Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIQH DAN RUANG LINGKUPNYA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih

Dosen Pengampu :

Dudun Ubaedullah
Disusun oleh :
Kelompok 1 KPI 2E
Muthia Hafidza 11220510000117

Tiara Mitra Lestari 11220510000092

Zulfia Qatrunnada 11220510000095

Rasya Aisyah Zahra 11220510000087

SEMESTER 2

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya dan karunia-Nya yang
tak terhingga di limpahkan kepada kita semua sehingga kita masih bisa melakukan aktivitas kita.
Sholawat serta salam marilah kita panjatkan atas kehadirat nabi besar kita Nabi Muhammad
SAW. yang telah membawa kita dari zaman kegelapan hingga zaman terang benderang seperti
saat ini.

Pertama kami ingin meminta maaf dalam makalah yang kami susun dengan sedemikian
rupa belum sempurna seperti yang ada benak dan harapan semua karena “Tak ada gading yang
tak retak” kami hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan dosa hanya karena
kesempuraan hanya milik Allah SWT.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah terlibat dan
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung. Harapan saya, semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga
saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Semoga makalah ini bisa menambah ilmu, dan semoga apa yang kami sampaikan di
makalah ini bisa bermanfaat untuk pembelajaran selanjutnya, kritik dan saran sangatlah
membantu kami agar kami bisa memperbaiki kesalahan yang telah kami buat pada makalah ini
dan menjadi pembelajaran bagi kami agar lebih teliti dan lebih kreatif dalam membuat makalah
ini.

Jakarta, 15 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii

KATA PENGANTAR....................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PEMBAHASAN..............................................................................................................................3

A. Pengertian Fiqih dan Ushul Fiqh..........................................................................................3

B. Ruang lingkup Fiqh dan Ushul Fiqh.....................................................................................5

C. Perbedaan Ushul Fiqh dan Qawaid Al Fiqihiyyah...............................................................6

D. Faktor penyebab ikhtilaf dalam fiqh.....................................................................................7

E. Madzhab dalam fiqh...........................................................................................................10

BAB III..........................................................................................................................................15

PENUTUP.....................................................................................................................................15

A. Kesimpulan.........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
BAB 1

PENDAHULUAN

Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu dalam agama Islam yang bersifat ilmiah dan
memiliki obyek sebagai suatu permasalahan yang diselesaikan dengan kaidah tertentu. Fiqih
dalam agama Islam disebut juga dengan Al-Fahmu yang berarti pemahaman. Terdapat 3 ciri pula
fiqih dalam Islam, yaitu : 1. Terperinci; 2. Terapan; 3. Bersifat praktis. Menurut Abu Zahrah
dalam kitab Ushul Fiqih, Fiqih adalah mengetahui hukumhukum syara’ yang bersifat ‘amali
(praktis) yang dikaji melalui dalil-dalil yang terperinci. Adapun para Ulama Fiqih mendefinisikan
Fiqih sebagai sekumpulan hukum praktis (yang sifatnya akan di amalkan) yang disyariatkan
dalam Islam.
Dalam agama Islam, ilmu fiqih bersumber dari Al-Qur'an dan Hadist Nabi yang telah lahir
sejak periode para sahabat, yakni sejak Nabi Muhammad SAW., wafat. Selanjutnya setelah itu
lahirlah ushul fiqih, yaitu suatu ilmu yang berisikan tentang suatu kaidah yang menjelaskan cara
mengistinbathkan hukum dari dalilnya. Keadaan seperti itu terus berkembang dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang muncul akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan di
masa sekarang.

Ilmu Fiqh yang bersumber dari kitab suci Al-Quran dan Hadist Nabi, ternyata mampu
bertahan dan terus mengetahui kehidupan muslim, baik individu maupun kelompok. Ushul fiqh
juga merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah yang menjelaskan cara-cara
mengistinbatkan hukum dari dalil-dalilnya. Bahasan tentang kaidah-kaidah kebahasaan ini penting
mengingat kedua hukum Islam, yaitu Al-Qur’an dan sunnah berbahasa arab, untuk membimbing
mujtahid dalam memahami al-Qur’an dan sunnah sebagai landasan dalam menetapkan hukum tentu
perlu mengetahui tentang lafal dan ungkapan yang terdapat pada keduanya

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan fiqh dan ushul fiqh?

