PENGERTIAN TAKLID
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aswaja dan ke NU an
Dosen Pembimbing:
Bpk. Zainal Rosyadi, M.Pd
Disusun oleh:
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat sehat dan sempat- Nya,
sehingga setiap hembusan nafas masih kita rasakan sampai saat ini, beribu serta
berjuta nikmat telah kita rasakan sebagaimana yang telah diketahui bahwa jika
pepohonan sebagai pena- Nya, daun sebagai kertas-Nya dan lautan sebagai tinta-
Nya, niscaya tidak cukup untuk menuliskan nikmat Allah SWT yang tidak ada
batasnya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?,
pertanyaan dari kutipan Kalam Allah SWT inilah yang harus kita renungi dan selalu
bersyukur kepada- Nya, karena setiap waktu nikmat Allah SWT begitu besar kita
rasakan. Shalawat beserta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa pada kejayaan yang dapat kita rasakan
saat ini.
Bpk. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag selaku rektor Universitas Nahdlatul
Ulama Blitar.
Bpk. Fatra Nonggala Putra, M.Kom selaku dekan Fakultas Ilmu Eksakta (FIE)
Universitas Nahdlatul Ulama Blitar.
Ibu. Rizka Rizki Robby, M.Si. selaku kaprodi Matematika Fakultas Ilmu
Eksakta (FIE) Universitas Nahdlatul Ulama Blitar.
Teman-temanku mahasiswa dan mahasiswi semester l jurusan Matematika
Fakultas Ilmu Eksakta (FIE) Universitas Nahdlatul Ulama Blitar.
ii
Akhirnya, penyusun ucapkan terima kasih dan mohon ma’af apabila
terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam penyusunan makalah ini, dan penyusun
juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca guna menjadi
bahan pertimbanagn untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Penyusun,
Lu'luatun Nayyiroh
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Pengertian Taklid.................................................................................. 3
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak lepas dari ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari dan
diaplikasikan dalam kehdiupan sehari-hari, yang mana dalam hal lain manusia
mendapat suatu keistimewaan jika dibandingkan dengan makhluk yang lain yaitu
memiliki otak untuk berfikir dan menciptakan suatu hukum yang belum ada di
dalam Al-Qur'an.
1 Bakry, Muhiddin Muhammad. "Tajdid dan Taqlid." AL ASAS 3.2 (2019): 57-72.
1
B. Rumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan dalam makalah
ini, sebagai berikut:
4. Bagaimana pandangan para ulama Ushul fiqh dan fiqh tentang talfiq?
C. Tujuan
4. Untuk mendeskripsikan bagaimana pandangan para ulama Ushul fiqh dan fiqh
tentang talfiq .
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Taklid
Secara etimologis “taqlid " adalah pecahan dari kata “qiladah " yang
artinya kalung (Nahari, 2022:10) dan arti dari taklid secara bahasa yaitu
“meletakan kalung di leher”. Maksudnya adalah seseorang yang mengikuti
pendapat orang lain tanpa berfikir.2
Taqlid dibagi menjadi dua yaitu taqlid a'ma dan taqlid 'alum ghairu Mujtahid.
a. Taklid A'ma
2 Tri,
Nahari Fuaddiah. PENISTAAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN UU ITE (Kajian Tentang Relevansi UU ITE
Dengan Penafsiran Ibnu Katsir). Diss. UIN RADEN INTAN LAMPUNG, 2022.
3 Karimuddin,
Muhammad Zuhdi. "Kedudukan Mazhab, Taklid Dan Ijtihad Dalam Islam." Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam dan
Perundang-Undangan 6.1 (2019): 55-65.
3
Taklid a' ma atau yang sering kita dengar dengan taklid buta merupakan taqlid
yang diharamkan dalam syariat karena taqlid buta itu sendiri merupakan taklid
yang cara memahaminya suatu hal dengan cara mutlak dan membabi buta tanpa
memperhatikan ajaran Alquran dan hadis.4 Terkadang, orang yang melakukan
taklid buta tidak memperhatikan lagi apa yang diikutinya walau sudah
bertentangan dengan Alquran dan hadis.
