewajiban ibadah dan Nabi
menjelaskan secara rinci tentang ibadah itu. Sementara manusia diwajibkan
untuk melaksanakannya. Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi dua
bagian, yaitu ibadah mahdhah (murni) dan ibadah ghayr mahdhah (tidak
murni).

1. Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhah yaitu ibadah yang tidak boleh diubah-ubah, hanya


mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan Allah, seperti berdoa, berdzikir,
shalat, puasa, (khawf), takut, harap (raja), dan sebagainya. 21 Ibadah
mahdhah ini terbagi pada dua bagian, yaitu:

a. Ibadah batin (qalbiyyah), terbagi pada dua macam, yaitu:


1). Tauhid kepada Allah, yaitu keimanan atau keyakinan bahwa tidak
ada Tuhan selain Allah, dan tidak yang berhak disembah, diabdi,
dan diibadahi kecuali Dia.
2). Amalan hati ('amal al-qalb), yaitu mencintai-Nya, mengharap ridha-
Nya, mengagungkan-Nya, membutuhkan-Nya, takut kepada- Nya,

20
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam.., Hal. 6.
21
Ibrahim, Mukhtashar al-fiqh..., 20.

15
ikhlas kepada-Nya, sabar dengan segal takdir-Nya, menjauhi
larangan-Nya, dan sebagainya.
b. Ibadah zahir (badaniyyah), juga terbagi pada dua macam, yaitu:
1). Ibadah perkataan (al-'ibadah al- qawliyyah), seperti mengucapkan
dua kalimat syahadat, bertakbir, bertasbih, membaca al-Quran,
membaca shalawat, berdoa, memberi nasihat, memberikan
pengajaran, dan sebagainya.
2). Ibadah perbuatan (al-'ibadah al- fi'liyyah), seperti shalat, puasa, haji,
umrah, jihad, menuntut ilmu, zakat, sedekah, menyembelih
hewan, dan sebagainya.
2. Ibadah Ghayr Mahdhah
Ibadah ghayr mahdhah yaitu setiap perkataan dan perbuatan yang
aslinya bukan perkataan dan perbuatan syariat asli, akan tetapi perkataan
dan perbuatan itu berubah menjadi ibadah disebabkan oleh niat yang baik
(al-niyyah al-shalihah). Ibadah ghayr mahdhah ini terbagi pada tiga macam,
yaitu:

a. Mengerjakan yang diwajibkan dan dianjurkan (fi'l al-wajibat wa al-


mustahabbat), seperti berbuat baik kepada kedua orangtua,
silaturahmi, mendamaikan orang yang berselisih, memberi nafkah
pada keluarga, memuliakan tamu, memberikan pinjaman bebas
bunga (gardh al- hasan), hadiah, senyum, memberikan nasihat, dan
perkataan atau perbuatan baik lainnya. Bila perkataan atau perbuatan
baik diniatkan karena Allah, maka menjadi bernilai ibadah.
b. Meninggalkan yang haram dan makruh karena Allah, yaitu seperti
meninggalkan gosip (ghibah), adu domba (namimah), meninggalkan
zina, mencuri, menipu, sogok menyogok, dan semua dilakukan
dengan niat karena Allah, karena takut kepada Allah, dan karena
hanya mengharap ridha-Nya, maka perbuatan demikian menjadi
bernilai ibadah.
C. Mengerjakan yang mubah karena Allah, seperti jual beli, makan,
minum, tidur, mandi, dan sebagainya. Bila semuanya dilakukan

16
dengan niat karena Allah, maka perbuatan yang mubah ini menjadi
bernilai ibadah.22
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwasannya ibadah adalah
segala sesuatu yang diridhai dan disenangi oleh Allah SWT baik berupa
perbuatan, perkataan , maupun bisikan dalam hati. Berdasarkan
pengertian fiqih dan ibadah maka cakupan fiqih ibadah meliputi hukum
syari'at yang menyangkut seluruh aktivitas seorang hamba yang
dilakukan karena mengharap keridhaan Allah SWT.
❖ Pengertian Muamalah
Kata muamalah ( ‫ )المعامالت‬yang kata tunggalnya muamalah (‫)المعاملة‬
yang berakar pada kata ‫ عا َ َم َل‬secara arti kata mengandung arti “saling
berbuat”atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti
“hubungan antara orang dan orang”.23Muamalah secara etimologi sama
dan semakna dengan al-mufa’alah (‫علَ ْة‬
َ ‫ ) اَ ْل ُمفَا‬yaitu saling berbuat. Kata
ini, menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan
masing-masing.24Atau muamalah secara etimologi itu artinya saling
bertindak, atau saling mengamalkan. Secara terminologi, muamalah
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti
luas dan dalam arti sempit.

Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu “menghasilkan


duniawi supaya menjadi sebab suksesnya masalah ukhrawy".25Menurut
Muhammad Yusuf Musa yang dikutip Abdul Madjid: "Muamalah
adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam
hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.”26

22
Ibrahim, Mukhtashar al-fiqh..., 21.
23
Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet. Ke-1, hlm. 175
24
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke-2, hlm. vii.
25
Lihat al-Dimyati, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, t.th). hlm. 2.
26
Lihat Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Isla. (Bandung:
IAIN Sunan Gunung Jati, 1986), hlm. 1.

17
"Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan Allah
untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan
kehidupan".27 Jadi, pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-
aturan (hukum-hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya
dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.

Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), di


definisikan oleh para ulama sebagai berikut:

• Menurut Hudhari Byk yang dikutip oleh Hendi Suhendi,


"muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia
saling menukar manfaatnya".28
• Menurut Rasyid Ridha, "muamalah adalah tukar menukar
barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang
telah ditentukan".29
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pengertian
muamalah dalam arti sempit (khas) yaitu semua akad yang
membolehkan manusia saling menukar manfaatnya dengan cara-cara
dan aturan-aturan yang telah ditentukan Allah dan manusia wajib
mentaati-Nya.

Adapun pengertian fiqh Muamalah, sebagaimana


dikemukakan oleh Abdullah al-Sattar Fathullah Sa'id yang dikutip oleh
Nasrun Haroen yaitu "hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan
manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan, misalnya dalam
persoalan jual-beli, utang-piutang, kerja sama dagang, perserikatan,
kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa-menyewa".30

27
Ibid
28
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 2.
29
Ibid
30
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,...hlm. vii.

18
Manusia dalam definisi di atas maksudnya ialah seseorang yang telah
mukalaf, yang telah dikenai beban taklif, yaitu yang telah berakal,
balig dan cerdas.

Menurut Ibnu Abidin yang dikutip oleh Hendi Suhendi, fiqh muamalah terbagi
menjadi lima bagian,31 yaitu :

1. Mu’awadhah Maliyah (Hukum Kebendann)


2. Munakahat (Hukum Perkawinan)
3. Mukhashamat (hukum acara)
4. Amanat dan Ariyah (Pinjaman)
5. Tirkah (Harta Peninggalan)

Ibn Abidin adalah salah seorang yang mendefinisikan muamalah secara luas
sehingga masalah munakahat termasuk salah satu bagian fiqh muamalah, padahal
munakahat diatur dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh munakahat. Demikian
pula tirkah, (harta peninggalan atau warisan) juga termasuk bagian fiqh muamalah,
padahal tirkah telah dijelaskan dalam disiplin ilmu tersendiri, yaitu fiqh mawaris.

Pendapat al-Fikri yang juga dikutip oleh Hendi Suhendi32 me- nyatakan
bahwa muamalah dibagi dua bagian sebagai berikut:

1. Al-Muamalah al-Madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objeknya,


sehingga sebagian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah
ialah muamalah bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah
benda yang halal, haram, dan syubhat untuk diperjualbelikan, benda-
benda yang memudaratkan, dan mendatangkan kemaslahatan bagi
manusia, serta segi-segi yang lainnya.
2. Al-Muamalah al-Adabiyah, yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara
tukar-menukar benda yang bersumber dari pancaindra manusia, yang

31
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,...hlm. 3.
32
Ibid, hlm. 3. Lihat Pula Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), cet. Ke-
3, hlm. 17.

19
unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya
jujur, hasud, dengki, dan dendam.

Muamalah al-madiyah yang dimaksud al-Fikri ialah aturan- aturan yang


ditinjau dari segi objeknya. Oleh karena itu, jual beli benda bagi muslim bukan
hanya sekadar memperoleh untung yang sebesar-besarnya, tetapi secara vertikal
bertujuan untuk memperoleh rida Allah dan secara horizontal bertujuan untuk
memperoleh keuntungan sehingga benda-benda yang diperjualbelikan akan
senantiasa dirujukkan (dikembalikan) kepada aturan-aturan Allah. Benda-benda
yang haram diperjualbelikan menurut syara' tidak akan diperjualbelikan, karena
tujuan jual beli bukan semata untuk memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk
mencari rida Allah.

