Anda di halaman 1dari 16

PEMBAGIAN HADITS DITINJAU

DARI JUMLAH PERAWINYA


(HADITS MUTAWATIR & HADITS AHAD)
 Hadis yang dapat dijadikan pegangan dasar hukum sesuatu perbuatan haruslah diyakini akan
kebenarannya. Karena kita tidak mendengar hadis itu langsung dari Nabi Muhammad s.a.w., maka jalan
penyampaian hadis itu harus dapat memberikan keyakinan tentang kebenaran hadis tersebut.
Sejumlah hadis diriwayatkan oleh beberapa orang sahabat dan tabiin, namun sejumlah hadis lainnya
hanya dinukilkan oleh seorang sahabat, kemudian diteruskan juga oleh seorang tabiin, yang hanya
mempunyai seorang murid yang meriwayatkan hadis. Oleh sebab itu perlu melihat keberadaan hadis-hadis
tersebut dinilai berdasarkan jumlah perawinya.

 Hadis dilihat dari segi jumlah riwayat, menurut ulama hadis pada umumnya, dibagi menjadi dua,
Mutawatir dan Ahad. Sehingga hadis Masyhur termasuk bagian dari hadis Ahad. Ada golongan yang
menolak hadis seluruhnya, baik yang Mutawatir maupun Ahad, ada golongan yang menolak hadis, jika
ABSTRAKSI

hadis tersebut ada persamaannya dengan Al-Quran. Dan golongan yang menolak hadis Ahad sebagai
hujjah. Artinya, mereka masih menerima hadis Mutawatir, dan yang mereka tolak hadis Ahad. Dalam
masalah aqidah, ulama berbeda pendapat tentang kehujahan hadis Ahad. Untuk masalah-masalah non
aqidah, hadis Ahad yang shahih disepakati sebagai hujjah
 Hadis adalah keterangan-keterangan dari
Rasulullah saw yang sampai pada kita.
 Kita telah memahami bahwa sejumlah hadis
diriwayatkan oleh bebe- rapa orang sahabat dan tabiin,
 Apabila dilihat dari segi riwayat, namun sejumlah hadis lainnya hanya dinukilkan oleh
penyampaian secara lisan sesuatu seorang sahabat, kemudian diterus- kan juga oleh seorang
keterangan dari Rasulullah maka men- tabiin, yang hanya mempunyai seorang murid yang meri-
jadilah hadis yang mempunyai kualitas wayatkan hadis. Oleh sebab itu perlu melihat keberadaan
bertingkat-tingkat, ada yang kuat ada yang hadis-hadis tersebut dinilai berdasarkan jumlah perawinya
lemah. Sedangkan dalam menyampaikan
sebuah hadis terkadang Nabi berhadapan  Pembagian demikian (Mutawatir, Masyhur dan Ahad)
dengan orang-orang yang jumlahnya amat telah disepakati oleh kebanyakan ulama Fiqh dan ulama
banyak, terkadang dengan beberapa Ushul. Sedangkan menurut kebanyakan ulama Hadis,
orang, terkadang pula hanya dengan satu cukup dibagi menjadi dua saja. Yakni Mutawatir dan
atau dua orang saja. Ahad. Demi- kian dikatakan oleh Syuhudi Ismail.
Sehingga pada garis besarnya hadis dibagi menjadi 2
PENDAHULUA

 Hadis memberikan perincian dan macam, yakni Muta- watir dan Ahad. Inilah pembagian
penafsiran ayat-ayat Al- Quran yang yang lebih praktis karena pada dasarnya hadis Masyhur
masih global dan lain sebagainya. tercakup dalam hadis Ahad.

 
N
HADITS MUTAWATIR
PENGERTIAN HADITS MUTAWATIR

secara kebahasaan

adalah isim fail dari kata al-tawatur, yang berarti at-tatabuk, yaitu berturut-turut.

secara definitif

Suatu hadis hasil tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan
mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta (Hady Mufaat Ahmad, 1994: 144).