د1ْه َت
ِقل ْي َ ْون
ُ ْ ا َ ب ۤا ْلف علَ ا َب ۤا َءَنا ۗ ا1َ ا1ِّبع م ٓا1َال َقالُ ْوا ل نت1ُّٰ َا ْن َزل ل1َواَِذا ِق ل َل ُه ُم ات
ا َل1ْٔون ًـ ُؤ كان م َوَل ْو ْيَنا ْي َب ٓما ْوا1ُِبع ْي
ع ش و َل ِه
ه
Artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah.” Mereka menjawab, “(Tidak!) Kami mengikuti apa yang kami
dapati pada nenek moyang kami (melakukannya).” Padahal, nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa pun, dan tidak mendapat petunjuk." ( Al
Baqarah:170)
Taklid 'alum ghairu mujtahid merupakan orang yang pandai tpi belum sampai
pada tingkat Mujtahid. Maksudnya seseorang mengambil pendapat tertentu
dalam kasus tertentu, maka ini boleh jika ia lemah/tidak mampu untuk
mengetahui yang benar melalui ijtihad, baik ia lemah secara hakiki atau ia mampu
tapi dengan kesulitan yang sangat.
Surat yang menjelaskan tentang diperbolehkan nya taqlid 'alum ghairu mujtahid :
Artinya : "Tanyakanlah kepada ahli ilmu apabila kamu tidak mengetahui". (QS. An-
Nahl : 43)
B. Hukum Taklid
4
4
Asy'ari, K. M. H. (2015). Risalah Aswaja: Dari Pemikiran, Doktrin hingga Model Ideal Gerakan Keagamaan. Ar-Ruzz Yogyakarta.
5
Bagi orang awam taqlid atau mengikuti ulama mujtahid yang telah
memahami agama secara mendalam hukumnya wajib,5 sebab tidak semua orang
mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk mempelajari agama secara
mendalam (Yahya, 2021:89-102).
ُجع
ُه َ ْوا كل ُه طاِئف ُه ْوا ى ال ِد ْن ِد ُر ْون كاَفّةً َف َل ْوَل َنفَ َر1و َماكا ن ْال ُم ْؤ ِم ُن
ْين ْوا و ِ ُلي ْم ْو ر ليََتفَق ة ْرَق ٍة ْم من ل َي ْن ِف ُر ْوا
َم َذا ّ م
ْن
ُر ْون1َِاَل ْي ِه ْم ُه حذ
ل ْم
ل
ّ
Artinya : "Tidak pantas orang beriman pergi ke medan perang semua, hendaknya
ada sekelompok dari tiap golongan dari mereka ditinggal untuk memperdalam
agama dan memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka kembali
kepadanya, mudah-mudahan mereka itu takut.” (QS At-Taubah: 122)
Dalam ayat ini jelas Allah SWT menyuruh kita untuk mengikuti orang yang telah
memperdalam agama. Dalam ayat lain secara lebih tegas Allah SWT berfirman:
Artinya : “Maka hendaknya kamu bertanya kepada orang-orang yang ahli Ilmu
Pengetahuan jika kamu tidak mengerti.” (An-Nahl: 43)
Kita bertaqlid kepada salah satu dari madzhab empat (Syafi'i, Maliki, Hanafi
dan Hambali)6 yang telah dimaklumi oleh seluruh Ahli Ilmu, tentang keahlian dan
kemampuan mereka dalam Ilmu Fiqih.Mereka adalah orang yang takut kepada
Allah SWT dan telah meletakkan hukum yang bersumber dari Al-Qur’an, As-
Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas.
6
C. Pengertian Ittiba', Tarjih dan Talfiq
1. Ittiba'
5 Yahya, S. M. (2021). Fenomena Praktik Ijtihad dan Taqlid dalam Pandangan Hukum Islam. Mutawasith: Jurnal Hukum Islam,
4(2), 89-102.
6 Muhammad, K. H. (2020). Menuju Fiqh Baru: Pembaruan dan Hukum Islam sebagai Keniscayaan Sejarah. IRCiSoD.
7
Secara bahasa , ittiba artinya mengikuti.7 Secara istilah, ittiba adalah sikap
mengikuti pendapat seseorang ulama, fuqaha', dan sejenisnya dengan
mengetahui dan memahami dalil atau hujah suatu perkara yang digunakan oleh
mereka.
2. Tarjih
Pengertian qunut adalah tunduk kepada Allah SWT dengan penuh kebaktian.
ُ ُ
Selain itu dari beberapa hadis, qunut juga bisa diartikan dengan thulul qiyam (ل طو
1ْ
)م َيا ِق ال.
