Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TUGAS KELOMPOK

IJTIHAD
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI)
Teknik Informatika A

Oleh :
Muhammad Iqbal Raihan 20104410019
Muhammad Fahmi Ahsan 20104410010

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah tentang ijtihad. Tujuan penulisan
makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan
memberikan informasi serta pengetahuan tambahan bagi mahasiswa dan bagi para pembaca.
Dengan tersusunnya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap
pihak yang telah membantu baik secara moril maupun material dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian data
dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat
menambah pengetahuan pembaca.
Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan
banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Blitar, 29 Maret 2021

Penulis

Page | ii
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1. 1. Latar belakang...........................................................................................................................1
1. 2. Rumusan masalah......................................................................................................................1
1. 3. Tujuan........................................................................................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................2
2. 1. Pengertian ijtihad......................................................................................................................2
2. 2. Ruang lingkup ijtihad................................................................................................................2
2. 3. Syarat-syarat ijtihad..................................................................................................................2
2. 4. Macam-macam ijtihad..............................................................................................................3
2. 5. Hukum melakukan ijtihad........................................................................................................4
2. 6. Metode ijtihad............................................................................................................................4
2. 7. Tingkatan Mujtahid..................................................................................................................5
BAB 3 PENUTUP......................................................................................................................................6
3. 1. Kesimpulan................................................................................................................................6
3. 2. Saran...........................................................................................................................................7
Daftar pustaka...........................................................................................................................................8

Page | iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar belakang
Dalam sejarah pemikiran islam, ijtihad telah banyak digunakan sejak dahulu.
Esensi ajaran Al-qur’an dan Hadits memang menghendaki adanya ijtiihad. Al-qur’an dan
hadits kebanyakan hanya menjelaskan garis besarnya saja, maka ulama berusaha
menggali maksud dan rinciannya dari kedua sumber tersebut melalui ijtihad.
Kemudian setelah wafatnya Rasulullah, islam semakin luas dan para sahabat
menyebar keberbagai penjuru sehingga mereka dihadapkan pada berbagai persoalan yang
tidak ditemukan hukumnya dalam Al-qur’an dan al-hadits. Hal itu, mengharuskan mereka
menyelesaikannya dengan cara ijtihad.
Pada masa berikutnya peristiwa-peristiwa baru semakin kompleks, sehingga para
pemuka Agama yang sudah mempunyai keilmuan yang sangat luas merespon berbagai
persoalan itu dengan metode ijtihad yang mereka konsep.
Jadi, begitu pentingnya memahami ijtihad sebagai kunci untuk menyelesa ika n
problem-problem yang dihadapi oleh umat islam sejak dulu, sekarang dan yang masa
yang akan datang. Ijtihad sebagai sumber ketiga setelah Al-qur’an dan Hadits. Inilah
yang membuat islam tidak kehilangan karakternya sebagai agama yang dinamis.

1. 2. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini berupa :
1. Apa yang dimaksud dengan ijtihad ?
2. Bagaimana ruang lingkup ijtihad ?
3. Apa saja syarat-syarat dalam melakukan ijtihad ?
4. Apa saja macam-macam ijtihad ?
5. Apa saja hukum dalam melakukan ijtihad ?
6. Apa saja metode-metode yang digunakan dalam ijtihad ?
7. Apa saja tingkatan seorang mujtahid ?

1. 3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian ijtihad
2. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup didalam ijtihad
3. Untuk mengetahui syarat-syarat dalam melakukan ijtihad
4. Untuk mengetahui macam-macam ijtihad
5. Untuk mengetahui hukum dalam melakukan ijtihad
6. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam ijtihad
7. Untuk mengetahui tingkatan seorang mujtahid

Page | 1
BAB 2
PEMBAHASAN
2. 1. Pengertian ijtihad
Ijtihad secara etimologi berasal dari kata kerja “Ijtihadah” yang berarti
mencurahkan tenaga dan pikiran, berusaha dengan sungguh-sungguh, bekerja
semaksimal mungkin.
Secara terminologi Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat
menentukan suatu hukum dari sebuah dalil agama. Ijtihad hanya dapat dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai kemampuan dalam keahlian yang mendalam disamping
memiliki syarat-syarat yang tertentu baik dilakukan secara individual maupun
dilakukan secara bersama-sama sehingga mencapai kesepakatan dalam suatu masalah
tertentu pada masa tertentu pula (ijma consensus) berkenan dengan penilaian sesuatu
yang belum ada kepastiannya secara tegas dalam Al-Qur’an dan Hadits. (ILMU, 2015)