Beberapa rumusan di atas sekalipun dengan kalimat dan redaksi yang berbeda-beda namun maksudnya sama. Pada pokoknya
adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang di setiap generasi, sejak generasi sahabat hingga generasi akhir (penulis
kitab), yang mana orang banyak tersebut layaknya mustahil sepakat untuk bohong.
 1. Hadis itu diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindera yang yakin.
Maksudnya, bahwa perawi dalam memperoleh hadis Nabi, haruslah benar-benar dari hasil pendengaran
atau penglihatan sendiri.
Syarat-syarat HADITS MUTAWATIR

2. Bilangan perawinya, dilihat dari segi banyaknya, telah mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka
bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
Adapun tentang jumlah bilangan perawi, para ulama berbeda pen- dapat :
 a). Abu Thayyib menetapkan, minimal 4 orang. Dengan alasan mengqiyaskan terhadap keten- tuan

bilangan saksi yang di- perlukan dalam suatu perkara. Misalnya dalam penuduhan zina.
 b). Sebagian golongan Syafii mene- tapkan, minimal 5 orang. Dengan alasan mengqiyaskan pada

jumlah5Nabiyangbergelar“Ulul Azmi”.
 c). Sebagian ulama ada yang mene- tapkan, minimal 20 orang, dengan alasan mengqiyaskan bilangan 20

orang yang disebut dalam Al-Quran surat Al-Anfal ayat : 65 


 d). Sebagian ulama ada yang mene- tapkan minimal 40 orang, ada yang menetapkan minimal 10 orang, 12

orang, 70 orang dan lain-lain.

3. Ada kesinambungan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.


Dengan demikian, bila jumlah perawi pada thabaqah pertama sekitar 10 orang, maka pada thabaqah-thabaqah
lainnya juga harus sekitar 10 orang (M. Syuhudi Ismail, 1991: 136)
Para ahli membagi hadis Mutawatir menjadi dua bagian yakni :
Mutawatir Lafdhy
Mutawatir Ma’nawy.
pembagian HADITS MUTAWATIR

Beberapa Ulama lain mengatakan bahwa hadis Mutawatir


terbagi pada tiga macam yakni :
Mutawatir Lafdhy,
Mutawatir Ma’nawi
Mutawatir ‘Amaly .
Mutawatir Lafzi
Merupakan hadis mutawatir yang berkaitan dengan lafal perkataan Nabi. Artinya perkataan
Nabi diriwayatkan oleh orang banyak kepada orang banyak, seperti hadis
Nabi saw. :
HADITS MUTAWATIR lafdzi

A‫ﻞ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻘ‬A‫ﻞ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻘ‬A‫ﺓ‬A‫ﺮ‬A‫ﻴ‬A‫ﺮ‬A‫ ﻫ‬A‫ﻰ‬A‫ﺑ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻋ‬A‫ﺢ‬A‫ﻟ‬A‫ﺎ‬A‫ ﺻ‬A‫ﻰ‬A‫ﺑ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻦ‬A‫ﻴ‬A‫ﺻ‬A‫ ﺤ‬A‫ﻰ‬A‫ﺑ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻋ‬A‫ﺔ‬A‫ﻨ‬A‫ﺍ‬A‫ﻮ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻮ‬A‫ﺑ‬A‫ ﺃ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﺜ‬A‫ﺩ‬A‫ ﺤ‬A‫ﻱ‬A‫ﺮ‬A‫ﺑ‬A‫ﻐ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺩ‬A‫ﻴ‬A‫ﺑ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻦ‬A‫ ﺑ‬A‫ﺩ‬A‫ﻤ‬A‫ﺤ‬A‫ ﻤ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﺜ‬A‫ﺩ‬A‫ﺤ‬A‫ﻮ‬
‫ﻢ‬A‫ﻠ‬A‫ﺴ‬A‫ﻤ‬A﴿ A.A‫ﺭ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻩ‬A‫ﺪ‬A‫ﻌ‬A‫ﻘ‬A‫ ﻤ‬A‫ﺃ‬A‫ﺮ‬A‫ﺑ‬A‫ﺘ‬A‫ﻴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﻔ‬A‫ﺍ‬A‫ﺪ‬A‫ﻤ‬A‫ﻌ‬A‫ﺘ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻲ‬A‫ﻟ‬A‫ ﻋ‬A‫ﺏ‬A‫ﺬ‬A‫ ﻜ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻢ‬A‫ﻠ‬A‫ﺴ‬A‫ ﻭ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻰ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺻ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻞ‬A‫ﻮ‬A‫ﺴ‬A‫﴾ﺮ‬