ِ Dalam Himpunan Putusan Tarjih disebutkan bahwasanya yang
dimaksud
dengan thulul qiyam adalah berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam
shalat sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Qunut yang
seperti inilah yang disyariatkan (masyru’). Hal ini sebagaimana yang terdapat
dalam hadis Nabi Muhammad saw.:
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi saw bersabda: Shalat yang
paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut).” [HR. Muslim,
Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi].
8
7 Muhammad Zikra, Z. (2020). ITTIBA’AL-RASUL PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau).
9
Dalam pembahasan fiqih ada beberapa jenis qunut. Dalam Himpunan Putusan
Tarjih disebutkan tentang tiga praktek qunut yang biasa dikenal, yaitu Qunut
Nazilah, Qunut Witir, dan Qunut yang dilaksanakan pada waktu shalat subuh. 8
Qunut Nazilah adalah qunut yang dilakukan ketika tertimpa musibah, namun
Rasulullah saw. tidak mengerjakan Qunut Nazilah setelah diturunkan QS. Ali-
Imran (3) ayat 127.
.َArtinya: “Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan
itu untuk membinasakan segolongan orang-orang yang kafir, atau untuk
menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-
apa.” [QS. Ali Imran (3): 127]
Hal ini perkuat oleh Imam Al-Nawawi dalam Al-Adzkar mengatakan sebagai
berikut:
اعلم أن القنوت في صالة الصبح سنة لحديث الصحيح فيه عن أنس رضي هلال عنه أن رسول هلال صلى هلال عليه وسلم لم يزل
بعين وقال حديث1 رواه الحاكم أبو عبد هلال في كتاب األر.يقنت في الصبح حتى فارقا الدنيا
صحيح
Artinya: "Qunut shalat subuh disunahkan berdasarkan hadits shahih dari Anas
bahwa Rasulullah SAW selalu qunut sampai beliau meninggal. Hadits riwayat
Hakim Abu Abdullah dalam kitab Arba’in. Ia mengatakan, itu hadits shahih."
(Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Adzkar, Beirut, Darul Fikri, 1994, halaman: 59).
1
َ ْ َ
ِ ْن ا ع ط ْيت ف ْي َما. ِ ما ِ ْل و ِق1ََ ش
ض نك ف ِا قض. ْ ي ْق ْ َ ل ْ َ ن ُه1َ ْ ا ع تك
1ْ َ َ
ر اب ت ر
َ
ت ا
ع َ و َت
ِ تق و ن ل ت م ن ول
ْ َ ْ ْ َ َ َ
يت وال .
ل ِ ي ضك ا َ يA َ دي ل ْي ب نا
ي ِذ ت ي ِع ز
ع م وا
َ
ل
8 Zatnika,
Hamdi. Analisis fatwa Muhammadiyah HPT (Himpunan Putusan Tarjih) 1971 dan Himpunan Putusan Tarjih 1972
tentang do’a qunut shalat subuh. BS thesis. Jakarta: Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
1
َ
َ ْ فل ْ َ ُ َّ َ ُ َ َ ُ ْ َ َ
م ك غ ِف ْ ي ت ت ت ل ه و ص ل ِا1 آِل ِه و ع ل ا ل ِّ ِ ِّم م „د س ِّي د نا ال
ُ َ َ قض ما عل َ ْ َ َ مح
ال د ك وا ُر ل ْيك وب وا َع ل ِ ِّن.ال ن
ح ْ
س
وسلم وصح ِب ِه
Doa qunut yang disebutkan di atas dibaca pada saat shalat sendiri. Kalau shalat
berjamaah, imam dianjurkan mengubah lafal “ihdinî (berilah aku petunjuk)”
menjadi “ihdinâ (berilah kami petunjuk)”. Karena dalam pandangan Syekh
Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu’in dimakruhkan berdoa untuk diri sendiri
pada saat doa bersama. Ia menegaskan :
ه القنوت بدعاء أي بدعاء نفسه تخصيص إلمام وكره بدعاء نفسه تخصيص عن لن، اإلمام فيقول:
اهدنا
Artinya: Dimakruhkan bagi imam berdoa khusus untuk dirinya sendiri pada saat
doa qunut karena ada larangan tentang hal itu. Karenanya, hendaklah imam
membaca ‘ihdina. (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin, Jakarta, Darul Kutub Al-Islamiyyah,
2009 M, halaman: 44).
Pada saat membaca doa qunut, imam dianjurkan mengeraskan suaranya dan
makmum mengamininya. 9 Dianjurkan pula mengangkat kedua tangan
sebagaimana doa pada umumnya. Lebih utama lagi, pada saat doa yang
mengandung harapan dan permintaan, telapak tangan menghadap ke atas,
sementara saat doa yang mengandung tolak bala atau dijauhkan dari musibah
yang sedang terjadi, punggung telapak tangan menghadap ke atas.
