Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

IJTIHAD

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

USHUL FIQH II

Disusun oleh : kelompok I

Habib Burrohman 201201855

Rosita Sari 201201859

Rapitan Arya kumbara 201201838

Dosen pengampu : hafiq M. Pd

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN


KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Kehadirat ALLAH SWT. Yang telah melimpahkan segala
Rahmat, Taufiq, serta Inayahnya. Sehingga Penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah yang berjudul " ijtihad" merupakan menjadi komponen
penilaian dalam mata kuliah USHUL FIQH II.

Penulis menyadari sepenuhnya penyusuan Makalah ini masih jauh dari


sempurna, baik dalam isinya maupun dalam penyajianya, berkat dorongan dan
bimbingan dari semua pihak maka penulisan makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga karya sederhana ini layak dijadikan sumber rujukan dalam


mengkaji, dan memberikan kontribuksi praktis maupun akademik bagi internal
civitas akademik UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, utamanya bagi Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, dan tidak dipungkiri bagi semua golongan.

Semua kebenaran dalam makalah ini adalah semata dari ALLAH SWT dan
miliknya, sedangkan segala kesalahan, kekurangan semata dari keterbatasan kami.

Penulis,

Jambi 10,maret 2023

DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................4

2
A. Latar belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan masalah................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
A. Pengertian ijtihad.................................................................................................5
B. Objek ijtihad.........................................................................................................7
C. Macam-macam metode ijtihad............................................................................8
D. Syarat ijtihad......................................................................................................11
E. Hasil/produk ijtihad...........................................................................................13
F. Cara melakukan ijtihad.....................................................................................15
BAB III...........................................................................................................................17
A. Kesimpulan.........................................................................................................17
B. Saran...................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................18

3
BAB I
A. Latar belakang
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
umat islam juga

4
sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,terutama yang
berkaitan dengan syara atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma
dan qiyas sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah
umat.
Umat islam saat ini sering dihadapkan dengan berbagai permasalahan,
terutama yang berkaitan dengan syara’ atau ibadah. Oleh karena itu, selain
menggunakan Al Quran dan Sunnah, ulama juga menggunakan ijma dan qiyas
sebagai instrumen untuk membantu memecahkan masalah umat. Selain itu, Para
ulama juga harus melakukan Ijtihad dalam mencari solusi permasalahan yang
dihadapi umat islam. Berbagai perbedaan mahzab yang kita kenal saat ini
merupakan hasil dari Ijtihad. Kita tahu tidak ada yang salah dari mahzab-mahzab
tersebut karena itu semua merupakan hasil terbaik dari para mujtahid untuk
menemukan hukum terbaik.

B. Rumusan masalah
A. Pengertian ijtihad
B. Objek ijtihad
C. Macam-macam ijtihad
D. Persyaratan ijtihad
E. Hasil/ produk ijtihad
F. Cara melakukan ijtihad

C. Tujuan
A. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis pengertian ijtihad
B. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis Objek ijtihad
C. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis macam-macam ijtihad
D. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis syarat ijtihad
E. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis hasil ijtihad
F. Mahasiswa dapat memahami dan menganalisis cara melakukan ijtihad

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ijtihad
a. Secara Bahasa
Ijtihad (‫ ) االجتهاد‬dari segi bahasa berasal dari kata ijtihada (‫ ) اجتهد‬yang
berarti bersungguh-sungguh, rajin, giat atau mencurahkan segala
kemampuan (jahada). Jadi, menurut bahasa, ijtihad ialah berupaya serius
dalam berusaha atau berusaha yang bersungguh-sungguh.1
b. Secara istilah
Secara istilah ulama ushul fiqh mendefinisikan ijtihad sebagai berikut;
a) Wahbah al-zuhaili
‫االاجتهاد هو عملية استنباط االحكم الشرعية من ادلتهاالتفصيليةالشريعة‬
Ijtihad adalah melakukan istimbath hukum syari`at d ari segi dalil-
dalilnya yang terperinci di dalam syari`at.2
b) Abdul hamid hakim
‫ هو عملية استنباط األحكام الشرعية من أدلتها التفصيلية في الشريعة‬: ‫االجتهاد‬
Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan dalam rangka untuk
memperoleh hukum syara’ dengan jalan istinbath dari alqur’an dan as-
sunnah.3
c) Analisis
Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa ijtihad itu, pertama usaha
intelektual secara sungguh-sungguh; kedua, usaha yang dilakukan itu
adalah melakukan istibath (menyimpulkan) dan menemukan hukum;
ketiga, pencarian hukum dilakukan melalui dalil-dalil baik dari
alqur’an dan Sunnah; keempat, orang yang melakukan ijtihad itu
adalah seorang ulama yang memiliki kompetensi, dan keluasan
wawasan serta pengetahuan dalam bidang hukum Islam.