Artinya :
Berbicara kepada kami Muhammad bin Ubaid Al-Gabary diceritakan lagi oleh Abu Awanah
dari Abi Hasin dari Abi Salih dari Abi Hurairah berkata, berkata Rasulullah saw. : Barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah bersiap-siap untuk mengambil tempat di
neraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Mutawatir maknawi
Hadis Mutawatir Ma’nawi ialah hadis yang lafazh dan maknanya berlainan antara satu riwayat dengan
riwayat yang lain, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum.
Mutawatir Ma’nawi adalah hadis tentang perbuatan Nabi saw. yang mengangkat tangan pada waktu berdoa.
Hadis tersebut diriwayatkan sebanyak lebih kurang 100 macam hadis dengan redaksi yang berbeda. Kendati pun
hadis-hadis itu berbeda redaksinya, namun karena semua pesan yang terkandung masih mempunyaiqadar musytarak
HADITS MUTAWATIR maknawi

(titik persamaan), yakni keadaan Nabi mengangkat tangan pada waktu berdoa, maka hadis-hadis itu disebut hadis
mutawatir ma’nawi.
‫ﻤﺎﺍﺤﺘﻠﻔﻮﺍ ﻔﻰ ﻠﻔﻈﻪ ﻮﻤﻌﻧﺎﻩ ﻤﻊ ﺮﺠﻮﻋﻪ ﻠﻤﻌﻧﻰ ﻜﻠﻲ‬.
Artinya :
Hadis yang berlainan bunyi dan maknanya, tapi dapat diambil diambil makna umum.

Contoh hadis mutawatir ma’nawi :

‫ (ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯ‬.‫ﻜﺎﻦ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻮﺳﻟﻡ ﻻﻴﺭﻔﻊ ﻴﺪﻴﻪ ﻔﻰ ﺷﻴﺊ ﻤﻦ ﺪﻋﺎﺌﻪ ﺍﻻ ﻔﻰ ﺍﻹﺴﺗﺷﻘﺎﺀ ﻭﺇﻧﻪ ﻴﺭﻔﻊ ﺤﺗﻰ ﻴﺭﻯ ﺑﻴﺎﺾ ﺇﺑﻄﻴﻪ‬
Artinya :
Nabi saw. tidak mengangkat kedua tangannya dalam doa-doa beliau, kecuali dalam shalat Istisqa’ dan beliau
mengangkat tangannya hingga tampak putih-putih kedua ketiaknya.” (HR Bukhari)
Mutawatir ‘Amali adalah :

A‫ﻪ‬A‫ﺑ‬A‫ﺭ‬A‫ﻤ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻪ‬A‫ﻟ‬A‫ﻌ‬A‫ ﻔ‬A‫ﻡ‬A‫ﻠ‬A‫ﺴ‬A‫ ﻭ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﻟ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ﺍ‬A‫ﻰ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺻ‬A‫ﻲ‬A‫ﺑ‬A‫ﻨ‬A‫ﻟ‬A‫ﺍ‬A‫ﺫ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻥ‬A‫ﻴ‬A‫ﻤ‬A‫ﻟ‬A‫ﺴ‬A‫ﻤ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻥ‬A‫ﻴ‬A‫ ﺑ‬A‫ﺭ‬A‫ﺗ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ﺗ‬A‫ ﻭ‬A‫ﺓ‬A‫ﺭ‬A‫ﻭ‬A‫ﺭ‬A‫ﺿ‬A‫ﻟ‬A‫ﺎ‬A‫ ﺑ‬A‫ﻥ‬A‫ﻴ‬A‫ﺪ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻡ‬A‫ﻟ‬A‫ﻋ‬A‫ﺎ‬A‫ﻤ‬
‫ﺎ‬A‫ﺤ‬A‫ﻴ‬A‫ﺤ‬A‫ ﺻ‬A‫ﺎ‬A‫ﻘ‬A‫ﺎ‬A‫ﺑ‬A‫ﻄ‬A‫ﻧ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻉ‬A‫ﺎ‬A‫ﻤ‬A‫ ﺠ‬A‫ﻷ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻒ‬A‫ﻴ‬A‫ﺮ‬A‫ﻌ‬A‫ ﺘ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻖ‬A‫ﻄ‬A‫ﻨ‬A‫ ﻴ‬A‫ﻯ‬A‫ﺫ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ﻫ‬A‫ ﻭ‬A‫ﻚ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺫ‬A‫ﺭ‬A‫ﻴ‬A‫ ﻏ‬A‫ﻭ‬A‫ﺍ‬.
HADITS MUTAWATIR amali

