Mata kuliah
Pendidikan Agama Islam
Semester I
Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah swt, yang dengan rahmat
dan hidayah-nya, kami telah dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“Sumber Ajaran Islam (Al-Ijtihad)” untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari makalah kami masih jauh dari kata sempurna, kritik dan
saran sangat kami butuhkan untuk evaluasi kami kedepannya dalam penulisan
makalah yang lebih baik lagi.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
teman-teman lainnya, serta mendapat ridho dari Allah swt. Amiin
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
G. Contoh-contoh Ijtihad............................................................................13
BAB III............................................................................................................15
PENUTUP........................................................................................................15
A. Kesimpulan............................................................................................15
B. Saran......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembahasan tentang ijtihad sangat menarik untuk dibahas dan sangat
penting untuk diketahui oleh umat muslim untuk dijadikan pedoman
dalam kehidupan sehari-hari karena ijtihad merupakan salah satu
sumber ajaran islam. Adapun alasan kami mengambil judul ini adalah
karena sudah ditetapkan oleh dosen pengampu yang mempercayakan
kepada kami untuk membahas judul ini. Sebelum masuk ke materi kami
akan menjelaskan sedikit tentang ijtihad.
Secara bahasa, pengertian Ijtihad adalah mencurahkan pikiran dengan
bersungguh-sungguh. Sedangkan menurut istilah, arti Ijtihad adalah
proses penetapan hukum syariat dengan mencurahkan seluruh pikiran
dan tenaga secara bersungguh-sungguh.
Kata “Ijtihad” berasal dari bahasa Arab, yaitu “Ijtihada Yajtahidu
Ijtihadan” yang artinya mengerahkan segala kemampuan dalam
menanggung beban. Dengan kata lain, Ijtihad dilakukan ketika ada
pekerjaan yang sulit untuk dilakukan.
Di dalam agama Islam, Ijtihad adalah sumber hukum ketiga setelah Al-
quran dan hadits. Fungsi utama dari Ijtihad ini adalah untuk
menetapkan suatu hukum dimana hal tersebut tidak dibahas dalam Al-
quran dan hadits.
Orang yang melaksanakan Ijtihad disebut dengan Mujtahid dimana
orang tersebut adalah orang yang ahli tentang Al-quran dan
hadits.Untuk pembahasan lebih lanjut tentang ijtihad, pembagian,
metode, kegunaan, dan kedudukan ijtihad akan kami bahas pada bab
berikutnya.
iv
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu ijtihad dan syarat-syaratnya?
2. Apa saja pembagian ijtihad?
3. Apa saja hukum yang ada didalam ijtihad?
4. Apa saja metode yang ada dalam ijtihad?
5. Apa saja kegunaan atau fungsi dari ijtihad?
6. Bagaimana kedudukan ijtihad dalam sumber ajaran islam?
7. Apa saja contoh-contoh ijtihad?
C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu istijhad, macam-macam, fungsi, contoh,
hukum, ketentuan dan kedudukannya sebagai sumber ajaran islam.
D. Metode Penulisan
Analisis dalam makalah ini dilakukan dengan deskriptif argumentatif.
Kemudian dalam mensintesis dilakukan tahap tahap sebagai berikut:
1. Pengkajian terhadap sumber ajaran Islam (Al-Ijtihad).
2. Mengidentifikasi dan merusmuskan permasalahan yang terkait
sumber ajaran Islam (Al-Ijtihad).
3. Mengumpulkan landasan teori dan materi terkait dengan fokus
masalah yang diangkat sebagai bahan referensi untuk mendukung
ketepatan dan ketajaman analisis permasalahan.
4. Menyusun metode penulisan agar karya tulis tersusun secara
sistematis.
5. Menganalisis dan membahas serta memberikan solusi terkait
permasalahan yang sudah diangkat.
6. Menarik kesimpulan dan memberi saran berdasarkan rumusan
masalah dan hasil analisis pemabahasan yang dilakukan.
v
BAB II
PEMBAHASAN
1
Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi ushul al-Fiqh, (Bairut: dar al-fikr al- Mu’ashir, 1999, hlm 231.
2
Abu Hamid Al-Ghazali, al-Mustasfa min Ilmi al-Ushul, ditahqiq dan diterjemahkan kedalam
bahasa inggris oleh Ahmad Zaki hamad, (Riyadh KSA: Dar al-Maiman linasr wa al-tauzi’ tt) hlm.