Muamalah al-adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang berkaitan dengan


aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat dilihat dari segi subjeknya, yaitu
manusia sebagai pelakunya. Dengan demikian, maksud muamalah adabiyah itu
antara lain berkisar dalam kerelaan dari kedua belah pihak yang melangsungkan
akad, dan ijab kabul. Pembagian muamalah diatas dilakukan atas dasar kepentingan
teoritis semata, sebab dalam praktiknya kedua bagian muamalah tersebut tidak
dapat dipisah-pisahkan.33

Dengan demikian dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa


muamalah adalah aturan-aturan syari’ah yang berkaitan dengan perkara-perkara
duniawi. Yang berarti hukum-hukum syara' yang mengatur hubungan antar manusia
didunia dalam segala bidang.

B. Persamaan dan Perbedaan Fiqh Ibadah dan Muamalah


Ruang lingkup pembahasan fiqh sangat luas sekali, ia mencakup pembahasan
tentang hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan diri
pribadinya, atau manusia dengan masyarakat sekitar. Ilmu fiqh mencakup

33
Lihat Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 5. Lihat Pula Rahmat. Fiqh Muamalah, hlm. 17-18.

20
pembahasan tentang kehidupan dunia hingga akhirat, urusan agama atau pun negara
serta sebagai peta kehidupan manusia di dunia dan di akhirat.

Untuk tujuan tersebut, hukum-hukum fiqh sangat terkait dengan segala


aktifitas yang dilakukan oleh seorang mukallaf, baik berupa ucapan, tindakan, akad,
atau transaksi lainnya.34 Oleh karena itu, Fiqh berdasarkan sifatnya terbagi menjadi
dua ;

Pertama adalah Fiqh Ibadah, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan


hubungan antara hamba (manusia) dengan Allah Swt. di bidang peribadahan murni.
Kedua, Fiqh Muamalah, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan hubungan antara
manusia dengan manusia lainya, dengan hewan, tumbuhan dan makhluk Allah Swt.
lainnya di alam raya. Pembagian ini terkait dengan sifat dari fiqh ibadah yang
berbeda dengan fiqh muamalah, jika fiqh ibadah harus ada dalil yang
memerintahkannya, sementara fiqh muamalah bebas dilakukan sampai ada
larangannya.35

Secara lebih spesifik fiqh ibadah meliputi semua perbuatan yang berkaitan
dengan Thaharoh, Shalat, Puasa, Zakat, Haji, Qurban, Nadzar, Sumpah dan semua
perbuatan manusia yang berhubungan dengan Tuhannya. Adapun fiqh muamalah
meliputi semua bentuk kegiatan transaksional seperti; deposito, jual beli, pidana,
perdata antar sesama manusia baik secara individu maupun lembaga bahkan
negara.36

Fiqh ibadah dan fiqh muamalah adalah dua cabang utama dalam ilmu fiqh atau
hukum Islam. Meskipun keduanya memiliki perbedaan, namun juga memiliki
persamaan. Berikut adalah persamaan dan perbedaan antara fiqh ibadah dan fiqh
muamalah :

a. Persamaan fiqh ibadah dan muamalah

34
https://kataterapiqu.wordpress.com/2008/11/06/fiqh-ibadah-dan-muamalah/
35
Abd Misno. Fiqh Muamalah Al-Maaliyah Hukum Ekonomi dan Bisnis Syariah.
36
Wahbah. Z, Kitab “Fiqhul islami wa adalatih” (Damaskus: Maktabah Darul Fikr, 2005)

21
Setiap perbuatan manusia selalu berimplikasi pada akhirat, tidak ada perbuatan
manusia yang hanya di dunia dan hanya di akhirat semata. Setiap perbuatan
manusia pastinya akan dicatat sebagai amalan dan berakibat pada dosa atau pahala
dan implikasinya pada surga ataupun neraka. Jadi baik fiqih ibadah maupun
muamalah memiliki implikasi di dunia maupun di akhirat.

Pemahaman umat tentang fiqih ibadah untuk amalan akhirat dan fiqih
muamalah untuk urusan dunia saja menjadi rancu ketika melihat pemahaman ayat
“wama kholaqtul jinna wall insa illa liya`budun” (Q.S Adz-dzaariyat 56). Dalil ini
harus difahami sebagai bentuk pemberitahuan bahwa setiap aktifitas akan dinilai
sebagai ibadah, jika baik akan diberi imbalan berupa pahala dan akan berimplikasi
pada surga (jannah), jika buruk akan diberi balasan dosa dan akan berimplikasi pada
neraka (nar). Jadi sesungguhnya pemisahan perbuatan di dunia semata dan akhirat
semata kurang tepat dalam agama tetapi semua perbuatan itu selalu berdampak di
dunia dan akhirat.

Adapun persamaan antara fiqh ibadah dan fiqh muamalah adalah sebagai
berikut :

• Konsep multi akad: Keduanya memiliki konsep multi akad, yaitu konsep
yang berkaitan dengan akad atau perjanjian dalam hukum Islam.
• Prinsip hukum: Keduanya juga memiliki prinsip-prinsip hukum yang sama,
seperti prinsip keadilan, kemaslahatan, dan kemudahan.
• Sumber hukum: Keduanya juga memiliki sumber hukum yang sama, yaitu
Al-Quran, Hadits, Ijma', dan Qiyas.
• Tujuan : Tujuan dari keduanya adalah untuk mencapai kemaslahatan dan
kebahagiaan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat.
• Keseimbangan: Keduanya juga harus dijaga keseimbangannya, antara
kepentingan dunia dan akhirat, serta antara dalil naqli dan dalil aqli.
• Praktek ibadah : Keduanya merupakan tergolong kedalam ibadah kepada
Allah Swt. yang di anjurkan oleh Nabi Muhammad Saw.37

37
Fathul A Aziz. Fiqh Ibadah Versus Fiqh Muamalah. Vol. 7. No. 2. 2019. Hal 248 - 250

22
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwa persamaan fiqh ibadah
dan muamalah ialah keduanya memiliki konsep multi akad artinya memiliki akad
atau perjanjian dalam hukum islam. memiliki prinsip hukum yang sama, sumber
hukum keduanya dari Al-Quran, Hadits, Ijma dan Qiyas, tujuan keduanya untuk
mencapai puncak kejayaan di dunia dan akhirat, dianjurkan untuk menjaga
keseimbangan antara keduanya, dan tergolong kevdalam cara ibadah umat islam
b. Perbedaan fiqh ibadah dan muamalah

Menurut pendapat Rais Syuriyah PBNU, KH Afifuddin Muhajir


menjelaskan adanya perbedaan antara fiqih ibadah dan fiqih muamalah.
Fiqih ibadah adalah fiqih yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-
nya, sedangkan fiqih muamalah merupakan fiqih yang mengatur hubungan
antar sesama manusia. "Fiqih ibadah dan fiqih muamalah memiliki prinsip-
prinsip yang berbeda. Salah satu prinsipnya, fiqih ibadah mengatur
hubungan hamba dengan Tuhannya dalam beribadah sesuai dengan perintah
Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan fiqih muamalah yang dilihat dari
muamalah itu bukan bungkus melainkan substansi," kata Kiai Afifudin
Muhajir dalam Focus Group Discussion dengan tema Rekonstruksi Fikih
Zakat dari Dimensi Ibadah menuju Muamalah, di IAIN Jember, Jawa Timur,
Rabu (8/1).38

Adapun perbedaan nya antara lain :

• Ibadah sifatnya konstan/tetap. Artinya ibadah yang ada pada hari ini
sama persis seperti yang diturunkan pada zaman Rasul. Tidak ada
perubahan sedikitpun. Sementara muamalah sifatnya fleksibel, berubah
sesuai dengan kondisi waktu. Contoh, pada zaman Nabi jual beli
mengunakan cara barter, kemudian pada masa Umar bin Khatab
menggunakan emas dan perak. Pada hari ini kita bukan hanya
menggunakan uang kertas, bahkan digital. Islam mengakomodir boleh
bertransaksi dengan metode apapun, tidak ada kewajiban cara khusus,

38
https://www.nu.or.id/nasional/kiai-afifudin-muhajir-jelaskan-perbedaan-fikih-ibadah-dan-
muamalah-26PdJ