2. Apa saja ruang lingkup fiqh dan ushul fiqh?


3. Apa perbedaan dari ushul fiqh dan qawaidh al fiqhiyyah?

4. Apa saja faktor penyebab ikhtilaf dalam fiqh?

5. Madzhab apa saja yang ada dalam fiqh?

BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh

Secara bahasa, Fiqih berasal dari kalimat “Faqaha”, yang bermakna paham secara mutlak, tanpa
memandang kadar pemahaman yang dihasilkan. Kata Fiqih secara arti kata berarti “paham yang
mendalam”. Fiqih menurut istilah artinya pengetahuan, pemahaman dan kecakapan tentang sesuatu
biasanya tentang ilmu agama Islam karena kemuliaannya. Berdasarkan pengertian menurut bahasa
inilah bahwa istilah Fiqih berarti memahami dan mengetahui wahyu (baik al-Qur’an maupun al-
Sunnah) dengan menggunakan penalaran akal dan metode tertentu sehingga diketahui bahwa
ketentuan hukum dari mukallaf (subjek hukum) dengan sumber hukum (dalil-dalil) yang rinci.
Menurut istilah, Fiqih mempunyai dua pengertian, pertama, Fiqih ialah Pengetahuan (mengetahui)
hukum-hukum syara’ tentang perbuatan beserta dalildalinya

Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah, karena fiqh itu pada hakikatnya
adalah jabaran praktis dari syariah. Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam dan
membutuhkan pengerahan potensi akal . Sedangkan secara terminologi fiqh merupakan bagian dari
syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil yang
terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin mengatakan fiqh adalah ilmu tentang
hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dengan dalil-dalil yang
tafsili.

Penggunaan kata “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut
ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata “amaliah”
yang terdapat dalam definisi diatas menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk
manusia yang bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti
masalah keimanan atau “aqidah” tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam uraian ini.
penggunaan kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian,
penemuan, penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Fiqh itu adalah hasil
penemuan mujtahid dalam hal yang tdak dijelaskan oleh nash1

Dari penjelasan diatas dapat kita tarik benang merah, bahwa fiqh dan syariah memiliki
hubungan yang erat. Semua tindakan manusia di dunia dalam mencapai kehidupan yang baik itu
harus tunduk kepada kehendak Allah dan Rasulullah. Kehendak Allah dan Rasul itu sebagian
terdapat secara tertulis dalam kitab-Nya yang disebut syari’ah. Untuk mengetahui semua kehendak-
Nya tentang amaliah manusia itu, harus ada pemahaman yang mendalam tentang syari’ah, sehingga
amaliah syari’ah dapat diterapkan dalam kondisi dan situasi apapun dan bagaimanapun. Hasilnya
itu dituangkan dalam ketentuan yang terinci. Ketentuan yang terinci tentang amaliah manusia
mukalaf yang diramu dan diformulasikan sebagai hasil pemahaman terhadap syari’ah itu disebut
fiqh.

Pengertian Usul Fiqh

Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu
yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqh itu adalahilmu
yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dlilnya yang terinci. Atau dalam
artian sederhana : kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari
dalil-dalilnya. Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan bahwa “mengerjakan
salat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan salat itulah yang disebut “hukum syara’.” Tidak
pernah tersebut dalam AlQur;an maupun hadis bahwa salat itu hukumnya wajib. Yang ada
hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an yang mengandung perintah salat
itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan kewajiban salat yang terdapat dalam
dalil syara’ ada aturan yang harus menjadi pegangan. Kaidah dalam menentukannya, umpamanya

1
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh.
“setiap perintah itu menunjukkan wajib”. Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara
mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’ tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.
Dari penjelasan ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan ushul fiqh dan fiqh adalah, jika ushul fiqh
itu pedoman yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti seorang fakih dalam
usahanya menggali dan mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya.2

Sedangkan fiqh itu hukum-hukum syara’ yang telah digali dan dirumuskan dari dalil menurut
aturan yang sudah ditentukan itu

B. Ruang lingkup Fiqh dan Ushul Fiqh

a. Ruang Lingkup Fiqh Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalam
hukum-hukum syara’, antara lain :

• Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara peribadatan kepada
Allah SWT.
• Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan hubungan antar
manusia sesamanya.
• Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam hukum
nikah dan akibat-akibat hukumnya.
• Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangan dari aturan
hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat menimbulkan bahaya
bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara.

b. Ruang Lingkup Usul Fiqh

Berdasarkan kepada beberapa definisi di atas, terutama definisi yang dikemukakan


oleh al Baidhawi dalam kitab Nihayah al-Sul, yang menjadi ruang lingkup kajian
(maudhu’). Ushul fiqh, secara global adalah sebagai berikut:

2
Zuhri, Syaifudin. 2011. Ushul Fiqih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
• Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
• Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
• Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
• Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid ) dengan
berbagai permasalahannya.3

C. Perbedaan Ushul Fiqh dan Qawaid Al Fiqihiyyah

1.Ushul fiqih adalah ilmu yang berfungsi untuk mengambil suatu hukum dengan
dalildalil yang ada (fokusnya dalil dan hukum) Qawa’id Fiqhiyyah : Titik
penekanannya adalah Fi’lul mukallaf (perbuatan seorang hamba)

2. Ushul Fiqih adalah ilmu yang mengantarkan seseorang untuk bisa mengambil
suatu hukum dari dalil-dalil yang ada. Qawa’id Fiqhiyyah merupakan suatu
qo’idah yang dijadikan sebagai rujukan dalam sekian permasalahan, yang mana
tujuan dari qo’idah fiqhiyyah ini untuk mendekatkan sekian permasalahan fiqih dan
memudahkannya.

3.Ushul fiqih adalah sautu ilmu untuk mengambil istibath-istinbath hukum dalam
permasalahan tertentu. Qo’idah nya sudah ada, kemudian dari qa’idah itu dijadikan
sebagai patokan hukum terhadap permasalahan yang ada. Qawa’id fiqhiyyah
keberadaannya setelah adanya permasalahan fiqhiyyah yang cukup banyak.
Gambarannya berbeda-beda namun terkadang ‘illah (inti permasalahannya) sama,
barulah setelah itu dibuat suatu qa’idah yang bisa mewakili
permasalahanpermasalahan tersebut, ataupun permasalahan-permasalahan yang
muncul dikemudian hari dengan sebab yang sama4

D. Faktor-Faktor Penyebab Ikhtilaf dalam Fiqih

3
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh.
4
Mahmud Syaltut dan M. Ali al-Sayis. 1996. Perbandingan Mazhab. Bulan Bintang, Jakarta.
Ikhtilaf menurut bahasa adalah perbedaan paham (pendapat). Ikhtilaf berasal dari bahasa Arab
yang asal katanya adalah: khalafa-yakhlifu, khilafan. Ikhtilaf menurut istilah adalah: berlainan
pendapat antara dua atau beberapa orang terhadap suatu obyek (masalah) tertentu, baik berlainan
itu dalam bentuk “tidak sama” ataupun “bertentangan secara diametral.

Sedangkan yang dimaksud ikhtilaf dalam fiqih ini adalah perbedaan pendapat di antara ahli
hukum Islam (fuqaha) dalam menetapkan sebagian hukum Islam yang bersifat furu’iyah, bukan
ushuliyah, disebabkan perbedaan pemahaman atau perbedaan metode dalam menetapkan hukum
suatu masalah dan lain-lain.
Perbedaan pendapat dalam hukum Islam (Ikhtilafatu al-fiqhiyah) bagaikan buah yang berasal
dari satu pohon, yaitu pohon al-Qur’an dan Sunnah, bukan buah yang berasal dari berbagai
macam pohon. Akar dan batang pohon itu adalah al-Qur’an dan Sunnah, cabang-cabangnya
adalah dalil-dalil naqli dan ‘aqli, sedangkan buahnya adalah hukum Islam (fiqh) meskipun
berbeda-beda atau banyak jumlah.5
Perbedaan pendapat adalah suatu hal yang sudah sering terjadi, karena fitrah manusia yang
sesungguhnya. Dalam perkembangan hukum Islam, Ikhtilaf (perbedaan pendapat) mengenai
penetapan hukum sudah terjadi sejak kalangan para sahabat Nabi saw. Ketika Rasul masih hidup,
perbedaan pendapat segera dapat dipertemukan dengan mengembalikan kepada Rasulullah saw.
Tetapi ketika kalangan sahabat setelah Rasul wafat sering timbul perbedaan pendapat dalam
menetapkan hukum terhadap suatu masalah tertentu. Pernyataan tersebut sesuai dengan QS. Hud
ayat 118-119