640.
vi
c. Abdul Hamid Hakim
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka
untuk memperoleh hukum syara’ dengan jalan istinbath dari alqur’an
dan as-sunnah.3
d. Abdul Hamid Muhammad bin Badis al-Shanhaji
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk melakukan
istibath hukum dari dalil syara’ dengan kaidah-kaidah. Dan orang
melakukan ijtihad tersebut adalah orang yang pakar dalam bidang
ilmu-ilmu al-Quran dan al-sunnah, memiliki pengetahuan yang luas
tentang maqasid Syariah (tujuan-tujuan hukum islam), dan memiliki
pemahaman yang benar terkait dengan bahasa Arab.4
Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa ijtihad itu, pertama usaha
intelektual secara sungguh-sungguh; kedua, usaha yang dilakukan itu
adalah melakukan istibath (menyimpulkan) dan menemukan hukum;
ketiga, pencarian hukum dilakukan melalui dalil-dalil baik dari
alqur’an dan Sunnah; keempat, orang yang melakukan ijtihad itu
adalah seorang ulama yang memiliki kompetensi, dan keluasan
wawasan serta pengetahuan dalam bidang hukum Islam.
3
Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awaliyah, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt)
4
Abdul Hamid Muhammad Bin Badis Al-Shanhaji, Mabadi’ al-Ushul, ditahqiq oleh Dr. Amar
Thalibiy, (TTp: al-Syirkah al-wathaniyah li al-nasr wa al-tauzi’,1980), Hlm. 47
vii
2. Syarat-syarat Ijtihad
Meninjau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang
mujtahid,Wahbah az-Zuhaili menyimpulkan ada delapan kriteria
syarat yang harus dimiliki dan di penuhi oleh mujtahid:5
a. Mengerti dengan makna-makna ayat ahkam yang terdapat di
dalam al-Qur’an. Memahami kandungan ayat ahkam baik secara
bahasa maupun secara istilah. Seorang mujtahid mengerti tentang
lafal-lafal yang mengandung: mantuq (makna tersurat), mafhum
muwafaqah (makna tersirat), mafhum muhkalafah (mkna kebalikan
dari makna tersurat), serta paham tentang lafal-lafal yang
mengandung segi jumlah seperti lafallafal umm (umum) dan khas
(khusus), dan cara menyamakan illah (sebab) dengan menyatukan
lafal-lafal yang di anggap sejalan dalam sesu niatu lafal-lafal
perintah maupun lafal-lafal yang mengandung larangan.
b. Mengatahui hadist-hadist hukum baik secara bahasa maupun
secara pemakaian syara’. Menjadi seorang mujtahid sangat penting
untuk mengerti dengan seluruh hadist-hadist hukum yang terdapat di
dalam kitab induk hadist yang diakui, seperti: al-Bukhari, Muslim,
Ahmad, Daud, at-Tarmidzi, an-Nasay, Ibnu Majah dan lain-lain.
c. Mengatahui ayat-ayat ahkam ataupun hadist-hadist ahkam yang
sudah di mansukh (di hapus atau dinyatakan oleh Allah dan
Rasulnya tidak berlaku dan di ganti dengan dalil lain), serta
mengatahui ayat-ayat ahkam maupun hadist-hadist ahkam yang
menggantikan atau lafadz nasikh.
d. Mempunyai pengatahuan tentang masalah-masalah yang sudah
mempunyai sifat hukum syara’ melalui dari hasil ijma’ para
ulama.
5
Satria Efendi, Ushul Fiqh, 251-255; Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta:PT
Raja Rafindo Persada 1993), 115-116.
viii
e. Mengatahui tentang seluk-beluk qiyas, seperti: syarat-syarat qiyas,
rukun-rukunya, tentang illah hukum dan cara menemukan illah itu
dari ayat maupun hadist.
f. Menguasai bahasa arab serta ilmu-ilmu yang berhubungan
dengannya.
g. Menguasai ilmu ushul fiqh baik dari ilmu qaidah maupun
ushulnya.
h. Mampu membuat rumusan yang berkaitan dengan tujuan
syariat (maqasid al-Syari’ah) dalam membuat ketetapan hukum.
B. Macam-macam Ijtihad
Ada beberapa sudut pandang yang juga berbeda mengenai macam-
macam ijtihad, diantaranya:
6
Wahbub Zubali, Ushal Fih al-Islami, (Suriah Dar al-Fikr, 1986), hal. 1041
ix
dalam nash, juga tidak ada ijma' sebelumnya. Namun berbeda dengan
ijtihad qiyosi, dasar pegangan dalam jenis ijtihad ini hanyalah jiwa
hukum syara' sendiri bertujuan untuk mewujudkan kemashalahatan
ummat.