1
Agus miswanto S,Ag., MA, ushul fiqh metode ijtihad hokum islam jilid II, ( Yogyakarta;
magnum pustaka utama 2019), hlm 11.
2
Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi ushul al-Fiqh, (Bairut: dar al-fikr al-Mu’ashir, 1999), hlm 231.
3
Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awaliyah, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt), hlm.17

6
c. Ijtihad menurut al-quran
Q.S An-nisa’; 59

۟ ‫ُوا ٱهَّلل َ َوَأ ِطيع‬


ِ ‫ُوا ٱل َّرسُو َل َوُأ ۟ولِى ٱَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَ ٰنَ َز ْعتُ ْم فِى َش ْى ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى ٱهَّلل‬ ۟ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامنُ ٓو ۟ا َأ ِطيع‬
َ
َ ِ‫اخ ِر ۚ ٰ َذل‬
‫ك خَ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ ِ ‫َوٱل َّرسُو ِل ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِٱهَّلل ِ َو ْٱليَوْ ِم ٱلْ َء‬

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.4
d. Ijtihad menurut as-sunnah

‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما أراد أن يبعث معاذا إلى اليمن قال كيف تقضي إذا عرض لك‬
‫قضاء قال أقضي بكتاب هللا قال فإن لم تجد في كتاب هللا قال فبسنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫قال فإن لم تجد في سنة رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وال في كتاب هللا قال أجتهد رأيي وال آلو‬

Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ketika mengutus


Mu’adz ke Yaman bersabda : “Bagaimana engkau akan menghukum
apabila dating kepadamu satu perkara ?”. Ia (Mu’adz) menjawab : “Saya
akan menghukum dengan Kitabullah”. Sabda beliau : “Bagaimana bila
tidak terdapat di Kitabullah ?”. Ia menjawab : “Saya akan menghukum
dengan Sunnah Rasulullah”. Beliau bersabda : “Bagaimana jika tidak
terdapat dalam Sunnah Rasulullah ?”. Ia menjawab : “Saya berijtihad
dengan pikiran saya dan tidak akan mundur…”.( riwayah abu daud )5
e. Makna ijtihad didalam islam
Ijtihad memiliki makna khusus di dalam Islam, yaitu pencurahan semua
kemampuan secara maksimal agar memperoleh suatu hukum syara’ yang
amali melalui penggunaan sumber syara’ yang diakui dalam Islam.6

4
Al qur’an dan terjemah kemenag RI.
5
Abu Dawud dalam Sunan-nya nomor 3592 dan 3593
6
Al‐Amidi. al‐Ihkam fi Usul al‐Ahkam. Muassasah al‐Halabi. Kairo. 1967. Hal. 204, juz 3.

7
f. Makna ijtihad menurut ahli filsafat
Seorang filosof yakni Fazlur Rahman berpendapat bahwa, “ijtihad
mengacu pada seluruh kemampuan para ahli hukum sampai pada titik
akhir untuk memperoleh prinsip dan aturan hukum dari sumber hukum
Islam”.7

B. Objek ijtihad
Ruang Lingkup Ijtihad Dilihat dari sisi ruang lingkupnya, ijtihad dapat
dibedakan dalam dua kategori yaitu:

a. Al-Masail Al-Furu'iyyah Al-Dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak


ditentukan secara pasti oleh nash Alquran dan Hadist. Hukum islam
tentang sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil dhoni atau ayat-ayat Alquran
dan hadis yang statusnya dhoni mengandung banyak penafsiran sehingga
memerlukan upaya ijtihad untuk sampainya pada ketentuan yang
meyakinkan.
b. Al-Masail Al-Fiqhiyah Al-Waqa’iyah Al-Mu’ashirah, yaituhukum Islam
tentang sesuatu yang baru, yang sama sekali belum ditegaskan atau
disinggung oleh Alquran, hadist, maupan Ijmak para ulama'.

