Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FIQIH MUNAKAHAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama
Dosen Pengampu Mata Kuliah Maqdum Biahmada, S.Pd.I,M.Pd.I

Disusun Oleh :
1. Rey Disna Pramestia 22.13021.0240
2. Silvira Syahrosh Oktamia 22.13021.0331
3. Hernanda Bagus Hanafi 22.13021.0354

UNIVERSITAS ISLAM KADIRI


FAKULTAS EKONOMI
KEDIRI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat-Nya sehingga
pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan penulisan dan penyelesaian
makalah yang berjudul “Fiqih Munakahah” ini dengan tepat waktu guna memenuhi
tugas kuliah progam studi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 13 Maret 2024

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernikahan adalah anjuran Allah SWT bagi manusia untuk mempertahankan
keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai
dan menurut kaidah norma agama. Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang
saling membutuhkan satu sama lain. Pernikahan dilangsungkan untuk mencapai
tujuan hidup manusia (baca tujuan pernikahan dalam islam) dan mempertahankan
kelangsungan jenisnya. Fiqih pernikahan atau munakahat adalah ilmu yang
menjelaskan tentang syariat suatu ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan
tata cara yang dalam hal ini menyangkut pernikahan.

kurang

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian fiqih munakahah?
2. Bagaiman sumber hukum islam?
3. Apa perbedaan antara fiqih, fiqih ibadah, fiqih jinayat, dan fiqih mu’amalah
dan munakahah?
4. Bagaimana ruang lingkup fiqih munakahah?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengertian fiqih munakahah
2. Mengetahui tentang sumber hukum islam
3. Mengetahui perbebdaan antara fiqih, fiqih ibadah, fiqih jinayat, dan fiqih
mu’amalah dan munakahah
4. Mengetahui ruang lingkup fiqih munakahah
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fiqih Munakahah


Fiqih merupakan aturan yang berfungsi untuk mengarahkan umat Muslim
dalam menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Islam. Dalam pelaksanaannya,
fiqih terbagi menjadi beberapa macam, salah satunya adalah fiqih munakahat.
Munakahat berasal dari kata “nakaha” yang berarti kawin atau perkawinan.
Jadi Fiqih Munakahat adalah ilmu yang menjelaskan tentang syariat pernikahan,
termasuk pengertian, dasar hukum, dan tata cara yang dalam. Ibadah ini bertujuan
untuk mengatur tata cara perkawinan dan segala hal yang berkaitan denganya.
Pernikaan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan
Masyarakat agama islam dan masyarakat. Pernikahan bukan saja merupakan satu
jalan untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan
juga dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan
memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia. Secara etimologi
bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah, yang kemudian diberi
imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

2.2 Sumber Hukum Islam


Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum asal pernikahan. Pendapat
pertama, bahwa hukum asal pernikahan adalah wajib. Ini adalah pendapat
sebagian ulama berkata Syekh al-Utsaimin : “Banyak dari ulama mengatakan
bahwa seseorang yang mampu (secara fisik dan ekonomi) untuk menikah, maka
wajib baginya untuk menikah, karena pada dasarnya perintah itu menunjukkan
kewajiban, dan di dalam pernikahan tersebut terdapat maslahat yang agung.“
Dalil-dalil pendapat ini adalah, Pertama, hadis Abdullah bin Mas‟ud
radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

َ! ‫َع ْن َع ْبِد ِهَّللَا ْبِن َم ْسُعوٍد رضي هللا عنه َقاَل َلَنا َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه وسلم ( َيا َم ْعَش َر َالَّش َباِب‬
‫ َو َم ْن َلْم َيْسَتِط ْع َفَع َلْيِه ِبالَّص ْو ِم‬, ‫ َو َأْح َص ُن ِلْلَفْر ِج‬, ‫ َفِإَّنُه َأَغُّض ِلْلَبَص ِر‬, ‫َمِن اْسَتَطاَع ِم ْنُك ُم َاْلَباَء َة َفْلَيَتَز َّو ْج‬
‫; َفِإَّنُه َلُه ِو َج اٌء ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai


generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mempunyai kemampuan (secara
fisik dan harta), hendaknya ia menikah, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa,
sebab ia dapat meredam (syahwat) .”
Rasulullah shalallahu a‟alaihi wa sallam dalam hadist di atas memerintahkan
para pemuda untuk menikah dengan sabdanya “falyatazawaj” (segeralah dia
menikah), kalimat tersebut mengandung perintah. Di dalam kaidah ushul fiqh
disebutkan bahwa : “al ashlu fi al amr lil wujub “ (Pada dasarnya perintah itu
mengandung arti kewajiban).
Kedua, nikah hukumnya sunnah bagi orang yang mempunyai syahwat, dan
mempunyai harta, tetapi tidak khawatir terjerumus dalam maksiat dan perzinaan.
Imam Nawawi di dalam Syarah Sahih Muslim menyebutkan judul dalam Kitab
Nikah sebagai berikut : “Bab Dianjurkannya Menikah bagi Orang yang
Menginginkan sementara Dia Mempunyai Harta “
Ketiga, nikah hukumnya mubah, bagi orang yang mempunyai syahwat, tetapi
tidak mempunyai harta. Atau bagi orang yang mempunyai harta tetapi tidak
mempunyai syahwat.
Keempat, Nikah hukumnya Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk
menikah dan mampu menahan diri dari zina tapi ia tidak memiliki keinginan yang
kuat untuk menikah. Ditakutkan akan menimbulkan mudarat salah satunya akan
menelantarkan istri dan anaknya
Kelima, Nikah hukumnya Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan
untuk menikah dan dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya
atau tidak dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri
tidak dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suaminya.Pernikahan juga haram
hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.

2.3 Perbedaan Antara Fiqih, Fiqih Ibadah, Fiqih Jinayat, Dan Fiqih
Mu’amalah Dan Munakahah

a) Fiqih
Fiqh dalam bahasa Arab berarti "pemahaman yang mendalam". Dalam
konteks Islam, fiqh mengacu pada ilmu tentang hukum-hukum Islam
yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci. Secara
sederhana, fiqh dapat diartikan sebagai petunjuk praktis tentang
bagaimana menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari sesuai
dengan ajaran islam. Fiqh merupakan salah satu ilmu yang sangat
penting dalam islam. Dengan mempelajari fiqh, umat islam dapat
memahami dan menjalankan agamanya dengan baik.

Ruang lingkup fiqh sangat luas, meliputi :


- Ibadah: tata cara shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
- Muamalah: jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang, dan lain
sebagainya.
- Ahwal al-Syakhshiyyah: pernikahan, perceraian, warisan, dan lain
sebagainya.
- Jinayat: hukum pidana Islam.
- Siyasah Syar'iyyah: hukum tata negara Islam.
Fiqh mememiliki beberapa tujuan,antara lain:
- Membantu umat islam dalam menjalankan ibadah dan kehidupan
sehari-hari sesuai dengan ajaran islam.
- Menjaga keteraturan dan kemaslahatan umat islam.
- Mewujudkan keadilan dan kemerdekaan bagi umat islam.
Beberapa mazab fiqh yang terkenal di dunia islam :
- Mazab Hanafi : didirikan oleh Imam Abu Hanafi Nu’man bin
Tsabit.
- Mazhab Maliki: didirikan oleh Imam Malik bin Anas
- Mazhab Syafi'i: didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris asy-
Syafi'i
- Mazhab Hanbali: didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal

b) Fiqih Ibadah
Fiqh Ibadah adalah cabang ilmu fiqh yang secara khusus membahas
tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah mahdhah dengan
benar dan sesuai dengan syariat Islam, seperti shalat, puasa, zakat,
haji, dan kurban. Fiqih ibadah merupakan ilmu yang sangat penting
bagi umat Islam. Dengan mempelajari fiqih ibadah, umat Islam dapat
menjalankan ibadah mahdhah dengan benar dan khusyuk, sehingga
dapat mencapai derajat ketaatan yang tinggi kepada Allah SWT.

