Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu :
Ust. Lutfi Zulkarnain S.Ag., ME.Sy
DISUSUN OLEH:
Pertama, mari kita ucapkan puji serta syukur kita kepada Tuhan Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas nikmat sehat, serta nikmat lainnya yang tak bisa
disebutkan kepada Saya untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tak lupa shalawat serta
salam mari kita hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang
Adapun Penulisan makalah ini untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Ushul Fiqih
dan menambah Ilmu kepada kita semua tentang Urgent nya Ilmu Ushul fiqih bagi kehidupan
kita sehari hari.
Terlebih dari itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik
dari susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu saya dengan tangan terbuka sangat
menerima kritik, saran, serta masukan dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini.
Akhir kata semoga makalah saya ini yang dengan judul “Ushul Fiqih Muamalah”
dapat memberikan manfaat dan Inspirasi bagi para pembaca.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..........................................................................................................................2
A. Substansi, Target dan Kedudukan Ushul Fiqih...................................................................2
B. Unsur-unsur penting dalam Ushul fiqih..............................................................................4
C. Ruang lingkup dan hubungan Ushul fiqih dengan fikih muamalah....................................4
D. Karakteristik target pembelajaran usul
Fiqih.................................................................................
E. Sumber Hukum
Asasi.....................................................................................................................
F. Sumber-Sumber Hukum lain (Pelengkap)
.....................................................................................
G. Tsubut dan Dilalah Nash Al-Qur'an dan
Hadist..........................................................................
BAB III............................................................................................................................................5
PENUTUP....................................................................................................................................5
A. Kesimpulan............................................................................................................................
..................................................................................................................................................5
B. Daftar Pustaka......................................................................................................................6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat tiga rumpun ilmu dalam kajian hukum Islam yang saling berkait
kelindan satu sama lain, yakni ushul fikih, fikih, dan kaidah fikih. Umat Islam pada
umumnya lebih familiar fikih dari pada dua rumpun ilmu yang lain. Alasan
sederhananya karena fikih bersinggungan dalam keseharian perilaku kaum muslimin.
Definisi yang mudah dipahami oleh semua kalangan bahwa fikih adalah pengetahuan
tentang hukum Islam. Seluruh gerak gerik dan tindak tanduk orang mukallaf terpantau
dan disorot oleh fikih. Dengan demikian, fikih merupakan panduan praktis tentang
tata cara dan perilaku sehari-hari seorang muslim dalam berinteraksi secara vertikal
(berhubungan dengan Tuhan) yang dikenal dengan ibadah, atau interaksi horizontal
(berhubungan dengan sesama muslim, alam, dan lingkungan) yang disebut dengan
muamalah dalam arti yang luas.
Secara istilah fikih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syar’i yang
bersifat praktis yang diperoleh melalui proses istinbat (menggali dan menelaah) dari
dalil-dalil syar’i. Ungkapan yang sangat populer dalam pembahasan fikih, nahnu
nahkumu biddhawahir (kita memutuskan dan menghukumi secara luar saja, apa yang
tampak). Sehingga, fokus sorotan fikih atau objek kajiannya adalah perbuatan
orang mukallaf. Oleh karena itu, yang dihukumi oleh fikih harus berbentuk perbuatan,
bukan persoalan keyakinan yang menjadi garapan tauhid, atau soal rasa (dzauq) yang
digarap oleh ilmu tasawuf.
Sedangkan ushul fikih secara sederhana adalah cara atau metode yang
dijadikan perantara untuk memproduksi sebuah hukum. Pengetahun tentang metode
dan tata cara memproduksi hukum-hukum syar’i melalui dalilnya itu yang disebut
dengan ushul fikih. Misalnya, membasuh muka dalam wudlu’ merupakan kewajiban
dan salah satu unsur yang harus ada (rukun). Bagaimana metode dan cara
menghasilkan hukum wajib membasuh muka dalam wudlu’ itulah garapan ushul
fikih. Proses apa yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid melalui sumber-sumber
hukum atau dalil-dalil syar’i sehingga menghasilkan hukum wajib.
