DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................2
C. Tujuan Pembahasan Masalah...................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Urgensi Ushul Fiqih ...............................................................5
B. Perbedaan ushul fiqih dan fiqih ................................................6
C. Hubungan antara fiqih dan ushul fiqh .......................................8
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberikan rahmat, taufiq serta hidayahNya sehingga kami bias menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “URGENSI USHUL FIQIH DAN PERBEDAAN FIQIH
DAN USHUL FIQIH ” shalawat dan salam semoga tetap terliimpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu
Drs.TAKDIRALISYAHBANA, M.Pd. I
Yang telah membimbing serta memberi arahan kepada kami dalam menyusun dan
menyelesaikan makalah ini.Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menambah pemahaman serta wawasan kita.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilafan.
Oleh karena itu, kepada semua pembaca dan pakar dimohon saran dan kritik demi
sempurnanya makalah ini, kami ucapkan terimakasih. Semoga makalah dapat
bermanfaat Amiin Ya Rabbal ‘Alamin
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh penulis dalam
4
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh adalah
untuk mengaplikasikan kaidah-kaidah dan teori-teori ushul fiqh terhadap dalil-dalil
yang spesifik untuk menghasilkan hukum syarak yang dikehendaki oleh dalil tersebut.
Berdasarkan kaidah-kaidah ushul fiqh dan pembahasannya, maka nash-nash syarak
akan dapat dipahami dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dapat
diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan ketidakjelasan lafaz yang samar.
Di samping itu diketahui pula dalildalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan
antara satu dalil dengan dalil yang lainnya. Ilmu ushul fiqh juga membicarakan
metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau tindakan-tindakan yang tidak
ditemukan secara eksplisit nashnya, yaitu dengan menggunakan metode qiyas,
istishab, dan lain sebagainya.
Menurut al-Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqhnya, tujuan mempelajari ilmu
ushul fiqh adalah sebagai berikut :
5
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu ushul fiqh memberi
pengetahuan kepada umat Islam tentang sistem hukum dan metode penetapan
hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat Islam akan terhindar dari
taklid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan
alasanalasannya.`Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena disatu
pihak pertumbuhan nash telah terhenti sejak meninggalnya Nabi, sementara
dipihak lain, akibat kemajuan sains dan teknologi, permasalahan yang mereka
hadapi kian hari kian bertambah.
Kehadiran sains dan teknologi tidak hanya dapat membantu dan membuat
kehidupan manusia menjadi mudah, tetapi juga membawa masalah-masalah baru
yang memerlukan penanganan serius oleh para ahli dengan berbagai bidangnya.
Penggunaan produk-produk teknologi maju atau pergeseran nilai-nilai sosial
sebagai konsekuensi logis proses modernisasi, langsung atau tidak langsung telah
pula membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap praktik-praktik
keagamaan. Hal ini antara lain terlihat di sekitar tradisi perkawinan, kewarisan dan
bahkan ibadat sekalipun.
6
B. Perbedaan Fikih dan Usul Fikih
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa fiqh adalah ilmu yang
membahas tentang hukum-hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui
pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil syarak yang terperinci (tafshili).
Sedangkan ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan
pembahasanpembahasan yang dijadikan sarana untuk menemukan hukumhukum
syarak mengenai suatu perbuatan dari dalil-dalilnya yang spesifik. Dengan
demikian maka dapat diketahui perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul
fiqh.
Dari uraian di atas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fikih dan ilmu
usul fikih. Kalau ilmu fikih berbicara tentang hukum dari sesuatu perbuatan, maka
ilmu ushul fikih bicara tentang metode dan proses bagaimana menemukan hukum
itu sendiri. Atau dilihat dari sudut aplikasinya, fikih akan menjawab pertanyaan
“apa hukum dari suatu perbuatan”, dan ushul fikih akan menjawab pertanyaan
“bagaimana proses atau cara menemukan hukum yang digunakan sebagai jawaban
permasalahan yang dipertanyakan tersebut”. Oleh karena itu, fikih lebih bercorak
produk sedangkan ushul fikih lebih bermakna metodologis. Dan oleh sebab itu,
fikih terlihat sebagai koleksi produk hukum, sedangkan ushul fikih merupakan
koleksi metodis yang sangat diperlukan untuk memproduk hukum.