23
tapi berubah sesuai dengan kesepakatan. Dapat mengikuti
perkembangan zaman tetapi tetap sesuai dengan dalil yang ada.
• Dalam ibadah tidak bisa berkembang dan sifatnya statis dalam kondisi
apapun tidak boleh berubah. Contohnya ibadah sholat, tidak boleh
berkurang jadi 3 waktu, tetap harus dikerjakan 5 waktu. Sementara
muamalah sifatnya dinamis, dapat berkembang pada beberapa aktivitas
dan sangat dinamis. Islam hanya mengatur akad jual belinya, sedangkan
teknisnya tidak diatur semua diserahkan pada mekanisme pasar.
• Ibadah bersifat khusus atau eksklusif. Ibadah tidak boleh dilakukan oleh
non muslim, ibadah hanya bisa dilakukan oleh seorang muslim, seperti
puasa, sholat, zakat, haji, dan lainnya.
• Kalau muamalah sifatnya universal, bisa dilakukan oleh siapapun,
bahkan dengan yang berbeda agama. Rasul melakukan jual beli dengan
orang Yahudi, Nasrani, bahkan orang yang tidak punya agama.
Muamalah tidak membatasi ruang antar agama, tapi antar agama dan
bangsa.
• Ibadah dalilnya dijelaskan sangat rinci. Contohnya, dalam ibadah haji
lokasi dan tempat dan tata cara sudah ditentukan semua. Tidak boleh
ada yang mengubahnya. Muamalah dalil tidak rinci, hanya diberikan
pedoman umum. Prinsipnya dijelaskan secara umum, karena memang
Allah tahu kehidupan akan berubah, maka yang diberikan pedoman
umum. Ini hikmah terbesar dalilnya tidak rinci seperti ibadah.
• Dalam ibadah peluang ijtihad (perbedaan pendapat) para ulama sempit
dan terbatas. Karena semua sudah lengkap. Sedangkan dalam
muamalah, peluang ijtihad para ulama sangat luas, karena dalil umum
sekali.
• Dalam hukum asal, Fiqh ibadah memiliki asal hukum keharaman,
sedangkan fiqh muamalah memiliki asal hukum kebolehan.
• Fiqh ibadah berkaitan dengan aspek ritual ajaran Islam, seperti shalat,
puasa, zakat, haji, dan lainnya. Fiqh muamalah berkaitan dengan
hubungan sesama manusia dalam hal kepemilikan, harta, jasa, dan

24
pertukaran lainnya.
• Fatwa dalam fiqh ibadah didasarkan pada kehati-hatian, sedangkan
fatwa dalam fiqh muamalah didasarkan pada aspek kemudahan.
Dalam mengatur hubungan sesama manusia, baik dalam hal
kepemilikan, harta, jasa, dan pertukaran lainnya, maupun dalam aspek ritual
ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya, fiqh ibadah dan
muamalah memiliki peran yang penting dalam kehidupan umat Islam.39
Konsekuensi tidak mengerti fiqih adalah ibadah bisa saja menjadi tidak
sah. Karena salah dalam pelaksanannya. Karena itu sangat penting memahami
ilmu fiqih bagi generasi muslim. Karena ilmu fiqih adalah di antara ilmu syar'i
yang harus dipelajari sebagai tata cara beribadah kepada Allah Swt.
Ilmu fiqih diperlukan karena akan menjelaskan semua cara interaksi yang
benar terhadap wahyu, baik dari Al-Qur'an maupun dari hadis. Dengan kata lain,
ilmu fikih akan menjelaskan bagaimana beribadah yang benar.
Fiqih juga sangat diperlukan sebagai panduan utama saat menjalankan
ibadah maupun muamalah (interaksi sosial) dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu
fiqih juga memandu seorang Islam saat mempelajari dan mengamalkan perintah
serta menjauhi larangan.
Kalo kita ditanya, seberapa penting ilmu fiqih bagi seorang muslim? maka
jawabnya adalah sangat penting. Karena dalam Islam, semua ada aturannya.
Sholat ada aturanya. Wudhu ada aturannya. Mandi wajib ada aturanya. Nikah
ada aturanya. Puasa juga ada aturanya, dan masih banyak lagi.
Kalau aturan ini tidak dipahami dan dijalankan sesuai ilmu fiqih atau kaidah
fiqh, maka konsekuensinya ibadahnya bisa menjadi tidak sah. Secara arti, ilmu
fiqih adalah ilmu dengan hukum-hukum syariat atas suatu perbuatan yang
diambil dari dalil- dalil yang terperinci. Fiqh diperkuat ilmu ilmu Ushul Fiqih,
yaitu ilmu dengan kaidah-kaidah dan pembahasan- pembahasan yang dapat
menghasilkan hukum-hukum syariat dari dalil-dalil yang terperinci.40

39
https://ummaswadaya.com/?p=1543
40
https://kalam.sindonews.com/read/909367/69/pentingnya-mengerti-fiqih-sebagai-panduan-
ibadah-dan-muamalah-1665465040

25
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwa perbedaan fiqh
ibadah dan muamalah, diantaranya : ibadah bersifat tetap sementara muamalah
sifatnya fleksibel bisa berubah sesuai perkembangan zaman, di dalam ibadah
tidak bisa berkembang dan sifatnya statis tidak boleh ada perubahan sedikitpun
adapun muamalah bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai kegiatan yang
dilakukan, agama islam hanya mengatur akad jual beli nya, sedangkan teknis
pelaksanaan nya tidak di atur.
Ibadah bersifat khusus karena tidak boleh dilakukan oleh non muslim.
Tetapi, muamalah bersifat universal artinya boleh dilakukan oleh siapa saja baik
itu muslim maupun non muslim. dalil ibadah lebih rinci di bandingkan dengan
dalil muamalah, di dalam ibadah peluang ijtihad para ulama hanya sedikit
berbeda dengan muamalah peluang ijtihad nya sangat luas atau bebas. Fiqh
Ibadah berkaitan dengan aspek ritual tertuju langsung kepada Allah Swt.
Sedangkan fiqh muamalah berkaitan dengan manusia antara manusia dalam
aspek jual beli dan lain lain. Fatwa fiqh ibadah berdasarkan fatwa kehati-hatian,
sedangkan fiqh muamalah berdasarkan fatwa kemudahan.

C. Dasar Hukum Fiqh Ibadah dan Muamalah

❖ Dasar Hukum Fiqh Ibadah


Ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim harus bersumber pada Al-Qur'an
dan Sunnah Al-Maqbulah (sunnah yang diterima). Adapun perintah ibadah
sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt.:

َ‫ي َخلَقَ ُك ْم َوا لَّ ِذيْنَ مِ ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْون‬ ُ ‫ٰۤيا َ يُّ َها النَّا‬
ْ ‫س ا ْعبُد ُْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ‬

Artinya: "Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu


dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa."(QS. Al-Baqarah 2:
Ayat 21)

Dasar ilmu fiqh ibadah adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah Al-Maqbulah. As-
Sunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam kajian hadits
Sunnah Al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadits Shahih dan Hadits Hasan. Hal
ini disandarkan pada hadits berikut:

26
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Aku meninggalkan untukmu dua
perkara, kamu tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab
Allah (Al-Qur'an) dan Sunnah Nabi. (Zulkifli, 2013)

1. Al-Qur'an sebagai Dasar Hukum Utama


Dasar hukum atau dalil perintah pelaksanaan ibadah adalah nash Al-Qur'an.
Di dalam Al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang menyatakan perintah kepada
hamba Allah untuk melaksanakan ibadah. Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan
bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam
agama-agama primitif, melainkan sebagai perwujudan rasa syukur atas nikmat
yang telah dikaruniakan Allah atas hamba-hamba-Nya. Ibadah yang diterima
harus didasarkan pada ketauhidan, keikhlasan, dan sesuai syariat Islam. Sumber
syariat yang pertama adalah Al-Qur'an. Oleh karena itu, dasar hukum beribadah
yang pertama adalah ayat-ayat Al-Qur'an. Berikut adalah ayat-ayat yang
memerintahkan hamba Allah untuk beribadah hanya kepada Allah swt.

1. Dalam surat Al-Fatihah ayat 5, Allah swt. berfirman:


‫اِيَّا كَ نَ ْعبُدُ َواِ يَّا كَ نَ ْست َ ِع ْي ُن‬

Artinya: "Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada


Engkaulah kami mohon pertolongan."(QS. Al-Fatihah 1: Ayat 5).

2. Dalam surat Yasin ayat 60, Allah swt. berfirman:


َّ ‫اَلَ ْم ا َ ْع َهدْ اِلَ ْي ُك ْم يبَنِ ٰۤ ْي ادَ َم ا َ ْن َّّل ت َ ْعبُدُوا ال‬
َ ‫شيْطنَ ۚ اِنَّه لَـ ُك ْم‬
‫عدُو ُّمبِيْن‬

Artinya: "Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu


Adam agar kamu tidak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang
nyata bagi kamu."(QS. Ya-Sin 36: Ayat 60).

3. Dalam surat Ghafir ayat 60, Allah swt. berfirman:


َ‫سيَدْ ُخلُ ْونَ َج َهنَّ َم دَا خِ ِريْن‬ َ َ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ادْع ُْونِ ٰۤ ْي ا َ ْست َِجبْ لَـ ُك ْم ۚ ا َِّن الَّ ِذيْنَ يَ ْستَ ْكبِ ُر ْون‬
َ ‫ع ْن ِعبَا دَتِ ْي‬

Artinya: "Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan


Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak

27
mau menyembah-Ku akan masuk ke Neraka Jahanam dalam keadaan hina
dina.""(QS. Ghafir 40: Ayat 60).

4. Dalam surat Az-Zariyat ayat 56, Allah swt. berfirman:


َ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َوا ْ ِّل ْن‬
‫س ا َِّّل ِليَ ْعبُد ُْو ِن‬

Artinya: "Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku."(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56).