7
Abu Ishaq Ibrahim bin Musa al-Ghanati al Syathubs, af Muwafaqa fi Ushul al-Ahkam Jilid 4. Dar
al-Fikr, t.thl. hlm. 93
x
tabung". Meski dilakukan secara kolektif, hasil dari ijtihad ini tidak
sama dengan ma' (kesepakatan ulama) karena hanya berskala lokal. 8
C. Hukum Ijtihad
Dasar Hukum Ijtihad Secara Umum, Hukum ijtihad itu adalah wajib.
Artinya, seorang mujtahid wajib melakukan ijtihad untuk menggali dan
merumuskan hukum syara’ dalam hal-hal yang syara’ sendiri tidak
menetapkannya secara jelas dan pasti. Adapun dalil tentang kewajiban
untuk berijtihad itu dapat dipahami dari firman Allah dalam al-Qur’an
Surah al-Hasyr (59): 2: Artinya: “...Maka ambillah (kejadian itu) untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan..” –
(Q.S. Al Hasyr: 2)
Dalam ayat ini Allah menyuruh orang-orang yang mempunyai
pandangan (faqih) untuk mengambil iktibar atau pertimbangan dalam
berfikir. Perintah untuk mengambil iktibar ini sesudah allah
menjelaskan malapetaka yang menimpa Ahli Kitab (Yahudi)
disebabkan oleh tingkah mereka yang tidak baik. Dalam ayat ini Allah
menyuruh mengambil iktibar berarti Allah juga menyuruh berijtihad,
sedangkan suruhan itu pada dasarnya adalah untuk wajib.9
Yang menjadi landasan diperbolehkannya ijtihad banyak sekali, baik
melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, diantaranya
yaitu :
}105 :{النساء ِإَّنا َأنَز ْلَنا ِإَلْيَك اْلِكَتاَب ِباْلَح ِّق ِلَتْح ُك َم َبْيَن الَّناِس ِبَم ا َأَر اَك ُهّللا
8
Resalion Anwar, dak. Pengantar Studi Ilam (Bandang Pustaka Setia, 2017), hlm. 197
9
Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh, Jilid 2, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 241.
xi
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara
manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu” (Q.S
An-Nisa: 105)
Hukum melakukan ijtihad bagi orang yang telah memenuhi syarat dan
kriteria ijtihad:
3. Fardu ‘ainbila ada permasalahan yang meminta dirinya, dan harus
mengamalkan hasil dari ijtihad-nya dan tidak boleh taqlid kepada orang
lain.Juga dihukumi fardhu ain jika ditanyakan tentang suatu
permasalahan yang belum ada hukumnya.
4. Fardu kifayahjika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak
dikhawatirkan akan habis waktunya, atau ada lagi mujtahid yang lain
yang telah memenuhi syarat.
5. Dihukumi sunnah, jika berijtihad terhadap permasalahan yang baru,
baik ditanya ataupun tidak.
6. Hukumnya haramterhadap ijtihad yang telah ditetapkan secara qat’i
karena bertentangan dengan syara’.
D. Metode Ijtihad
Ada beberapa metode dalam ijtihad yaitu adalah:
1. Ijma’ adalah suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan
hukum agama Islam berdasarkan Al-quran dan hadits dalam suatu
xii
perkara. Hasil dari kesepakatan para ulama tersebut berupa fatwa
yang dilaksanakan oleh umat Islam. Contohnya : fatwa MUI terkait
Corona
2. Qiyas adalah suatu penetapan hukum terhadap masalah baru yang
belum pernah ada sebelumnya, namun mempunyai kesamaan
(manfaat, sebab, bahaya) dengan masalah lain sehingga ditetapkan
hukum yang sama. Contohnya: keharaman Vodca
3. Maslahah Mursalah adalah suatu cara penetapan hukum
berdasarkan pada pertimbangan manfaat dan kegunaannya.
Contohnya : menghimpun Al-Quran kedalam satu mushaf pada
masa Khalifah Abu Bakar ra.
4. Sududz Dzariah adalah suatu pemutusan hukum atas hal yang
mubah makruh atau haram demi kepentingan umat. Contohnya :
memakai helm dijalan raya dan larangan masuk kost perempuan
bagi laki-laki.
5. Istishab adalah suatu penetapan suatu hukum atau aturan hingga
ada alasan tepat untuk mengubah ketetapan tersebut. Contohnya :
seseorang mempunyai hutang lupa apakah sudah membayar atau
belum.
6. Urf adalah penepatan bolehnya suatu adat istiadat dan kebebasan
suatu masyarakat selama tidak bertentangan dengan Al-quran dan
hadits. Contohnya : hadiah saat tunangan.