Artinya :
Sesuatu yang diketahui dengan mudah bahwa ia dari agama dan telah mutawatir dikalangan umat Islam bahwa Nabi
saw. mengajarkan atau menyuruhnya atau selain itu, dari hal itu dapat dikatakan soal yang disepakati.

Contoh Hadis Mutawatir ‘Amali adalah berita-berita yang menerangkan waktu dan rakaat shalat, shalat jenazah, shalat
Ied, hijab perempuan yang bukan mahram, kadar zakat dan segala rupa amal yang menjadi kesepakatan dan ijma’.
HADITS AHAD
Kata ahad berarti satu, khabar al-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang. Menurut istilah ilmu hadis,
hadis ahad berarti :

‫ﺭ‬A‫ﺘ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ﻤ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻄ‬A‫ﻭ‬A‫ﺭ‬A‫ ﺸ‬A‫ﻊ‬A‫ﻤ‬A‫ﺟ‬A‫ ﻳ‬A‫ﻡ‬A‫ﻠ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻭ‬A‫ﻫ‬.


Artinya :
Hadis yang tidak memenuhi syarat mutawatir.
PENGERTIAN
Pembagian hadis ahad ada tiga macam, yaitu hadis masyhur, aziz dan gharib.

a) Hadis Masyur
Secara bahasa, kata masyur adalah isim maf’ul dari syahara yang berarti “al-zuhur” yaitu nyata. Sedangkan
pengertian hadis masyur menurut istilah ilmu hadis adalah :
MACAM-MACAM HADITS AHAD

‫ﺭ‬A‫ﺗ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ﺗ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺪ‬A‫ ﺤ‬A‫ﻎ‬A‫ﻠ‬A‫ﺑ‬A‫ ﻴ‬A‫ﻡ‬A‫ﻠ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻤ‬٬ A‫ﺔ‬A‫ﻘ‬A‫ﻴ‬A‫ ﻄ‬A‫ﻞ‬A‫ ﻜ‬A‫ﻰ‬A‫ ﻔ‬٬‫ﺭ‬A‫ﺷ‬A‫ ﻜ‬A‫ﺄ‬A‫ ﻔ‬A‫ﺔ‬A‫ﺜ‬A‫ﻼ‬A‫ ﺜ‬A‫ﻩ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ ﺭ‬A‫ﺎ‬A‫ﻤ‬
Artinya :
Hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada tiap tingkatan sanad, selama tidak sampai
kepada tingkat mutawatir.

Definisi di atas menjelaskan, bahwa hadis masyur adalah hadis yang memiliki perawi sekurang-kurangnya tiga
orang, dan jumlah tersebut harus terdapat pada setiap tingkatan sanad. Pendapat jumhur ulama menjelaskan hadis
masyur ialah : “Hadis yang diriwayatkan oleh lebih dari pada dua orang, tapi terbatas tidak banyak.” [21]
Contoh hadis masyur adalah :