2. 2. Ruang lingkup ijtihad


Secara garis besar ruang lingkup ijtihad dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Peristiwa yang ketepatan hukumnya masih dzanny. Tugas para mujtahid dalam
masalah ini adalah menafsirkan kandungan nash kemudian menetapkan
hukum-hukum yang termuat didalamnya. Contohnya adalah bersentuhan antara
laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrimnya baik disengaja maupun
tidak apakah itu membatalkan wudhu atau tidak, kewajiban suami istri, dan
lain sebagainya.
2. Peristiwa yang belum ada nash nya sama sekali. Tugas utama para mujtahid
dalam masalah ini adalah merumuskan hukum baru atas peristiwa tersebut
dengan menggunakan kekuatan ra’y. Contoh masalah ini adalah, hukum bayi
tabung, transplantasi organ tubuh, keluarga berencana, dan lain sebagainya.
(Ash-Shiddieqy, 1997)

2. 3. Syarat-syarat ijtihad
Ulama’ ushul fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Secara umum,
pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Memiliki ilmu pengetahuan yang luas tentang ayat-ayat alqur’an yang
berhubungan dengan masalah hukum. Dalam arti, membahas ayat-ayat tersebut
untuk menggali hukum.
2. Memiliki pengetahuan yang luas tentang hadits-hadits Nabi SAW yang
berhubungan dengan masalah hukum.

Page | 2
3. Menguasai seluruh masalah yang hukumnya telah ditunjukkan oleh ijma’ agar
dalam menentukan hukum sesuatu tidak bertentangan dengan ijma’.
4. Memiliki pengetahuan yang luas tentang qiyas dan dapat mempergunakannya
dalam proses istinbath hukum.
5. Menguasai bahasa Arab secara mendalam. Sebab, al-qur’an dan hadits sebagai
sumber hukum islam tersusun dalam gaya bahasa Arab yang tinggi.
6. Mengetahui pengetahuan mendalam tentang nasikh-mansukh dalam al-qur’an
dan hadits agar dalam menggali hukum tidak menggunakan ayat al-qur’an atau
hadits yang telah dinaskh (hapus).
7. Mengetahui latar belakang turunnya ayat (asbabun nuzul) dan sebab-sebab
keluarnya hadits (asbabul al-wurud), agar dapat menggali hukum secara tepat.
8. Mengetahui sejarah para perawi hadits, agar dapat menilai suatu hadits, apakah
dapat diterima atau ditolak. Sebab, penentuan derajat atau penilaian suatu
hadits bergantung sekali pada ihwal suatu perawi, yang lazim disebut sanad
hadits.
9. Menguasai kaidah-kaidah ushul fiqih sehingga mampu mengolah dan
menganalisis dalil-dalil hukum untuk menghasilkan sebuah hukum suatu
permasalahan yang akan digali hukumnya. (Suyatno, 2011)
10. Mengetahui maqashidu asy-syari’ah (tujuan syari’at) secara umum, karena
bagaimanapun juga syari’at itu berkaitan dengan maqashidu asy-syari’at atau
rahasia disyari’atkannya suatu hukum. Sebaiknya, mengambil rujukan pada
istihsan, maslahah mursalah, urf, dan sebagainya yang menggunakan
maqashidu asy-syari’at sebagai standarnya. Maksud dari maqashidu asy-
syari’at antara lain menjaga kemaslahatan manusia dan menjauhkan dari
kemudharatan. (Syafe'i, 2010)

2. 4. Macam-macam ijtihad
Ijtihad dapat dibagi menjadi:
1. Ijtihad Al-Bayani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara’ dari
nash.
2. Ijtihad Al-Qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat
dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan menggunakan metode qiyas.
3. Ijtihad Al-Istislah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terhadapat
dalam Al-Qur’an dan Hadits dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah
istislah.
Menurut Muhammad Taqiyu al-hakim, pembagian ijtihad di atas masih belum
sempurna. Menurutnya ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja:
1. Ijtihad al-aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal tidak
menggunakan dalil syara’. Mujtahid dibebaskan untuk berfikir, dengan
mengikuti kaidah-kaidah yang pasti.
2. Ijtihad syari, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’, termasuk dalam
pembagian ini adalah ijma’, qiyas, istihsan, istislah, ’urf, istishab, dan lain-lain.