Ruang lingkup fiqih ibadah meliputi :


- Thaharah: bersuci dari hadas dan najis
- Shalat: tata cara shalat wajib dan sunnah, beserta syarat sah dan
rukun-rukunnya.
- Zakat: ketentuan tentang harta yang wajib dizakati, nisab, dan
mustahik zakat.
- Puasa: tata cara puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya.
- Haji: tata cara pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
- Kurban: ketentuan tentang hewan kurban, tata cara
penyembelihan, dan pembagian daging kurban.
Tujuan mempelajari fiqih ibadah:
- Membantu umat Islam dalam menjalankan ibadah mahdhah
dengan benar dan sesuai dengan syariat Islam.
- Meningkatkan kualitas ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
- Mewujudkan keseragaman dalam pelaksanaan ibadah mahdhah.
Beberapa contoh pembahasan dalam fiqih ibadah:
- Tata cara wudhu dan mandi wajib.
- Rukun dan bacaan shalat.
- Syarat sah zakat dan golongan yang berhak menerima zakat.
- Tata cara puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya.
- Rukun dan wajib haji dan umrah.
- Ketentuan tentang hewan kurban dan tata cara
penyembelihannya.

c) Fiqih Jinayat
Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian,
seperti yang diungkapkan oleh Abd al Qodir Awdah bahwa jinayat
adalah perbuatan yang dilarang oleh syara' baik perbuatan itu
mengenai jiwa, harta benda, atau lainnya. Dalam istilah yang lebih
populer, fiqh jinayat disebut hukum pidana Islam. Fikih Jinayat ini
mengatur berbagai aspek tindak pidana, seperti jenis-jenisnya,
hukumannya, dan tata cara pembuktiannya.

Ruang lingkup fiqih jinayat meliputi:


- Ta'zir: hukuman yang tidak ditentukan secara pasti dalam Al-
Qur'an dan Hadits, seperti hukuman untuk pencurian ringan,
penganiayaan ringan, dan lain sebagainya.
- Hudud: hukuman yang ditentukan secara pasti dalam Al-Qur'an
dan Hadits, seperti hukuman untuk zina, pencurian berat,
pembunuhan, dan minum minuman keras.
- Qishash: hukuman balas dendam yang setimpal dengan perbuatan
pelaku, seperti hukuman mati bagi pembunuh.
Tujuan mempelajari fiqih jinayat:
- Membantu umat Islam dalam memahami dan menerapkan
hukum pidana Islam.
- Menjaga keteraturan dan keamanan masyarakat.
- Mewujudkan keadilan dan kemerdekaan bagi umat Islam.
Beberapa contoh pembahasan dalam fiqih jinayat:
- Hukuman untuk pencurian, seperti potong tangan.
- Hukuman untuk zina, seperti rajam atau cambuk.
- Hukuman untuk pembunuhan, seperti qishash atau diyat.
- Tata cara pembuktian dalam perkara pidana.
- Peran hakim dan saksi dalam perkara pidana.

d) Fikih Muamalah
Fikih Muamalah adalah cabang ilmu fiqh yang membahas tentang
hukum-hukum Islam yang mengatur hubungan antar individu dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, dan politik Fikih
Muamalah ini mengatur berbagai aspek hubungan antar individu,
seperti jual beli, sewa-menyewa, pernikahan, warisan, dan lain
sebagainya. dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam.

Ruang lingkup fiqih muamalah meliputi:


- Muamalah maliyah: hukum Islam yang mengatur tentang harta
benda dan transaksi keuangan, seperti jual beli, sewa-menyewa,
hutang-piutang, dan lain sebagainya.
- Muamalah 'uqudiyah: hukum Islam yang mengatur tentang
perjanjian dan akad, seperti pernikahan, perceraian, dan lain
sebagainya.
- Muamalah adabiyah: hukum Islam yang mengatur tentang akhlak
dan moral dalam hubungan antar individu, seperti adab
bertetangga, adab berdagang, dan lain sebagainya.
Tujuan mempelajari fiqih muamalah:
- Membantu umat Islam dalam menjalin hubungan antar individu
dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam.
- Menjaga keteraturan dan keadilan dalam masyarakat.
- Mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi umat Islam.
Beberapa contoh pembahasan dalam fiqih muamalah:
- Hukum jual beli, seperti syarat sah jual beli, hak dan kewajiban
pembeli dan penjual, dan lain sebagainya.
- Hukum sewa-menyewa, seperti jenis-jenis sewa-menyewa, hak
dan kewajiban penyewa dan pemberi sewa, dan lain sebagainya.
- Hukum pernikahan, seperti syarat sah pernikahan, hak dan
kewajiban suami istri, dan lain sebagainya.
- Hukum warisan, seperti pembagian harta warisan, faraidh, dan
lain sebagainya.

e) Fikih Munakahah
Fikih Munakahah adalah cabang ilmu fiqh yang membahas tentang
hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan pernikahan. tentang
bagaimana membangun pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah sesuai dengan syariat Islam. Fikih Munakahah ini mengatur
berbagai aspek pernikahan, seperti rukun nikah, syarat sah nikah, hak
dan kewajiban suami istri, dan lain sebagainya.

Ruang lingkup fiqih munakahah meliputi:


- Rukun nikah: ijab dan kabul, wali nikah, mahar, dan saksi.
- Syarat sah nikah: kedewasaan, kebugaran akal, kerelaan, dan lain
sebagainya.
- Hak dan kewajiban suami istri: nafkah, tempat tinggal,
pendidikan anak, dan lain sebagainya.
- Masalah-masalah pernikahan lainnya: poligami, talak, khuluk,
dan lain sebagainya.
Tujuan mempelajari fiqih munakahah:
- Membantu umat Islam dalam membangun pernikahan yang
sakinah, mawaddah, dan rahmah sesuai dengan syariat Islam.
- Menjaga keharmonisan dan keutuhan keluarga.
- Mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi keluarga
Muslim
Beberapa contoh pembahasan dalam fiqih munakahah:
- Tata cara pernikahan yang sah menurut Islam.
- Hak dan kewajiban suami istri.
- Hukum poligami dan talak.
- Penyelesaian masalah rumah tangga.
-

3.1 Ruang Lingkup Fikih Munakahah

3.1.1 Nikah

Nikah adalah perjanjian perkawinan antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan
ketentuan hukum dan ajaran agama.Secara istilah, pernikahan adalah akad yang
menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.Dari
akad itu juga, muncul hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi masing-masing
pasangan.

Ketentuan mengenai pernikahan ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam
Alquran surah Ar-Rum ayat 21:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan
Dia [juga] telah menjadikan di antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir,” (Ar-Rum [30]: 21).

3.1.2 Perjanjian nikah


Perjanjian nikah adalah sebuah perjanjian yang dibuat oleh pasangan yang
hendak menikah. Perjanjian ini berfungsi untuk mengikat hubungan keduanya
dan dapat berisi tentang berbagai aspek pernikahan, seperti harta benda, peran,
hak, dan kewajiban dalam rumah tangga, pemisahan harta, hak asuh anak, dan
pengaturan penghasilan
Perjanjian nikah dapat dibuat sebelum atau saat pernikahan, dan akan berlaku
antara kedua pihak yang membuatnya, serta berlaku bagi pihak ketiga jika terlibat
dalam perjanjian tersebut
Manfaat Dibuatnya Perjanjian Perkawinan
1. Berikut ini adalah manfaat dengan dibuatnya suatu Perjanjian Perkawinan.
2. Memisahkan harta kekayaan antara pihak suami dengan istri sehingga harta
mereka tidak bercampur.

3. Hutang yang dimiliki suami atau istri akan menjadi tanggung jawab masing-
masing.
4. Apabila salah satu bermaksud menjual harta kekayaannya maka tidak perlu
meminta persetujuan pasangannya.

5. Dalam hal suami atau istri akan mengajukan fasilitas kredit tidak perlu
meminta persetujuan pasangannya untuk menjaminkan harga kekayaannya.
6. Menjamin berlangsungnya harta peninggalan keluarga.
7. Melindungi kepentingan pihak istri apabila pihak suami melakukan poligami.
8. Menghindari motivasi perkawinan yang tidak sehat.