َ َّ‫َّواَل يَ َزالُ ۡونَ ُم ۡختَلِفِ ۡي ۡنو َولَ ۡو َشٓا َء َربُّكَ لَ َجـ َع َل الن‬
ِ ‫اس اُ َّمةً و‬
١١٨ ً‫َّاح َدة‬
َ ِ‫ـَئن َجهَـنَّ َم ؕ َولِ ٰذل‬
ِ ‫ك خَ لَقَهُمۡ اِاَّل َم ۡن ر‬ َّ َ‫اس اَ ۡج َم ِع ۡينَ ؕ َوتَ َّم ۡت َكلِ َمةُ َربِّكَ اَل َمۡ ل‬ ۡ
١١٩ َ‫َّح َم َربُّك‬ ِ َّ‫ِمنَ ال ِجنَّ ِة َوالن‬
artinya :
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk
itulah Allah menciptakan mereka. 6

E. Mazhab-Mazhab Dalam Fiqih

5
Abdullah, M. Husain . 1995. Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh. Beirut: Darul Bayariq
6
Mushaf, Al-qur’an
Kata “mazhab” merupakan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) dalam pengertiannya
berasal, bersumber dan diambil dari kata berarti bahasa secara pengertian yaitu Arab bahasa
berangkat, pergi, berjalan, berlalu, dan berpendapat.
Kata “mazhab” dengan bentuk infinitif berarti yang berarti kepercayaan. Adapun kata
“mazhab” bisa semakna dengan kata yang artinya doktrin, ajaran dan haluan. Kata yang semakna
lainya adalah yang berarti pendapat dan teori.
Pengertian mazhab dalam fiqih secara istilah :

1. Menurut M. Husain Abdullah

Mazhab adalah kumpulan pendapat mujtahid yang berupa hukum-hukum Islam,


yang digali dari dalil-dalil syariat yang rinci serta berbagai kaidah (qawa’id) dan
landasan (ushul) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu sama
lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
2. Menurut A. Hasan

Mazhab adalah mengikuti hasil ijtihad seorang imam tentang hukum suatu masalah
atau tentang hukum suatu masalah atau tentang kaidah-kaidah istinbathnya.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh para mujtahid dalam
memecahkan masalah; atau mengistinbathkan hukum Islam. Maka pengertian mazhab
dalam ilmu fiqh meliputi dua pengertian, yaitu:
a. Jalan pikiran atau metode (manhaj) yang digunakan seorang mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu kejadian dan peristiwa berdasarkan al- Qur’an dan hadis.
b. Pendapat atau fatwa seorang mujtahid atau mufti tentang hukum suatu kejadian.
Sedang mazhab dalam kamus besar Bahasa Indonesia merupakan kata masdar atau
kata dengan bentuk infinitif yang berarti haluan atau ajaran mengenai hukum Islam
yang menjadi ikutan umat Islam, bisa juga diartikan sebagai aliran yang mempunyai
perbedaan tertentu dengan ajaran yang umum tapi belum keluar dari ajaran umum
itu.7

1. Mazhab Hanafi

7
Koto, Alaiddin. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mazhab Hanafi adalah nama dari kumpulan-kumpulan pendapat yang berasal dari Imam
Abu Hanifah dan murid-muridnya serta pendapat- pendapat yang berasal dari para pengganti
mereka sebagai perincian dan perluasan pemikiran yang telah digariskan oleh mereka yang
kesemuanya adalah hasil dari pada cara dan metode ijtihad ulama-ulama ahli pemikiran (Ahlu al-
Ra’yi).
Imam Abu Hanifah membatasi sumber-sumber hukumnya dan dalam menetapkan suatu
hukum didasarkan pada tujuh sumber secara berurutan, yaitu: al- Qur’an, Sunnah Nabi, Fatwa
Sahabat yang dibagi dua kelompok antara sahabat dari empat khulafa’ ar-rasyidin dengan
mengutamakannya dari yang lain dan sahabat yang lainnya yang mempunyai keragaman ilmu dan
keutamaan, ijma baik itu qauli maupun sukuti, analogi atau qiyas, istihsan dan terakhir didasarkan
pada urf atau kebiasaan yang berlaku di antara masyarakat.
Imam Abu Hanifah juga sering menggunakan istihsan ketika beliau sudah tidak
menemukan lagi nash dalam al-Qur’an dan Hadist ataupun ijma’. Maka dalam mengistibatkan
hukum, Abu Hanifah berpegang pada al- Qur’an dan sangat hati- hati dalam menggunakan
sunnah. Selain itu, beliau banyak menggunakan qiyas,