Sementara rumpun ilmu yang terakhir adalah kaidah fikih. Secara bahasa
kaidah berarti rumusan yang menjadi patokan dan asas. Kaidah fikih didefinisikan
sebagai ketentuan umum (dominan) yang dapat diterapkan terhadap kasus-kasus yang
menjadi cakupannya agar kasus tersebut dapat diketahui status hukumnya. Kaidah
fikih menghimpun persoalan-persoalan fikih dalam satu naungan berupa rumus dan
ketentuan umum. Contoh kaidah fikih yang berbunyi: keyakinan tidak bisa
dikalahkan oleh keraguan. Kaidah ini mencakup setiap persoalan hukum yang terkait
dengan keyakinan. Bahwa keyakinan seseorang tentang suatu perbuatan tertentu tidak
dapat dikalahkan dengan munculnya keraguan.
1
Ketiga disiplin ilmu di atas dipertemukan dan bersinggungan dalam satu term
hukum syar’i. Secara sederhana perbedaan antara tiga rumpun ilmu tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut. Ushul fikih adalah rumah produksi atau pabrik,
sementara fikih merupakan produknya, sedangkan kaidah fikih adalah pengikat yang
menghubungkan produk-produk yang bertebaran dan memiliki kesamaan jenis dalam
produksi. Pendek kata, fikih adalah hasil atau produk, ushul fikih adalah cara (proses)
bagaimana memproduksi, sedangkan kaidah fikih adalah media untuk menata dan
mengkaitkan sekaligus merawat produk yang dihasilkan. Andaikan fikih adalah roti,
maka ushul fikih adalah cara membuat roti, sementara kaidah fikih mengelompokkan
jenis-jenis produk roti.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
A. Menjelaskan apa Substansi Target dan Kedudukan dari Ushul Fiqih?
B. Apa Saja Unsur-Unsur yang penting dalam Ilmu Ushul Fiqih?
C. Apa Ruang lingkup dan Korelasi Antara Ushul Fiqih & Fiqih Muamalah?
D. Bagaimana Karakteristik target Pembelajaran Ushul Fiqih ?
E. Apa yang disebut Sumber Hukum Asasi ?
F. Apa Sumber Hukum yang lain sebagai pelengkap?
G. Apa Pengertian Tsubut dan Dilalah Nash Al-Qur’an dan Al-Hadist?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini antara lain, selain untuk memenuhi nilai tugas
yaitu antara lain sebagai berikut :
A. Agar dapat memahami dan mengetahui Substansi, Target dan Kedudukan
Ushul Fiqih
B. Menjabarkan beberapa Unsur Penting dalam Ushul Fiqih
C. Memaparkan Korelasi antara Ushul Fiqih dan Fiqih Muamalah
D. Mengetahui Target mempelajari Ushul Fiqih
E. Mengetahui apa Sumber Hukum Asasi
F. Mengetahui Sumber hukum yang lain sebagai pelengkap
G. Memahami Makna Tsubut dan Dilalah Nash Al-Qur’an dan Hadist
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
sahabat dan para ulama dari generasi berikutnya untuk melakukan ijtihad dalam
menghadapi kasus-kasus yang tidak terjadi pada masa Rasulullah atau yang tidak
terdapat ketetapan hukumnya dalam Alquran. Pada masa tabi‟in, tabi‟ut tabi‟in dan
para imam mujtahid, yakni sekitar abad II dan III Hijriyah, wilayah kekuasaan Islam
bertambah luas. Banyak di antara ulama yang bertebaran ke wilayah-wilayah tersebut.
Hal ini menyebabkan munculnya peristiwaperistiwa yang ketetapan hukunya tidak
terdapat Alquran dan Sunnah. Oleh karena itu, para ulama yang tinggal di daerah-
daerah tersebut melakukan ijtihad untuk mencari ketetapan hukumnya. Kenyataan ini
mendorong para ulama untuk menyusun kaidahkaidah syariah yang berhubungan
dengan tujuan dasar-dasar syara‟ dalam menetapkan hukum. Selain itu, mereka juga
menyusun kaidah-kaidah lughawiyyah (bahasa), agar dapat memahami nas-nas syara‟
sebagaimana dipahami oleh olah orang-orang Arab sewaktu turun atau datangnya nas-
nas tersebut. Dengan disusunnya kaidah-kaidah syariah dan lughawiyyah dalam
berijtihad pada ūl fiqh. Menurut Ibnu Nadim, ulamaabad II Hijriyah, maka telah
terwujudlah ilmu us ūl fiqh adalah imam Abū Yusufyang pertama kali menyusun
kitab tentang ilmu us 5 ūl fiqh tulisannya tidak sampai kepadamurid imam Abū
Hanifah. Akan tetapi, kitab us kita. Sedangkan menurut Abdul Wahab Khalaf, ulama
yang pertama kali membukukan ūl fiqh dan disertai dengan alasan-alasannya adalah
Muhammadkaidah-kaidah ilmu us bin Idris Asy Shāfi‟i dalam sebuah kitab yang
berjudul Al-Risālah. Kitab yang terakhir ūl fiqh yang pertama kali sampai kepada
kita. Oleh karena itu, iaini adalah kitab us ūl fiqh.terkenal di kalangan para ulama
sebagai pencetus munculnya ilmu us ūl fiqh ini kemudian ditPembahasan ilmu
useruskan oleh para ulama generasi berikutnya (Mukhtar dkk, 1995: 15-16).