3.1.3 Hak dan kewajiban suami dan istri:

Hak dan kewajiban suami istri dalam pernikahan dapat diterangkan melalui
perjanjian pernikahan, yang menetapkan peran, hak, dan kewajiban masing-
masing dalam rumah tangga. Berikut adalah beberapa aspek hak dan kewajiban
suami istri dalam pernikahan.

1. Nafkah: Suami harus memberi nafkah kepada istri, yang dapat berisi
pakaian, tempat tinggal, dan nafkah batin seperti cinta dan kasih .

2. Taat: Istri harus taat kepada suami .

3. Mengikuti tempat tinggal suami: Istri harus mengikuti dimana suami


bertempat tinggal, yang dapat berada di rumah orang tua atau di tempat
kerja suami .

4. Menjaga diri saat suami tak ada: Istri harus membatasi tamu-tamu yang
datang ke rumah dan tidak menerimanya masuk ke dalam rumah jika ada
tamu lawan .

5. Menggauli istri: Suami harus menggauli istri dengan baik dan adil .

6. Pemisahan harta: Perjanjian pernikahan dapat mengatur pembagian harta


kekayaan, pendapatan, dan kewajiban finansial masing-masing pihak .

7. Hak asuh anak: Perjanjian pernikahan juga dapat memuat tentang hak asuh
anak saat terjadi perceraian .

8. Pengaturan penghasilan: Perjanjian pernikahan dapat mengatur pengaturan


penghasilan, pengelolaan keuangan, dan kewajiban finansial masing-
masing pihak .
9. Pemisahan utang: Jika ada pihak yang sebelumnya memiliki hutang, bisa
juga diterangkan dalam perjanjian pernikahan .

10. Kewajiban finansial terkait anak-anak: Perjanjian pernikahan juga dapat


mengatur kewajiban finansial terkait anak-anak .

11. Hak asuh anak: Perjanjian pernikahan juga dapat mengatur hak asuh
bersama atau tunggal .

12. Dalam hal ini, perjanjian pernikahan dapat menjadi alat yang penting
untuk menetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam rumah
tangga.

3.1.4 Putusnya pernikahan,

Perceraian: Perceraian adalah keputusan salah satu pihak dalam pernikahan untuk
memutuskan hubungan kawinnya. Perceraian dapat disebabkan oleh berbagai alasan,
seperti kekurangan cinta, kekurangan kesadaran, kekurangan kewangan, dan
kekurangan kewajiban .

1. Tinggalan: Jika salah satu pihak menginginkan untuk menghentikan


pernikahan, tetapi tidak dapat menemukan saksi yang dapat membantu
mengakhiri pernikahan, maka pernikahan akan tetap berlaku .

2. Kematian: Jika salah satu pihak mati, maka pernikahan akan berakhir secara
otomatis.

3. Hukum: Perjanjian pernikahan dapat mengatur perkawinan, pembagian harta,


dan pemisahan harta jika terjadi perceraian. Jika salah satu pihak tidak
mengikuti perjanjian, maka pernikahan dapat diputuskan oleh hukum .

4. Pengajuan pemutus pernikahan: Jika salah satu pihak memiliki alasan untuk
memutuskan pernikahan, maka pihak tersebut dapat membuat pengajuan
pemutus pernikahan kepada pihak yang berwenang .

5. Pemutus perjanjian pernikahan: Jika salah satu pihak tidak mengikuti


perjanjian pernikahan, maka pihak yang tidak mengikuti dapat diputuskan
oleh pihak yang berwenang .

6. Pemutus perjanjian pernikahan oleh hukum: Jika salah satu pihak tidak
mengikuti perjanjian pernikahan, maka perjanjian dapat diputuskan oleh
hukum .

Pada umumnya, pernikahan dapat berakhir atau putus karena berbagai alasan,
dan perjanjian pernikahan dapat memuat tentang cara mengatur hal-hal
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai