Disusun Oleh:
Reza Juliansyah
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang atas berkah dan rahmat-Nya penulis bisa menulis makalah dalam keadaan
sehat wal afiyat.
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Habibana Wanabiyana
Muhammad SAW. Karenanya lah kita dapat merasakan manis nya beribadah dan menuntut
ilmu sesuai ajarannya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini belum dikatakan sempurna,
maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari seluruh pihak sehingga
makalah ini bisa dikatakan sempurna.
Wassalam
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .......................................................................................................... i
Daftat Isi ..................................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
BAB 2 Pembahasan .................................................................................................... 2
A. Pengertian Fiqih dan Ilmu Fiqih .............................................................................. 2
B. Hubungan Fiqih dengan Ushul Fiqih ....................................................................... 2
C. Tujuan mempelajari Ilmu Fiqih ............................................................................... 3
D. Hukum dan pembagiannya, Mahkum Bih, Mahkum Fih, dan Mahkum Alaih
berdasarkan objek, peristiwa, dan subjek ..................................................................... 3
E. Dalil dalam Hukum Islam ........................................................................................ 7
F. Sumber-sumber Hukum Islam .................................................................................
10
G. Madzhab dalam Fiqih .............................................................................................
11
H. Ijtihad, Ittiba’, Taqlid dan Talfiq ........................................................................... 15
BAB 3 Penutup ......................................................................................................... 16
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 16
B. Saran-saran ........................................................................................................... 17
Sunber Referensi ........................................................................................................ 17
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di uraikan di atas, maka yang menjadi pembahasan
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Fiqih dan Ushul Fiqih?
2. Bagaimana hubungan Ilmu Fiqih dengan Ushul Fiqih?
3. Apa tujuan mempelajari Ilmu Fiqih?
4. Apa itu hukum dan pembagiannya?
5. Jelaskan Dalil dalam Hukum Islam!
6. Sebutkan sumber-sumber Hukum Islam!
7. Sebutkan Madzhab-madzhab dalam Fiqih!
8. Apa itu Ijtihad, Ittiba’, Taqlid, dan Talfiq?
C. Tujuan Penulisan
Mengetahui latar belakang dan rumusan masalah tersebut diharapkan tulisan ini bisa
menjadi pengetahuan dan pegangan bagi penulis. Untuk mewujudkan semua itu, ada
beberapa tujuan dan nilai guna yang akan di capai, antara lain:
1. Untuk mengetahui bagaimana makna dari pengertian Fiqih dan Ilmu Fiqih
2. Untuk mengetahui Hubungan Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
3. Untuk mengetahui tujuan mempelajari Ilmu Fiqih
4. Untuk mengetahui bagaimana Hukum dan pembagiannya
5. Untuk Mengetahui Dalil dalam Hukum Islam
6. Untuk Mengetahui Sumber-sumber Hukum Islam
7. Untuk Mengetahui Madzhab dalam Fiqih
8. Untuk Mengetahui apa itu Ijtihad, Ittiba’, Taqlid, dan Talfiq
BAB 2
PEMBAHASAN
A.Pengertian Fiqih dan Ilmu Fiqih
Para ulama sepakat bahwa tindakan manusia baik berupa perbuatan maupun ucapan,
dalam hal ibadah maupun muamalah berupa tindak pidana ataupun perdata, masalah akad
atau pengelolaan, dalam syariat islam semuanya masuk dalam wilayah hukum.
Pengertian Fiqih secara bahasa (etimologi) berasal dari lafal faqiha, yafqahu, fiqhan
yang berarti mengerti atau paham. Sedangkan pengertian Fiqih secara istilah (terminologi)
fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang praktis yang di ambil dari dalil-dalil
terperinci. 1
B.Hubungan Fiqih dengan Ushul Fiqih
Kaidah fiqih merupakan petunjuk operasional dalam mengistibahtkan hukum islam,
dengan melihat kepada hikmah dan rahasia-rahasia tasyri. Sedangkan kaidah Ushul memuat
pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya baik al-Quran maupun sunnah dengan
menggunakan pendekatan secara kebahasaan. Namun kedua kaidah tersebut merupakan
patokan dalam mengistibahtkan duatu hukum, satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan, sebab keduanya saling membutuhkan, pada sasarannya menetapkan hukum Islam
terhadap mukallaf. Sebagai contoh Surah Al-Maidah: 3.2 Ilmu Ushul Fiqih, Muhammad Abu
zahrah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
ُير َو َمٓا أُ ِه َّل لِ َغي ِْر هَّللا ِ بِ ِهۦ َو ْال ُم ْن َخنِقَةُ َو ْال َموْ قُو َذةُ َو ْال ُمتَ َر ِّديَة
ِ ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز ْ ُح ِّر َم
اأْل َ ْز ٰل ِم ٰۚ ذلِ ُك ْمuِ ُموا بuب َوأَ ْن تَ ْستَ ْق ِس ِ uص ُ ُّا ُذبِ َح َعلَى النuuا َذ َّك ْيتُ ْم َو َمuuبُ ُع إِاَّل َمuالس َّ َلuيحةُ َو َمٓا أَ َك َ َوالنَّ ِط
ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم ُ وْ َم أَ ْك َم ْلuuَۚ الي
ْ وْ ِنuuاخ َش ْ وْ هُ ْم َوuuرُوا ِم ْن ِدينِ ُك ْم فَاَل ت َْخ َشuuَس الَّ ِذينَ َكف َ ِوْ َم يَئuuَۗ الي ْ ق ٌ uuفِ ْس
ف ٍ ِ انuر ُمت ََجu َ u ٍة َغ ْيu ص َ طُ َّر ِفى َم ْخ َمu اض ْ ا ۚ فَ َم ِنuuً ٰل َم ِدينu يت لَ ُك ُم اإْل ِ ْس ُ uض ِ ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِى َو َر ُ َوأَ ْت َم ْم
ِ إِّل ِ ْث ٍم ۙ فَإ ِ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر ر
َّحي ٌم
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang
disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk,
dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan
pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam
(anak panah) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi
takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang
siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang."
2
Fiqih jinayah, Nurul Irfan, M. Musyrofah. Ed.1 Cet,1 Cet,5
1.
Ilmu Ushul Fiqih, Muhammad Abu Zahrah
2.
3
3.Abdul Wahab Khallaf, op.cit hlm 14
Hukum Taklifi
Hukum Taklifi memuat tuntutan dan pilihan, yaitu tuntutan Allah yang berkaitan
dengan perintah untuk berbuat sesuatu perbuatan. Di dalamnya memuat ketentuan-ketentuan
uang berhubungan langsung dengan perbuatan mukalaf, baik berbentuk perintah yang tegas
(wajib), anjuran untuk melakukan (sunnah), larangan (haram), anjuran untuk tidak melakukan
(makruh), atau dalam bentuk memberi kebebasan untuk berbuat atau tidak berbuat (mubah).6
Didalam agama islam, bentuk hukum Taklifi yang berupa tuntutan tidak memberatkan
pelakunya, dan selalu berada dalam batasan kemampuan seorang mukalaf. Berikut beberapa
bentuk hukum Taklifi :
Wajib
Wajib ialah tuntutan yang bersifat tegas dari syariat untuk dilakukan, dan tak boleh
ditinggalkan oleh seorang mukalaf. Meskipun pahala adalah urusan Allah, dijelaskan bahwa
menjalankan kewajiban akan diberi pahala bagi yang melakukan dan diancam dengan dosa
bagi yang meninggalkannya.7
Mandhub (Sunnah)
Mandhub ialah lafadz lain dari sunnah, nafal, tathawu’, mustahab, atau mustahsan,
yang artinya tuntunan untuk melaksanakan perbuatan, dimana tuntutan itu tidak bersifat
tegas. Mandhub atau sunnah sendiri secara lughawi memiliki arti seruan untuk sesuatu yang
penting. Secara istilah didefinisi kan sebagai sesuatu yang diberi pahala bagi orang yang
melakukan, dan tidak disiksa atau di ancam dengan dosa orang yang meninggalkan nya.8
Mubah
Mubah adalah pilihan antara berbuat dan tidak berbuat. Secara istilah Mubah berarti
suatu yang diberi kemungkinan oleh pembuat hukum (Allah) untuk memilih antara
melakukan atau meninggalkan. Ia boleh melakukan atau tidak.9
Makruh
Makruh adalah tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan itu
tidak tegas. Makruh secara lughawi berarti yang tidak disukai, yang dibenci atau yang buruk.
Dan secara istilah didefinisikan sebagai sesuatu yang apabila ditinggalkan mendapat pahala
dan apabila dikerjakan pelaku nya tidak berdosa.10
Haram
Haram adalah untuk meninggalkan sesuatu dengan tuntutan yang tegas. Haram secara
lughawi berarti sesuatu yang lebih banyak kerusakannya, suatu larangan, sesuatu yang
dituntut untuk tidak melakukannya.11
4
6-11. https://ushulfiqih.com/hukum-taklifi-dan-wadhi/
Hukum Wadhi’
Hukum Wadhi ada tiga macam, yaitu berupa sebab, syarat, dan mani (penghalang)
adanya hukum syariat, dan tiga hal lainnya terkait hukum perbuatan mukalaf apakah sah,
fasid, atau batal. Artinya apabila sesuatu hukum Taklifi yang dikerjakan itu ada sebabnya,
telah memenuhi syarat-syaratnya, dan tidak ada mani’ (pengahalang), maka perbuatan itu
dinyatakan sudah memenuhi ketentuan hukum (sah). Hukum wadhi juga menjelaskan adanya
‘azimah atau rukhsah (keringanan).12 Berikut rincian-rincian hukum wadhi’.
Sebab
Sebab adalah suatu sifat atau kondisi yang keberadaannya menjadi tanda atau sebab
adanya hukum syariat. 13
Syarat
Syarat adalah sesuatu yang keberadaan hukum syariat tergantung kepadanya. Syarat
berada diluar hukum syariat.14
Mani’ (penghalang)
Mani’ atau oenghalang adalah suatu sifat atau kondisi yang keberadaannya
menghalangi adanya hukum. 15
Sah / Shahih
Shahih adalah hukum yang telah memenuhi ketentuan syarat, yaitu telah terpenuhi
unsur sebab, syarat, dan tidak mani’ (penghalang). Apabila sesuatu perbuatan yang dituntut
adanya sebab, telah memenuhi syara-syaratnya, dan tidak ada mani’ (pengahalang), maka
perbuatan itu dianggap sudah memenuhi ketentuan hukum (sah).16
Bathil
Bathil atau batal adalah hukum yang tidak memenuhi aturan syariat. Disebut bathil
apabila tidak terpenuhinya kualifikasi adanya sebab, syarat dan tidak adanya mani’
(penghalang).17
‘Azimah
Azimah adalah hukum-hukum yang berlaku untuk seluruh mukalaf sejak semula.18
Rukhsah (keringanan)
Rukhsah adalah perubahan hukum gang berubah dari hukum asalnya, karena ada
alasan-alasan tertentu.19
5
12-19. https://ushulfiqih.com/hukum-taklifi-dan-wadhi/
6
20. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahkum_Fih
7
23-24. TAHKIM, Jurnal peradaban dan Hukum Islam Hal. 98-99
25. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/SUMBER_HUKUM.pdf
Dalil, secara bahasa artinya petunjuk pada sesuatu baik yang bersifat material maupun
yang bersifat non material. Sedangkan menurut Istilah, suatu petunjuk yang di jadikan
landasan berfikir yang benar dalam memperoleh hukum syara yang bersifat praktis, baik yang
kedudukannya qath’i (pasti) atau dhani (relatif), atau dengan kata lain, dalil adalah segala
sesuatu yang menunjukan kepada madlul. Madlul itu adalah hukum syara yang amaliyah dari
dalil.26
Dalil dapat dilihat dari berbagai segi : Dari segi asalnya, dari segi ruang limgkupnya,
dari segi kekuatannya.
Dalil ditinjau dari segi asalnya
Ditinjau dari asalnya, dalil ada dua macam:
1.Dalil Naqli yaitu dalil-dalil yang berasal dari nash langsung, yaitu Alquran dan as-sunnah.
2.Dalil aqli, yaitu dalil -dalil yang berasal bukan dari nash langsung, akan tetapi dengan
menggunakan akal pikiran, yaitu Ijtihad.
Bila direnungkan, dalam fiqih dalil akal itu bukanlah dalil yang lepas sama sekali dari
Alquran dan as-Sunnah, tetapi prinsif-prinsif umumnya terdapat dalam Alquran dan As-
Sunnah.27
Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya
Dalil ditinjau dari ruang lingkupnya ada dua macam, yaitu:
1. Kully yaitu dalil yang mencakup banyak satuan hukum. Dalil Kulli ini adakalaya
berupa ayat Alquran, dan berupa hadits, juga adakalanya berupa Qaidah-qaidah Kully.
Dalil kully dari Qaidah ini, memberi arti bahwa segala sesuatu yang tadinya sulit akan
menjadi mudah. Dalil kulli dari Qaidah kulliyah ini tetap kembali kepada semangat atau
didasari oleh isyarat Alquran dan al-Sunnah.
2. Juz'i, atau Tafsili yaitu dalil yang menunjukan kepada satu persoalan dan satu hukum
tertentu, seperti
يا ا يها الذين ا منوا كتب عليگم الصيام
Ayat ini djsebut dall juz’i karena menunjukan kepada perbuatan puasa saja.28
8
26-28. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/SUMBER_HUKUM.pdf
9
30-34. http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/SUMBER_HUKUM.pdf
Karena suatu dalil yang membutuhkan dalil lain untuk dijadikan hujjah, tidaklah dapat
dikatakan sumber, karena yang dikatakan sumber itu harus berdiri sendiri. Disamping itu,
keberadaan suatu dalil, seperti Ijma, Qiyas dan istihsan misalnya, tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Alquran dan as-Sunnah. Oleh sebab itu, para
ahli ushul Fiqh sering menyebut terhadap adillah ahkam seperti Ijma, Qiyas dan sebagainya,
sebagai turuq istinbath al-Ahkam yaitu metode dalam menetapkan hukum.36
10
36-37. e. Khairil, Sumber Hukum Islam https //repository.uinsu.ac.id
38. Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
3.Ijma’
Kesepakatan seluruh Ulama Mujtahid pada suatu masa setelah zaman Rasulullah
SAW. Atas sebuah perkara dalam “Agama” dan “ijma” yang dapat dipertanggung jawabkan
adalah yang terjadi di zaman Sahabat, Tabi’in (setelah sahabat), dan Tabi’ut (setelah tabiin).
Karena setelah zaman mereka lara Ulama telah berpencar dan jumlahnya banyak, dan
perselilisihan semakin banyak sehingga tak dapat dipastikan bahwa semua Ulama sepakat.40
4.Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits, dan Ijma’ adalah
Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam Al quran
ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan sesuatu yang hendak
diketahui hukumnya tersebut.41
G. Madzhab dalam Fiqih.
Kata madzhab menurut ahli bahasa ialah tempat untuk pergi ataupun jalan. Dari segi
istilah, madhzab berarti hukum-hukum yang terdiri atas kumpulan permasalahan. Dengan
pengartian ini, maka terdapat persamaan makna antara bahasa dan istilah, yaitu madzhab
menurut bahasa adalah jalan yang menyampaikan seseorang kepada satu tujuan tertentu di
kehidupan dunia ini, sedangkan hukum-hukum juga dapat menyampaikan seseorang kepada
satu tujuan di akhirat.42
a. Abu Hanifah, An-Nu’man Bin Tsabit (80-150 H) Pendiri Madzhab Hanafi
Namanya al-Imam al-Azham Abu Hanifah, an-Nu'man bin Tsabit bin Zuwatha al-
Kufi. Dia adalah keturunan orang-orang Persia yang merdeka (bukan keturunan hamba
sahaya). Dilahirkan pada tahun 80 H dan meninggal pada tahun 150 H (semoga Allah SWT
merahmatinya). Dia hidup di dua zaman pemerintahan besar. Yaitu pemerintahan Bani
Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dia adalah generasi atba' at-tabi'in. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa Abu Hanifah termasuk kalangan tabi'in. Dia pernah bertemu dengan
sahabat Anas bin Malik dan meriwayatkan hadist darinya, yaitu hadist yang artinya,
"Menuntut Ilmu adalah fardhu bagi setiap Muslim".43
Imam Abu Hanifah adalah imam ahlurra'yu dan ahli fiqih Iraq, juga pendiri madzhab
Hanafi. Asy-Syafi'i pernah berkata, "Manusia memerlukan al-Imam Abu Hanifah dapam
bidang Fiqih". Abu Hanifah pernah menjadi pedagang kain di Kufah. Abu Hanifah menuntut
ilmu hadist dan fiqih dari ulama-ulama yang terkenal. Dia belajar ilmu fiqih selama 18 tahun
kepada Hammad bin Abi Sulaiman yang mendapat didikan (murid) dari Ibrahim an-Nakha'i.
Abu Hanifah sangat berhati-hati dalam menerima hadist. Dia menggunakan Qiyas dan
istihsan secara meluas. Dasar madzhabnya ialah Al-Kitab, As-Sunnah, Ijma', Qiyas, dan
Istihsan. Dia telah menghasilkan sebuah kitab dalam bidang Ilmu Kalam, yaitu al-Fiqh al-
Akbar dan dia juga mempunyai al-Musnad dalam bidang hadist. Tidak ada penulisan dia
dalam bidang ilmu fiqih.44
11
40-41. Eva Iryani, Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
12
45-49. Prof Dr. Wahbah Azu-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 1
13
50-58. Prof. Dr. Wahbah Azu-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 1
Abu Khalid al-Wasithi merupakan rawi Hadist-hadist Majmu' dan pengumpul fiqih
madzhab Zaid. Dikatakan bahwa jumlah hasil karyanya mencapai 15 naskah kitab. Di
antaranya adalah kitab al-Majmu' di bidang Hadist, namun penisbatan kitab ini kepada imam
Zaid diragui.59
g. Al-Imam Abu Abdullah Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Ali Zainal
Abidin Ibnul Husain (80-148 H/699-765 M) pencetus Madzhab Imamiyah.
Adapun Abu fa'far Muhammad ibnul Hasan ibnul Farrukh ash-Shaffar al-A'raj al-
Qummi (meninggal 290 H) adalah orang yang menyebarkan madzhab Syi'ah Imamiyyah
dalam bidang fiqih.60
Golongan Imamiyyah mengatakan bahwa 12 imam adalah maksum. Imam yang
pertama ialah Imam Abul Hasan Ali al-Murtadha, dan yang terakhir ialah Muhammad al-
Mahdi al-Hujjah, yang mereka dakwa dia tersembunyi dialah imam yang masih hidup. 61
Ibnu Farrukh ialah tokoh yang menyebarkan fiqih Syi'ah Imamiyyah di Persia dalam
kitabnya Baqta'ir ad-Darajat fi 'Ulum Aali Muhammad, wa Ma Khashshahumullah bih. Kitab
ini telah dicetak pada tahun 1285 H.62
Sebelum itu, kitab pertama kali dalam fiqih ialah risalah al-Halal wal-Haram yang
dikarang oleh Ibrahim bin Muhammad Abu Yahya al-Madani al-Aslami yang dia riwayatkan
dari Imam fa'far ash-Shadiq.63
Kemudian anaknya, Ali ar-Ridha menulis kitab Frqh ar-Ridha, dicetak pada tahun
274H Teheran. Ibnu Farrukh al-A'raj, muncul Muhammad bin Ya'qub bin Ishaq al-Kulaini
ar-Razi yang merupakan syaikh golongan Syi'ah yang mati pada tahun 328 H. Dia telah
menulis buku al-Kafi fi 'IIm ad-Din. Di dalamnya terdapat 6.099 hadits yang diriwayatkan
melalui Ahlul Bait. Bilangan ini lebih banyak daripada bilangan hadits yang terdapat dalam
kitab hadits yang enam (yaitu al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan
Ibnu Majah).64
h. Abusy Sya'Tsa’ At-Tabi’i, Jabir bin Zaid (meninggal 193 H) pencetus Madzhab
Ibadiyyah.
Madzhab ini dinisbahkan kepada Abdullah bin Ibadh at-Tamimi [meninggal B0 H).
Jabir bin Zaid adalah ulama tabi'in yang mengamalkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dia murid
Ibnu Abbas r.a.. Usul fiqh lbadiyyah sama seperti usul madzhab-madzhab lain yang
berpegang kepada Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma, qiyas, istidlal, atau istinbath dengan semua
cara termasuk a/-rstih san, istishlah, mashalih mursalah, istishhab, qaul ash'Shahabi, dan lain-
lain. Pendapat yang muktamad menurut mereka ialah ilham yang diperoleh oleh orang selain
Nabi Muhammad saw. tidak dapat menjadi hujiah dalam hukum syara' bagi orang selain yang
mendapat ilham tersebut. Adapun seorang mujtahid yang mendapat ilham, maka ilham itu
tidak menjadi hujjah baginya kecuali dalam persoalan yang tidak ada dalil muttafaq 'alaih
(dipersetujui oleh semua) dalam penetapan hukumnya, dan itu merupakan istihsan yang
dikenal pada madzhab yang lain. Mereka tidak mau dinamakan al-Khawarij atau al-
Khawamis. Mereka lebih dikenal dengan Ahlud Da'wah, Ahlul Istiqamah, dan Jama'ah al-
Muslimin.65
14
59-65. Prof Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 1
b. Ittiba’
Perkataan ittiba’ dalam bahasa Arab, berasal dari kata kerja (fi’il): ‘ittaba’a,
yattabi’u, ittiba’an, muttabi’un, yang berarti menurut atau mengikuti, seperti ungkapan: اتبعه
( اومشنى خلفهIa telah mengikutinya), maksudnya ia berjalan mengiringi di belakangnya.