Dilihat dari macamnya, menurut al-Dualibi, sebagaimana dikatakan oleh


Wahbah Al-Zuhaili, ijtihad dibedakan dalam tiga macam:

a. Al-Ijtihad al-Bayani, yaitu menjelaskan (bayan) hukum-hukum syari`ah


dari nash-nash syar`i.
b. Al-Ijtihad al-Qiyasi, yaitu meletakkan (wadl`an) hukum-hukum syari`ah
untuk kejadian/peristiwa yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan Sunnah,
dengan jalan menggunakan qiyas atas apa yang terdapat dalam nash-nash
hukum syar`i.
c. Al-Ijtihad al-Isthishlahi, yaitu meletakkan hukum-hukum syari`ah untuk
kejadian/peristiwa yang terjadi yang tidak terdapat dalam al Qur`an dan
Sunnah menggunakan ar ra`yu yang disandarkan atas isthishlah.8 Maksud
7
Fazlur Rahman. Post Formative Developments in Islam. Islamic Studies. Karachi. 1963. Hal. 12.
8
Wahbah al-Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damaskus: Dar al-Fikr, ), hlm. 594.

8
istislah adalah dengan memelihara kepentingan hidup manusia yaitu
menarik manfaat dan menolak madlarat dalam kehidupan
manusia.Menurut Dr. Yusuf Qordhowi mencakup tiga tingkatan:
a) Dharuriyat yaitu hal-hal yang penting yang harus dipenuhi untuk
kelangsung hidup manusia.
b) Hajjiyat yaitu hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia dalam hidupnya.
c) Tahsinat yaitu hal-hal pelengkap yang terdiri atas kebisaan dan akal
yang baik

C. Macam-macam metode ijtihad


Beberapa Metode Ijtihad;

a. Istihsan
Istihsan secara etimologi merupakan bentuk masdar dari (istihsan)
yang berarti menganggap baik sesuatu.9 Atau mengira sesuatu itu baik.
10
Abu Hanifah tetap menggunakan arti lughawi sebagai dasar pemakaian
istihsan yaitu (astahsin) berarti saya menganggap baik. Arti lain dari
istihsan adalah mengikuti sesuatu yang lebih baik atau mencari yang lebih
baik untuk diikuti karena memang disuruh untuk itu.11
Adapun pengertian istihsan menurut istilah, ada beberapa definisi
yang dirumuskan oleh beberapa ahli ushul: 12

‫عدول عن قيا س اىل قياس اقوى من‬

b. Masalah mursalah
Maslahah berasal dari kata yang berarti manfaat atau terlepas dari
padanya kerusakan. Pengertian maslahah dalam bahasa Arab berarti
“perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia.” Jadi, maslahah itu
mengandung dua sisi, yaitu menarik atau mendatangkan kemaslahatan dan
menolak atau menghindarkan kemudaratan. Mursalah artinya terlepas dan
9
Umar Hubeis dan A. Yazid, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyah, Jilid II, Cet. IX, (Surabaya Pustaka
Progresif, 1985), h. 187.
10
Badran Abu al-‘Ainaini Badran, Ushul Fiqh al-Islamiy, (Mesir: Mu’assasah Syabab al-
Iskandariyah, t.th.), h. 263
11
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1999), h. 305.
12
ibid. 305.

9
bebas, bila dihubungkan dengan kata maslahah, maka terlepas atau bebas
dari keterangan yang menunjukkan boleh atau tidaknya dilakukan.
c. Istishab
Istishab menurut bahasa berarti “mencari sesuatu yang ada
hubungannya”. Menurut istilah, ulama fikih ialah tetap berpegang pada
hukum yang telah ada dari suatu peristiwa atau kejadian sampai ada dalil
yang mengubah hukum tersebut.
Menurut Ibnu Qayyim, istishab ialah menyatakan tetap berlakunya
hukum yang telah ada dari suatu peristiwa, atau menyatakan belum adanya
hukum suatu peristiwa yang belum pernah ditetapkan hukumnya.
Adapun menurut Asy-Sya-tibi, istishab ialah segala ketetapan yang
telah ditetapkan pada masa lampau dinyatakan tetap berlaku hukumnya
pada masa sekarang.13
d. ‘urf

Al-‘Urf  menurut bahasa adalah‫ يءرف ف ءر‬sering diartikan‫الءروف‬


dengan apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisi.