5. Dalam surat An-Nahl ayat 36, Allah swt. berfirman:


‫ّللاُ َومِ ْن ُه ْم َّم ْن‬
ٰ ‫غ ْوتَ ۚ فَمِ ْن ُه ْم َّم ْن َهدَى‬ ُ ‫طا‬ َّ ‫ّللا َوا ْجتَنِبُوا ال‬ ُ ‫َولَـقَدْ بَعَثْنَا فِ ْي ُك ِل ا ُ َّمة َّر‬
َ ٰ ‫س ْو ًّل ا َ ِن ا ْعبُدُوا‬
َ‫عا قِبَةُ ْال ُمك َِذ ِبيْن‬
َ َ‫ْف كَا ن‬َ ‫ظ ُر ْوا َكي‬ُ ‫ض فَا ْن‬ َ ْ ‫علَ ْي ِه الضَّللَةُ ۚ فَ ِسي ُْر ْوا فِ ْي‬
ِ ‫اّل ْر‬ َ ‫ت‬ ْ َّ‫َحق‬

Artinya: "Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap
umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut",
kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada
pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di Bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-
rasul)."(QS. An-Nahl 16: Ayat 36)

Ayat-ayat diatas merupakan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an yang


menjelaskan tentang perintah Allah kepada hamba-Nya untuk melaksanakan
ibadah, karena Al-Qur'an diturunkan sebagai pedoman hidup manusia dalam
rangka peningkatan iman dan memperbanyak amal soleh dalam hal ini yakni
ibadah.

2. As-Sunnah sebagai Dasar Hukum Kedua

Dasar hukum kedua adalah melaksanakan ibadah kepada Allah swt.


berdasarkan As-Sunnah atau Al-Hadits. Menurut ulama fiqh, sunnah berarti suatu
perbuatan yang dianjurkan tanpa ada keharusan, dengan gambaran siapa yang
mengerjakan akan mendapatkan pahala, dan bila tidak dikerjakan tidak
mendapatkan dosa.(Mahalli, 2003).

Sedangkan menurut ahli hadits, sunnah adalah segala sesuatu yang tecermin
dari diri Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan (taqrir), sifat sifat lahir

28
maupun batin dan universitasnya, serta setiap hal yang telah ditetapkan dalam
hukum syara' maupun belum. Sedangkan As-Sunnah menurut ulama ushul fiqh
adalah segala sesuatu yang timbul dari Nabi saw., selain Al-Qur'an yang mencakup
perbuatan, perkataan, dan ketetapan atau persetujuan (Taqrir) yang dapat digunakan
sebagai landasan hukum syariat. (Mahali,2003)

Hadis-hadis yang memerintahkan manusia untuk beribadah kepada Allah


adalah sebagai berikut:

a. Hadits dari ibnu Mas'ud sebagai berikut Artinya: "Barangsiapa mati dalam keadaan
menyeru (berdo'a atau beribadah) kepada selain Allah maka ia akan masuk neraka".
(HR.Imam Bukhari).
b. Dari Mu'adz bin Jabal telah berkata: " Saya pernah mengikuti Nabi saw., naik
keledai bersama beliau, beliau bersabda kepada saya,"Wahai Mu'adz! Tahukah
kamu apa yang menjadi tugas dan kewajiban hamba terhadap Allah swt. Dan apa
janji Allah terhadap hamba?".Saya menjawab, 'Allah dan Rasul-Nyalah yang
mengetahui. 'Beliau menjawab, 'Tugas dan kewajiban hamba terhadap Allah adalah
agar beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Dan janji Allah kepada hamba ialah bahwasanya Allah tidak akan menyiksa orang
yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Saya bertanya, 'Ya
Rasulullah! Bolehkah saya menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang?'.
Rasulullah saw. menjawab, 'Janganlah kamu menyampaikan kabar gembira ini
kepada mereka, agar mereka tidak bersifat apatis'." (HR. Imam Bukhari dan Imam
Muslim).41
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dasar hukum fiqh ibadah didasarkan
pada Al-Qur'an dan As-Sunnah atau Al-Hadits. Al-Qur'an menjadi dasar hukum
atau dalil yang utama dalam menentukan suatu hukum yang didalamnya terdapat
ayat-ayat yang memerintahkan untuk melaksanakan ibadah hanya kepada Allah
swt. Dalam hal ini, hukum asal ibadah adalah haram sampai ada dalil dari nash Al-
Qur'an maupun As-Sunnah yang membolehkannya. Sehingga dengan adanya dasar
hukum ini, kita dapat menjalankan ibadah hanya kepada Allah sebagai rasa bentuk

41
https://id.scribd.com/document/453339761/Dasar-Hukum-Fiqih-Ibadah

29
ketundukan dan harapan untuk mencapai ridho Allah swt. Oleh karena itu, dasar
hukum fiqh ibadah adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah.

❖ Dasar Hukum Fiqh Muamalah


1. Pertama, fikih muamalah dibangun atas dasar prinsip-prinsip (asas) yang
bersifat umum. Para ulama sepakat bahwa fikih muamalah dibangun atas dasar
prinsip-prinsip umum dan universal, dimana fikih muamalah ini tidak terlalu
masuk (mengurusi) hal-hal yang sifatnya lebih terperinci. Berikut ini contoh
prinsip-prinsip umum yang dibangun dalam fikih muamalah :
َٰٓ َّ ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا َّل ت َأ ْ ُكلُ َٰٓوا أ َ ْم َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم ِب ْٱلبَطِ ِل ِإ‬
َ ً ‫ّل أَن ت َ ُكونَ تِ َج َرة‬
‫عن ت ََراض ِمن ُك ْم‬

Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama-suka di antara kamu.” (QS.
An-Nisa ayat 29)

ِ ‫ٱّللُ ٱ ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم‬


‫ٱلربَوا‬ َّ ‫َوأ َ َح َّل‬

Artinya :“Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan


riba.” (QS.Al-Baqarah ayat 275)

2. Kedua, pada dasarnya segala hal yang berkaitan dengan muamalah (transaksi)
hukumnya adalah diperbolehkan. Pada dasarnya (hukum asal) dalam hal
ibadah adalah haram sampai ada dalil dari nash baik Al-Qur'an maupun As-
Sunnah yang membolehkannya. Hal ini dikarenakan supaya manusia tidak
membuat-buat sesuatu yang tidak ada (baru) dalam agama tanpa ada dalil yang
mendukungnya. Argumen ketidakbolehan membuat-buat dalam hal agama
yaitu :
‫ي َو ُم ْسلِم‬ ِ ‫ْس مِ ْنهُ فَ ُه َو َرد َر َواهُ ْالبُخ‬
ُّ ‫َار‬ َ ‫ث فِ ْي أ َ ْم ِرنَا َهذَا َما لَي‬
َ َ‫َم ْن أَ ْحد‬

“Barang siapa yang (memulai) membuat sesuatu yang baru dalam urusan
(agama) kami ini yang bukan termasuk bagiaan darinya, maka hal itu tertolak”
(Muttafaq alaih)

30
Berkebalikan dengan ibadah, pada dasarnya (hukum asal) dalam
muamalah adalah diperbolehkan sampai ada dalil yang tegas melarangnya. Hal
ini didukung oleh Al-Qur'an maupun hadits Nabi sebagai berikut:

‫س َّخ َر لَ ُكم َّما فِى‬ ْ َ‫ي ْالفُ ْلكُ فِي ِه ِبأ َ ْم ِر ِه َو ِلت َ ْبتَغُوا مِ ْن ف‬
َ ‫ض ِل ِه َولَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرونَ َو‬ َ ‫س َّخ َر لَ ُك ُم ْالبَ ْح َر ِلت َ ْج ِر‬
َ ‫ّللاُ الَّذِي‬
َّ
ِ ‫ت َو َما فِى ْٱْل َ ْر‬
َ‫ض َجمِ ي ًعا ِم ْنهُ ِإ َّن فِى ذَلِكَ َل َءا َيت ِلقَ ْوم َيتَفَ َّك ُرون‬ ِ ‫س َم َو‬
َّ ‫ٱل‬

Artinya :“Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat


berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari karunia-
Nya, dan agar kamu bersyukur. Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh
dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah)
bagi orang-orang yang berpikir.” (Q.S al-Jasiyah ayat 12-13)

Dalam ayat diatas, Allah menyebutkan nikmat-nikmat-Nya yang diperutukkan


bagi hamba-hamba-Nya baik yang ada di laut maupun di darat supaya mereka
(manusia) berusaha mencari karunia Allah melalui perdagangan dan usaha. (Tafsir
Ibnu Katsir, hal 148)

ُ َ‫ْال ُم ْس ِل ُمونَ ِع ْند‬


‫ش ُروطِ ِه ْم‬

“Orang-orang muslim tergantung syarat-syarat (kondisi) mereka.”(Sahih Bukhari,


hal 92)

