Anda di halaman 1dari 10

KAIDAH FIQHIYYAH DAN MACAM-MACAMNYA SERTA

PERBEDAANNYA DENGAN KAIDAH USHULIYYAH

 •[L]• gaмerѕ  3/27/2016 02:56:00 PM

Kaidah Fiqhiyyah dan Macam-macamnya


serta Perbedaannya dengan Kaidah Ushuliyyah

Oleh :
Muhammad Yusuf
Sarmadana
Sarlina

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


TAHUN AKADEMIK
2013 / 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa karena dengan
rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan tugas dari bapak dosen untuk membuat
makalah yang berjudul Kaidah Fiqhiyyah serta Macam-macamnya, serta Perbedaan Kaidah
Fiqhiyyah dengan Kaidah Ushuliyyah.
Kekurangan yang mungkin ada pada makalah ini justru diharapkan mendorong para teman-
teman mahasiswa untuk melengkapinya dari sumber-sumber lain yang sesuai dan bagi bapak
Pembina/bapak dosen yag melihat kekurangan dari makalah kami ini mohon untuk dapat
membantu menyempurnakan makalah yang kami buat ini.
Semoga makalah ini benar-benar bemanfaat dan dapat dipahami oleh pembacanya.

penulis

DAFTAR ISI
Kata
Pengantar ...........................................................................................
............. i
Daftar
Isi ...................................................................................................
............. ii

BAB I : Pendahuluan
A.    Latar Belakang ....................................................................................
1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan .................................................................................
2
BAB II : Pembahasan
A.    Pengertian Kaidah Fiqhiyyah dan Macam-macamnya ....................... 3
B.     Perbedaan Kaidah Fiqhiyyah dengan Kaidah Ushuliyyah ................. 7
BAB III : Penutup
A.    Kesimpulan ........................................................................................
10
B.     Saran ...............................................................................................
... 10

Daftar
Pustaka .............................................................................................
.. 11

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Kaidah fiqhiyah merupakan asas-asas atau aturan-aturan dalam ilmu fiqh yang perlu
diketahui secara umum oleh umat Islam, terutama bagi mereka yang ingin mendalami ilmu fiqh
serta para mujtahid. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti
sama sekali apa itu kaidah.
Kaidah fiqhiyah itu sangat penting karena merupakan alat untuk menggali kandungan
makna dan hukum yang tertuang dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sedangkan  itu sendiri
merupakan modal utama memproduk fiqh. Tanpa , pengamalan hukum Islam cenderung belum
semuanya mengelupas jenis-jenis hukum suatu perbuatan. Dengan mengetahui dan memahami
kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah dalam menguasai fiqh, karena kaidah
fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh dan lebih arif dalam menerapkan fiqh
dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang
berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial,
ekonomi, politin, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus
muncul dan berkembang dalam masyarakat. 
Maka dari itu, kami selaku penyusun mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-kaidah
fiqhiyah.

B.            Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan macam-macam kaidah fiqhiyyah ?
2.      Apa perbedaannya dengan kaidah ushuliyyah ?
C.           Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun bertujuan agar umat Islam lebih mengetahui, memahami, dan 
mengerti mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kaidah fiqhiyyah. Mulai dari  pengertian
dari kaidah - kaidah tersebut, macam - macamnya , dan perbedaan ataupun persamaan antara
kaidah – kaidah fiqhiyah dengan kaidah – kaidah ushuliyyah. Sebagai tambahan, diharapkan
dengan adanya tulisan ini dapat membantu orang-orang yang ingin mendalami hukum-hukum
fiqih, terutama bagi kalangan mujtahid.

BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian kaidah fiqhiyyah dan macam-macamnya
Kaidah berarti aturan atau patokan. Dalam bahasa Arab, kaidah bisa diterjemahkan sebagai
qaidah atau qawaid (dalam bentuk jamak) . Kaidah juga bisa diartikan al-asas (dasar atau
pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau
cara).
Menurut tinjauan terminologi, kaidah punya beberapa arti. Dr. Ahmad asy-syafi’i dalam
buku Usul Fiqh Islami, menyatakan bahwa kaidah adalah : ”Kaum yang bersifat universal (kulli)
yangh diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak”.
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan : ”Hukum yang biasa
berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar bagiannya”.
Arti fiqh secara etimologi lebih dekat dengan ilmu. Sedangkan menurut istilah, Fiqh adalah
ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang diambilkan
dari dalil-dalil yang tafsili (terperinci).
Kaidah fiqhiyah adalah kaidah atau teori yang di rumuskan oleh ulama fiqh yang
bersumber dari syari’at dengan di dasarkan pada asas dan tujuan pensyari’atan. Kata kaidah
fiqhiyah terdiri dari dua kata yakni qa’idah dan fiqhiyah.
Kata fiqhiyah berasal dari fiqh, yang berarti faham, yang menurut istilah berarti hukum-
hukum syara’ yang bertalian dengan perbuatan mukallaf yang di keluarkan dari dalil nya yang
terperinci. Pengertian kaidah fiqhiyah dalam susunan kata sifat dan yang di sifati, berarti
ketentuan aturan yang berkenan dengan hukum-hukum fiqh yang di ambil dari dalil-dalil
terperinci.
Menurut Prof. Hasbi Ash Shiddiqy, kaidah fiqhiyah itu adalah kaidah-kaidah yang bersifat
kully yang di ambil dari dalil-dalil kully dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan hukum
(maqashidusy syar’iy) pada mukallaf serta dari memahami rahasia tasyri’ dan hikmah-
hikmahnya.
Tujuan pensyari’atan adalah untuk merealisir kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
Kaidah Fiqhiyah ada 5 macam, yaitu :
a.      Kaidah yang berkaitan dengan fungsi tujuan.
‫األمور بمقاصدها‬ “Segala urusan tergantung kepada tujuannya”.
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
ِ ِ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
}5 : ‫…{البينة‬ ‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء‬
“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan kepada-Nya agama yang lurus …”
Sabda Nabi SAW :
‫انما األعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوى‬
“Sesungguhnya segala amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi
seseorang itu hanyalah apa yang ia niati”.
Tujuan utama disyari’atkan niat adalah untuk membedakan antara perbuatan-perbuatan
ibadah dengan perbuatan adat dan untuk menentukan tingkat ibadah satu sama lain.
Contoh : Kita setiap hari mandi, namun apabila mandi itu diniati ibadah maka kita akan
mendapatkan pahala. Sama hal-nya mengeluarkan harta untuk zakat apabila tidak dibarengi niat,
maka nilai ibadahnya akan berkurang atau bahkan tidak ada.
b.      Kaidah yang Berkenaan Dengan Keyakinan.
‫اليقين ال يزال بالشك‬ “Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan”.
Dasar Kaidahnya adalah, sabda Nabi Muhammad saw :
“Apabila seorang diantara kalian menemukan sesuatu didalam perut kemudian sangsi
apakah telah keluar sesuatu dari perutnya atau belum, maka janganlah keluar dari masjid
sehingga mendengar suara atau mendapatkan baunya. (H.R. Muslim)”
Misalnya ada dua orang yang mengadakan utang piutang, dan keduanya berselisih apakah
utangnya sudah dibayar atau belum, sedang pemberi utang bersumpah bahwa utang itu belum
dilunasi, maka sumpah pemberi utang itu akan dimenangkannya karena yang demikian itu yang
yakin menurut kaidah diatas. Dan hal itu dapat berubah jika yang utang dapat rnemberikan bukti
– bukti baru atas pelunasan utangnya.
c.       Kaidah yang Berkenaan Dengan Kondisi Menyulitkan.
Kaidah ini menjadi sumber adanya rukshah(kemurahan) dan takhfif (keringanan) dalam
melaksanakan tuntutan syari’at yang karena sebab atau keadaan tertentu  sangat sulit untuk
dilaksanakan, seperti; karena sedang bepergian, sakit, terpaksa, lupa, kurang mampu, dan
kesukaran yang umum dialami.
‫لمشقة تجلب التيسير‬ “Kesukaran itu dapat menarik kemudahan”.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw :
” Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah agama yang benar dan mudah
(H.R. Bukhari)“
Firman Allah SWT yang berarti :
”Seorang hamba tidak dibebani sesuatu kecuali apa yang sanggup untuk ditanggung”.
d.      Kaidah yang Berkenaan Dengan Kondisi Membahayakan.
‫اذا ض{{اق االم{{ر اتس{{ع واذا اتس{{ع االم{{ر ض{{اق‬ “Apabila suatu perkara itu sempit maka hukumnya
menjadi luas, sebaliknya jika suatu perkara itu luas maka hukumnya menjadi sempit”.
Contoh lain, Misalnya seseorang di hutan tiada makanan sama sekali kecuali ada babi
hutan dan bila ia tidak makan menjadi mati, maka babi hutan itu boleh dimakan sebatas
keperluannya. Adapun kaidah ini memiliki beberapa macam kaidah yaitu ;
         Keadaan darurat itu membolehkan yang dilarang.
         Sesuatu yang dibolehkan karena darurat ditetapkan hanya sekedar kedaruratanya.
         Kemadharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemadharatan yang sama.
         Menolak kerusakan harus didahulukan dari adamenarik kemaslahatan
         Apabila dua kerusakan saling berlawanan (bertemu), maka haruslah lebih diperhatikan yang
lebih besar madharatannya dengan melaksanakan yang lebih ringan madharatannya dari
keduanya.
e.       Kaidah yang Berkenaan Dengan Adat Kebiasaan.
‫الع{{{{{{ادة محكمة‬ “Adat kebiasaan dapat ditetapkan sebagai hukum”.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad saw, ”Apa yang dipandang baik oleh
muslim maka baik pula disisi Allah”.
Ada perbedaan antara al-adah dengan ‘urf. Adat (al-adah) adalah perbuatan yang terus
menerus dilakukan oleh manusia yang kebenarannya logis, tapi tidak semuanya menjadi hukum.
Sedangkan ‘urf, jika jika mengacu pada “al-ma’ruf”, berarti kebiasaan yang normatif dan
semuanya dapat dijadikan hokum, karena tidak ada yang bertentangan dengan al-quran atau
hadits.
Contohnya : hukum syari’ah menetapkan  hukum mahar dalam perkawinan namun tidak
ada kejelasan berapa banyak ketentuan mahar itu, maka ketentuannya dikembalikan pada
kebiasaan.
B.            Perbedaannya dengan kaidah ushuliyyah
Dalam penilaian Ibn Taimiyyah, ada perbedaan mendasar antara qawaid ushuliyyah
dengan qawaid fiqhiyah. Qawaid ushuliyyah membahas tentang dalil-dalil umum. Sementara
qawaid fiqhiyah merupakan kaidah-kaidah yang membahas tentang hukum yang bersifat umum.
Jadi, qawaid ushuliyah membicarakan tentang dalil-dalil yang bersifat umum, sedangkan qawaid
fiqhiyah membicarakan tentang hukum-hukum yang bersifat umum. Perbedaan al-qawaid
fiqhiyah dan kaidah ushul fiqh secara lebih rinci dan jelas dapat diamati dalam uraian di bawah
ini :
a.    Qawaid ushuliyyah adalah kaidah-kaidah bersifat kulli (umum) yang dapat diterapkan pada
semua bagian-bagian dan objeknya. Sementara qawaid fiqhiyah adalah himpunan hukum-hukum
yang biasanya dapat diterapkan pada mayoritas bagian-bagiannya. Namun, kadangkala ada
pengecualian dari kebiasaan yang berlaku umum tersebut.
b.    Qawaid ushuliyyah atau ushul fiqh merupakan metode untuk mengistinbathkan hukum secara
benar dan terhindar dari kesalahan. Kedudukannya persis sama dengan ilmu nahwu yang
berfungsi melahirkan pembicaraan dan tulisan yang benar. Qawaid ushuliyyah sebagai metode
melahirkan hukum dari dalil-dalil terperinci sehingga objek kajiannya selalu berkisar tentang
dalil dan hukum. Misalnya, setiap amar atau perintah menunjukkan wajib dan setiap larangan
menunjukkan untuk hukum haram. Sementara qawaid fiqhiyah adalah ketentuan (hukum) yang
bersifat kulli (umum) atau kebanyakan yang bagian-bagiannya meliputi sebagian masalah fiqh.
Objek kajian qawaid fiqhiyah selalu menyangkut perbuatan mukallaf.

c.    Qawaid ushuliyyah sebagai pintu untuk mengistinbathkan hukum syara’ yang bersifat amaliyah.
Sementara qawaid fiqhiyah merupakan himpunan sejumlah hukum-hukum fiqh yang serupa
dengan ada satu illat (sifat) untuk menghimpunnya secara bersamaan. Tujuan adanya qawaid
fiqhiyah untuk menghimpun dan memudahkan memahami fiqh.
d.    Qawaid ushuliyah ada sebelum ada furu’ (fiqh). Sebab, qawaid ushuliyyah digunakan ahli fiqh
untuk melahirkan hukum (furu’). Sedangkan qawaid fiqhiyah muncul dan ada setelah ada furu’
(fiqh). Sebab, qawaid fiqhiyah berasal dari kumpulan sejumlah masalah fiqh yang serupa, ada
hubungan dan sama substansinya.
e.    Dari satu sisi qawaid fiqhiyah memiliki persamaan dengan qawaid ushuliyyah. Namun, dari sisi
lain ada perbedaan antara keduanya. Adapun segi persamaannya, keduanya sama-sama memiliki
bagian-bagian yang berada di bawahnya. Sementara perbedaannya, qawaid ushuliyyah adalah
himpunan sejumlah persoalan yang meliputi tentang dalil-dalil yang dapat dipakai untuk
menetapkan hukum. Sedangkan qawaid fiqhiyah merupakan himpunan sejumlah masalah yang
meliputi hukum-hukum fiqh yang berada di bawah cakupannya semata.

BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
Kaidah fiqhiyah itu adalah kaidah-kaidah yang bersifat kully yang di ambil dari dalil-dalil
kully dan dari maksud-maksud syara’ menetapkan hukum (maqashidusy syar’iy) pada mukallaf
serta dari memahami rahasia tasyri’ dan hikmah-hikmahnya. Tujuan pensyari’atan adalah untuk
merealisir kemaslahatan dan menolak kemadharatan.
Dalam perumusanya, kaidah menggunakan 2 metode, yaitu materiil dan formil. Sedangkan
kaidah ushuliyyah menggunakan 3 metode, yaitu deduktif, induktif dan campuran. Banyak
terdapat kitab-kitab yang memuat kaidah-kaidah tersebut. Kaidah ushuliyyah merupakan dasar
dari pembentukan kaidah fiqhiyah.
Kaidah Fiqhiyah dan Ushuliyyah merupakan bagian dari ilmu fiqh yang perlu diketahui
dan dipelajari oleh umat Islam secara lebih lanjut terutama bagi yang ingin memperdalam ilmu
fiqh. Melalui pemahaman terhadap kaidah – kaidah tersebut, kita dapat mengetahui aturan-aturan
yang terkandung dalam hukum Islam dan diharapkan mampu menerapkanya dalam kehidupan
sehari-hari.
B.            Saran
Kami sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik ALLAH, oleh karena itu kami sangat
mengaharapkan saran dan kritik yang membangun agar kami bisa menjadikan saran tersebut
sebagai pedoman dikesempatan mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Usman, Muchlis. 2002. Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah. Cet ke-4. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Nata, Abudin, 2003. Masail Al-Fiqhiyah, Bogor: Kencana, edisi 1.
http://hadiqunnuha.wordpress.com/2013/01/20/berkenalan-dengan-qawaid-ushuliyah-lughawiyah/
http://chachaecca.blogspot.com/2013/04/kaidah-fiqhiyah-dan-kaidah-ushuliyyah.html

Anda mungkin juga menyukai