Imam Ahmad berkata:
Ittiba” adalah kita mengikuti pendapat yang datang dari Nabi, dari Sahabat, kemudian yang
datang dari tabi’in yang diberikan kebajikan.
Jadi ittiba’ menurut ulama ushul fikih adalah mengikuti atau menuruti semua yang
diperintahkan dan menjauhi yang dilarang oleh Rasulullah SAW. Dengan perkataan lain
adalah melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam sesuai dengan yang dikerjakan Rasulullah
SAW baik berupa perintah atau larangan. 67
15
66. Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Hal. 109
67. Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Hal. 154
c. Taqlid
Taqlid berasal dari kata qalada, yuqalidu, taqlidan, yang memiliki bermacam-macam
arti, antara lain: mengalungi, seperti: ( قلده القالدةIa mengalungi-lehernya dengan kalung), dapat
berarti pula meniru seperti ( قلده من كذاIa menirunya dari yang demikian), dapat bermakna
mengikuti, seperti ( قلده فى كذاIa mengikuti seseorang tentang sesuatu) Para ahli ushul fikih,
mengartikan taqlid dengan: Penerimaan perkataan seseorang sedang engkau tidak
mengetahui dari mana asal perkataan itu.68
Atau taqlid merupakan suatu istilah yang berarti sebuah amalan. Istilah ini
pengertiannya berkembang berkenaan dengan seekor binatang qurban yang pada lehernya
digantungkan sebuah tanda dengan demikian binatang tersebut tidak akan digunakan untuk
kepentingan lain.69
d. Talfiq
Talfiq secara bahasa bermakna penemuan, perpaduan atau menggabung, atau
merapatkan dua tepi yang berbeda, seperti perkataan ( تلفيق الشوبmempertemukan dua tepi
kain kemudian menjahitnya).
Adapun secara istilah talfiq adalah mengambil atau mengikuti hukum dari suatu
peristiwa atau kejadian dengan mengambilnya dari berbagai macam madzhab.70
BAB 3
PENUTUP
A.Kesimpulan
Setelah membahas dan menguraikan penjelasan makalah ini, maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ulama-ulama Fiqih kadang kala memiliki kesepakatan yang sama dan kadang kala
juga berbeda, ini dikarenakan banyaknya referensi-referensi dari berbagai Madzhab.
2. Setiap pendapat-pendapat Ulama pasti memiliki kebenarannya masing-masing sesuai
Madzhab maupun Ilmu yang dipelajarinya.
16
68. Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Hal. 232
69. Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Hal. 324
70. Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih, Hal. 322
B.Saran-saran
Penulisan Makalah ini adalah upaya penulis untuk mengetahui dan memahami Ilmu
Fiqih dengan berbagai macam penjelasan, di samping itu perlu sekali penulis di bimbing oleh
Guru yang lebih memahami terkait Ilmu Fiqih.
Dengan adanya makalah ini, semoga kita bisa memahami penjelasan mengenai Ilmu
Fiqih ini. Namun, penulis sudah berupaya untuk mencapai gambaran yang sempurna. Penulis
mengucapkan mohon maaf sebesar-besarnya. Sekian dan cukup kiranya Penulis
mengucapkan Terima kasih.
Sumber Referensi
Drs. Totok Jumantoro, M.A., Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag., Kamus Ilmu Ushul Fikih,
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/195510071990011-DEDENG_ROSIDIN/SUMBER_HUKUM.pdf
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahkum_Fih
https://ushulfiqih.com/hukum-taklifi-dan-wadhi/
17