7. Istihsan adalah suatu tindakan meninggalkan satu hukum kepada
hukum lainnya karena adanya dalil syara’ yang mengharuskannya.
Contohnya : jual beli online dan zakat fitrah dengan uang
E. Kegunaan Ijtihad
urgensi upaya ijtihad dapat dilihat dari fungsi ijtihad itu sendiri yang
terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
xiii
1. Fungsi al-ruju atau al-I'adah (kembali) adalah mengembalikan ajaran
Islam kepada sumber utamanya, yaitu Al-Quran dan Sunnah Shalihah
dari segala kemungkinan penafsiran yang kurang relevan.
2. Fungsi al-Ihya' (kehidupan) adalah untuk menghidupkan kembali
bagian-bagian nilai dan spirit ajaran Islam agar mampu menjawab dan
menghadapi tantangan zaman, sehingga Islam dapat menjadi furqan,
hudan dan rahmatan. lil 'alamin.
3. Fungsi al-Inabah (koreksi), yaitu mengoreksi ajaran Islam yang telah
diijtihadi oleh para ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya
kekeliruan sesuai dengan konteks zaman, kondisi dan tempat yang kita
hadapi sekarang ini.
G. Contoh-contoh Ijtihad
1. Salah satu contoh ijtihad dalam kehidupan zaman sekarang, para
ulama melakukan ijtihad dalam proses penentuan 1 Ramadhan dan
juga 1 Syawal. Mereka akan berdiskusi untuk menentukan dan
menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan perhitungan serta
hukum Islam yang ada sebelumnya.
xiv
2. Contoh berijtihad yang belum pernah ada di zaman Nabi Muhammad
SAW berikutnya, misal hukum Islam mengenai pasangan yang
membutuhkan bayi tabung. Hal ini diperbolehkan dengan beragam
syarat yang mengiringi. Hal ini kemudian menjadi bentuk solusi bagi
pasangan untuk menyelesaikan permasalahan kesuburan.
3. Sementara contoh ijtihad di masa kekhalifahan. terjadi di zaman
Khalifah Umar bin Khattab. Pada saat itu para pedagang muslim
mengajukan suatu pertanyaan kepada Khalifah, yakni berapa besar
cukai yang wajib dikenakan kepada para pedagang asing yang
melakukan perdagangan di wilayah Khalifah.Jawaban dari pertanyaan
tersebut belum termuat secara terperinci di dalam Alquran atau hadis.
Maka Khalifah Umar bin Khattab kemudian melakukan ijtihad
bersama para pemuka agama Islam yang paham hukum.
4. Ditetapkan bahwasanya cukai yang dibayarkan oleh pedagang adalah
dengan disamakan dengan taraf yangumumnya dikenakan kepada para
pedagang muslim dari negara asing, di mana mereka berdagang.
xv
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ijtihad secara bahasa berarti upaya atau kemampuan yang sungguh-
sungguh, secara istilah ijtihad adalah proses penetapan hukum syariat
dengan mencurahkan seluruh pikiran dan tenaga secara bersungguh-
sungguh.Fungsi Ijtihad yaitu mengembalikan ajaran-ajaran Islam dari
segala jenis interpretasi yang kurang jelas berdasarkan Al-Quran dan
Sunnah.Ijtihad dibagi menjadi tiga, yaitu; ijtihad al-bayani, al-qiyasi
dan al-istishlahi.Metode-metode dalam ijtihad yaitu; Ijma', Qiyas,
Maslahah Mursalah, Sududz Dzariah, Istishab, Urf dan
Istihsan.Kedudukan ijtihad dalam sumber hukum islam adalah sebagai
penentu hukum setelah AL Quran dan hadist apabila dalam al quran
dan hadist tidak ditemukan secara jelas dan rinci mengenai hukum yang
dimaksud. Ijtihad adalah hasil pemikiran para ulama ahli fikih.
B. Saran
Masalah hukum yang dihadapi umat Islam semakin beragam, seiring
dengan berkembang dan meluasnya agama Islam. Sementara itu, nash
Al-Qur’an dan Sunnah telah berhenti, padahal waktu terus berjalan
dengan sejumlah peristiwa dan persoalan yang datang silih berganti (al-
wahy qad intaha wal al-waqa’i la yantahi). Oleh karena itu, diperlukan
usaha penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan-persoalan
yang tidak ditunjukkan secara tegas oleh nash itu.
xvi
DAFTAR PUSTAKA
https://www.merdeka.com/trending/apa-itu-ijtihad-dan-contohnya-dalam-
kehidupan-ketahui-siapa-yang-bisa-melakukan.html
xvii