Anda di halaman 1dari 12

ORGENSI USHUL FIQIH DAN PERBEDAAN USHUL FIQIH

DENGAN FIQIH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Pada Mata Kuliah Administrasi Dan Supervisi Pendidikan
Dosen Pengampu : Fitriyani, S.Pd.I.,M.Pd.I

Disusun Oleh

ASHAR (2125.0010)
INDRY WULANDARI (2125.0032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BUMI SILAMPARI
LUBUK LINGGAU
2022/2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Akreditasi Sekolah/Madrasah ”.
Sholawat dan salam semoga tercurahan kepada suri tauladan Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa umatnya pada zaman jahiliyah menuju zaman ilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini.
Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak menerima bimbingan,
bantuan, masukan dari berbagai pihak. Baik itu bantuan tenaga, pikiran, materi,
moril dan do’a yang tulus yang senantiasa mengiringi saya. Atas semua bantuan
dan sumbangsih tersebut maka pada kesempatan kali ini saya ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ngimadudin, S.Ag,MH. Selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam
Bumi Silampari Lubuklinggau.
2. Ibu Fitriyani, S.Pd.I, M.Pd. Selaku ketua prodi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Sekolah Tinggi Agama Islam Bumi Silampari Lubuklinggau.
3. Bapak Drs. Takdir Alisyahbana, M.Pd.I. Selaku dosen pengampu mata kuliah
Ushul Fiqih.
Selanjutnya kami sadar akan kekurangan dan tidak kesempurnaan makalah ini,
maka dari itu penulis mohon maaf dan mengharapkan segala kritik dan saran yang
bersifat membangun. Dan tidak lupa pula saya mengucapkan terimakasih banyak
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Dan saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya kepada
mahasiswa dan masyarakat pada umunya.

Lubuklinggau, 22 Maret 2022


Penulis,

Ashar Dan Indry Wulandari

DAFTAR ISI

ii
Kata Pengantar............................................................................................... ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
A. Urgensi Ushul Fiqh............................................................................... 3
B. Perbedaan Fikih dan Usul Fikih............................................................ 5
C. Hubungan antara Ushul Fiqih dan Fiqih............................................... 6
Bab III Penutup
A. Kesimpulan .......................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................... 8
Daftar Pustaka................................................................................................ 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informatika sejak
masa renesains berimbas kepada kehidupan masyarakat global. Kehidupan
manusia di pelbagai belahan dunia ibarat kampung kecil yang mudah diketahui
oleh siapapun. Hal ini menyibak sekat-sekat batas teritorial antar benua dan
negara hingga seolah-olah dunia menjadi “sempit”. Percaturan budaya dan tradisi
suatu negara atau daerah dengan negara atau daerah lainnya tak bisa dihindarkan
lagi. Akibatnya, identitas suatu bangsa kerap menjadi kabur karena telah
terpengaruh oleh budaya luar yang belum tentu sesuai dengan karakter bangsa itu
sendiri.

Di samping itu, perubahan-perubahan sosial, seperti misalnya


perubahan masyarakat tradisionil menjadi masyarakat modern, dari masyarakat
tertutup menjadi masyarakat terbuka, dari agraris menjadi industris, dan
sebagainya telah banyak menimbulkan problematika kemasyarakatan yang
kompleks pula. Terlebih lagi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
diiringi oleh kemajuan akhlak dan budi pekerti. Asas-asas hukum kemanusiaan
yang sesuai dengan fitrahnya banyak terabaikan sehingga dapat dikatakan
manusia dewasa ini sedang mengalami krisis nilai-nilai insani (human values).

Senarai dengan itu semua, bangkitnya pemikiran Islam sejak awal


abad ke-20 telah mendorong para aktivis Islam untuk menyerukan persatuan umat
Islam dunia di bawah naungan slogan “Kembali Kepada Al Qur’an dan Sunnah”.
Seruan memersatukan umat Islam dengan slogan tersebut didasari oleh sindrome
“madzhab” (aliran fiqh) yang diklaim sebagai salah satu faktor kemunduran dan
terpecah-pecahnya umat Islam. Slogan itu tentulah tidak salah, dan semangat
seruan para pemikir Islam itupun benar adanya, meski sebagaimana diungkap oleh
Sirajuddin Abbas yang mengkritik slogan tersebut, ungkapan itu pernah dikritik
oleh Khalifah Rasulullah Saw. yang keempat yaitu Ali Ra. dengan pernyataannya

1
“Kalimatu Haqqin Urida Biha al Bathil” artinya ialah sebuah ungkapan
kebenaran tetapi yang dimaksud ialah kebatilan.
A. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana urgensi ushul fiqih.
2. Apa perbedaan ushul fiqih dan fiqih.
3. Bagaimana hubungan antara fiqih dan ushul fiqih.