Inti dari hadis ini ingin mengatakan bahwa apapun syarat atau aturan yang
diajukan oleh orang muslim dalam berniaga maka harus diikuti selama tidak
bertentangan dengan rel-rel syariat. (Faidh al-Qadir Syarh Bukhari, hal 456)

3. Ketiga, fikih muamalah dibangun atas dasar memperhatikan alasan


dibuatnya hukum serta menjaga kemaslahatan bersama. Jika dalam ibadah
lebih dominan hukum yang dihasilkan adalah taabudi atau ghairu ma’qul al-
ma’na artinya tidak bisa dijangkau oleh akal (irrasional), maka dalam
muamalah lebih cenderung kepada sifatnya ghairu tabbudi atau ma’qul al-
ma’na artinya bisa dijangkau oleh akal (rasional). Argumen yang
mendukung bahwa fikih muamalah cenderung bersifat rasional adalah

31
penelitian. (al-Muwafaqat li as-Syatibi, hal 298).
4. Keempat, fikih muamalah menggabungkan antara sifat yang tegas dan
lentur. Tidak dipungkiri bahwa sebagian hukum-hukum muamalah ada
yang berubah disebabkan berubahnya illat (alasan) sebuah hukum dan juga
maslahat. Namun ada juga sebagian yang hukumnya tetap tidak berubah
seiring berubahnya situasi dan kondisi. Hal ini menunjukkan bahwa fikih
muamalah itu memiliki karakteristik tegas sekaligus lembut.42
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya, dasar hukum fiqh
muamalah ialah dibangun atas dasar prinsip-prinsip (asas) yang bersifat umum.
Kemudian dasar hukum fiqh muamalah juga menggabungkan antara sifat tegas dan
lentur. Oleh karena itu, fiqh muamalah dibangun atas dasar memperhatikan alasan
dibuatnya hukum serta menjaga kemaslahatan bersama. Sehingga pada dasarnya
hukum asal muamalah adalah diperbolehkan sampai ada dalil yang melarangnya.

D. Tujuan dan Urgensi Fiqh Ibadah dan Fiqh Muamalah


a. Tujuan fiqih
Tujuan dari fiqih adalah menerapkan hukum-hukum syari’at terhadap
perbuatan dan ucapan manusia. Karena itu, ilmu fiqih adalah tempat
kembalinya seorang hakim dalam keputusannya, tempat kembalinya seorang
mufti dalam fatwanya, dan tempat kembali seorang mukallaf untuk dapat
mengetahui hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan ucapan dan
perbuatan yang muncul dari dirinya.Yang menjadi dasar dan pendorong bagi
umat islam untuk mempelajari fiqih ialah :

a. Untuk mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam.


b. Untuk mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan
kehidupan manusia
c. Kaum muslimin harus bertafaqquh baik dalam bidang aqaid dan akhlaq
maupun dalam bidang dan muamalat. Oleh karena demikian sebagian kaum

42
Dr. Muhammad Utsman Tsabir, al-Mu’amalah al-Maliyah al-Muashirah fi al-Fiqh al-Islami, hal
18-22

32
muslimin harus pergi menuntut ilmu pengetahuan agama Islam guna
disampaikan pula kepada saudara-saudaranya.
d. Fiqih dalam Islam sangat penting fungsinya karena ia menuntut manusia
kepada kebaikan dan bertaqwa kepada Allah. Setiap saat manusia itu
mencari atau mempelajari keutamaan fiqih, karena fiqih, menunjukkan kita
kepada sunnah Rasul serta memelihara manusia dari bahaya-bahaya dalam
kehidupan. Seseorang yang mengetahui dan mengamalkan fiqih akan dapat
menjaga diri dari kecemaran dan lebih takut dan disegani musuh.43

Sedangkan menurut Wahab Khallaf, tujuan mempelajari Fiqih adalah


mengetahui hukum-hukum Fiqih atau hukum-hukum syar'i atas perbuatan dan
perkataan manusia." Selanjutnya setelah mengetahui tujuannya, yakni agar
hukum Fiqih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, ilmu tentang hukum
Fiqih yang tidak dipraktikkan dalam kehidupan tidak akan akan ada artinya. Ini
selaras dengan nadlaman kitab Zubad:
‫فَ َعا ِل ُم ِبع ِْلمِ ِه لَ ْم يَ ْع َملَن ُم َعذِبُ مِ ْن قَبْل عباد الولن‬

Adapun orang alim yang tidak mengamalkan ilmunya. Maka ia akan


diadzab sebelum para penyembah berhala."44

Dengan demikian dapat dipahami bahwasannya, tujuan fiqih yaitu untuk


memahami hukum-hukum syariat dengan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu, fiqh juga bertujuan untuk menuntut manusia kepada
kebaikan dan ketakwaan terhadap Allah SWT.

b. Tujuan Ibadah
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan
(QS. At-Tin (95): 4); dan manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini
bukan sekedar untuk hidup di dunia tanpa pertanggungan jawab, tetapi

43
http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/225
44
Ibnu Ruslan, Maran Zabad, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t), 4. “Tajudin as-Subki, Jam’ al-jawami,
(Semarang Toba Putera, tt), 52.

33
manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah, hal ini dapat dipahami dari
firman Allah (QS.Al-Mukminun (23): 115)

َ ‫أَفَ َح ِس ْبت ُ ْم أَنَّ َما َخلَ ْق َٰنَ ُك ْم‬


َ‫عبَثًا َوأَنَّ ُك ْم إِلَ ْينَا َال ت ُ ْر َجعُون‬

Artinya: Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan


kamu secara main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak
dikembalikan kepada kami?45

Fiman Allah dalam (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56)

ِ ‫نس إِ َّال ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخ َل ْقتُ ْٱل ِج َّن َو‬
َ ‫ٱإل‬

Artinya: Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia, melain- kan agar
mereka beribadah kepadaku (menyembahku) .

Dapat dipahami, bahwa Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah, maka yang
menarik untuk dipahami adalah apakah tujuan beribadah itu?46

Tujuan pokok beribadah adalah:

❖ Pertama, untuk menghadapkan diri kepada Allah dan mengkonsentrasikan


niat dalam setiap keadaan, agar mencapai derajat yang lebih tinggi
(mencapai taqwa).
❖ Kedua, agar terciptanya suatu kemaslahatan dan menghindarkan diri dari
perbuatan keji dan mungkar; Artinya, manusia itu tidak terlepas dari disuruh
dan dilarang, mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, maka
berlakulah pahala dan siksa, itulah inti dari ibadah.47
Ibadah dalam Islam merupakan suatu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT dan
memiliki fungsi yang sangat bermanfaat bagi manusia. Fungsi ibadah adalah
membentuk manusia muslim yang bertaqwa. Sebagaimana firman Allah SWT:

45
Direktorat Jenderal Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan pembinaan Syari‟ah, Al-
Qur‟an dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, 2010, h. 540
46
Direktorat Jenderal Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syari‟ah, Al-
Qur‟an dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, 2010, h. 862

47
Abror, Khoirul. 2019. Fiqh Ibadah. CV. ARJASA PRATAMA BANDAR LAMPUNG. Hlm. 6-7.

34
َ‫ي َخلَقَ ُك ْم َوالَّ ِذيْنَ مِ ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْون‬
ْ ‫اس ا ْعبُد ُْوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذ‬
ُ َّ‫َٰيٰٓاَيُّ َها الن‬

“Wahai sekalian manusia beribadahlah kepada Tuhan-mu yang menciptakan kamu


dan orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.(QS. Al-Baqarah 2: 21).

Selain itu, Ismail Muhammad Syah menyebutkan dengan mengutip pendapat Abbas
al-Aqqad bahwa tujuan pokok ibadah meliputi:

1. Mengingatkan manusia akan unsur ruhani dalam dirinya, yang memiliki


kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dengan jasmaniyahnya.
2. Mengingatkan manusia bahwa dibalik kehidupan yang fana ini masih ada
lagi kehidupan yang kekal dan abadi.48
Dapat ditarik kesimpulan, tujuan dari ibadah yaitu mendekatkan diri
terhadap Allah SWT dan menjauhi segala perbuatan keji. Selain itu, tujuan lainnya
yaitu untuk mengingatkan kita bahwa dibalik kehidupan yang fana terdapat
kehidupan yang kekal dan abadi.
❖ Tujuan Muamalah

Tujuan dari muamalah itu sendiri adalah terciptanya hubungan yang


harmonis antara sesama manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan
tentram, karena didalam muamalah tersirat sifat tolong menolong yang dalam
ajaran islam sangat dianjurkan.49 Sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an
surah Al-Maidah ayat 2 dijelaskan :

ُ‫ش ِد ْيد‬ َ ‫ّٰللا ۗا َِّن ه‬


َ ‫ّٰللا‬ ِ ‫االثْ ِم َو ْالعُد َْو‬
َ ‫ان َۖواتَّقُوا ه‬ َ ‫علَى ْالبِ ِر َوالت َّ ْق َٰو ۖى َو َال تَعَ َاونُ ْوا‬
ِ ْ ‫علَى‬ َ ‫َوتَعَ َاونُ ْوا‬

Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan


takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”50

Dalam surah Al-Maidah ayat 2 memerintahkan hamba-Nya yang beriman


untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan (al-
birr) dan meninggalkan kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Allah

48
Rohmansyah. 2017. Fiqh Ibadah dan Muamalah. Yogyakarta. Hlm 47-48.
49
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Hlm.15
50
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta : Penerbit Sahifa, 2014)

35
melarang mereka saling mendukung dalam berbuat kejahatan, kebathilan dan
kedholiman dan perkara-perkara.