A‫ﺔ‬A‫ﺒ‬A‫ﺎ‬A‫اﺟ‬A‫ ﻮ‬٬‫ﻰ‬A‫ﻄ‬A‫ﺎ‬A‫ﻌ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺖ‬A‫ﻳ‬A‫ﻤ‬A‫ﺸ‬A‫ﺗ‬A‫ ﻮ‬A‫ﺽ‬A‫ﻳ‬A‫ﺭ‬A‫ﻤ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺓ‬A‫ﺪ‬A‫ﺎ‬A‫ﻳ‬A‫ﻋ‬A‫ ﻮ‬A‫ﺯ‬A‫ﺌ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﺠ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻉ‬A‫ﺎ‬A‫ﺒ‬A‫ﺘ‬A‫ﺎ‬A‫ ﺒ‬A‫ﻢ‬A‫ﻠ‬A‫ﺴ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻪ‬A‫ﻳ‬A‫ﻠ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻰ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺼ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻞ‬A‫ﻮ‬A‫ﺴ‬A‫ ﺭ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﺭ‬A‫ﻤ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻞ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻘ‬A‫ﺎ‬A‫ﻤ‬A‫ﻬ‬A‫ﻨ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻲ‬A‫ﺿ‬A‫ ﺭ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﺒ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻦ‬A‫ﻋ‬A‫ ﻭ‬A‫ﺏ‬A‫ﺯ‬A‫ﺎ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻦ‬A‫ ﺑ‬A‫ﺀ‬A‫ﺍ‬A‫ﺭ‬A‫ﺑ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ﻋ‬
‫ﻯ‬A‫ﺮ‬A‫ﺎ‬A‫ﺧ‬A‫ﺑ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻩ‬A‫ﺍ‬A‫ﻮ‬A‫ﺮ‬A﴿ A.A‫ﻢ‬A‫ﻮ‬A‫ﻟ‬A‫ﻆ‬A‫ﻤ‬A‫ﻟ‬A‫ﺍ‬A‫ﺭ‬A‫ﺼ‬A‫ﻨ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻰ‬A‫ﻋ‬A‫ﺍ‬A‫ﺪ‬A‫ﻠ‬A‫﴾ﺍ‬
Artinya :
Al-Bara’ ibnu A’zib dari bapaknya r.a. berkata Rasulullah saw. memerintahkan kami mengikuti jenazah,
mengunjungi orang sakit, mendoakan orang bersin dan memenuhi undangan, dan menolong orang yang teraniaya.”
(HR Bukhari dan Muslim) [22]
HADITS AZIZ
Menurut bahasa adalah sama dengan asy-syarif atau al-qawiyyu, yaitu yang mulia atau yang kuat. Sedangkan menurut
pengertiannya adalah :
MACAM-MACAM HADITS AHAD

‫ﻦ‬A‫ﻴ‬A‫ﻨ‬A‫ﺜ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ﻋ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﺜ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻩ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ﺭ‬A‫ﺎ‬A‫ﻤ‬.


Artinya :
Hadis yang diriwayatkan oleh dua orang dari dua orang. Menurut istilah ilmu hadis, hadis aziz berarti :

‫ﺪ‬A‫ﻧ‬A‫ﺴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺖ‬A‫ﺎ‬A‫ﻘ‬A‫ﺒ‬A‫ ﻄ‬A‫ﻊ‬A‫ﻴ‬A‫ﻤ‬A‫ ﺟ‬A‫ﻰ‬A‫ ﻔ‬A‫ﻦ‬A‫ﻴ‬A‫ﻨ‬A‫ﺜ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻋ‬A‫ﻪ‬A‫ﺗ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ ﺭ‬A‫ﻝ‬A‫ﻘ‬A‫ﻴ‬A‫ ﻻ‬A‫ﻦ‬A‫ﺍ‬