‘Urf secara terminologi adalah kebiasaan mayoritas kaum, baik


dalam perkataan atau perbuatan. Menurut ulama ushul, ‘urf adalah apa
yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan terus menerus baik
berupa perkataan, maupun perbuatan.

e. Sadd zariah

Sadd Żarī’ah terdiri dari dua kata ‫ سد‬dan ‫الذريءة‬secara etimologi,


sadd berarti menutup, sedangkan Żarī’ah yang asal katanya adalah jamak
dari yang berarti wasilah atau “jalan” menuju suatu tujuan, kata ini sebagai
penghubung yang dikaitkan dengan sesuatu yang bersifat positif maupun
negatif.

Secara terminologi, kata sadd al-Żarī’ah ialah menutup jalan atau


mencegah terjadinya hal-hal yang menimbulkan kerusakan baik dalam
13
Muhammad Abu Zahrah, Ushul fiqh, h. 456.

10
bentuk fasilitas, keadaan perilaku yang dapat membuat kemudaratan bagi
orang lain, sehingga kemudaratan dapat diubah dalam bentuk yang
dilarang.

f. Mazhab sahabat
Mazhab Sahabat adalah: pendapat para sahabat Rasul tentang suatu
kasus, baik berupa fatwa atau ketetapan hukum, sedangkan nash tidak
menjelaskan hukum tersebut.
Dalam hal ini terdapat empat pendapat ulama:
a) Mazhab Sahabi tidak bisa dijadikan sebagai dalil hukum, menurut
pendapat jumhur ulama Asy’ariyah, Mu’tazilah, Syi‘ah pendapat yang
kuat di kalangan ulama Syafi’iyah.
b) Kedua, memandang Mazhab Sahabat dapat dijadikan sebegai dalil
hukum dan didahului oleh qiyas, pendapat ini dikemukakan oleh ulama
Hanafiyah, Malik, Qaul Qadim Syafi’i, dan salah satu riwayat dari
Ahmad.
c) Mazhab Sahabat dapat dijadikan sebagai alasan hukum bila dikuatkan
oleh qiyas. Pendapat Syafi’i dalam qaul jadid-nya.
d) Mazhab Sahabat dapat dijadikan sebagai dalil hukum bila kontroversi
dengan qiyas karena dengan kontroversi demikian berarti ia bukan
bersumber dari qiyas. Tetapi dari Sunnah. Pendapat ini bersumber dari
kalangan Hanafiyah.
Abu Zahrah menguraikan beberapa kemungkinan bentuk Mazhab
Sahabat ke dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
a) Apa yang disampaikan sahabat itu sesuatu yang dia dengar dari orang
yang pernah mendengarnya dari Nabi, namun ia tidak menjelaskan bahwa
berita itu sebagai Sunnah Nabi.
b) Apa yang disampaikan sahabat itu sesuatu yang dia dengar dari orang
yang pernah mendengarnya dari Nabi, tetapi tidak ada penjelasan dari
orang tersebut bahwa yang didengarnya itu berasal dari Nabi.

11
c) Apa yang disampaikan sahabat itu adalah hasil pemahamannya terhadap
ayat-ayat Al-Qurʼan yang orang lain tidak memahaminya.
d) Apa yang disampaikan itu sesuatu yang sudah disepakati oleh
lingkungannya, namun yang menyampaikannya hanya sahabat tersebut
seorang diri

D. Syarat ijtihad
Ijtihad merupakan tugas besar dan berat bagi seorang mujthid. Oleh karena
itu para ulama ushul menetapkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh
seseorang yang akan melakukan ijtihad, baik syarat-syarat yang menyangkut
pribadi maupun syarat-syarat keilmuan yang harus dimilikinya.

Menurut Abdul hamid Hakim bahwa seorang mujtahid harus memenuhi


empat syarat ijtihad, yaitu:14

a. Mempunyai pengetahuan yang cukup (alim) tentang al-kitab dan al-


Sunnah.
b. Mempunyai kemampuan berbahasa Arab yang memadai, sehingga mampu
menafsirkan kata-kata yang asing (gharib) dari Al-quran dan sunnah.
c. Menguasai ilmu ushul fiqh
d. Mempunyai pengetahuan yang memadai tentang nasikh dan mansukh.

Tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka sesorang tidak dapat


dikategorikan sebagai mujtahid yang berhak melakukan ijtihad. Ulama mujtahid
menurut ahli ushul dibedakan tingkatanya tergantung pada aktivitas ijtihad yang
dilakukanya. Dr. Abd Salam Arief, membedakan tingkatan mujtahid dalam empat
kategori, yaitu:15

a. Mujtahid Mutlaq Mustaqil (Mujtahid Independen) Mujtahid independen


adalah seorang mujtahid yang membangun teori dan kaidah istinbat
14
Hakim, Abdul Hamid, al-Bayan, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt), hlm. 168-171.
15
Dr. H. Abd. Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara fakta dan
realita: kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut, (Yogyakarta: LESFI,
2003), hlm. 37-38

12
sendiri, tanpa bersandar kepada kaidah istinbat pihak lain. Yang termasuk
dalam jajaran kelompok ini antara lain: imam empat mazhab, yaitu Abu
Hanifah, Malik bin anas, Imam al-Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal;
laits bi Saad, al-Auzai, Sufyan al-Tsauri, Abu saur, dan sebagainya. 16
b. Mujtahid Muntasib (Mujtahid Afiliatif) Mujtahid afiliatif adalah mujtahid
yang melakukan ijtihad dengan menggunakan kaidah istinbath tokoh
mazhab yang diikutinya,meskipun dalam masalah-masalah furu’ ia
berbeda pendapat dengan imam yang diikutinya itu. Dan yang masuk
dalam tingkatan ini adalah diantaranya: Abu Yusuf, Muhammad Saibani,
Zufar dari kalangan Hanafiyah. Abd al-Rahman bi Qasim dan Ashab bin
Wahab, dari kalangan Malikiyah. Al-Buwaiti, al-Za’farani, al-Muzani dari
kalangan Syafi’iyyah. Al-qadhi Abu Ya’la, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah,
dan Ibn Qayyim dari kalangan Hanabilah.17
c. Mujtahid fi al-madhab
Mujahid fi al-mazhab adalah para mujtahid yng mengikuti sepenuhnya
imam mazhab mereka baik dalam kaidah istinbath ataupun dalam
persoalan-persoalan furu’iyyah. Mereka berijtihad pada masalah masalah
yang ketentuan hukumnya tidak didapatkan dari imam mazhab mereka.
Mereka juga adakalanya meringkas kaidahkaidah istinbat yang dibangun
oleh imam mereka.18
d. Mujtahid Murajih
Mujtahid murajih adalah mujtahid yang tidak mengistinbatkan hukum
furu’, mereka melakukan ijtihad hanya terbatas membandingkan beberapa
pemikiran hukum mujtahid sebelumnya, kemudian memilih salah satu
yang dianggap arjah (paling kuat).19

Menurut al-Syatibi dasar ijtihad ada dua:

16
Dr. H. Abd. Salam Arief, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam, hlm. 37
17
Ibid,38
18
Ibid,38
19
Ibid,38

13
a. Memahami maksud syara’, dasar dari hal ini bahwa kemaslahatan dalam
Islam merupakan hakikat yang inti. Ini tidak bisa dilihat menurut
keinginan dan kecenderungan pribadi mukallaf, tetapi secara substansial
harus dilihat dari segi manfaat atau bahaya dalam satu hal atau bahaya
yang ditimbulkan. Dalam hal ini al-Syatibi mengatakan “jika seseorang
telah mencapai suatu tingkatan tertentu, maka ia akan mampu memahami
tujuan syara’ dalam setiap masalah dan setiap aspek. Dengan itu, ia telah
mencapai sifat yang membuatnya menempati status “Khalifah Nabi”
(pengganti Nabi) untuk menyebarkan ajaran, memberi fatwa dan
menetapkan hukum sesuai petunjuk Allah.
b. Kemampuan beristinbat, dengan menguasai alat istinbat, yaitu menguasai
Bahasa Arab, hukum-hukum yang ada dalam Al-Qurʼan dan Sunnah,
ijma’, perbedaan pendapat di kalangan ahli fikih, serta macam-macam
qiyas.20

Jadi intinya bahwa bagian kedua ini seorang mujtahid harus mengetahui
ilmu alat yang telah menjadi persyaratan seorang mujtahid.

Pembagian ijtihad ada dua:

a. Ijtihad istinbat, yaitu kegiatan ijtihad yang berusaha menggali dan


menemukan hukum dari dalil-dalil yang telah ditentukan.
b. Ijtihad tatbiqi, yaitu kegiatan ijtihad yang bukan untuk menemukaan
dan menghasilkan hukum, tetapi menerapkan hukum hasil temuan
imam mujtahid terdahulu kepada kejadian yang muncul kemudian.