Untuk mengetahui perbedaan mendasar antara usul fikih dengan fikih, maka
terlebih dahulu dikemukakan ruang lingkup fikih. Adapun ruang lingkup
pembahasan fikih meliputi semua perbuatan mukallaf, yakni perbuatan-perbuatan
yang menyangkut hubungannya dengan Tuhan, dengan keluarga dengan
masyarakat dan negara, baik berupa ketaatan maupun pelanggaran. Untuk
menetapkan hukum perbuatan mukallaf tersebut, baik menyangkut ibadah
mu’amalah, munakahat maupun jinayah, ulama fikih
menyesuaikan/mengembalikannya kepada hukum kulli yang ditetapkan oleh usul
fikih. Begitu juga dalil yang digunakan oleh ulama fikih sebagai dalil juz`i, harus
disesuaikan dengan dalil-dalil yang dibuat oleh ulama usul fikih.
7
Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup usul fikih adalah
sumbersumber/dalil-dalil hukum, jenis-jenis hukum, cara istinbat hukum dan
ijtihad dengan berbagai permasalahannya. Dalam kaitan ini usul fikih membahas
dalil kulli yang menghasilkan hukum kulli. Sedang fikih, ruang lingkupnya adalah
semua perbuatan mukallaf dari segi hukum syara’. Dalam hubungan ini fikih
membahas dalil juz`i yang menghasilkan hukum juz`i. Cukup jelas bahwa usul
fikih menjadi dasar hukum fikih.
Sudut Hukum Antara fiqih dan Ushul Fiqih terjalin hubungan yang
sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagian
dari kedua tubuh itu saling menyatu dan berbagi satu dengan yang lain.
Produk dan Pabriknya Hubungan antara fiqih dengan Ilmu Ushul Fiqih
bisa diibaratkan antara sebuah produk dengan pabriknya. Mobil yang kita
kendarai setiap hari tidak akan dapat meluncur di jalanan kalau tidak ada pabrik
yang memproduksi mobil itu. Mobil adalah ilmu fiqih dan pabrik adalah Ilmu
Ushul Fiqih. Belajar fiqih pada dasarnya adalah wajib dilakukan oleh setiap orang
termasuk orang yang awam. Setidaknya pada wilayah-wilayah paling mendasar
dan tidak harus pada wilayah yang terlalu jauh. Misalnya setiap orang wajib tahu
tata cara wudhu, mandi janabah, tayammum, dan juga tentang aturan-aturan
shalat dengan segala syarat, rukun, wajib, sunnah dan hal-hal yang membatalkan.
Sebab tiap manusia punya beban dari Allah SWT untuk mengerjakan semua itu.
Belajar fiqih tentang halal dan haram, serta hukum wajib, sunnah, mubah, makruh
dan haram bisa kita ibaratkan dengan belajar mengemudi mobil. Setiap orang
8
yang mengemudi mobil, minimal harus pernah belajar tata cara mengemudikan
mobil. Dan untuk itu polisi mewajibkan para pengemudi memiliki Surat Izin
Mengemudi (SIM). Sedangkan belajar Ilmu Ushul Fiqih hukumnya tidak wajib
buat orang awam. Sebab Ilmu Ushul Fiqih itu bisa kita ibaratkan seperti belajar
ilmu untuk memproduksi mobil. Tentu untuk bisa mengemudi mobil tidak harus
belajar cara bagaimana membuat mobil itu. Membuat mobil adalah urusan pabrik
mobil, pengemudi hanya diwajibkan belajar bagamana cara memakai produknya,
yaitu belajar mengemudi mobil yang jauh lebih sederhana. Ilmu Ushul Fiqih
secara mendalam pada hakikatnya ilmu yang dibutuhkan oleh para mujtahid
dalam melakukan proses istimbath hukum dari dalil-dalil syariah. Karena tidak
semua orang wajib menjadi mujtahid, maka hukum untuk mempelajari Ilmu
Ushul Fiqih ini pun juga tidak wajib.[fiqihKehidupan] |
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
berijtihad serta menghindarkannya dari kesalahan sebagaimana ilmu logika dan
ilmu nahwu
C. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab Ibrhamim Abu Sulaiman. Al-Fikr al-Usuli: Dirasah Tahliliyah Naqdiyah.
Jeddah: Dar al-Syuruq. 1983
Abdul Wahhab Khalaf, Mashadir al Tasyri’ al Islamy Fima La Nashsha Lah, Dar al Qalam,
Kuwait; 1993.
Muhammad Sulayman ‘Abd Allah al-Ashqar, al-Wadih fi Usul al-Fiqh li al-Mubtadi’in ma‘a
As’ilah li al-Munaqashah wa Tamrinat, Kairo: Dar al-Salam, cet. II, 1425 H./2004 M.,
Thaha Jabir Alwani. Source Methodology in Islamic Jurisprudence. Virginia: IIIT. 1994.
10