Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam
Dosen Pengampu : Dr. Akhmad Sholeh, S.Ag., M.Si.
Disusun Oleh :
1. Isnaini Hasan Atsari 22104040018
2. Laili Khiyarul Afiifah 22104040030
3. Mutia Fadlilah 22104040045
4. Ulya Tsani Istighfari 22104040058
5. Fadhilatun Niha 22104040065
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah yang
berjudul “Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam” ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Akhmad Sholeh, S.Ag., M.Si.
sebagai dosen pengajar mata kuliah Pengantar Studi Islam yang telah membimbing penulis
dalam menyusun makalah ini. Dan juga kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 9
i
Daftar Isi
ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ijtihad dapat dipandang sebagai faktor utama dalam dinamika umat Islam,
namun kenyataannya telah disurutkan peranannya oleh umat Islam itu sendiri,
sehingga tidak ada jalan lain selain bertaqlid. Kiranya cara yang ampuh untuk mengatasi
kejumudan Islam dan ketaqlidan penganutnya adalah dengan mengembalikan peranan
Ijtihad pada porsi semula. Hal itu karena Ijtihad adalah hal yang sangat penting dalam
kehidupan umat Islam guna mengatasi kejumudan dan ketaqlid-an penganutnya
sebagaimana yang dikatakan sebelumnya. Ungkapan yang sering dilontarkan oleh para
ahli berkenaan dengan kegiatan Ijtihad adalah bahwa “Ijtihad itu penting tetapi sulit”.
Dari ungkapan tersebut dapat memberikan sebuah pengertian bahwa pada hakikatnya
Ijtihad (tetap) sangat dibutuhkan oleh umat Islam sebagai usaha untuk memberikan
solusi terhadap persoalan baru dan kontemporer yang senantiasa muncul dalam
kehidupan global ini.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Ijtihad?
2. Apa saja hukum Ijtihad dalam Islam?
3. Bagaimana hubungan Ijtihad dengan dinamika Islam?
4. Bagaimana pembentukan kebudayaan Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian Ijtihad.
2. Untuk mengetahui hukum Ijtihad dalam Islam.
3. Untuk mengetahui hubungan Ijtihad dengan Dinamika Islam.
4. Untuk mengetahui pembentukan kebudayaan Islam.
1
D. Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap bisa memberikan beberapa manfaat
kepada pembaca. Diantaranya sebagai berikut:
1. Sebagai ilmu pengetahuan yang dapat meningkatkan wawasan serta pola pikir
pembaca terkait Ijtihad dalam Islam.
2. Pembaca dapat memaknai keberadaan Ijtihad sebagai sumber dinamika Islam
2
BAB II :PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Kata Ijtihad berasal dari kata Bahasa Arab “ ”ﮭﺟﺪyang berarti “pencurahan
segala kemampuan untuk memperoleh sesuatu dari berbagai urusan”. Dengan kata
lain Ijtihad berarti “sungguh-sungguh” atau “bekerja keras dan gigih untuk
mendapatkan sesuatu”. (Naseh, 2012)
Pengertian Ijtihad secara etimologi memiliki arti yaitu pengerahan segala
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit. Sedangkan pengertian Ijtihad secara
terminologi adalah penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat
pada Kitabullah (syara) dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh
nash yang ma’qu, agar maksud dan tujuan umum dari hikmah syariat yang terkenal
dengan maslahat.
Kemudian Imam al-Amidi menjelaskan pengertian Ijtihad yaitu mencurahkan
semua kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa
dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu. (Hamid, 2011)
Sebagian ulama’ mendefinisikan Ijtihad dalam pengertian umum, bahwa
Ijtihad adalah menghasilkan (memaksimalkan) kesungguhannya dalam mencari
sesuatu yang ingin dicapai, sehingga dapat diharapkan tercapainya atau diyakini sampai
kepada tujuannya. Menurut para sahabat, Ijtihad adalah penelitian dan pemikiran untuk
mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah
SAW baik melalui suatu naskah, yang disebut qiyas maupun melalui sesuatu maksud
dan tujuan umum.