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh
penulis dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui urgensi ushul fiqih.
2. Untuk mengetahui perbedaan ushul fiqih dan fiqih.
3. Untuk mengetahui hubungan antara ushul fiqih dan fiqih.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Ushul Fiqh

Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh


adalah untuk mengaplikasikan kaidah-kaidah dan teori-teori ushul fiqh
terhadap dalil-dalil yang spesifik untuk menghasilkan hukum syarak yang
dikehendaki oleh dalil tersebut. Berdasarkan kaidah-kaidah ushul fiqh dan
pembahasannya, maka nash-nash syarak akan dapat dipahami dan hukum-
hukum yang terkandung di dalamnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat
menghilangkan ketidakjelasan lafaz yang samar. Di samping itu diketahui pula
dalildalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan antara satu dalil
dengan dalil yang lainnya. Ilmu ushul fiqh juga membicarakan metode
penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau tindakan-tindakan yang tidak
ditemukan secara eksplisit nashnya, yaitu dengan menggunakan metode qiyas,
istishab, dan lain sebagainya.

Menurut al-Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqhnya, tujuan mempelajari ilmu
ushul fiqh adalah sebagai berikut :

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid,


agar mampu menggali hukum syarak secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syarak melalui
metode yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat
memecahkan berbagai persoalan baru yang muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil
hukum. Ushul fiqh menjadi tolok ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil
yang mereka gunakan.

3
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil
yang digunakan dalam berijtihad, sehingga para pemerhati hukum Islam
dapat melakukan seleksi salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa ilmu ushul fiqh
memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang sistem hukum dan metode
penetapan hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat Islam akan
terhindar dari taklid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil
dan alasanalasannya.`Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena
disatu pihak pertumbuhan nash telah terhenti sejak meninggalnya Nabi,
sementara dipihak lain, akibat kemajuan sains dan teknologi, permasalahan
yang mereka hadapi kian hari kian bertambah.

Kehadiran sains dan teknologi tidak hanya dapat membantu dan


membuat kehidupan manusia menjadi mudah, tetapi juga membawa masalah-
masalah baru yang memerlukan penanganan serius oleh para ahli dengan
berbagai bidangnya. Penggunaan produk-produk teknologi maju atau
pergeseran nilai-nilai sosial sebagai konsekuensi logis proses modernisasi,
langsung atau tidak langsung telah pula membawa pengaruh yang cukup
signifikan terhadap praktik-praktik keagamaan. Hal ini antara lain terlihat di
sekitar tradisi perkawinan, kewarisan dan bahkan ibadat sekalipun.

Sebagai contoh, dalam permasalahan pernikahan, ditemui kasus-kasus


baru seperti akad nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat kontrasepsi KB,
harta pencarian bersama suami istri dan lain sebagainya yang secara tekstual
tidak ditemukan nashnya dalam Alquran maupun Sunah. Di sinilah peran
ulama ushul atau fukaha dan para cendekiawan agar mereka mampu
merepresentasikan Islam untuk semua bidang kehidupan manusia. Mereka
dituntut untuk mencari kepastian itu dengan mengkaji dan meneliti nilainilai
normatif yang terkandung dalam Alquran dan Sunah secara cermat dan intens
dengan alat yang digunakan, yakni ilmu ushul fiqh.