2. Mazhab Maliki

Sumber hukum mazhab Maliki adalah: al-Qur’an, Sunnah, ijma ahli Madinah (kadang-
kadang beliau menolak hadist apabila ternyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama
Madinah), fatwa sahabat, qiyas, maslahah mursalah, khabar ahad, istihsan, sadd al-zara’i, mura’at
al-khilaf mujtahidin, istishab dan syar’un manqablana. Amalan ahli Madinah adalah ciri khas
dalam mazhab Imam Malik di antara kalangan ulama fiqh. Imam Malik berpendapat bahwa
amalan ahli Madinah lebih kuat daripada khabar wahid yang sahih karena amalan ahl Madinah
sederajat dengan hadist, sedang riwayat jama’ah dalam hal ini amalan ahl (penduduk) Madinah
tentu lebih kuat daripada riwayat satu orang.
Langkah penting yang ditawarkan oleh mazhab Malik dalam berijtihad adalah penggunaan
al-maslahah al-mursalah. Maslahah menurut bahasa berarti kepentingan, kebaikan. Al-mursalah
artinya bebas, tak terbatas dan tidak terikat. Maka al-maslahah al-mursalah artinya kepentingan,
kebaikan yang diperoleh secara bebas. Teori ini diilhami oleh suatu pemahaman yang
dikembangkan dari syari’ah Islam yang bertujuan mendatangkan manfaat, kesejahteraan dan
kedamaian bagi kepentingan masyarakat dan mencegah kemudaratan. Menurut Imam Malik,
kepentingan bersama merupakan sasaran syari’at Islam dan semua produk hukum
memprioritaskan kepentingan bersama atas kepentingan lain

3. Mazhab Syafi’i

Sumber hukum yang menjadi pegangan mahab Syafi’i adalah: al-Qur’an, sunnah, ijma,
qiyas, istidlal. Dasar mazhab asy-Syafi’i didewankan dalam risalah ushulnya dan beliau
berpegang kepada bentuk teks al-Qur’an selama belum ada dalil yang menegaskan bahwa yang
dimaksud bukanlah teksnya. Kemudian Sunnah Rasul dengan mempertahankan hadist ahad
selama perawinya dipercaya, kokoh ingatan dan bersambung sanadnya kepada Rasul dan tidak
mensyaratkan selain daripada itu. Lantaran itulah beliau dipandang Pembela Hadist dan
menyamakan Sunnah yang sahih dengan al-Qur’an. Selanjutnya dasar mazhabnya adalah ijma
selama ada keyakinan telah terjadi persesuaian paham segala ulama. Dan dilanjutkan pada qiyas
dengan penolakannya atas dasar istihsan dan istislah kemudian istidlal.

4. Mazhab Hanbali

Metode istidlal imam Ahmad bin Hanbal dalam menetapkan hukum adalah: nas dari al-
Qur’an dan Sunnah, lalu beralih ke fatwa sahabat yang tidak ada perselisihan di kalangan mereka,
namun jika jika di antara fatwa sahabat ada perselisihan maka diambilnya yang lebih dekat
kepada nash al- Qur’an dan Sunnah dengan cara memilih dari fatwa-fatwa tersebut yang ia
pandang lebih dekat kepada nash al-Qur’an dan Sunnah. Namun jika sudah kesulitan dan tidak
ada, beliau beralih ke hadist dhaif dan mursal karena imam Ahmad membagi dalam dua kelompok
yaitu shahih dan dha’if. Jika tidak terdapat atsar yang bisa menjelaskannya dan memberikan
pembelaan dan pendapat sahabat serta adanya konsensus ulama atau ijma yang bertentangan maka
mengamalkannya jauh lebih baik daripada mendahulukan qiyas. Penggunaan qiyas dalam mazhab
hanbali di kala darurat saja, apabila beliau tidak mendapatkan hadist atau perkataan sahabat,
bahkan beliau tidak mau memberi fatwa dalam sesuatu masalah yang belum diperoleh keterangan
dari salaf. Terkadang imam Ahmad menggunakan al- Mashalih al-Mursalah terutama dalam
bidang siyasah 8