Dari definisi Ijtihad secara terminologi di atas mengandung pengertian bahwa
mujtahid mengerahkan kemampuannya artinya mencurahkan kemampuan seoptimal
mungkin sehingga ia merasakan bahwa dirinya tidak sanggup lagi melebihi dari
tingkat itu.
Adapun syarat-syarat menjadi mujtahid adalah :
1. Mengetahui Hadits yang Nasikh dan Mansukh
Mengetahui hadits yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar
seorang mujtahid jangan sampai berpegang pada suatu hadits yang sudah jelas
dihapus hukumnya dan tidak boleh dipergunakan. Seperti hadits yang
membolehkan nikah mut’ah di mana hadits tersebut sudah di-nasikh secara pasti
oleh hadits-hadits lain.
3
2. Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadits
Syarat ini sama dengan seorang mujtahid yang seharusnya menguasai
asbab an-nuzul, yakni mengetahui setiap kondisi, situasi dan lokus hadits
tersebut muncul.
3. Mengetahui bahasa Arab
Seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab agar penguasaannya
pada objek kajian lebih mendalam karena teks otoritatif Islam menggunakan
bahasa Arab.
4. Mengetahui tempat-tempat Ijma
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah
disepakati oleh para ulama sehingga tidak terjerumus dalam memberikan fatwa
yang bertentangan dengan hasil Ijma. Sebagaimana ia harus mengetahui nash-
nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan.
5. Mengetahui Ushul Fiqih
Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh mujtahid adalah ilmu ushul
fiqh, yaitu suatu ilmu yang telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan
kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil istinbat hukum dari nash dan
mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash hukumnya. Dalam
ushul fiqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami qiyas sebagai modal
pengambilan ketetapan hukum.
6. Mengetahui maksud dan tujuan Syariah
Sesungguhnya syariat Islam diturunkan untuk melindungi dan
memelihara kepentingan manusia.
7. Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
Seorang mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zaman,
masyarakat, problem, aliran ideologi, politik dan agamanya serta mengenal
sejauh mana interaksi saling memengaruhi antara masyarakat tersebut.
8. Adil dan bertakwa
Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh
mujtahid benar-benar proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari
kepentingan politik dalam istinbat hukumnya. (Has, 2013)
4
Dasar dari Ijtihad adalah Al-Qur’an dan sunnah. Jadi para ulama tidak
sembarang menentukan hukum dari suatu permasalahan. Allah SWT berfirman dalam
Surat An-Nisa ayat 105 yang artinya, “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab
kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu dan janganlah kamu menjadi
penantang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat”.
(QS. An-Nisa’: 105).
Adapun Fungsi Ijtihad sendiri di antaranya adalah:
6
D. Pembentukan Kebudayaan Islam
Istilah budaya dapat diartikan sebagai totalitas pola perilaku, kesenian,
kepercayaan, kelembagaan, keseharian yang sudah sering dilakukan, dan semua produk
lain dari karya dan pemikiran manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau
penduduk yang sudah diresmikan bersama.
Penggunaan Ijtihad dapat dilaksanakan dalam seluruh aspek ajaran Islam,
salah satunya termasuk aspek budaya dan profesi, kaitan Ijtihad dengan budaya
tertentu saja merupakan hal yang penting, sebab dalam hal berbudaya, serta beragama
lebih sering terlihat hal-hal yang berbeda atau bertolak belakang. Aktivitas Ijtihad di
satu pihak mengembangkan ilmu pengetahuan yang luas dan membuka ruang bagi
dinamika masyarakat yang sepi tetapi di pihak lain Ijtihad itu menimbulkan beda
pendapat yang tajam. Maka sesudah abad ke-4 H muncullah wacana untuk menutup
Ijtihad dengan anggapan bahwa hasil-hasil kajian ilmu yang dilakukan sampai masa
itu sudah cukup untuk menjawab berbagai masalah yang timbul kemudian. Apalagi pada
masa itu tidak ada lagi mujahid besar selain keempat imam, yang mampu menjadi
lokomotif untuk menggerakkan gerbang pembawa gerakan Ijtihad. Ada ulama’
terkemuka yaitu Ibnu Taimiyah (611-728 H) yang mendobrak kebekuan dengan
suaranya yang keras untuk membuka kembali pintu Ijtihad.
