Disusun Oleh :
Nanda Febriyani
Jacinda Nabilah
Anshori
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayahnya penulis dapat menyelesaikan Makalah tentang “Fungsi dan Peranan Qowaidh
Fiqih” Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah “QOWAIDH FIQIH”
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah ini dan Rekan-rekan satu kelompok yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini jauh dari sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................2
1.1 Latar Belakang....................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
A. Pengertian Qowaidh Fiqih......................................................................................3
B. Fungsi Qowaidh Fiqih.............................................................................................4
C. Peranan Qowaidh Fiqih..........................................................................................5
BAB III PENUTUP...............................................................................................................6
A. Simpulan................................................................................................................6
B. Saran......................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai landasan aktivitas umat islam sehari-hari dalam usaha memahami maksud-
maksud ajaran islam (maqasidusy syari’ah) secara lebih menyeluruh, keberadaan qawaid
fiqhiyah menjadi sesuatu yang amat penting . baik dimata para ahli usul (usuliyun)
maupun fuqaha, pemahaman terhadap qawaid fiqhiyah adalah mutlak diperlukan untuk
melakukan suatu “ijtihad” atau pembaharuan pemikiran dalam permasalahan-
permasalahan kehidupanmanusia. Manfaat keberadaan qaw’id fiqhiyah adalah untuk
menyediakan panduan yanglebih praktis yang diturunkan dari nash asalnya yaitu Al-
qur’an dan Al-hadits kepadamasyarakat.Maqasidusy syari’ah diturunkan kepada manusia
untuk memberi kemudahandalam pencapaian pemecahan masalah hukum. Pembahasan
hukum Islam tidaklah hanya seputar fikih yang mana sudah tercantum hukum-hukum
yang sudah diproduksi (istinbath) melalui metode yang dinamakan ushul fiqh. Salah satu
perangkat ilmu penting yang dibutuh zaman modern ini adalah al-qawaid al-fiqhiyyah
atau kaidah-kaidah fikih. Uniknya, al-qawaid al-fiqhiyyah muncul setelah massifnya
karya-karya fikih yang dihasilkan oleh para mujtahid hukum Islam. Kendati demikian,
justru kaidah fikih tersebut merupakan ‘alat bantu’ yang sangat mendukung dalam rangka
menganalisis serta menggali hukum atas-atas isu-isu kontemporer yang berkembang di
masyarakat. Tentu saja, kaidah yang dirumuskan tidaklah sembarang. Ia telah melewati
proses panjang oleh para pakar hukum, sehingga fungsi al-qawaid alfiqhiyyah sampai
hari ini sangat bermanfaat terutama dibidang ilmu fikih.
Adapun makna kaidah secara istilah fikih terdapat perbedaan di kalangan fuqaha
dalam mendefinisikan kaidah tentang apakah ia mencakup masalah keseluruhan ()كلیة
ataukah masalah mayoritas () أغلبیة. Al-Jurjani menjelaskan bahwa kaidah dalam fikih itu
rumusan yang global yang diperuntukkan terhadap seluruh bagian-bagiannya.
Sedangkan kata الفقھیةberasal dari kata kerja (fi’il) فقھyang ditambah ya’ nisbat
dan ta’ marbuthah, yang berfaidah penjenisan dan pembangsaan, sehingga bermakna
sesuatu yang berkaitan dengan fikih.
1. Kaidah fikih terdapat posisi yang bagus di dalam dasar-dasar syariat, karena di situ
terhimpun cabang-cabang yang hukumnya bisa dikecualikan. Selain itu, sasalah-
masalah terkadang bisa bertentangan, namun di bawah satu tautan dapat
memudahkan untuk kembali pada kaidah dan membuatnya supaya lebih terjangkau.
2. Memudahkan ulama selain ahli bidang fikih untuk membaca fikih Islam dan sejauh
mana ketentuan ketentuan dan kepatuhan terhadap hak dan kewajiban.
Dalam konteks penetapan hukum, kaidah fikih berperan penting sebagai ‘pisau
analisis’ mengingat permasalahan hukum di era kontemporer semakin berkembang dan
kompleks. Tentu saja, kaidah fikih tidak sendirian, dibutuhkan juga perangkat ilmu lain
untuk menghasilkan hukum yang komprehensif.
Lebih jauh, apabila hendak memunculkan kaidah-kaidah baru di dalam fikih, maka
harus ditelusuri dahulu hukum-hukum fikihnya, baru diukur akurasi kaidah tersebut
dengan ayat dan hadis. Selanjutnya, didiskusikan dan diuji oleh para ulama yang punya
kapasitas ilmu, barulah muncul kaidah yang mapan. Kaidah yang sudah dinilai mapan ini
bisa menjadi metode di dalam menjawab problem-problem di masyarakat dan
memunculkan fikif-fikih baru.
Oleh karena itu, seseorang tidak dengan mudah mengeluarkan kaidah-kaidah fikih,
apalagi melangkah jauh seperti berfatwa melalui ijtihad tentang suatu hukum tanpa
menggunakan sederet perangkat ilmu yang tidak sedikit.
1. Kaidah yang secara formil dan materil diambil dari nash Ulama sepakat bahwa
al-Qawa’id al-Fiqhiyah yang secara formil dan materil berdasarkan pada al-
Qur’an atau hadis dapat dijadikan sebagai dalil atau sumber hukum (mashdar al-
hakam).
2. Kaidah yang secara formil ditimba dari nash Sedangkan al-Qawa’id al-Fiqhiyah
yang hanya secara formil didasarkan pada al-Qur’an atau hadis. Menurut Dr.
Abdul Aziz Muhammad Azzam, dapat dijadikan sebagai dalil syar’i yang
kehujjahan kaidah tersebut merupakan konsekuensi dari kehujjahan nash syar’i
yang menjadi dasar sebuah kaidah.
3. Kaidah yang juga berstatus sebagai al-Qawa’id al-Ushuliyyah Al-Qawa’id al-
Fiqhiyah yang juga berstatus sebagai al-Qawa’id al- Ushuliyyah, menurut Ali
Ahmad al Nadawi dapat dijadikan dalil metodologis dalam kapasitas ia sebagai
al-Qawa’id al-Ushuliyyah bukan sebagai al-Qawa’id al-Fiqhiyah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Ada beberapa fungsi dari al-qawa’id al-fiqhiyyah berangkat dari landasan di atas
adalah sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
(2016, Oktober 3). Diambil kembali dari Pertemuan_5SY._3010523:
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_5SY._301
0523.pdf