Dengan penjelasan ini sudah gamblang terkait dalil baca doa qunut kala
mengerjakan shalat subuh. Demikian pula bagaimana cara membaca dan
ketentuan lainnya.
3. Talfiq
Secara bahasa, Talfiq artinya melipat antara yang satu dengan yang
lainnya. Secara istilah Talfiq dapat diartikan mencampuradukkan dua pendapat
atau lebih dalam sebuah permasalahan yang mempunyai hukum, sehingga akan
1
9
Rahman, Ustadz Arif. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah Saw. Shahih, 2016.
1
melahirkan pendapat ketiga yang antara kedua pendapat tadi sama-sama tidak
mengakui kebenarannya.10
Menurut Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M), konsep talfiq muncul akibat
kuatnya perasaan taqlid yang ditanamkan Ulama Mazhab. Di zaman
berkembangnya taqlid yang mengharamkan seorang pengikut mazhab tertentu
untuk mengambil pendapat dari mazhab lain.
Perbedaan talfiq dengan taklid yaitu, talfiq adalah mengambil pandapat dari
berbagai madzhab kemudian memilih yang paling mudah dan ringan dalam
penerapannya (aplikasinya). Sedangkan taklid adalah mengikuti pendapat salah
seorang mujtahid tanpa mengetahuhi dalil yang dijadikan pegangan oleh mujtahid
tersebut.
Ketika berwudhu khususnya saat menyapu kepala, seorang mengikuti tata cara
yang dikemukakan oleh Imam asy-Syafi’i. Beliau berpandapat bahwa dalam
berwudhu seorang cukup menyapu sebagian kepala, yang batas minimalnya tiga
helai rambut. Setelah berwudhu orang tersebut bersentuhan kulit dengan
seorang perempuan yang bukan mahramnya. Sedangkan menurut Syafi’i
persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan ajnaby (perempuan yang halal
dinikahi) tanpa hijab membatalkan wudhu. Namun dalam persentuhan kulit
setelah berwudhu orang tersebut mengambil pendapat Imam Abu Hanifah dan
meninggalkan pendapat Syafi’i. Abu Hanifah menyatakan bahwa persentuhan
kulit tersebut tidak membatalkan wudhu. Dalam kasus ini, pada amalan wudhu
terkumpul dua pendapat sekaligus yaitu pendapat Imam asy-Syafi’i dan pendapat
Imam Abu Hanifah. Dampaknya adalah amalan itu tidak dinilai benar (sah) oleh
masing-masing imam alias batal.
10 Arsjad,
Rasyida. "Talfiq Dalam Pelaksanaan Ibadah Dalam Perspektif Empat Madzhab." CENDEKIA: Jurnal Studi Keislaman 1.1
(2015): 58-75.
1
Menurut peristilahan ulama ushul fiqh, talfiq dimaksudkan sebagai nama
dari salah satu sikap beragama yang mengambil atau mengikuti hukum dari suatu
peristiwa berdasarkan kepada pendapat dari berbagai mazhab. Mayoritas ulama
Ushul fiqh berpendapat bahwa talfiq boleh dilakukan dalam mengamalkan
sesuatu, hal ini didasari oleh tidak adanya suatu nash yang menyatakan bahwa
talfiq dilarang (Arsjad, 2015:58-75).