4
B. Perbedaan Fikih dan Usul Fikih
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa fiqh adalah ilmu
yang membahas tentang hukum-hukum praktis yang penetapannya
diupayakan melalui pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalil syarak
yang terperinci (tafshili). Sedangkan ushul fiqh adalah ilmu tentang kaidah-
kaidah dan pembahasanpembahasan yang dijadikan sarana untuk menemukan
hukumhukum syarak mengenai suatu perbuatan dari dalil-dalilnya yang
spesifik. Dengan demikian maka dapat diketahui perbedaan antara ilmu fiqh
dengan ilmu ushul fiqh.
Dari uraian di atas terlihat perbedaan yang nyata antara ilmu fikih dan
ilmu usul fikih. Kalau ilmu fikih berbicara tentang hukum dari sesuatu
perbuatan, maka ilmu ushul fikih bicara tentang metode dan proses
bagaimana menemukan hukum itu sendiri. Atau dilihat dari sudut aplikasinya,
fikih akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari suatu perbuatan”, dan ushul
fikih akan menjawab pertanyaan “bagaimana proses atau cara menemukan
hukum yang digunakan sebagai jawaban permasalahan yang dipertanyakan
tersebut”. Oleh karena itu, fikih lebih bercorak produk sedangkan ushul fikih
lebih bermakna metodologis. Dan oleh sebab itu, fikih terlihat sebagai koleksi
produk hukum, sedangkan ushul fikih merupakan koleksi metodis yang
sangat diperlukan untuk memproduk hukum.

Untuk mengetahui perbedaan mendasar antara usul fikih dengan fikih,


maka terlebih dahulu dikemukakan ruang lingkup fikih. Adapun ruang
lingkup pembahasan fikih meliputi semua perbuatan mukallaf, yakni
perbuatan-perbuatan yang menyangkut hubungannya dengan Tuhan, dengan
keluarga dengan masyarakat dan negara, baik berupa ketaatan maupun
pelanggaran. Untuk menetapkan hukum perbuatan mukallaf tersebut, baik
menyangkut ibadah mu’amalah, munakahat maupun jinayah, ulama fikih

5
menyesuaikan/mengembalikannya kepada hukum kulli yang ditetapkan oleh
usul fikih. Begitu juga dalil yang digunakan oleh ulama fikih sebagai dalil
juz`i, harus disesuaikan dengan dalil-dalil yang dibuat oleh ulama usul fikih.

Dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup usul fikih adalah


sumbersumber/dalil-dalil hukum, jenis-jenis hukum, cara istinbat hukum dan
ijtihad dengan berbagai permasalahannya. Dalam kaitan ini usul fikih
membahas dalil kulli yang menghasilkan hukum kulli. Sedang fikih, ruang
lingkupnya adalah semua perbuatan mukallaf dari segi hukum syara’. Dalam
hubungan ini fikih membahas dalil juz`i yang menghasilkan hukum juz`i.
Cukup jelas bahwa usul fikih menjadi dasar hukum fikih.

C. Hubungan antara Ushul Fiqih dan Fiqih

Sudut Hukum Antara fiqih dan Ushul Fiqih terjalin hubungan yang
sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan boleh dikatakan bahwa sebagian
dari kedua tubuh itu saling menyatu dan berbagi satu dengan yang lain.

Di diibaratkan antara pohon dengan akarnya. Dimana pohon itu tidak


akan dapat tumbuh dan tegak bila tidak ada akarnya. Akar pohon bukan hanya
berfungsi sebagai pondasi yang menopang berat pohon itu, bahkan akar itulah
yang memberikan zat-zat yang dibutuhkan oleh pohon. Bila akar pohon
dilepaskan dari batangnya, maka otomatis batang pohon itu akan mati dengan
sendirinya. Sebaliknya, bila batang suatu pohon dipotong tanpa membuang
akarnya, besar kemungkinan dari akar itu akan tumbuh lagi pohon yang baru.

Produk dan Pabriknya Hubungan antara fiqih dengan Ilmu Ushul


Fiqih bisa diibaratkan antara sebuah produk dengan pabriknya. Mobil yang kita
kendarai setiap hari tidak akan dapat meluncur di jalanan kalau tidak ada
pabrik yang memproduksi mobil itu. Mobil adalah ilmu fiqih dan pabrik adalah
Ilmu Ushul Fiqih. Belajar fiqih pada dasarnya adalah wajib dilakukan oleh
setiap orang termasuk orang yang awam. Setidaknya pada wilayah-wilayah
paling mendasar dan tidak harus pada wilayah yang terlalu jauh. Misalnya
setiap orang wajib tahu tata cara wudhu, mandi janabah, tayammum, dan juga
tentang aturan-aturan shalat dengan segala syarat, rukun, wajib, sunnah dan