Artinya :
Bahwa tidak kurang perawinya dari dua orang pada seluruh tingkat sanad.
Contoh hadis aziz adalah :
A‫ﻩ‬A‫ﺍ‬A‫ﻮ‬A‫ (ﺮ‬A.A‫ﻦ‬A‫ﻴ‬A‫ﻌ‬A‫ﻤ‬A‫ﺠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺲ‬A‫ﺎ‬A‫ﻨ‬A‫ﻠ‬A‫ﺍ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻩ‬A‫ﺪ‬A‫ﻠ‬A‫ﻭ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻩ‬A‫ﺪ‬A‫ﻠ‬A‫ﺍ‬A‫ﻭ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻪ‬A‫ﺳ‬A‫ﻔ‬A‫ ﻨ‬A‫ﻥ‬A‫ ﻤ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﺏ‬A‫ﺤ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻥ‬A‫ﻮ‬A‫ﻜ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻰ‬A‫ﺘ‬A‫ ﺤ‬A‫ﻡ‬A‫ﻜ‬A‫ﺩ‬A‫ﺤ‬A‫ ﺃ‬A‫ﻥ‬A‫ﻤ‬A‫ﺆ‬A‫ ﻴ‬A‫ ﻻ‬A: A‫ﻢ‬A‫ﻟ‬A‫ﺴ‬A‫ ﻭ‬A‫ﻪ‬A‫ﻴ‬A‫ﻠ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻰ‬A‫ﻟ‬A‫ ﺼ‬A‫ﻲ‬A‫ﺒ‬A‫ﻨ‬A‫ﻠ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ ﻋ‬A‫ﷲ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻲ‬A‫ﺿ‬A‫ ﺮ‬A‫ﺲ‬A‫ﻨ‬A‫ ﺍ‬A‫ﻦ‬A‫ﻋ‬
)A‫ﻡ‬A‫ﻠ‬A‫ﺳ‬A‫ﻤ‬A‫ ﻮ‬A‫ﻯ‬A‫ﺮ‬A‫ﺎ‬A‫ﺨ‬A‫ﺒ‬A‫ﻠ‬A‫ﺍ‬
Artinya :
Dari Anas r.a. dari Nabi saw. : Tidaklah beriman seseorang di antara kamu, sehingga aku lebih dicintai
dari pada dirinya, orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (HR Bukhari dan Muslim)
HADITS GARIB
Garib menurut bahasa adalah :

1. Ba’idun ‘anil wathani (yang jauh dari tanah air) dan 2 Kalimat yang sukar dipahami. Adapun menurut
MACAM-MACAM HADITS AHAD

istilah :
.‫ﻫﻮ ﻤﺎ ﻴﻧﻔﺮﺪ ﺒﺮﻮﺍﺒﺗﻪﺮﺍﻮ ﻮﺍﺤﺪ‬
Artinya :
Hadis garib adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi.
Dalam pengertian lain hadis garib adalah :
.‫ﻤﺎ ﺍﻧﻔﺮﺪ ﺒﺮﻮﺍﻴﺗﻪ ﺷﺤﺺ ﻔﻰ ﺍﻱ ﻤﻮﺻﻮﻉ ﻮﻘﻊ ﺍﻠﺗﻔﺭﺪ‬
Artinya :
Hadis yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya,
dimana saja penyendiriannya itu terjadi.
PENDAPAT ULAMA TENTANG PEMAKAIAN
HADITS AHAD
Pendapat ulama tentang pemakaian hadis Ahad.
MACAM-MACAM HADITS AHAD

Sebagian ulama menetapkan bahwa, hadis ahad diamalkan dalam segala bidang. Hal semacam dituturkan pula oleh Imam
Ibnu Hazm, bahwa para ulama secara keseluruhan telah menja- dikan hadis Ahad sebagai hujjah dalam agama, baik dalam masalah
aqidah, syariah maupun akhlak (Ali Mustafa Yaqub, 1995: 134).

Namun pendapat demikian ternyata tidak semua kelompok dan ulama sependapat, Sebagian ulama menetapkan, bahwa hadis
Ahad itu wajib diamalkan dalam urusan amaliah, ibadah dan hukum badan saja, tidak boleh dipakai dalam urusan aqidah, syekh
Muhammad Abduh dalam dalam kaitannya dengan hadis, beliau menolak hadisAhad untuk dijadikan dalil dalam masalah aqidah.

Begitu pula kelompok Mu’tazilah, mereka menolak hadis Ahad sebagai hujjah dalam masalah aqidah. Bahkan ada kelompok
yang bernama “Ahlul Quran” yang dipimpin Ghulam Ahmad Parwes, kelompok ini tidak mengakui hadis Nabi sebagai sumber
ajaran Islam. Bukan hanya hadis Ahad yang ditolak, tetapi juga hadis Mutawatir (Muh. Zuhri,
1997: 17)

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa hadisAhad yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk masalah aqidah, ulama
pendukung pendapat itu menya- takan bahwa hadis Ahad dapat saja menjadi qath’i al-wurud (Syuhudi Ismail, 1995 : 87).
Demikian pendapat bebagai ulama tentang hadis Ahad, antara yang satu dengan yang lain saling berbeda.

Anda mungkin juga menyukai