Menurut Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menilai ayat yang mulia ini
mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun akhirat,
baik antara mereka dengan sesama, ataupun dengan Rabbnya. Sebab seseorang
tidak luput dari dua kewajiban, yaitu kewajiban hablu minallah yakni hubungan
terhadap Allah dan hablu minannas kewajiban sebagai makhluk sosial terhadap
sesamanya.

Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan seseorang dengan


sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling menolong dan persahabatan.
Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka mengharap ridha Allah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya. Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada
kebahagiaan kecuali dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta
ketakwaan yang merupakan inti dari agama ini.51

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan dari


muamalah adalah untuk menciptakan hubungan yang harmonis antar manusia
sehingga menciptakan masyarakat yang tentram.

❖ Urgensi Fiqih Ibadah


Allah menciptaan jin dan manusia adalah untuk beribadah mengabdi kepada
Allah swt:

ِ ‫نس ِإ َّال ِليَ ْعبُد‬


‫ُون‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْٱل ِج َّن َو‬
َ ‫ٱإل‬

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk mengabdi
kepada-Ku”. [QS. Adz-Dzaariyaat: 56]

Bahkan redaksi untuk menunjukkan fungsi dan tujuan penciptaan tersebut dengan
‘‫ إنما‬dan ‫ إّل‬yang menunjukkan ‘terbatas’ yaitu ‘ hanya atau semata’. Karenanya

51
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, Cet ke-I, (Jakarta: Amzah, 2016), Hlm.183

36
semua aktivitas orang beriman jika tidak diniatkan dalam rangka beribadah kepada
Allah, maka berarti keluar dari tujuan penciptaan.

Ada tiga urgensi ibadah berdasarkan ayat tersebut:

1. Identitas Ubudiyah/penghambaan, deklarasi seseorang sebagai hamba Allah


diwujudkan dalam ibadah atau ta’abbudnya. Identitas sebagai hamba Allah
merupakan pembeda antara orang beriman dengan tidak beriman. Dalam
beberapa hadis, Rasulullah menegaskan pentingnya pembeda. Seperti:
“Perbedaan antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah salat”.
(Muttafaqun Alaih). “Perbedaan puasa kita dengan Ahli Kitab adalah
sahur”. (Bukhari)
2. Untuk meraih keberkahan dari setiap aktivitasnya karena selalu disandarkan
dan nawaitu ibadah kepada Allah
۟ ‫ض َو َٰلَكِن َكذَّب‬
‫ُوا‬ ِ ‫س َمآٰءِ َو ْٱأل َ ْر‬ ٍ ‫علَ ْي ِهم بَ َر َٰ َك‬
َّ ‫ت ِمنَ ٱل‬ َ ‫وا َوٱتَّقَ ْو ۟ا لَفَت َ ْحنَا‬
۟ ُ‫ى َءا َمن‬ٰٓ َٰ ‫َولَ ْو أ َ َّن أ َ ْه َل ْٱلقُ َر‬
َ‫وا يَ ْك ِسبُون‬ ۟ ُ‫َفأ َ َخذْ َٰنَ ُهم بِ َما كَان‬
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa
mereka disebabkan perbuatannya". [QS. Al-A'raaf: 96]

Implementasi yang ketara dari iman dan takwa yang disebutkan di ayat
sebagai syarat keberkahan adalah ibadah dalam beragam bentuknya.
3. Untuk menghadirkan sikap tawadu seorang hamba dihadapan sang
Maha...
‫سيَدْ ُخلُ ْونَ َج َهنَّ َم‬ َ َ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ادْع ُْونِ ْٰٓي ا َ ْست َِجبْ لَ ُك ْم ۗا َِّن الَّ ِذيْنَ يَ ْست َ ْكبِ ُر ْون‬
َ ‫ع ْن ِعبَادَتِ ْي‬
َ‫دَاخِ ِريْن‬
“Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-
Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.[QS. Ghaafir:
60].

Dalam hadis qudsi, Allah menegaskan bahwa kesombongan adalah pakaian-


Nya. Sedang hamba tidak layak mengenakannya. Karenanya, ibadah

37
menujukan ketundukan seorang hamba, pengakuan akan kelemahannya di
hadapan sang Maha Kuasa.

Sampai Rasul mengingatkan bahwa seseorang tidak akan masuk surga jika
masih ada kesombongan meskipun hanya sebesar zarah sekalipun.52

Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya urgensi


fiqh ibadah adalah pembeda antara orang yang beriman dan yang tidak,
untuk mendapatkan keberkahan dari setiap aktivitas yang disandarkan
dengan niat ibadah, dan untuk menghadirkan sikap tawadhu manusia
dihadapan Allah SWT.

❖ Urgensi Fiqih Muamalah


1. Kita berada di zaman tak peduli halal atau haram
‫ رواه البخار‬.‫ياتي على الناس زمان اليبالي المرءمااخذ منه امن الجبال ان من الحرام‬
‫ومسلم‬
Akan datang pada manusia suatu zaman, ketika seseorang tidak
peduli akan apa yang dia ambil, apakah Dari yang halal ataukah Dari
yang haram (HR. Bukhari dan Muslim)’.

2. Kita berada di zaman riba merajalela


.‫لياتين على الناس زمان اليبقى منهم أحد اال اكل الرباط فان لم ياكله أصابه من غباره‬
‫رواه ابو داود وابن ماجه‬
Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman, ketika tidak tersisa
seorangpun kecuali pasti makan riba. Yang tidak makan riba pun tetap
terkena debu riba (akibat atau dampaknya) (HR. Abu dawud dan ibnu
majah)

3. Kita tetap wajib mencari yang halal walau zaman rusak53


‫ رواه الطبراني‬.‫طلب الجبال واجب على كل مسلم‬

52
https://asamuslim.id/urgensi-ibadah
53
http://pai.ftk.uin-alauddin.ac.id/artikel/detail_artikel/225

38
Mencari yang halal adalah wajib hukumnya atas setiap Muslim (HR.
Thabrani).

Jadi, pentingnya fiqih mu’amalah yaitu :

❖ Agar kita tahu halal-haramnya muamalah kita


❖ Yang halal adalah baik, dan itulah yang kita kerjakan
❖ Yang haram adalah buruk, dan itulah yang harus kita jauhi.54
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya urgensi
fiqh muamalah ialah dapat membedakan mana yang halal dan yang
haram.sehingga kita dapat memenuhi kebutuhan tanpa memadhorotkan
orang lain.

E. Kedudukan Fiqh dalam Pemikiran Islam


Fiqih menempati posisi penting dalam peta pemikiran Islam.Tidak
berlebihan ketika Schacht mengatakan bahwa hukum Islam menempati
posisi yang sangat sentral dalam rasa keagamaan kaum muslimin. Fiqih
merupakan salah satu produk parexcellence yang pernah dihasilkan
peradaban Islam; ia bukan hasil adopsi apa lagi jiplakan dari Hukum
Romawi (RomanLaw) seperti dikatakan sebagian orientalis, tapi murni
hasil kreativitas intelektual Muslim yang sepenuhnya berakar pada al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Muhammad Abid al-Jabiri
mengatakan bahwa semua upaya yang dilakukan untuk mengaitkan Fiqih
Islam dengan hukum Roma, hanya akan sia-sia.55

Begitu penting dan menonjolnya Fiqih ini, maka tidak heran jika
ada yang mengatakan andaikan saja peradaban Islam bisa diungkapkan
dengan salah satu produknya, maka kita akan menamakannya sebagai
“Peradaban Fiqih”, sebagaimana Yunani diidentikkan dengan

54
https://www.slideshare.net/fissilmikaffah1/01-urgensi-fiqih-plus-penyimpangan-edit-21-feb-
2019
55
Konstruk Epistemologi Islam ,Dr.N irwanSyafr in,dalam Filsafat Ilmu ,Perspektif Barat
dan Islam, Dr.Adian Husaini, et. al. (Jakarta,2013), hlm. 128.

39
“PeradabanFilsafat”. Snouck Hurgronje mengatakan,“Islam is a religion of
law in full meaning of the world.”

Joseph Schacht menyatakan adalah sebuah truism untuk


mengatakan Islam sebagai agama hukum. Menurut H. A. R. Gibb,hukum
Islam (Fiqih) adalah “the epitome of the true Islamic spirit, the most
desiciveexpression of Islamic thought, the essential kernel of Islam. Oleh
karena itu, banyak peneliti Islam yang berkesimpulan tidak mungkin untuk
memahami Islam dengan baiktan papengetahuan komprehensif tentang
Fiqih.