6
hal-hal yang membatalkan. Sebab tiap manusia punya beban dari Allah SWT
untuk mengerjakan semua itu. Belajar fiqih tentang halal dan haram, serta
hukum wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram bisa kita ibaratkan dengan
belajar mengemudi mobil. Setiap orang yang mengemudi mobil, minimal harus
pernah belajar tata cara mengemudikan mobil. Dan untuk itu polisi
mewajibkan para pengemudi memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sedangkan belajar Ilmu Ushul Fiqih hukumnya tidak wajib buat orang
awam. Sebab Ilmu Ushul Fiqih itu bisa kita ibaratkan seperti belajar ilmu untuk
memproduksi mobil. Tentu untuk bisa mengemudi mobil tidak harus belajar
cara bagaimana membuat mobil itu. Membuat mobil adalah urusan pabrik
mobil, pengemudi hanya diwajibkan belajar bagamana cara memakai
produknya, yaitu belajar mengemudi mobil yang jauh lebih sederhana. Ilmu
Ushul Fiqih secara mendalam pada hakikatnya ilmu yang dibutuhkan oleh para
mujtahid dalam melakukan proses istimbath hukum dari dalil-dalil syariah.
Karena tidak semua orang wajib menjadi mujtahid, maka hukum untuk
mempelajari Ilmu Ushul Fiqih ini pun juga tidak wajib.[fiqihKehidupan] |.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kajian diatas memaparkan permasalahan tentang Ushul fiqih dan


fiqih. Ushul fiqih adalah dasar dari penggalian hukum-hukum syar’I, yang
merupakan jalan atau metode ataupun kaidah yang digunakan oleh para
mujtahid untuk mendapatkan hukum atau fiqih. Fiqih adalah produk dari
ushul fiqih. Jadi, bila ilmu fiqih bertujuan untuk member pelajaran.

Dari penjelasan beserta contoh diatas, dapat dipahami perbedaan


ushul fiqh dan fiqh, yaitu bahwa uhul fiqh adalah metode atau kaidah atau
dalil atau dasar yang harus ditempuh dalam upaya memperoleh kejelasan
norma syara’ atas hukum suatu perbuatan dari dalil-dalilnya. Selain itu, juga
harus terampil dan profesional dalam menetapkan dalil mana yang harus
didahulukan, dinomorduakan dan seterusnya. Sedangkan fiqh adalah hasil
yang berupa norma-norma hukum yang didapat dengan tata cara tersebut
diatas. Hubungan antara ushul fiqh dengan fiqh adalah seperti hubungan ilmu
logika dengan ilmu-ilmu lain yang berbasis filsafat, atau seperti hubungan
ilmu nahwu dengan tata cara berbicara dalam bahasa Arab atau tata cara
menulisnya. (Zahrah: 6) Artinya ushul fiqh itu menuntun dan mengarahkan
seorang mujtahid dalam beristinbath atau berijtihad serta menghindarkannya
dari kesalahan sebagaimana ilmu logika dan ilmu nahwu.

C. Saran
Berdasarkan uraian dan analisis dalam pembahasan penulisan ini,
maka penulis memberikan saran kepada pembaca makalah ini, khususnya

8
berbicara mengenai manusia dan kebutuhan pendidikan . Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Ibrhamim Abu Sulaiman. Al-Fikr al-Usuli: Dirasah Tahliliyah


Naqdiyah. Jeddah: Dar al-Syuruq. 1983

Abdul Wahhab Khalaf, Mashadir al Tasyri’ al Islamy Fima La Nashsha Lah, Dar
al Qalam, Kuwait; 1993.

Muhammad Sa‘id al-Khinn. Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawaid al-Ushuliyyah fi


Ikhtialaf al-Fuqaha. Beirut: Muassassah al-Risalah. 1994.

Muhammad Sulayman ‘Abd Allah al-Ashqar, al-Wadih fi Usul al-Fiqh li al-


Mubtadi’in ma‘a As’ilah li al-Munaqashah wa Tamrinat, Kairo: Dar al-Salam,
cet. II, 1425 H./2004 M.,

Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama 2, Pustaka Tarbiyah, Jakarta; 2005

Thaha Jabir Alwani. Source Methodology in Islamic Jurisprudence. Virginia: IIIT.


1994.

Anda mungkin juga menyukai