Page | 3
2. 5. Hukum melakukan ijtihad
Menurut para ulama’, bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad, ada
empat hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenaan dengan ijtihad, yaitu:
1. Orang tersebut dihukumi fardhu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan
yang menimpa dirinya dan harus mengamalkan hasil dari ijtihadnya, dan tidak
boleh taqlid kepada orang lain. Karena hukum ijtihad itu sama dengan hukum
allah terhadap permasalahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum allah.
2. Juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum
ada hukumnya. Karena jika tidak segera dijawab dikhawatirkan akan terjadi
kesalahan dalam melaksanakan hukum tersebut atau habis waktunya dalam
mengetahui kejadian tersebut.
3. Dihukumi fardhu kifayah, jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak
dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-
sama memenuhi syarat-syarat sebagai seorang mujtahid.
4. Dihukumi sunnah apabila berijtihad terhadap suatu peristiwa atau permasalahan
yang belum terjadi, baik ditanya ataupun tidak.
5. Dihukumi haram apabila berijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan
secara qathi, sehingga hasil ijtihadnya itu bertentangan dengan dalil syara’.

2. 6. Metode ijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad. Di antara metode atau
cara berijtihad yaitu:
1. Ijma’ adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu
masalah pada suatu tempat di suatu masa.
2. Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya
di dalam al-qur’an dan hadits dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam
al-qur’an dan hadits karena persamaan ‘illat (penyebab atau alasan) nya.
3. Maslahah mursalah adalah cara menemukan hukum sesuatu hal yang tidak
terdapat ketentuannya baik dalam al-qur’an maupun hadits, berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
4. Istihsan adalah cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari
ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Istihsan
merupakan metode yang unik dalam mempergunakan akal pikiran dengan
mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriyah demi kepentingan
masyarakat dan keadilan.
5. Istishab adalah penetapan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi
sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya, atau dengan kata lain
istishab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum
ada ketentuan lain yang membatalkannya.

Page | 4
6. ‘urf adalah metode Ijtihad yang dilakukan untuk mencari solusi atas
permasalahan yang berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan
masyarakat, adat istiadat memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat
dengan masyarakat kita. (Ali, 2000)

2. 7. Tingkatan Mujtahid
Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, adapun tingkatan mujtahid
menurut para ulama’ dibagi menjadi lima tingkatan, diantaranya:
1. Al-Mujtahid al-Mustaqill, yaitu mujtahid yang membangun fiqih atas dasar
metode dan kaidah yang ditetapkannya sendiri. Atau dengan kata lain,
mujtahid tersebut memiliki ushul fiqih dan fiqih sendiri, yang berbeda dari
ushul fiqih dan fikih mujtahid yang lain.
2. Al-Mujtahid al-Mutlaq ghair al-Mustaqill, yaitu seseorang yang telah
memenuhi syarat-syarat untuk berijtihad, tetapi tidak memiliki metode
tersendiri dalam melakukan ijtihad, ia melakukan ijtihad sesuai dengan metode
yang telah digariskan oleh salah seorang imam dari imam-imam madzab.
Contoh mujtahid peringkat ini, antara lain Abu Yusuf pengikut Abu Hanifah,
ibnu al-Qashim pengikut Malik, al-Muzani dari kalangan pengikut al-Ayafi’i.
3. Al-Mujtahid al-Muqayyad atau al-Mujtahid al-Takhrij, yaitu seseorang yang
telah memiliki syarat-syarat berijtihad, mampu menggali hukum dari sumber-
sumbernya, tetapi tidak mau keluar dari dalil-dalil dan pandangan imamnya.
Kendati demikian, dalam masalah-masalah yang tidak dibicarakan oleh
imamnya, ia tampil untuk mengistinbathkan hukumnya. Dengan demikian,
peringkat ini biasa disebut Mujtahid fi al-Madzab (mujtahid dalam suatu
madzab). Diantar mujtahid pada peringkat ini yaitu: Hasan ibn Ziyad, al-
Sarakhsi dari madzab Hanafi; ibn Abi Zaid dari madzab Maliki; Abu Ishaq al-
Syirazi dari madzab Syafi’i.
4. Mujtahid al-Tarjih, yaitu ahli fiqih yang berupaya mempertahankan madzab
imamnya, mengetahui seluk-beluk pandangan imamnya, dan mampu men-
tarjihkan pendapat yang kuat dari imam dan pendapat-pendapat yang terdapat
dalam madzabnya. Contoh: al-Quduri dan al-Marginani dari madzab Hanafi.
5. Mujtahid al-Fatwa, yaitu ahli fiqih yang berupaya menjaga madzabnya,
mengembangkannya, dan mengetahui seluk-beluknya, serta mampu
memberikan fatwa dalam garis yang telah ditentukan oleh imam madzabnya
(Rusli, 1999)