4
mujtahid. Sehingga, berbagai persoalan baru yang muncul dan belum ada ketentuan
hukumnya dapat ditentukan hukumnya. 6 4.
5
ditempuh olehūl fiqh secara lebih dekat kepada masalahmasalah detail (furū‟ al-
fiqhi).
C. Ruang Lingkup Ushul Fiqh Dan Hubungan Dengan Fiqih Muamalah
6
yang dijelaskan oleh Rasul-Nya (Sunnah/Hadis) Dengan demikian, sumber hukum
Islam terdapat dalam :(1) Al-Quran, dan (2) Sunnah/Hadis. Daud Ali menambahkan
(3) Ijtihad (ra’yu) sebagai sumber hukum Islam.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam konsep qath’i dan zhanni
para ulama sepakat tentang qath’i dan zhanni al-ṣubūt atau al-wurūd . Mereka
berbeda pendapat dalam qath’i dan zhanni al-dalālah. Para ulama ushuliyyin
berpendapat bahwa qath’i al-dalālah adalah apabila lafaz ayat itu mengandung
makna tunggal dan tidak dapat dipahami selain yang ditunjukkan lafaz itu.
Sedangkan ayat zhanni apabila ayat tersebut mengandung lebih dari satu makna
sehingga memungkinkan untuk ditakwil.
Konsekuensi dari konsep ini adalah tidak boleh melakukan ijtihad terhadap
nash yang menjelaskan hukum secara tegas dan pasti (dalālah qath’i), termasuk di
sini adalah hukum waris yang di dalamnya telah disebutkan angka-angka dan
jumlah tertentu. Adapun menurut para ulama kontemporer qath’i tidaknya suatu
teks itu bukan dilihat dari ketegasan makna suatu lafazh dalam teks, tetapi lebih
pada substansi makna dan kesatuan maksud dari teks itu sendiri secara bersamaan
dari teks-teks lainnya. Sebab substansi wahyu Qur‟an adalah menegakkan nilai
moral etis, seperti keadilan social, persamaan, misi pembebasan, memberantas
kezhaliman, ketidakberdayaan, dan diskriminasi.
Nilai-nilai dasar ini kalau dikaitkan dengan unsur historisitas yang melekat
pada teks, maka nilai-nilai tersebut bernilai qath’i dan harus diperjuangkan. Dan
nilai- nilai itu pula yang menjadi tujuan pokok syariat (maqaṣid al-syari’ah) yang
harus dijadikan pedoman dalam membaca teks (al-‘ibrah bi al-maqaṣid la bi alfazh).
Selain itu qath’i dan zhanni al dalalah ini juga di dasarkan pada suatu perkara
ta’aqquli dan ta’abbudi, sehingga perkara yang ta’abbudi adalah qath’i dan perkara
yang ta’aqquli adalah zhanni.
Dari dua pendapat di atas penulis lebih cenderung pada pendapat kedua yang
menyatakan bahwa ayat-ayat tentang hukum waris adalah zhanni al-dalālah. Hal ini
bisa dipahami bahwa jika dilihat secara historis ternyata ayat-ayat tersebut
mengandung makna yang esensi yaitu keadilan dimana memang pada saat itu masa
Arab Jahiliyah perempuan sama sekali tidak mendapat hak. Hal lain dari sisi
rasionalitas adalah bahwa dalam hukum waris ternyata tidak sepenuhnya sama
persis dengan dalil seperti dalam hal aul dan bagian saudara dan lain-lain seperti
contoh yang telah dijelaskan.
8
Daftar Pustaka
Ratu Haika, Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Vol. XV No. 2 Desember 2016
Adi N Rahman, Asas Asas Hukum Islam. Univ. Bhayangkara. Jakarta Utara 2018
Akhmad Faoza, Kedudukan Ushul Fiqh Dalam Ekonomi Islam, STAIN Purwokerto