E. Hasil/produk ijtihad
Ijtihad merupakan upaya untuk menggali suatu hukum yang sudah ada
pada zaman Rasulullah SAW. Hingga dalam perkembangannya, ijtihad dilakukan
oleh para sahabat, tabi’in serta masa-masa selanjutnya hingga sekarang ini.
Meskipun pada periode tertentu apa yang kita kenal dengan masa taqlid, ijtihad
tidak diperbolehkan, tetapi pada masa periode tertentu pula (kebangkitan atau

20
Muhammad Abu Zahrah, Ushul fiqh, h. 577.

14
pembaharuan), ijtihad mulai dibuka kembali. Karena tidak bisa dipungkiri, ijtihad
adalah suatu keharusan, untuk menanggapi tantangan kehidupan yang semakin
kompleks problematikanya.

Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum


Islam yang itu disebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan Islam
kontemporer seperti Islam liberal, fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain
sebagainya. Semuanya itu tidak lepas dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-
masing mujtahid berupaya untuk menemukan hukum yang terbaik. Justru dengan
ijtihad, Islam menjadi luwes, dinamis, fleksibel, cocok dalam segala lapis waktu,
tempat dan kondisi. Dengan ijtihad pula, syariat Islam menjadi “tidak bisu” dalam
menghadapi problematika kehidupan yang semakin kompleks.

Salah satu contohnya Hasil Ijtihad Qiyasi Muhammadiyah Tentang Bunga


Bank

Merujuk pada pengertian bunga bank yang didefinisikan dengan katakata ziyadah,
yakni ―tambahan yang diperjanjikan atas besarnya pinjamaan ketika pelunasan
hutang‖. Jadi tekanannya adalah pada ―ziyada sebagai ciri pokok bunga bank.
Sedangkan defenisi dari Riba adalah―tambahan atasbesarnya pinjaman ketika
pelunasan hutang yang mendatangkan ketidakadilan pihak peminjam.

Namun karena riba yang dimaksud disini menimbulkan kesengsaraan atau


zulm bagi pihak peminjam karena tidak mampu mengembalikan pinjamannya
tersebut, jadi dalam hal ini titik tekanannya ada pada kesengsaraan atau zulm
bukan tambahan Tambahan sebagai an-nau‘ atau spicies, sedangkan
―kesengsaraan‖ sebagai al-jins atau genus atau ‗illat. Sama halnya dengan
ungkapan―khamr adalah minuman yang memabukkan,‖ maka khamr adalah
sesuatu yang didefinisikan, minuman sebagai an-nau‘ atau spicies, dan
memabukkan sebagai al- jins atau genus atau ‗illat. Jadi maksud bunga bank
dikatakan riba karena akan menyebabkan sebuah kesengsaraan saat nanti
pengembalian uang pinjaman.

15
F. Cara melakukan ijtihad
9 metode ijtihad atau cara melakukan ijtihad;21
a. Ijma’
Ijma merupakan kesepakatan seluruh mujtahid di suatu massa setelah
Rasulullah SAW wafat dan berkaitan dengan hukum syara yang tidak
terdapat dalam Alquran dan hadist. Adapun contoh ijma’ adalah ijma’
sahabat, yaitu ijma’ yang dilakukan oleh sahabat Rasulullah SAW.
b. Qiyas
Qiyas merupakan hukum tentang suatu peristiwa yang diterapkan dengan
cara membandingkannya dengan hukum peristiwa lain yang sudah
ditetapkan sesuai nash. Contohnya adalah mengqiyaskan pembunuhan
yang menggunakan alat berat dengan pembunahan menggunakan senjata
tajam.
c. Istihsan
Istihsan merupakan berpindahnya mujtahid dari satu ketentuan hukum ke
hukum lainnya karena terdapat dalil yang menuntutnya. Contohnya adalah
wasiat. Meski secara qiyas tidak diperbolehan, namun karena terdapat
dalam Alquran, maka wasiat diperbolehkan.
d. Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah merupakan hukum yang didasarkan pada
kemaslahatan yang lebih besar dibandingkan mengesampingkan
kemudaratan karena tidak ada dalil yang menganjurkan maupun
melarangnya. Contohnya adalah membuat akta nikah, akta kelahiran, dan
sebagainya.
e. Istishab
Istishad merupakan metode yang dilakukan dengan menetapkan hukum
yang sudah ada sebelumnya sampai ada dalil yang merubahnya.
Contohnya adalah setiap makanan boleh dikonsumsi hingga ada dalil yang
mengharamkannya.