Bagi umat Islam, Fiqih adalah perwujudan (embodiement)


kehendak Allah terhadap manusia yang berisi perintah, anjuran dan
larangan. Oleh karena itu, pelaksanaan hukum-hukum Fiqih dianggap
sebagai bentuk ketundukan kepada Allah ia adalah manifestasi eksoterik
keimanan.

Buku-buku fiqih memuat berbagai produk hukum yang bersumber


dari al-Qur‟an,al-Sunnah, Ijma‟ dan ijtihad para ulama. Produk hukum
tersebut menyentuh semua aspek kehidupan manusia. Jika di cermati,maka
produk hukum tersebut bisa dibagi menjadi tujuh bahasan,yaitu:

1. Ibadāt, hukum-hukum yang berkaitan dengan ritual ibadah kepada Allah.


Seperti: wudlu, shalat, puasa, zakat, haji.

2. Ahwāl Syakhshiyyah:hukum hukum yang mengatur masalah keluarga


seperti pernikahan, perceraian, nasab, nafkah dan warisan.

3. Mu‟amalāt:hukum-hukum yang berkaitan dengan interaksi dengan


sesama manusia,seperti:jual beli, gadai,sewa, tuduhan, bukti,peradilan dan
sebagainya.

4. Siyar: hukum-hukum yang mengatur hubungan antara Negara Islam dan


negara lain.Seperti:aturan dalam kondisi perangdan perdamaian. Adab atau
akhlaq: hukum-hukum yang berkaitan dengan perilaku, budi pekerti, etika
dan kesopanan.

40
Jadi Fiqih bukan hanya mengatur hal-hal yang behubungan dengan ritual
semata, tapi juga seluruh aspek kehidupan manusia dari mulai hubungan
pribadinya dengan dirinya sendiri,Tuhannya, keluarganya, lingkungan
masyarakatnya serta dengan orang yang diluar agamadan negaranya.

Pengertian Fiqih yang paling banyak digunakan adalah “Pengetahuan


tentang hukum syariat praktis disertai dalil-dalilnya yang rinci.” Definisi ini
menunjukkan bahwa yang menjadi objek kajian Fiqih adalah hukum
perbuatan manusia, mengenai halal atauv haram,wajib atau mubah dans
ejenisnya.

Kehadiran hukum seperti ini mutlak diperlukan oleh manusia.Karena ia


dapat menjamin dan melindungi masyarakat dari keonaran dan
kekacauan.Marcus Tullius Cicero(106-43SM) menyebutkan bahwa dimana
ada masyarakat di situ ada hukum (ubi societas ibi ius). Sebab manusia pada
dasarnya, kata Ibnu Khaldun, adalah “domenieeringbeing” yang punya
ambisi dan kecenderungan untuk menguasai dan menaklukkan orang lain
serta memaksa mereka tunduk dan patuh kepadanya. Bila sifat ini tidak
dikekang maka ia akan menyebabkan konflik, perpecahan bahkan
peperangan.

Dalam Islam, Fiqih mempunyai fungsi ganda, pertama sebagai hukum


positif dan kedua sebagai standar moral. Yang dimaksudkan sebagai hukum
positif disini adalah bahwa Fiqih berfungsi seperti hukum-hukum positif
lain dalam mengatur kehidupan manusia.

Ia mendapatkan legitimasi dari badan judikatif, yaitu mahkamah. Tapi


perluditekankan bahwa tidak semua hukum-hukum Fiqih mendapat
justifikasi dan legitimasimahkamah. Masalah hukum mubah, makruh, wajib
dan haram tidak bisa sepenuhnya dibawah jurisdiksi mahkamah. Di sini
Fiqih lebih merupakan etika atau moral. Jadi, disini Fiqih memainkan fungsi
ganda, sebagai hukum positif dan moral.14
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kedudukan fiqh ibadah adalah dalam
islam sangat penting yang mana memiliki posisi sangat sentral, Fikih juga

41
merupakan salah satu produk yang di hasilkan oleh islam dan bukan jiplakan
dari romawi melainkan dari al-Qur'an dan sunah Rasulullah saw sehingga
Bagi umat Islam, Fiqih merupakan perwujudan ataupun kehendak Allah
terhadap manusia yang berisi perintah, anjuran dan larangan. Oleh karena itu,
pelaksanaan hukum-hukum Fiqih dianggap sebagai bentuk ketundukan
kepada Allah. Fikih juga bukan ritual semata melainkan keseluruhan aspek
kehidupan manusia mulai hubungan pribadinya dengan dirinya
sendiri,Tuhannya, keluarganya, lingkungan masyarakatnya serta dengan
orang yang diluar agama dan negaranya.

❖ Kedudukan Muamalah dalam Islam


Manusia hidup di dunia sebagai makhluk sosial, jadi dalam menjalani
hidupnya mereka harus berinteraksi dengan manusia lain bahkan untuk
memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Dalam memenuhi kebutuh an
jasmaninya, manusia membutuhkan aturan-aturan yang mengatur urusan
dunia. Aturan aturan islam itulah yang dipelajari di Fiqh Muamalah.

Muamalah dalam islam bersifat sebagai hukum dan aturan yang


mengatur tata cara memenuhi kebutuhan jasmani manusia dengan cara yang
benar menurut syari’at islam. Muamalah ini membantu kita mengetahui yang
mana yang haram dan yang halal dalam jual beli. dalam islam, jual beli bisa
saja menjadi tidak sah bila tidak memenuhi syarat dan rukun akad jual beli.
Maka dari itu kita harus mempelajari apa saja syarat dan rukunnya agar
transaksi jual beli yang kita lakukan sah.56

Dengan demikian,keduddukan muamalah dalam Islam ialah yang


bersifat aturan atau hukum tata cara untuk memenuhi jasmani kebutuhan
jasmani manusia dengan cara yang benar menurut syari’at islam. Seperti
dalam jual beli yang menjalankan syariat dan rukunnya dalam menjalankan
transaksinya sehingga menjadi sah dalam ijab kabulnya.

56
https://heycravings.com/muamalah-dalam-islam/

42
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengertian dan definisi fiqh sendiri pada awalnya mencakup seluruh
dimensi hukum syariat Islam, baik yang berkenaan dengan, masalah
akidah, akhlak, ibadah, maupun yang berkenaan dengan masalah
muamalah. Kemudian, kata "Ibadah" menurut bahasa berarti "taat,
tunduk, merendahkan diri dan menghambakan diri". Adapun kata
"Ibadah" menurut istilah berarti penghambaan diri yang sepenuh-
penuhnya untuk mencapai keridhoan Allah dan mengharap pahala-
Nya di akhirat.”. Sedangkan, pengertian muamalah dalam arti luas
yaitu “menghasilkan duniawi supaya menjadi sebab suksesnya
masalah ukhrawy.
2. Persamaan antara fiqh ibadah dan fiqh muamalah, diantaranya
sebagai berikut : dari segi konsep multi akad, prinsip hukum, sumber
hukum, tujuan dan dari segi keseimbangan Adapun, perbedaan fiqh
ibadah dan muamalah menurut pendapat Rais Syuriyah PBNU, KH
Afifuddin Muhajir menjelaskan adanya perbedaan antara fiqih
ibadah dan fiqih muamalah. Fiqih ibadah adalah fiqih yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya, sedangkan fiqih
muamalah merupakan fiqih yang mengatur hubungan antar sesama
manusia. "Fiqih ibadah dan fiqih muamalah memiliki prinsip-
prinsip yang berbeda. Salah satu prinsipnya, fiqih ibadah mengatur
hubungan hamba dengan Tuhannya dalam beribadah sesuai dengan
perintah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sedangkan fiqih muamalah yang
dilihat dari muamalah itu bukan bungkus melainkan substansi," kata
Kiai Afifudin Muhajir dalam Focus Group Discussion dengan tema
Rekonstruksi Fikih Zakat dari Dimensi Ibadah menuju Muamalah,
di IAIN Jember, Jawa Timur, Rabu (8/1).