Page | 5
BAB 3
PENUTUP
3. 1. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat menentukan suatu
hukum dari sebuah dalil agama.
2. Secara garis besar ruang lingkup ijtihad dibagi menjadi 2 bagian yaitu : Peristiwa
yang ketepatan hukumnya masih dzanny dan peristiwa yang belum ada nash nya
sama sekali.
3. Ulama’ ushul fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat yang harus
dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Secara umum,
pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai
berikut:
a) Memiliki ilmu yang luas tentang ayat Al-Quran yang berhubungan dengan
masalah hukum
b) memiliki pengetahuan yang luas tentang Hadist dan mengetahui riwayat
perawi hadist.
c) mengetahui latar belakang turunnya ayat Al-Quran.
d) memilki pengetahuan luas tentang qiyas, nasikh-mansukh, maqashidu asy
syari’ah.
e) Menguasai kaidah-kaidah ushul fiqih dan seluruh masalah yang hukumnya
telah ditunjukkan oleh ijma’
f) Menguasai Bahasa Arab secara mendalam
4. Ijtihad dapat dibagi menjadi 3:
Ijtihad Al-Bayani, Ijtihad Al-Qiyasi, dan Ijtihad Al-Istislah
5. Menurut para ulama’, bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad, ada
empat hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenaan dengan ijtihad,
yaitu: Fardhu ain, Fardu kifayah, sunnah, dan Haram.
6. Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad. Di antara metode atau cara
berijtihad yaitu: ‘urf, Ijma’, Qiyas, Maslahah mursalah, Istihsan, dan Istishab
7. Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid, adapun tingkatan mujtahid menurut
para ulama’ dibagi menjadi lima tingkatan, diantaranya:
a) Al-Mujtahid al-Mustaqill
b) Al-Mujtahid al-Mutlaq ghair al-Mustaqill
c) Al-Mujtahid al-Muqayyad atau al-Mujtahid al-Takhrij
d) Mujtahid al-Tarjih
e) Mujtahid al-Fatwa

Page | 6
3. 2. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
akan tetapi pada kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki.
Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan
evaluasi untuk kedepannya.

Page | 7
Daftar pustaka

Ali, M. D. (2000). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Ash-Shiddieqy, T. M. (1997). Pengantar Hukum Islam. Surabaya: Pustaka Pelajar.

ILMU, G. (2015, September 29). Pengertian Ijtihad, Ruang Lingkup dan Kedudukan Ijtihad. Retrieved
from GUDANG ILMU: https://www.ilmusaudara.com/2015/09/pengertian-ijtihad-ruang-lingkup-
dan.html

Rusli, N. (1999). KONSEP IJTIHAD AL-SYAUKANI. Jakarta: PT Logos Wacana Il mu.

Suyatno. (2011). Dasar-dasar ilmu fiqh dan ushul fiqh. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Syafe'i, R. (2010). ILMU USHUL FIQIH. Bandung: Pustaka Setia.

Page | 8

Anda mungkin juga menyukai