21
Agus miswanto S,Ag., MA, ushul fiqh metode ijtihad hokum islam jilid II, ( Yogyakarta;
magnum pustaka utama 2019), hlm 92.

16
f. ‘Urf
‘Urf merupakan suatu perkataan yang sudah dikenal oleh masyarakat dan
dilakukan turun menurun. Contohnya adalah halal bi halal yang dilakukan
saat hari raya.
g. Saddzui Dzariah
Sadzzui dzariah merupakan sesuatu yang secara lahiriah boleh, tetapi bisa
mengarah ke kemaksiatan. Contohnya bermain kuis yang mengarah ke
perjudian.
h. aul Al-Shahabi
Qaul al-shahabi merupakan pendapat sahabat yang berkaitan dengan
perkara yang dirumuskan setelah Rasulullah SAW wafat. Contohnya
adalah pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa kesaksian anak kecil
tidak diterima.
i. Syar’u Man Qablana
Syar’u man qablana merupakan hukum Allah SWT yang disyariatkan
untuk umat terdahulu melalui nabi-nabi sebelum Rasulullah. Contohnya
adalah kewajiban untuk berpuasa.

17
BAB III
A. Kesimpulan

Seorang filosof yakni Fazlur Rahman berpendapat bahwa, “ijtihad


mengacu pada seluruh kemampuan para ahli hukum sampai pada titik akhir untuk
memperoleh prinsip dan aturan hukum dari sumber hukum Islam.
Ruang Lingkup Ijtihad Dilihat dari sisi ruang lingkupnya, ijtihad dapat
dibedakan dalam dua kategori yaitu:
a. Al-Masail Al-Furu'iyyah Al-Dhoniah yaitu masalah-masalah yang tidak
ditentukan secara pasti oleh nash Alquran dan Hadist.
b. Al-Masail Al-Fiqhiyah Al-Waqa’iyah Al-Mu’ashirah, yaituhukum Islam
tentang sesuatu yang baru, yang sama sekali belum ditegaskan atau disinggung
oleh Alquran, hadist, maupan Ijmak para ulama'.

Sekarang, banyak ditemui perbedaan-perbedaan madzab dalam hukum


Islam yang itu disebabkan dari ijtihad. Misalnya bisa dipetakan Islam kontemporer
seperti Islam liberal, fundamental, ekstrimis, moderat, dan lain sebagainya.
Semuanya itu tidak lepas dari hasil ijtihad dan sudah tentu masing-masing
mujtahid berupaya untuk menemukan hukum yang terbaik.

B. Saran
Sebagai manusia yang tidak pernah lepas dari kesalahan, tentu saja dalam
makalah ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang harus di
perbaiki. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca, serta dosen pengajar demi kelayakan makalah ini dan
dan berbesar hati memafkan kekurangan dan kesalahan penulis dalam makalah
ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Al qur’an dan terjemah kemenag RI.

Al‐Amidi. al‐Ihkam fi Usul al‐Ahkam. Muassasah al‐Halabi. Kairo. 1967. juz 3.

Al-Zuhaili Wahbah, al-Wajiz fi ushul al-Fiqh, (Bairut: dar al-fikr al-Mu’ashir,

1999).

Badran Abu al-‘Ainaini Badran, Ushul Fiqh al-Islamiy, (Mesir: Mu’assasah

Syabab al-Iskandariyah, t.th.).

Hakim Abdul Hamid, Mabadi’ Awaliyah, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt).

Hakim, Abdul Hamid, al-Bayan, (Jakarta: Penerbit Sa’adiyah Putra, tt).

Hubeis Umar dan A. Yazid, Fiqh al-Lughah al-‘Arabiyah, Jilid II, Cet. IX,

(Surabaya Pustaka Progresif, 1985).

Miswanto Agus, ushul fiqh metode ijtihad hokum islam jilid II, ( Yogyakarta;

magnum pustaka utama 2019).

Rahman Fazlur. Post Formative Developments in Islam. Islamic Studies. Karachi.

1963.

Salam Arief Abd., Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara fakta dan realita:

kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut, (Yogyakarta: LESFI,

Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh, Jilid II, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1999).

19

Anda mungkin juga menyukai