8
Abdullah, M. Husain . 1995. Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh. Beirut: Darul Bayariq
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Secara bahasa, Fiqih berasal dari kalimat “Faqaha”, yang bermakna paham secara mutlak,
tanpa memandang kadar pemahaman yang dihasilkan. Kata Fiqih secara arti kata berarti “paham
yang mendalam”. Fiqih menurut istilah artinya pengetahuan, pemahaman dan kecakapan tentang
sesuatu biasanya tentang ilmu agama Islam karena kemuliaannya. Berdasarkan pengertian
menurut bahasa inilah bahwa istilah Fiqih berarti memahami dan mengetahui wahyu (baik al-
Qur’an maupun al-Sunnah) dengan menggunakan penalaran akal dan metode tertentu sehingga
diketahui bahwa ketentuan hukum dari mukallaf (subjek hukum) dengan sumber hukum (dalil-
dalil) yang rinci. Menurut istilah, Fiqih mempunyai dua pengertian, pertama, Fiqih ialah
Pengetahuan (mengetahui) hukum-hukum syara’ tentang perbuatan beserta dalildalinya. Fiqih
adalah “Kumpulan (kodifikasi) hukum- hukum perbuatan yang disyari’atkan dalam Islam.”
Perbedaaan Ushul Fiqih dengan Qawa’id Fiqhiyyah adalah :
1. Ushul fiqih adalah ilmu yang berfungsi untuk mengambil suatu hukum dengan dalil-
dalil yang ada (fokusnya dalil dan hukum)
Qawa’id Fiqhiyyah : Titik penekanannya adalah Fi’lul mukallaf (perbuatan seorang
hamba)
2. Ushul Fiqih adalah ilmu yang mengantarkan seseorang untuk bisa mengambil suatu
hukum dari dalil-dalil yang ada.
Qawa’id Fiqhiyyah merupakan suatu qo’idah yang dijadikan sebagai rujukan dalam
sekian permasalahan, yang mana tujuan dari qo’idah fiqhiyyah ini untuk
mendekatkan sekian permasalahan fiqih dan memudahkannya.
3. Ushul fiqih adalah sautu ilmu untuk mengambil istibath-istinbath hukum dalam
permasalahan tertentu. Qo’idah nya sudah ada, kemudian dari qa’idah itu dijadikan
sebagai patokan hukum terhadap permasalahan yang ada.
Qawa’id fiqhiyyah keberadaannya setelah adanya permasalahan fiqhiyyah yang cukup
banyak. Gambarannya berbeda-beda namun terkadang ‘illah (inti permasalahannya) sama, barulah
setelah itu dibuat suatu qa’idah yang bisa mewakili permasalahan permasalahan tersebut, ataupun
permasalahan-permasalahan yang muncul dikemudian hari hari dengan sebab yang sama.Macam-
macam mazhab yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’I, dan Mazhab Hanbali.
Faktor-Faktor Penyebab Ikhtilaf dalam Fiqih :Pertama: perbedaan dalam sumber hukum (mashdar
al-ahkam); Kedua: perbedaan dalam cara memahami nash dan; Ketiga: perbedaan dalam sebagian
kaidah kebahasaan untuk memahami nash.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Husain . 1995. Al-Wadhih fi Usul al-Fiqh. Beirut: Darul Bayariq

Koto, Alaiddin. 2004. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mahmud Syaltut dan M. Ali al-Sayis. 1996. Perbandingan Mazhab. Bulan Bintang, Jakarta.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh.

Zuhri, Syaifudin. 2011. Ushul Fiqih. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


1

Anda mungkin juga menyukai