43
3. Dasar hukum fiqh ibadah adalah Al-Qur'an sebagai dasar hukum
utama dan As-Sunnah sebagai Dasar Hukum Kedua. Sedangkan,
dasar hukum fiqh muamalah dibangun atas dasar prinsip-prinsip
(asas) yang bersifat umum. Para ulama sepakat bahwa fikih
muamalah dibangun atas dasar prinsip-prinsip umum dan universal,
dimana fikih muamalah ini tidak terlalu masuk (mengurusi) hal-hal
yang sifatnya lebih terperinci.
4. Yang menjadi tujuan mempelajari fiqih ialah, diantarnya : untuk
mencari kebiasaan faham dan pengertian dari agama Islam., untuk
mempelajari hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan
kehidupan manusia, kaum muslimin harus bertafaqquh baik dalam
bidang aqaid dan akhlaq maupun dalam bidang dan muamalat.
Selanjutnya, tujuan pokok beribadah, diantaranya : untuk
menghadapkan diri kepada Allah dan mengkonsentrasikan niat
dalam setiap keadaan, agar mencapai derajat yang lebih tinggi
(mencapai taqwa) dan agar terciptanya suatu kemaslahatan dan
menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Sedangkan,
tujuan muamalah adalah terciptanya hubungan yang harmonis
antara sesama manusia sehingga tercipta masyarakat yang rukun dan
tentram, karena didalam muamalah tersirat sifat tolong menolong
yang dalam ajaran islam sangat dianjurkan. Adapun, yang menjadi
urgensi fiqh ibadah diantaranya :identitas Ubudiyah/penghambaan,
deklarasi seseorang sebagai hamba Allah diwujudkan dalam ibadah
atau ta’abbudnya, untuk meraih keberkahan dari setiap aktivitasnya
karena selalu disandarkan dan nawaitu ibadah kepada Allah ,Untuk
menghadirkan sikap tawadu seorang hamba. Ssedangkan,
urgewnsi fiqh muamalah adalah agar kita tahu halal-haramnya
muamalah kita, yang halal adalah baik, dan itulah yang kita
kerjakan, dan yang haram adalah buruk, dan itulah yang harus kita
jauhi

44
5. Kedudukan fiqh ibadah bukan hanya mengatur hal-hal yang
behubungan dengan ritual semata, tapi juga seluruh aspek kehidupan
manusia dari mulai hubungan pribadinya dengan dirinya
sendiri,Tuhannya, keluarganya, lingkungan masyarakatnya serta
dengan orang yang diluar agamadan negaranya. Sedangkan,
kedudukan fiqh muamalah islam bersifat sebagai hukum dan aturan
yang mengatur tata cara memenuhi kebutuhan jasmani manusia
dengan cara yang benar menurut syari’at islam.
B. Saran
Berdasarkan makalah yang telah disusun, adapuyn saran yang dapat
dipertimbangkan untuk penulis makalah selanjutnya agar menjadi
penyempurna makalah yang masih terdapat banyak kekurangan ini yaitu
lebih diperbanyak lagi sumber teori yang digunakan.
C. Rekomendasi
Berdasarkan uraian dan pembahasan isi makalah “Pengertian Fiqh,
Ibadah, Muamalah, Persamaan dan Perbedaaan Fiqh Ibadah dan Muamalah,
Dasar Hukum Fiqh Ibadah dan Muamalah serta Kedudukannya dalam
Islam” ini diharapkan dapat bermanfaat dari semua pihak yang terlibat
dalam dunia Pendidikan, maka rekomendasi ini ditujukan pada kepada:
1. STAI Al-Musaddadiyah Garut agar bisa menjadi rujukan bagi
mahasiswa bahkan dosen yang ada.
2. Dinas Pendidikan Kabupaten Garut agar senantiasa menjadi pendorong
aktivitas akademis.
3. Alumni STAI Al-Musaddadiyah Garut agar dapat mengulas kembali
materi tentang Pengertian Fiqh, Ibadah, Muamalah, Persamaan dan
Perbedaaan Fiqh Ibadah dan Muamalah, Dasar Hukum Fiqh Ibadah dan
Muamalah serta Kedudukannya dalam Islam.
4. Rekan-rekan mahasiswa dibawah angkatan 2022 STAI Al
Musaddadiyah Garut agar dapat menjadi referensi dan motivasi untuk
bisa menyusun sebuah karya tulis dan melakukan penelitian.
5. Masyarakat akademik di seluruh daerah khususnya Kabupaten Garut.

45
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Jarir, Ushul Fiqh Perbandingan, (Serang: Fakultas Syariah Universitas


Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2018), h.13.
Abuddin Nata, Metodelogi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 295-297.
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah, (Serang: Media Madani, 2018), h.
1-2.
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 3.
Ruf'ah Abdullah, Fiqih Muamalah..., h. 9.
PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Depok: Kencana, 2017), h. 15-
22.
Ahmad Farroh Hasan, Fikih Muammalah dari Klasik Hingga Kontemporer,
(Malang: UIN-Maliki Malang Pers, 2018 ), h. 21
Majma’ al-Lugah al-‘Arabiyah, Al-Mu’jam al-Wasīṭ, jil. 2 (Kairo: Maktabah al-
Syurūq al-Daulīyah, 2004), h. 698.
Wizārah al-Awqāf wa al-Syu`un al-Islamīyah al-Kuwaitīyah, Al-Mausū’ah al-
Fiqhīyah al-Kuwaitīyah, jil. 1 (Kuwait: Dār Al-Salasil, 1427H), cet. 2, h.
12.
Ali Bin Muhammad al-Jurzani, Kitāb al-Ta’rīfāt (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmīyah,
1983), cet. 1, h. 168.
Muhammad Ustman Syabir, Al-Madkhal Ilā Fiqh al-Mu’āmalāt al-Mālīyah
(Oman: Dār al-Nafā`is, 2010), cet. 2, h. 10.
Muhammad Ustman Syabir, Al-Madkhal, h. 10.
Departemen Agama RI, AlQuran dan Terjemahannya, Tim perbaikan dan
Penyempurnaan Alquran, Jakarta 1993. hlm. 301.
TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 1997, hlm. 4
Nurcholis Madjid, Islam: Doktrin dan peradaban (Jakarta: Yayasan wakaf
Paramadina, 1992). Hal. 63 dalam buku yunasril Ali. Buku Induk Rahasia
dan Makna Ibadah, (Jakarta: Zaman, 2012). Hal. 5.

46
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam, (Yogyakarta:UII Press, 1998).
Hal. 5.
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam.., Hal. 5.
Sidik Tono, dkk, Ibadah dan Akhlak dalam Islam.., Hal. 6.
Ibrahim, Mukhtashar al-fiqh..., 20.
Ibrahim, Mukhtashar al-fiqh..., 21.
Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Bogor: Kencana, 2003), cet. Ke-1,
hlm. 175
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007), cet. Ke
2, hlm. vii.
Lihat al-Dimyati, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Toha Putra, t.th). hlm. 2.
Lihat Abdul Madjid, Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam
Isla. (Bandung: IAIN Sunan Gunung Jati, 1986), hlm. 1.
Ibid
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.
2.
Ibid
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,...hlm. vii.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,...hlm. 3.
Ibid, hlm. 3. Lihat Pula Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,
2006), cet. Ke-3, hlm. 17.
Lihat Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 5. Lihat Pula Rahmat. Fiqh Muamalah,
hlm. 17-18.
https://kataterapiqu.wordpress.com/2008/11/06/fiqh-ibadah-dan-muamalah/
Abd Misno. Fiqh Muamalah Al-Maaliyah Hukum Ekonomi dan Bisnis Syariah.
Wahbah. Z, Kitab “Fiqhul islami wa adalatih” (Damaskus: Maktabah Darul Fikr,
Fathul A Aziz. Fiqh Ibadah Versus Fiqh Muamalah. Vol. 7. No. 2. 2019. Hal
248 – 250 2005)
Ibnu Ruslan, Maran Zabad, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t), 4. “Tajudin as-Subki, Jam’
al-jawami, (Semarang Toba Putera, tt), 52.

47
Direktorat Jenderal Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan pembinaan
Syari‟ah, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, 2010, h.
540
Direktorat Jenderal Bimas Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan
Syari‟ah, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Kementerian Agama RI, 2010, h.
862
Abror, Khoirul. 2019. Fiqh Ibadah. CV. ARJASA PRATAMA BANDAR
LAMPUNG. Hlm. 6-7.
Rohmansyah. 2017. Fiqh Ibadah dan Muamalah. Yogyakarta. Hlm 47-48.
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Hlm.15
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta : Penerbit Sahifa,
2014)
Samsul Munir Amin, Ilmu Akhlak, Cet ke-I, (Jakarta: Amzah, 2016), Hlm.183
Konstruk Epistemologi Islam ,Dr.N irwanSyafr in,dalam Filsafat Ilmu
,Perspektif Barat dan Islam, Dr.Adian Husaini, et. al. (Jakarta,2013), hlm. 128.

https://heycravings.com/muamalah-dalam-islam/

48
Kontribusi Anggota Kelompok

❖ Penyusunan Makalah : Risma Nopia


❖ Penyusunan Power Point : Ira Fadhillah Rahma
❖ Materi Pengertian Fiqh, Ibadah, dan Muamlah : Nursukma
❖ Materi Persamaan dan Perbedaan Fiqh Ibadah dan Muamalah : Wilsya
Warisa Sa’diah
❖ Materi Dasar Hukum Fiqh Ibadah dan Muamalah : Siti Nurjamilah
❖ Materi Tujuan dan Urgensi Fiqh Ibadah dan Muamalah dalam Syari’at
Islam : Syifa Azzahra
❖ Materi Kedudukan Fiqh Ibadah dan Muamalah dalam Islam : Pitri
Rahmawati

49

Anda mungkin juga menyukai