Seruan ini kemudian didukung penuh oleh ulama’-ulama’ yang hadir sesudah
beliau, seperti Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787 M), Jamaluddin Al-Afghani
(1838-1897 M), Muhammad Abduh (1849-1905 M), dan lain-lain. Pada hakikatnya
Ijtihad memang tidak dapat dihambat dan dihalangi. Menutup pintu Ijtihad berarti
menghentikan dinamika dan kreatifitas yang merupakan ciri kemajuan.
Salah satu wujud pengaruh Islam yang secara budaya lebih sistematik adalah pesantren.
Fenomena pesantren sesungguhnya telah berkembang sebelum Islam masuk. Pesantren
pada saat itu menjadi tempat pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam
masuk, materi dan proses pendidikan di pesantren diambil alih oleh Islam.
Pesantren pada dasarnya sebuah asrama pendidikan Islam tradisional. Siswa
tinggal bersama dan belajar ilmu-ilmu keagamaan yang di bawah bimbingan seorang
guru yang dikenal dengan sebutan kyai. Dengan kata lain, pesantren dapat
diidentifikasikan dengan adanya lima elemen pokok yaitu: pondok, masjid, santri,
kyai dan kitab-kitab klasik. Melalui pesantren ini, budaya Islam berkembang dan
beradaptasi terhadap budaya lokal yang berkembang disekitarnya. (Umsiati, 2010)
7
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad berarti kekuatan atau kemampuan dalam mencetuskan ide-ide yang
bagus demi kemaslahatan umat dan pengerahan segenap kesanggupan dari seorang
ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian terhadap hukum syara.
Terdapat 4 hukum untuk berIjtihad yaitu fardhu ‘ain, fardhu kifayah, sunnah,
dan haram dimana keempat hukum tersebut berlaku sesuai dengan kondisi
permasalahan yang ada.
Ijtihad akan terus berlanjut dan berkembang seiring perkembangan zaman
karena akan dihadapkan dengan berbagai permasalahan baru di kehidupan yang akan
datang.
Ijtihad sebagai pembentukan kebudayaan Islam yakni diperoleh dari tradisi yang
telah dilakukan oleh ulama sejak zaman terdahulu sampai sekarang, sehingga dalam
perkembanganya tradisi Ijtihad menjadi sebuah budaya yang berakulturasi dengan
budaya lokal contohnya pesantren.
8
Daftar Pustaka
Hamid, M. A. (2011). Hukum Islam Prespektif Keindonesiaan. Makasar: PT Umitoha Ukhuwah Grafika.
Has, A. W. (2013). Ijtihad Sebagai Alat Pemecahan Masalah Umat Islam. Academia, 94-98.
Kurniawan, A. (2021, April 21). Merdeka.com “ Ketahui Pengertian Ijtihad, Rukun Ijtihad beserta
Fungsinya, berikut syarat dari Mujtahid” : https://www.merdeka.com/jabar/ketahui-pengertian-
ijtihad-rukun-beserta-fungsinya-berikut- syarat-dari-mujtahid-kln.html diakses pada 29
September 2022 pukul 14.50
Naseh, A. H. (2012). Ijtihad Dalam Hukum Islam. Jurnal An-Nur Vol. IV, No 2, 250-251.
Umsiati, D. (2010, April 13). Makalah Pendidikan “Ijtihad Sebagai Sumber Islam”:
https://pandidikan.blogspot.com/2010/04/ujtihad-sebagai-sumber-islam.html?m=1 diakses pada
23 September 2022 pukul 10.45