Menurut Nakip Pelu M.A beliau berpendapat bahwa talfiq itu boleh boleh
saja di lakukan. Alasannya di lihat dari sisi sejarah ketika Imam Syafi’i
mengunjungi Imam Hanafi. Imam Hanafi mempersilahkan Imam Syafi’i untuk
menjadi Imam pada saat mengerjakan shalat subuh dan diikuti oleh Imam Hanafi
sebagai ma’mum. Padahal kedua Imam ini berbeda pandangan terkait qunut
dalam shalat subuh. Dimana Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukum qunut
adalah sunah sedangkan Imam Hanafi melarang qunut.11
Beliau memberi contoh terkait dengan anjuran untuk melakukan talfiq ketika
melakukan haji dalam masalah batalnya wudhu. Yang mana Mazhab Imam Syafi’i
yang mayoritas dipegang oleh orang Indonesia berpendapat bahwa wudhu
seseorang batal ketika ia bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya
sedangkan dalam manasik haji dimana orang berdesak-desakan dan bersentuhan
antara lawan jenis yang bukan mahram itu sulit dihindari. Oleh karena itu
biasanya orang yang bermazhab Syafi’i menggunakan Mazhab Maliki dalam hal
batalnya wudhu dan ketika mereka mengambil pendapat yang berbeda dari
11
Arif, M. Rabila. Studi Talfiq Dalam Pandangan Dosen Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam IAIN Ambon. Diss. IAIN Ambon,
2019.
1
mazhabnya maka tentunya ia telah melakukan talfiq. Akan tetapi talfiq yang ia
lakukan bukan bertujuan untuk mencari yang mudah melainkan lebih
mengutamakan kemaslahatan (Arif, 2019:38)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari bab pembahasan diatas, ada empat hal yang dapat penulis simpulkan
untuk menjawab rumusan masalah yaitu:
1
1. Taklid adalah menerima suatu ucapan orang lain serta memegang suatu
hukum agama dengan tidak mengetahui keterangan-keterangan dan
alasan-alasannya.
2. Taklid menurut ulama Aswaja hukumnya wajib, sebab tidak semua orang
mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk mempelajari agama secara
mendalam.
3. Ittiba' adalah mengambil suatu hukum dengan dalilnya walaupun sesuai
dengan pendapat seorang mujtahid.
Tarjih adalah Menguatkan salah satu dalil atas lainnya agar dapat diketahui
mana dalil yang lebih kuat untuk diamalkan dan mana dalil yang kurang
kuat untuk diamalkan.
Talfiq dapat diartikan mencampuradukkan dua pendapat atau lebih dalam
sebuah permasalahan yang mempunyai hukum
1. Mayoritas ulama fiqh maupun ulama Ushul fiqh berpendapat bahwa talfiq
boleh dilakukan karena tidak adanya dalil syar'i atas ketidakbolehan talfiq
dalam bermadzhab, baik dalam perkara mengambil perkara yang mudah
dan ringan ataupun dengan mengikuti rukhsah (keringanan)
B. Saran
Dalam hal ini penulis menyarankan secara umum sebagai sesama muslim
hendaknya saing toleransi,menghormati,serta menghargai perbedaan di kalangan
kita terutama berbeda dalam hal bermadzab.
1
DAFTAR PUSTAKA
Asy'ari, K. M. H. (2015). Risalah Aswaja: Dari Pemikiran, Doktrin hingga Model Ideal Gerakan
Keagamaan. Ar-Ruzz Yogyakarta.
Arif, M. Rabila. Studi Talfiq Dalam Pandangan Dosen Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam IAIN
Ambon. Diss. IAIN Ambon, 2019.
Arsjad, Rasyida. "Talfiq Dalam Pelaksanaan Ibadah Dalam Perspektif Empat Madzhab." CENDEKIA:
Jurnal Studi Keislaman 1.1 (2015): 58-75.
Bakry, Muhiddin Muhammad. "Tajdid dan Taqlid." AL ASAS 3.2 (2019): 57-72.
Karimuddin, Muhammad Zuhdi. "Kedudukan Mazhab, Taklid Dan Ijtihad Dalam Islam." Al-Qadha:
Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan 6.1 (2019): 55-65.
Muhammad, K. H. (2020). Menuju Fiqh Baru: Pembaruan dan Hukum Islam sebagai Keniscayaan
Sejarah. IRCiSoD.
Rahman, Ustadz Arif. Panduan Sholat Wajib & Sunnah Sepanjang Masa Rasulullah Saw. Shahih,
2016.
Tri, Nahari Fuaddiah. PENISTAAN AGAMA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN UU ITE (Kajian
Tentang Relevansi UU ITE Dengan Penafsiran Ibnu Katsir). Diss. UIN RADEN INTAN
LAMPUNG, 2022.
Zatnika, Hamdi. Analisis fatwa Muhammadiyah HPT (Himpunan Putusan Tarjih) 1971 dan Himpunan
Putusan Tarjih 1972 tentang do’a qunut shalat subuh. BS thesis. Jakarta: Fakultas Syari'ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.